Peran kepala sekolah brainly

Pentingnya Membangun Kultur Sekolah Dalam Upaya Meningkatkan Mutu Pendidikan


Pentingnya Membangun Kultur Sekolah

Dalam Upaya Meningkatkan Mutu Pendidikan

Drs. Firmansyah, M.T.

Salah satu persoalan penting dan genting dunia pendidikan kita adalah bagaimana meningkatkan mutu pendidikan di sekolah. Masyarakat kini semakin sadar bahwa pendidikan adalah salah satu jembatan untuk meraih kehidupan masa depan yang lebih baik (better education better life), pendidikan yang bermutu menjadi kebutuhan, tuntutan dan harapan seluruh lapisan masyarakat.

Berbagai usaha meningkatkan mutu pendidikan telah dilakukan oleh pemerintah, seperti pendidikan dan pelatihan guru, pengadaan sarana dan prasarana, peningkatan kompetensi dan profesionalisme guru melalui lesson study dan sertifikasi guru, studi banding di dalam maupun ke luar negeri, peningkatan kesejahteraan guru melalui tunjangan sertifikasi dan sebagainya, tetapi fakta menunjukkan bahwa disebagian besar sekolah semua usaha tersebut tidak berdampak signifikan terhadap peningkatan mutu. Hal ini tentunya menimbulkan tanda tanya, Sebenarnya dimana letak masalahannya?

Sekolah sebagai suatu sistem memiliki tiga aspek pokok yang sangat berkaitan erat dengan mutu sekolah, yakni: proses belajar mengajar, kepemimpinan dan manajemen sekolah, serta kultur sekolah. (Zamroni, 2013). Peningkatan mutu sekolah sebagian besar hanya menekankan pada aspek pertama, yakni meningkatkan mutu proses belajar mengajar dan sarana/prasarana, sedikit menyentuh aspek kepemimpinan dan manajemen sekolah, dan sama sekali tidak pernah menyentuh aspek kultur sekolah. Sudah barang tentu pilihan tersebut tidak terlalu salah. Namun, sejauh ini bukti-bukti telah menunjukkan, bahwa sasaran peningkatan mutu pada aspek PBM dan sarana/prasarana saja tidak cukup, faktor penentu mutu pendidikan ternyata tidak hanya dalam wujud fisik saja, tetapi perlu dibarengi dengan pendekatan non fisik yakni dengan membangun dan mengembangkan kultur sekolah.

(Djemari, 2004) mengemukakan bahwa Stolp&Smith (1994) mendeskripsikan kultur sekolah sebagai pola makna yang dipancarkan secara historis yang mencakup norma, nilai, keyakinan, seremonial, ritual, tradisi, dan mitios dalam derajat yang bervariasi yang ditunjukkan oleh warga sekolah. Senada dengan pernyataan tersebut, Zamroni(2009) mengemukakan bahwa kultur sekolah adalah norma-norma, nilai-nilai, keyakinan, sikap, harapan-harapan, dan tradisi yang ada di sekolah dan diwariskan antar generasi, dipegang bersama baik oleh kepala sekolah, guru, staf administrasi maupun siswa dan mempengaruhi pola pikir (mindset), sikap, dan tindakan seluruh warga sebagai dasar mereka dalam memahami dan memecahkan berbagai persoalan yang muncul di sekolah.

Konsep kultur di dunia pendidikan merupakan situasi yang akan memberikan landasan dan arah untuk berlangsungnya suatu proses pembelajaran yangefektif dan efisien. Djemari(2004) menyatakan bahwa kultur sekolah yang positif dapat memperbaiki kinerja sekolah, membangun komitmen warga sekolah serta membuat suasana kekeluargaan, kolaborasi, ketahanan belajar, semangat terus maju, dorongan bekerja keras, dan tidak mudah mengeluh. School culture sangat vital perannya bagi sebuah proses pendidikan, banyak anak yang memiliki bakat hebat, tapi karena kondisi sekolahnya tidak mendukung, anak dimaksud tidak tumbuh optimal, bakatnya terpendam, bahkan mati. Sebaliknya,anak yang kepintaran dan bakatnya sedang-sedang saja, tapi karena lingkungan sekolahnya bagus, anak tersebut tumbuh sebagai anak yang mandiri dan sukses (Hidayat, 2010). Hal ini senada dengan yang dikemukakan Zamroni (2010) bahwa: Pembelajaran yang baik hanya dapat berlangsung pada sekolah yang memiliki kultur positif. Kultur sekolah yang sehat akan berdampak kesuksesan siswa dan guru dibandingkan dengan dampak bentuk reformasi pendidikan lainnya. Kultur sekolah yang sehat dan positif berkaitan erat dengan motivasi dan prestasi siswa serta produktivitas dan kepuasan guru.

Contoh Kultur Positif di sekolah:

  1. Warga sekolah memiliki keyakinan hanya mereka yang belajar keras dan sungguh-sungguh yang akan memperoleh prestasi tinggi
  2. Memegang teguh bahwa prestasi dan proses mencapainya seperti dua sisi mata uang yang tidak dapat dipisahkan
  3. Menjunjung tinggi nilai-nilai religius, norma sosial, etika dan moral
  4. Membangun jembatan antara visi, misi, dan aksi
  5. Kepala Sekolah, Pendidik, dan Tenaga Kependidikan memiliki kinerja dan etos kerja yang baik dalam melaksanakan tugas dan fungsinya di sekolah
  6. Kepala Sekolah, Pendidik, dan Tenaga Kependidikan memiliki spirit corp dan team work yang tinggi
  7. Komitmen seluruh warga sekolah (Kepala Sekolah, Pendidik dan Tenaga kependidikan) untuk selalu belajar (belajar sepanjang hayat)
  8. Menghargai prestasi siswa
  9. Memiliki simbol-simbol yang menekankan penghargaan dan sangsi, sehingga mendorong pencapaian prestasi dan menghambat pelanggaran dan tidak memiliki prestasi
  10. Lingkungan sekolah yang bersih, rapi, sejuk, dan aman

Contoh Kultur Negatif di sekolah:

  1. Siswa memiliki keyakinan belajar asal-asalan apa adanya pasti naik kelas dan lulus.
  2. Siswa ingin meraih prestasi yang setinggi-tingginya dengan segala cara untuk mencapainya, sekalipun melanggar norma dan nilai (misalnya : Nyontek, bekerja sama dalam ulangan, plagiat dalam membuat tugas, dsb.).
  3. Siswa tidak antusias menerima tugas karena hanya akan membikin mereka harus belajar lebih banyak.
  4. Siswa tidak khawatir dengan nilai rapor yang jelek dan hanya beberapa siswa yang selalu mengerjakan PR karena mereka yakin dengan belajar sebagaimana sekarang ini saja mereka akan naik kelas dan lulus mendapatkan ijazah. Ijazah dianggap sebagai sesuatu yang penting, tetapi tidak diperlakukan sebagai simbol ilmu yang telah dikuasai.
  5. Siswa malas belajar dikarenakan guru yang tidak menarik, tidak antusias dalam mengajar, dan tidak menguasai materi.
  6. Hasil karya siswa dan prestasi sekolah tidak dipajang sebagaimana mestinnya yaitu sebagai suatu kebanggaan yang dapat memberikan motivasi untuk yang lainnya.
  7. Guru sering melecehkan siswa dan tidak memperlakukan mereka sebagai anak yang dewasa melainkan memperlakukan mereka sebagai anak kecil. Oleh karena itu, sebagai balasannyasiswa tidak menghargai guru.
  8. Sekolah tidak disiplin dalam melaksanakan proses belajar mengajar dan menyalahkan siswa atas prestasinya.
  9. Kebijakan kepala sekolah bersifat pilih kasih.
  10. Menghindari kolaborasi dan selalu ada pertentangan.
  11. Mereka yang innovatif malah di kritik dan tidak disenangi.
  12. Diktator, komentator, Agitator, Spektator.
  13. Diantara warga sekolah tidak ada saling percaya dan selalu mencari kesalahan orang lain.
  14. Banyak siswa dan guru yang terlambat datang ke sekolah.
  15. Lingkungan sekolah yang kotor, membuang sampah tidak pada tempatnya.

Membangun dan melakukan perubahan kultur sekolah tidak bisa melalui ceramah, slogan, atau himbauan saja (Zamroni, 2010). Perlu adanya kesungguhan dan komitmen yang kuat yang dilaksanakan secara konsisten dengan program-program aksi yang konkrit dengan strategi pengkondisian, pembiasaan, dan keteladanan, baik melalui pendekatan struktural maupun kultural. Pendekatan struktural denganmembuat kesepakatan berupa regulasi (peraturan, tata tertib, dsb.) yang mengikatsiswa, guru, dan seluruh warga sekolah lainnya, adanya program-program pembiasaan (habituasi)yang lambat laun akan menjadi budaya/karakter, sedangkan pendekatan kultural melalui interaksi dengan menanamkan nilai-nilai, sikap dan prilaku yang diintegrasikan pada setiap mata pelajaran dan/ataumelalui kegiatan ekstra kurikuler,dan yang terpenting dengan cara pembudayaan dengan keteladanan yang ditunjukkan oleh kepala sekolah, pendidik dan tenaga kependidikan lainnya di sekolah.Setiap sekolah mempunyai kultur, tapi sekolah yang sukses hanyalah sekolah yang memiliki kultur positif yang sejalan dengan visi dan misi pendidikan yang menjadi harapan dan cita-cita dari seluruh warga sekolah (Zamroni, 2010)

Arah Pengembangan Kultur Sekolah:

  1. Standar moral yang tinggi
  2. Tanggung jawab (kerja keras dan disiplin)
  3. Jujur
  4. Kebersamaan dan persaudaraan
  5. Sopan santun
  6. Bersih dan rapi
  7. Cinta tanah air
  8. Leadership & Enterpreneurship
  9. Positive Thinking
  10. Optimis, keyakinan akan berhasil
  11. I Can Do It type
  12. Sense of quality (memiliki budaya dan peka terhadap mutu)
  13. Sense of Improvement
  14. Selalu mau mencoba, tidak pernah menyerah
  15. Berpegang pada tujuan
  16. Pendidikan Karakter

Produk kultur sekolah yang positif (Djemari, 2009):

  1. Peningkatan kinerja individu dan kelompok yang berdampak pada kesuksesan siswa dan guru
  2. Peningkatan kinerja sekolah
  3. Peningkatan kualitas yang berkelanjutan
  4. Terjalin hubungan yang sinergi diantara warga sekolah
  5. Tugas dilaksanakan dengan perasaan senang
  6. Timbul iklim akademik
  7. Kompetisi
  8. kolaborasi
  9. Interaksi menyenangkan

PeranKepalaKekolah

Kepala sekolah harus memahami kultur sekolah yang ada sekarang ini, dan menyadari bahwa hal itu tidak lepas dari struktur dan pola kepemimpinannya. Perubahan kearah kultur yang positif harus dimulai dari kepemimpinan kepala sekolah. Kepala sekolah harus mengembangkankepemimpinan berdasarkan dialog, saling perhatian dan pengertian satu dengan yang lain. Biarlah guru, staf administrasi bahkan siswa menyampaikan pandangannya tentang kultur sekolah yang ada dewasa ini, mana segi positif dan mana negatif, khususnya berkaitan dengan kepemimpinan kepala sekolah, struktur organisasi, nilai-nilai dan norma-norma, kepuasan terhadap kelas, kepuasan terhadap pelayanan dan produktivitas sekolah, Pandangan ini sangat penting artinya bagi upaya untuk merubah kultur sekolah.

Kultur sekolah berkaitan erat dengan visi yang dimiliki oleh kepala sekolah tentang masa depan sekolahnya. Kepala sekolah yang memiliki visi untuk menghadapi tantangan sekolah di masa depan akan lebih sukses dalam membangun kultur sekolah. Untuk membangun visi sekolah ini, perlu kolaborasi antara kepala sekolah, guru,staf administrasi danorang tua siswa. Kultur sekolah akan baik apabila: a) kepala sekolah dapat berperan sebagai model, b) mampu membangun kerjasama tim, c) belajar dari guru, staf, dan siswa, dan, d) harus memahami kebiasaan yang baik untuk terus dikembangkan. Kepala sekolah dan guru harus mampu memahami lingkungan sekolah yang spesifik tersebut. Karena, akan memberikan perspektif dan kerangka dasar untuk melihat, memahami dan memecahkan berbagai problem yang terjadi di sekolah. Dengan dapat memahami permasalahan yang kompleks sebagai suatu kesatuan secara mendalam, kepala sekolah dan guru akan memiliki nilai-nilai dan sikap yang amat diperlukan dalam menjaga dan memberikan lingkungan yang kondusif bagi berlangsungnya proses pendidikan yang bermutu. (Subang, 2/2/13).

Daftar Pustaka:

Djemari, 2004; Pengembangan Kultur Sekolah, Materi Workshop, Yogyakarta

Hidayat, Komarudin, 2010; Membangun Kultur Sekolah, http://www.uinjkt.ac.id

Zamroni, 2010, Membangun Kultur Sekolah, Materi Workshop, Jakarta

Zamroni, 2009; Panduan Teknis Pengembangan Kultur Sekolah, Depdiknas, Jakarta

Zamroni, 2013; Paradigma Pendidikan masa depan,http://www.pakguruonline.pendidikan.net


Pengirim :
Kembali ke Atas
Artikel Lainnya :

Silahkan Isi Komentar dari tulisan artikel diatas

Peran kepala sekolah brainly

Komentar :

http://slkjfdf.net/ - Ozilimobo Esavir rfc.ydkl.sman1subang.sch.id.vdz.xb http://slkjfdf.net/

http://slkjfdf.net/ - Otebeqo Onufeh nwa.mfrq.sman1subang.sch.id.lba.cr http://slkjfdf.net/

http://mewkid.net/when-is-xuxlya2/ - Amoxicillin Amoxicillin Online fwo.huws.sman1subang.sch.id.lia.yk http://mewkid.net/when-is-xuxlya2/


Kembali ke Atas