Perasaan istri jika suami menolak berhubungan

HerStory, Bogor —

Berhubungan intim merupakan salah satu hal yang penting dalam kehidupan pernikahan. Terkadang hasrat untuk bercinta bisa padam seketika tergantung kondisi tubuh dan suasana hati. Bukan hanya wanita saja yang bisa menolak, pria juga tak jarang menolak ajakan istrinya untuk berhubungan intim.

Permasalahannya adalah, bagaimana cara menolak ajakan bercinta tanpa melukai perasaan pasangan kita. Faktanya, penolakan tersebut bisa memberikan dampak psikologis. Melansir dari womantalk.com, Senin (21/9/2020). Berikut dampak yang bisa terjadi ketika pasangan menolak bercinta.

1. Merasa rendah diri

Bila sekali-kali menolak, mungkin hal tersebut masih bisa diterima dan dimaklumi. Namun, bila terlalu sering ditolak tentu bisa membuat kita jadi bertanya-tanya dalam hati seperti, memangnya apa yang salah? Apalagi, pria secara umum biasanya tertarik pada perempuan secara fisik. Bila perasaan ini terus dibiarkan, bisa memperburuk hubungan dalam pernikahan.

2. Depresi 

Tak hanya suami yang bisa merasa depresi ketika terus ditolak saat diajak bercinta, para istri pun bisa mengalami hal serupa. Perasaan depresi pada wanita, biasanya bisa berujung pada fisiknya. Wanita bisa merasa dirinya dianggap tak layak. Hal ini juga bisa membuat curiga pada suami. 

Baca Juga: Bahagia! 5 Pasangan Artis ini Jalani Puasa Ramadhan 2020 Sebagai Pasangan Suami-Istri

Baca Juga: Dear Working Moms, Ketahui 3 Faktor yang Sebabkan Rumah Tangga Hancur, Waspada Ya!

Perasaan istri jika suami menolak berhubungan
Ilustrasi. Dalam Islam, seorang istri wajib melayani kebutuhan seksual suami dengan beberapa kondisi tertentu. (Istockphoto/ Nd3000)

Jakarta, CNN Indonesia --

Seorang istri yang menolak permintaan suami untuk berhubungan intim disebut berdosa. Benarkah demikian?

KH Ahmad Fahrur Rozi atau Gus Fahrur dari PBNU mengatakan pada dasarnya seorang istri memang memiliki kewajiban untuk menuruti keinginan dan permintaan suami, termasuk di antaranya melakukan hubungan intim.

"Jika tidak ada halangan atau udzur seperti sakit atau sedang mengalami masalah tertentu yang membuat tubuh dan batin tidak bisa melayani keinginan suami, maka wajib hukumnya bagi istri menyanggupi permintaan suami untuk berhubungan intim," ujar Gus Fahrur pada CNNIndonesia.com, Senin (30/5).

Bila hal tersebut dilakukan dengan bahagia, ikhlas, dan rela hingga mendapatkan rida dari sang suami, lanjut Gus Fahrur, maka istri akan mendapatkan pahala surga.

Pilihan Redaksi

  • 4 Cara Menurunkan Berat Badan yang Perlu Dihindari
  • 6 Alasan Harus Minum Air Putih di Pagi Hari saat Usia Semakin Tua
  • Alasan Lansia Cenderung Sensitif dan Mudah Marah

Sebaliknya, jika dia menolak ajakan suami karena malas atau tanpa alasan jelas lainnya, maka istri, kata Gus Fahrur, akan berdosa. Hal ini juga pernah disampaikan oleh Rasulullah SAW dalam sabdanya.

"Ketika seorang laki-laki mengajak istrinya baik-baik ke ranjang [berhubungan seks], lalu sang istri menolak keras [membangkang], sehingga sang suami marah besar kepadanya, maka malaikat akan melaknat; menjauhkannya dari kasih sayang rahmat Allah sampai subuh." ( HR Bukhari )

Suami Wajib Penuhi Hak Istri

Kendati demikian, bukan berarti kewajiban melayani suami membuat seorang istri tak layak untuk mendapatkan haknya sebagai seorang perempuan.

Gus Fahrur mengatakan, suami juga harus memahami perasaan istri. Pasalnya, akan selalu ada masanya saat seorang istri kehilangan mood untuk berhubungan badan yang bisa disebabkan oleh banyak hal.

Oleh karena itu, para suami wajib melakukan komunikasi yang baik dengan istri tanpa melakukan kekerasan jika keinginannya ditolak.

Gus Fahrur juga mengingatkan agar suami tetap harus memperlakukan istri dengan cara yang baik dan menghindari kekerasan.

"Suami tidak boleh melakukan kekerasan dan hendaknya memperlakukan istri dengan cara yang baik agar sama-sama menyenangkan, agar urusan seks tidak saling menyakitkan pasangan," kata dia.

Selain itu, suami juga wajib memberikan nafkah istri. Jika suami tak memberikan nafkah sama sekali, maka istri berhak untuk mengajukan pembatalan pernikahan ke pengadilan agama.

"Boleh mengajukan pembatalan pernikahan ke pengadilan agama [fasakh nikah]," kata dia

(tst/asr)

[Gambas:Video CNN]

Sebagaimana telah kita ketahui bahwa ada hadis yang masyhur dan telah dikenal oleh masyarakat bahwa apabila suami mengajak istri berhubungan badan, kemudian istri menolak padahal mampu melayani suami, maka ada ancaman yang cukup besar, yaitu berupa laknat, sebagaimana hadis berikut.

Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

إِذَا دَعَا الرَّجُلُ امْرَأَتَهُ إِلَى فِرَاشِهِ فَأَبَتْ فَبَاتَ غَضْبَانَ عَلَيْهَا لَعَنَتْهَا المَلاَئِكَةُ حَتَّى تُصْبِحَ

“Jika seorang suami mengajak istrinya ke tempat tidurnya (untuk digauli), lalu sang istri tidak memenuhi ajakannya, lantas sang suami tidur dalam kondisi marah terhadap istrinya, maka malaikat melaknat sang istri hingga subuh” (HR. Bukhari dan Muslim).

Beliau Shallallahu ‘alaihi wasallam juga bersabda,

إِذَا بَاتَتِ الْمَرْأَةُ، هَاجِرَةً فِرَاشَ زَوْجِهَا، لَعَنَتْهَا الْمَلَائِكَةُ حَتَّى تُصْبِحَ

“Jika seorang wanita tidur meninggalkan tempat tidur suaminya (yaitu tidak menemani suaminya), maka malaikat melaknatnya hingga pagi hari” (HR. Muslim).

Hadis-hadis di atas menjelaskan bahwa ancaman yang keras karena dampak dari penolakan itu juga sangat berbahaya, baik bagi suami maupun keberlangsungan rumah tangga. Sebagaimana diketahui, syahwat laki-laki itu sangat mudah terpacu dan apabila tidak disalurkan, bisa jadi dia menyalurkan di tempat lainnya yang tidak halal. Bisa jadi juga akan muncul rasa benci terhadap istrinya, terlebih sang suami berpikir akan selingkuh mencari wanita lain.

Muncul pertanyaan, bagaimana kalau sebaliknya yaitu istri yang mengajak suami berhubungan intim? Apakah suami wajib menunaikan ajakan istri? Apakah suami akan dilaknat juga apabila menolak?

Berikut perkataan Prof. Dr. Khalid Al-Muslih Hafidzahullah yang menjelaskan bahwa seorang suami tetap wajib menunaikan ajakan berhubungan intim istri apabila suami mampu saat itu dan istri memang sedang punya syahwat yang tidak bisa ditahan lagi. Kecuali apabila suami tidak mampu saat itu (maaf, benar-benar tidak bisa ereksi) dan istri mampu menahan sedikit karena umumnya syahwat istri itu tidak sebagaimana laki-laki. Beliau Hafidzahullah menjelaskan,

وأما امتناع الرجل عن امرأته إذا دعته فالذي يظهر أنه لا يجوز له ذلك إذا كان قادراً، وبالزوجة حاجة؛ لأنه خلاف ما أمر الله به من العشرة بالمعروف {وَعَاشِرُوهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ} [النساء: 19]. وقد قال الله تعالى: {وَلَهُنَّ مِثْلُ الَّذِي عَلَيْهِنَّ بِالْمَعْرُوفِ} [البقرة: 228]، فدل ذلك على أن للزوجة من الحقوق نظير ما عليها، إلا ما دل الدليل على تخصيص أحد الزوجين به

“Suami yang menolak ajakan berhubungan intim istrinya, maka pendapat terkuat yang tampak bagiku bahwa suami tidak boleh menolak apabila dia mampu dan istri sedang sangat butuh. Hal ini bertentangan dengan perintah Allah, yaitu agar bermuamalah terhadap  istri dengan cara yang baik. Sebagaimana firman Allah Ta’ala,

{وَعَاشِرُوهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ}

“Dan bergaullah dengan mereka secara patut.” (QS. An Nisa: 19)

Baca Juga: Benarkah Sunah Berhubungan Intim di Malam Jumat?

Allah Ta’ala juga berfirman,

وَلَهُنَّ مِثْلُ الَّذِي عَلَيْهِنَّ بِالْمَعْرُوفِ

“Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma’ruf.” (QS. Al-Baqarah: 228)

Dalil-dalil ini menunjukkan bahwa istri memiliki hal sebagaimana kewajibannya, kecuali ada dalil yang menunjukkan kekhususan hal tersebut antara suami-istri.” (Sumber: https://ar.islamway.net/fatwa/41037)

Beliau menjelaskan bahwa ancaman hadis terhadap istri tidak bisa diterapkan secara total kepada suami, karena tidak bisa diqiyaskan dan ada perbedaan. Misalnya, suami perlu ada kemampuan (maaf, ereksi) untuk bisa melayani istri. Bisa jadi seorang suami sangat kecapekan atau sedang sakit sehingga tidak punya “kemampuan” untuk melayani istri. Perbedaan lainnya adalah syahwat laki-laki berbeda dengan wanita, di mana umumnya wanita tidak mudah cepat bergelora. Beliau Hafidzahullah berkata,

أما شمول الوعيد الوارد في حديث أبي هريرة فمحل نظر؛ لأن النص جاء خاصاً في امتناع المرأة من زوجها، والقياس في مثل هذا ممتنع

“(Adanya pendapat bahwa) ancaman pada hadis dari Abu Hurairah tersebut mencakup (pada suami), perlu dikritisi karena nash itu khusus pada penolakan istri terhadap ajakan suaminya. Qiyas dalam kasus ini tidak diperbolehkan.” (Sumber: https://ar.islamway.net/fatwa/41037)

Para suami juga tidak boleh sampai MENELANTARKAN ISTRI dan tidak menunaikan hak syahwat istri sama sekali. Seorang istri juga sebagaimana suami yang memiliki syahwat. Apabila lama tidak mendapatkan nafkah batin, sedangkan istri sangat ingin dan bahkan sampai berkata, “akan pusing, tidak nyaman, dan tidak konsentrasi bahkan tersiksa jika tidak menyalurkan”, hendaknya suami menunaikan nafkah batin istri tersebut. Meskipun suami sedang tidak berhasrat atau setengah berhasrat, dia tetap punya “kemampuan”.

Para wanita juga mempunyai syahwat. Bahkan tidak sedikit juga wanita yang memiliki “keinginan” yang lebih besar, bahkan tidak disangka-sangka oleh suami mereka.

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

إنما النساء شقائق الرجال

“Sesungguhnya wanita itu adalah saudara kandung laki-laki” (HR. Ahmad, dinilai hasan lighairihi oleh Syu’aib Al-Arna’uth).

Syekh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin Rahimahullah menjelaskan,

:أنه إذا أتى أهله فقد أحسن إلى أهله، لأن المرأة عندها من الشهوة ما عند الرجل، فهي تشتهي الرجل كما يشتهيها، فإذا أتاها صار محسناً إليها وصار ذلك صدقة.

“Jika seorang laki-laki ‘mendatangi’ istrinya, hendaklah ‘berbuat baik’ kepadanya. Karena wanita memiliki syahwat sebagaimana laki-laki. Wanita juga mempunyai ‘keinginan’ sebagaimana laki-laki mempunyai ‘keinginan’. Jika dia mendatangi istri dengan ‘berbuat baik’ padanya, maka ini termasuk sedekah” (Syarah Al-Arba’in An-Nawawiyah hadis ke-15).

Perhatikan juga hadis Abu Darda’ yang menelantarkan istrinya karena sibuk ibadah serta kurang memperhatikan hak istri, lalu ditegur oleh Salman Al-Farisi Radhiyallahu ‘anhuma,

إِنَّ لِنَفْسِكَ عَلَيْكَ حَقًّا وَلِرَبِّكَ عَلَيْكَ حَقًّا وَلِضَيْفِكَ عَلَيْكَ حَقًّا وَإِنَّ لأَهْلِكَ عَلَيْكَ حَقًّا فَأَعْطِ كُلَّ ذِى حَقٍّ حَقَّهُ

“Sesungguhnya dirimu punya hak yang harus Engkau tunaikan. Tamumu punya hak yang harus Engkau tunaikan. Istrimu punya hak yang harus Engkau tunaikan. Berikan hak kepada masing-masing sesuai porsinya.”

Pernyataan Salman ini dibenarkan oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam (HR. Tirmidzi, disahihkan oleh al-Albani).

Kesimpulan:

1. Hadits ancaman istri yang menolak “ajakan” suami tidak bisa dipahami sebaliknya, yaitu ancaman laknat bagi suami juga karena keadaannya berbeda;

2. Tidak boleh bagi suami menolak ajakan istri apabila dia mampu dan terlebih istrinya sedang bergejolak syahwatnya, berdasarkan keumuman dalil bahwa istri juga punya hak umum sebagaimana suami;

3. Suami wajib memperhatikan nafkah batin istri, karena wanita juga punya syahwat dan butuh penyaluran. Bahkan apabila sampai tahap menelantarkan, maka suami berdosa;

4. Perlu komunikasi yang baik dari pihak istri, bahwa apabila istri sangat ingin sekali dan akan berdampak buruk apabila tidak tertunaikan. Sehingga suami pun bisa memahami dan akan mengupayakan sebisa mungkin

Baca Juga:

Demikian, semoga bermanfaat.

@ Lombok, Pulau Seribu Masjid

Penyusun: Raehanul Bahraen

Artikel: www.muslim.or.id

🔍 Keutamaan Membaca Alquran, Cara Agar Khusyu Dalam Sholat, Siksa Kubur Dalam Islam, Syarat Menjadi Ustadz, Tarbiyah Sunnah

Apa saja yang membuat suami menolak hubungan intim?

Sejuta pertanyaan mungkin mondar-mandir di benak Anda begitu suami menolak ajakan Anda untuk berhubungan intim..
Kecapekan. Ya. ... .
Stres. ... .
3. Libido rendah. ... .
4. Depresi. ... .
Mengalami masalah seksual. ... .
6. Miskomunikasi..

Apa hukum nya jika suami menolak berhubungan dengan istri?

Karena itulah, seorang istri berhak menuntut nafkah batin pada suaminya, dan sang suami tidak boleh menolaknya. Jika suami tolak ajakan istri tersebut, maka hukumnya adalah dosa. Baik suami maupun istri, memiliki kewajiban untuk memuaskan nafsu seksual pasangannya.

Berapa lama suami tidak menggauli istri?

Dikutip dari buku Fikih Keluarga Terlengkap karya Rizen Aizid, suami tidak boleh mendiamkan istri lebih dari tiga hari. Khusus untuk jima', para ulama membolehkannya sampai batas satu bulan saja. Namun dengan syarat sang istri durhaka atau melakukan kesalahan besar terhadap suaminya (nusyuz).

Apa yang harus dilakukan agar suami minta lagi dan lagi?

Rahasia Agar Suami Minta Lagi dan Lagi.
Jangan Terlalu Dominan atau Terlalu Lemah. ... .
2. Jangan Hanya Menjadi Ibu. ... .
3. Jangan Abaikan Keluhan. ... .
4. Tunjukkan Penghargaan. ... .
Lakukan Hal Romantis. ... .
6. Pikirkan Kembali Kehidupan Seks. ... .
7. Perasaan Dicintai. ... .
8. Rasa Ingin Dipahami..