perbedaan hukum had dan ta zir

Posted on October 28, 2020December 22, 2020

Hukum Pidana Islam/ fiqh jinayah adalah segala ketentuan hukum mengenai tindak pidana atau perbuatan kriminal yang dilakukan oleh orang-orang mukallaf [ orang yang dapat dibebani kewajiban]. Sebagai hasil pemahaman atas dalil-dalil hukum dari Al-Qur’an dan Hadis. Dalam khazanah hukum positif, hukum menurut isinya dapat dibagi menjadi Hukum Privat [Hukum Sipil] dan Hukum Publik. Hukum Sipil […]

Continue Reading











Memahami perbedaan arti hudud, Qisas, Diyat, dan Ta’zir terbilang sangat urgen. Mengingat semuanya merupakan bagian penting dalam materi hukum pidana Islam.

Secara sederhana, perbedaan-perbedaan istilah di atas dapat Anda fahami melalui ilustrasi artikel ini. Bacalah secara seksama. Jika Anda mengalami kesulitan memahami arti hudud, qisas, diyat dan ta’zir, cobalah untuk mendiskusikannya lebih lanjut melalui kolom komentar.

Arti Hudud, Qisas, Diyat, Ta’zir

Secara umum, perbedaan istilah ini dapat anda kenali pada rangkaian tabel berikut:

Dilihat dari aspek sumber

HadQisasTazir
batasan sanksi telah ditetapkan dalam nashsanksi setimpalbatasan sanksi tidak ada dalam nash

Dilihat dari aspek hak

HadQisasTazir
Hak Allah lebih dominanHak korban / Keluarganya lebih dominanHak negara lebih dominan

Perlu diketahui, diyat adalah sanksi alternatif bilamana Qisas tidak dapat dilaksanakan. hal ini terjadi karena keluarga korban memaafkan si pelaku. Kemudian hakim memutuskan kisaran diyat [denda / ganti rugi] yang diberikan oleh si pelaku kepada korban / keluarganya.

Untuk lebih jelasnya, pelajari semua penjarabaran saya di bawah.

Arti hudud

Pengertian hudud [jamak dari had] dapat diruntut dari dua aspek, yaitu dari segi etimologi [kebahasaan], dan dari segi terminologi [definisi].

Dari segi bahasa, hudud adalah kata jamak yang berasal dari bahasa arab, tunggalnya adalah had, secara etimologis mempunyai banyak arti. Diantaranya yaitu:

  • Batasan sesuatu [منتهى الشيئ]
  • Sesuatu yang telah ditentukan [الشيئ المعين]
  • Hukuman [العقوبة]
  • Larangan [الممنوع]
  • Marah [الغضب]

Sedang, arti hudud secara teminologis yaitu hukuman yang telah ditentukan sebagai hak Allah SWT, dimana hukuman tersebut telah dibatasi, ditentukan, seta tidak dapat digugurkan baik oleh individu, maupun kelompok.

Berdasarkan pengertian hudud di atas, difahami bahwa had merupakan ketentuan hukum yang batasannya tercantum dalam nash [al-Qur’an dan Hadits].

Batasan ini melitputi kisaran perbuatan pidana, kisaran hukuman, serta tata pelaksanaan hukuman bagi pelaku pidana dalam islam.

Berdasarkan penjelasan di atas, jika kita tarik sebuah definisi, maka Had yaitu tindak pidana yang sanksinya telah ditentutakan dalam syariat. Al-Qur’an atau Hadits telah menerangkan bagaimana batasan-batasan hukumannya, serta mekanisme pelaksanaan sanksi kepada pelaku.

Mengenai had, Allah memiliki hak absolut dalam hukum. Semua elemen harus tunduk dan patuh dibawah aturan NYA.

Segala ketentuan, batasan, dan bahkan mekanisme penerapan hukuman had telah dibicarakan dalam nash, ada dalam Qur’an dan/atau Hadits.

Manusia, baik korban, pelaku, bahkan negara harus mematuhi ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan syariat. Mereka sekedar menjalankan apa yang telah diperintahkan terkait dengan hukum dan sanksinya.

Berbeda dengan Qisas, meski sanki yang diberlakukan dalam Qisas telah disebutkan oleh nash [al-Qur’an dan Hadits], namun hukuman dalam tindak pidana ini setimpal/berimbang sesuai dengan perbuatannya. Jika seseorang membunuh dengan sengaja, maka konsekuensinya adalah hukuman mati. Jika melukai, maka ia dilukai sepadan dengan luka yang diderita korban.

Sebagai pendukung materi ini, pelajari kembali ruang lingkup hukum Islam.

Macam-macam Hudud

Macam-macam had dalam islam sendiri masih bisa dihitung dengan jari. Jumlahnya tidak banyak. Semua itu dapat anda lihat pada kasus-kasus di bawah ini.

1. Jarimah Zina [Asusila]

الزَّانِيَةُ وَالزَّانِي فَاجْلِدُوا كُلَّ وَاحِدٍ مِنْهُمَا مِائَةَ جَلْدَةٍ ۖ وَلَا تَأْخُذْكُمْ بِهِمَا رَأْفَةٌ فِي دِينِ اللَّهِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ ۖ وَلْيَشْهَدْ عَذَابَهُمَا طَائِفَةٌ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ

Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus dali dera, dan janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk [menjalankan] agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah, dan hari akhirat, dan hendaklah [pelaksanaan] hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan orang-orang yang beriman. [an-Nur ayat 2]

2. Jarimah Qadzaf [menuduh zina]

وَالَّذِينَ يَرْمُونَ الْمُحْصَنَاتِ ثُمَّ لَمْ يَأْتُوا بِأَرْبَعَةِ شُهَدَاءَ فَاجْلِدُوهُمْ ثَمَانِينَ جَلْدَةً وَلَا تَقْبَلُوا لَهُمْ شَهَادَةً أَبَدًا ۚ وَأُولَٰئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ

Dan orang-orang yang menuduh wanita-wanita yang baik-baik [berbuat zina] dan mereka tidak mendatangkan empat orang saksi, maka deralah mereka [yang menuduh itu] delapan puluh kali dera, dan janganlah kamu terima kesaksian mereka buat selama-lamanya. Dan mereka itulah orang-orang yang fasik. [an-Nur ayat 4]

Jika misalnya terjadi tindak pidana menuduh zina, dan si penuduh tidak dapat mendatangkan saksi yang cukup, maka ia haruslah dihukum sesuai dengan ketentuan syara, meski korban atau negara telah memaafkan perbuatan si penuduh tersebut.

4. Jarimah Sariqah [pencurian]

وَالسَّارِقُ وَالسَّارِقَةُ فَاقْطَعُوا أَيْدِيَهُمَا جَزَاءً بِمَا كَسَبَا نَكَالًا مِنَ اللَّهِ ۗ وَاللَّهُ عَزِيزٌ حَكِيمٌ

38. Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya [sebagai] pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. [al-Maidah ayat 38]

3. Jarimah Syurbil Khamr [minum arak] 

عَنْ حُضَيْنِ بْنِ اْلمُنْذِرِ قَالَ: شَهِدْتُ عُثْمَانَ بْنَ عَفَّانَ أُتِيَ بِاْلوَلِيْدِ قَدْ صَلَّى الصُّبْحَ رَكْعَتَيْنِ، ثُمَّ قَالَ: اَزِيْدُكُمْ، فَشَهِدَ عَلَيْهِ رَجُلاَنِ اَحَدُهُمَا حُمْرَانُ اَنَّهُ شَرِبَ اْلخَمْرَ، وَ شَهِدَ آخَرُ اَنَّهُ رَآهُ يَتَقَيَّؤُهَا، فَقَالَ عُثْمَانُ: اِنَّهُ لَمْ يَتَقَيَّأْهَا حَتَّى شَرِبَهَا، فَقَالَ: يَا عَلِيُّ قُمْ فَاجْلِدْهُ، فَقَالَ عَلِيٌّ: قُمْ يَا حَسَنُ فَاجْلِدْهُ، فَقَالَ اْلحَسَنُ: وَلِّ حَارَّهَا مَنْ تَوَلَّى قَارَّهَا، فَكَأَنَّهُ وَجَدَ عَلَيْهِ، فَقَالَ: يَا عَبْدَ اللهِ بْنَ جَعْفَرٍ قُمْ فَاجْلِدْهُ، فَجَلَدَهُ وَ عَلِيٌّ يَعُدُّ حَتَّى بَلَغَ اَرْبَعِيْنَ، فَقَالَ: اَمْسِكْ، ثُمَّ قَالَ: جَلَدَ النَّبِيُّ ص اَرْبَعِيْنَ، وَ اَبُوْ بَكْرٍ اَرْبَعِيْنَ، وَ عُمَرُ ثَمَانِيْنَ وَ كُلٌّ سُنَّةٌ وَ هذَا اَحَبُّ اِلَيَّ. مسلم

Dari Hudlain bi Mundzir, ia berkata, “Aku pernah menyaksikan Walid dihadapkan kepada ‘Utsman bin ‘Affan, setelah selesai shalat Shubuh dua rekaat.

Kemudian ‘Utsman bertanya, “Apakah aku akan menambah kalian ?”. Lalu ada dua orang yang menjadi saksi atas Walid, salah satu diantara keduanya itu adalah Humran, [ia berkata] bahwa Walid benar-benar telah minum khamr, sedang yang satu lagi menyaksikan, bahwa ia melihat Walid muntah khamr.

Lalu ‘Utsman berkata, “Sesungguhnya dia tidak akan muntah khamr jika dia tidak meminumnya”.

Lalu ‘Utsman berkata, “Hai ‘Ali, berdirilah, deralah dia”. Maka ‘Ali pun berkata, “Hai Hasan, berdirilah, deralah dia”.

Lalu Hasan berkata, “Serahkanlah pekerjaan yang berat kepada orang yang dapat menguasainya dengan tidak berat”. Seolah-olah ia pun merasakan keberatan itu. Lalu ia berkata, “Hai ‘Abdullah bin Ja’far, berdirilah, deralah dia”. Lalu ia pun menderanya, sedang ‘Ali sendiri menghitung, hingga sampai 40 kali. Lalu ia berkata, “Berhenti”, lalu ia berkata, “Nabi SAW mendera sebanyak 40 kali, Abu Bakar juga 40 kali, sedang ‘Umar mendera 80 kali.

Namun semuanya itu adalah sesuai dengan sunnah [Rasul]. Dan inilah yang paling saya senangi”. [Shahih: Mukhtashar Muslim no: 1047, Muslim III: 1331 no: 1707]

4. Jarimah Hirabah [perampokan]

إِنَّمَا جَزَاءُ الَّذِينَ يُحَارِبُونَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَيَسْعَوْنَ فِي الْأَرْضِ فَسَادًا أَنْ يُقَتَّلُوا أَوْ يُصَلَّبُوا أَوْ تُقَطَّعَ أَيْدِيهِمْ وَأَرْجُلُهُمْ مِنْ خِلَافٍ أَوْ يُنْفَوْا مِنَ الْأَرْضِ ۚ ذَٰلِكَ لَهُمْ خِزْيٌ فِي الدُّنْيَا ۖ وَلَهُمْ فِي الْآخِرَةِ عَذَابٌ عَظِيمٌ

Sesungguhnya pembalasan terhadap orang-orang yang memerangi Allah dan Rasul-Nya dan membuat kerusakan di muka bumi, hanyalah mereka dibunuh atau disalib, atau dipotong tangan dan kaki mereka dengan bertimbal balik, atau dibuang dari negeri [tempat kediamannya]. Yang demikian itu [sebagai] suatu penghinaan untuk mereka didunia, dan di akhirat mereka beroleh siksaan yang besar. [al-Maidah ayat 33]

5. Jarimah Baghy [pemberontakan]

 عن ابن عمر قال: سمعت رسو ل الله صلي الله علیھ وسلم قال: من اعطر اما ما صفقة یده وثمرت فؤا ده فلیطعھ ماا ستطاع فإن جاء آخر ینازعھ فاضربو اعنق الآخر

Dari Ibn Umar berkata: Aku mendengar Rasulullah Saw bersabda: barang siapa yang memberikan kesetiaan kepada pemerintah, secara jelas berdasarkan kemauannya hendaklah ia menta’atinya sedaya mampunya, dan apabila orang lain datang untuk mempersengketakan terhadap kedudukan imam potonglah lehernya [H.R. Muslim]. 

6. Jarimah Riddah [murtad]

وَعَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ : مَنْ بَدَّلَ دِينَهُ فَاقْتُلُوهُ. رَوَاهُ الْبُخَارِيُّ

Barangsiapa yang mengganti agamanya, maka bunuhlah dia.

Untuk mengetahui lebih lanjut, simak daftar ayat ahkam dalam artikel Fabelia sebelumnya.

Arti Qisas

Segala ketentuan, batasan, dan bahkan mekanisme penerapan hukuman Qisas telah dibicarakan dalam nash, ada dalam Qur’an dan/atau Hadits. Hanya saja, hukuman Qisas harus sepadan, sesuai dengan perbuatan yang dilakukan si pelaku.

Jika pelaku membunuh, maka ia dibunuh menurut hukum. Jika pelaku melukai korban, maka ia juga harus dilukai sesuai dengan penderitaan yang dialami korban.

Dalam qisas, hak korban / keluarga korban lebih dominan, jika mereka berkehendak untuk memaafkan si pelaku, maka negara, dalam hal ini, harus mengikuti kehendak korban / keluarganya.

Qisas [Qishash] dalam Islam berarti pembalasan yang sama, yaitu hukuman setimpal yang dijatuhkan kepada pelaku pembunuhan / yang melukai anggota badan orang lain.

Qisas bukan merupakan hak Allah, melainkan hak manusia. Karenanya, qisas tidak berlaku apabila pelaku dimaafkan oleh korban/keluarga korban.

Meski demikian, pelaku tetap dikanakan membayar ganti rugi [diyat], dalam bentuk materi, yang diberikan kepada korban / keluarga korban sebagai tebusan.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الْقِصَاصُ فِي الْقَتْلَى ۖ الْحُرُّ بِالْحُرِّ وَالْعَبْدُ بِالْعَبْدِ وَالْأُنثَىٰ بِالْأُنثَىٰ ۚ فَمَنْ عُفِيَ لَهُ مِنْ أَخِيهِ شَيْءٌ فَاتِّبَاعٌ بِالْمَعْرُوفِ وَأَدَاءٌ إِلَيْهِ بِإِحْسَانٍ ۗ ذَٰلِكَ تَخْفِيفٌ مِّن رَّبِّكُمْ وَرَحْمَةٌ ۗ فَمَنِ اعْتَدَىٰ بَعْدَ ذَٰلِكَ فَلَهُ عَذَابٌ أَلِيمٌ وَلَكُمْ فِي الْقِصَاصِ حَيَاةٌ يَا أُولِي الْأَلْبَابِ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ

Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu qishâsh berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh; orang merdeka dengan orang merdeka, hamba dengan hamba, dan wanita dengan wanita.

Maka barangsiapa yang mendapat suatu pemaafan dari saudaranya, hendaklah [yang memaafkan] mengikuti dengan cara yang baik, dan hendaklah [yang diberi maaf] membayar [diyat] kepada yang memberi maaf dengan cara yang baik [pula]. Yang demikian itu adalah suatu keringanan dari Rabbmu dan suatu rahmat.

Barangsiapa yang melampaui batas sesudah itu, maka baginya siksa yang sangat pedih.

Dan dalam qishâsh itu ada [jaminan kelangsungan] hidup bagimu, hai orang-orang yang berakal, supaya kamu bertakwa. [al-Baqarah :178-179]

Macam Qisas

Ada dua macam Qisas, yaitu:

  1. Qisas jiwa, diterapkan dalam kasus pembunuhan.
  2. Qisas badan, diterapkan pada pelaku yang melukai raga korban.

Jangan lewatkan informasi tentang 15+ Macam hukum islam yang saya uraikan secara mendetail.

Arti Diyat

Diyat yaitu ganti rugi yang diberikan kepada korban / keluarganya atas kejahatan pembunuhan atau kejahatan lainnya yang mewajibkan Qisas.

Menurut para ahli fiqih, Diyat berbeda dengan Arsy, diyat ditunaikan atas kejahatan pembunuhan, sedang Arsy ditunaikan atas kejahatan melukai badan korban.

Dalil tentang Diyat adalah surat an-Nisa ayat 92:

وَمَا كَانَ لِمُؤْمِنٍ أَنْ يَقْتُلَ مُؤْمِنًا إِلَّا خَطَأً ۚ وَمَنْ قَتَلَ مُؤْمِنًا خَطَأً فَتَحْرِيرُ رَقَبَةٍ مُؤْمِنَةٍ وَدِيَةٌ مُسَلَّمَةٌ إِلَىٰ أَهْلِهِ إِلَّا أَنْ يَصَّدَّقُوا ۚ فَإِنْ كَانَ مِنْ قَوْمٍ عَدُوٍّ لَكُمْ وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَتَحْرِيرُ رَقَبَةٍ مُؤْمِنَةٍ ۖ وَإِنْ كَانَ مِنْ قَوْمٍ بَيْنَكُمْ وَبَيْنَهُمْ مِيثَاقٌ فَدِيَةٌ مُسَلَّمَةٌ إِلَىٰ أَهْلِهِ وَتَحْرِيرُ رَقَبَةٍ مُؤْمِنَةٍ ۖ فَمَنْ لَمْ يَجِدْ فَصِيَامُ شَهْرَيْنِ مُتَتَابِعَيْنِ تَوْبَةً مِنَ اللَّهِ ۗ وَكَانَ اللَّهُ عَلِيمًا حَكِيمًا

Dan tidak layak bagi seorang mukmin membunuh seorang mukmin [yang lain], kecuali karena tersalah [tidak sengaja], dan barangsiapa membunuh seorang mukmin karena tersalah [hendaklah] ia memerdekakan seorang hamba sahaya yang beriman serta membayar diat yang diserahkan kepada keluarganya [si terbunuh itu], kecuali jika mereka [keluarga terbunuh] bersedekah.

Jika ia [si terbunuh] dari kaum [kafir] yang ada perjanjian [damai] antara mereka dengan kamu, maka [hendaklah si pembunuh] membayar diat yang diserahkan kepada keluarganya [si terbunuh] serta memerdekakan hamba sahaya yang beriman.

Barangsiapa yang tidak memperolehnya, maka hendaklah ia [si pembunuh] berpuasa dua bulan berturut-turut untuk penerimaan taubat dari pada Allah. Dan adalah Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.

Arti Ta’zir

Dalam ta’zir, nash Qur’an atau hadits tidak menyebutkan bagaimana ketentuan, batasan dan mekanisme hukumannya. Negara dalam hal ini diberi ruang untuk menentukan dan menetapkan aturan berikut sanksinya.

Di sini, hak negara lebih dominan. Mengingat ta’zir adalah ketentuan hukum yang sanksinya tidak ditetapkan oleh syariat, dan negara memiliki wewenang untuk merumuskan dan menetapkan sanksinya, maka setiap warga negara haruslah patuh terhadap hukum-hukum yang telah dirumuskan tersebut.

Adapun macam-macam hukuman ta’zir dapat anda ketahui sebagaimana berikut:

1. Hukuman Mati

Hukuman mati biasanya diterapkan pada kasus-kasus tertentu dalam had dan qisas. Seperti pada pelaku zina muhsan dan pelaku pembunuhan dengan sengaja. Namun ternyata hukuman mati juga bisa diterapkan dalam ta’zir.

Kalangan madzhab syafi’iyah, malikiyyah, hanabilah dan hanafiyyah juga mengiyakan bahwa hukuman mati bisa dibelakukan dalam ranah ini.

Mengenai perbuatan-perbuatan yang layak dijatuhi hukuman mati diantaranya seperti spionase dan melakukan kerusakan di muka bumi [menurut malikiyah dan sebagian hanabilah], Penyebaran aliran sesat yang menyimpang dari al-Qur’an dan Sunnah [Menurut Syafi’iyyah], Menghina nabi berulang kali [menurut Hanafiyyah].

2. Hukuman Cambuk

Yaitu hukuman dengan mukulkan cambuk / semacamnya ke anggota badan. Di Indonesia, bisa detarapkan dengan rotan.

Ketentuan hukuman ini tidak boleh diarahkan ke wajah dan anggota-anggota vital manusia.

3. Hukuman Penjara

Berupa penahanan di suatu tempat yang telah dipersiapkan oleh negara.

Ada dua jenis hukuman penjara. Pertama penjara terbatas, dimana lama waktunya sudah ditentukan oleh hakim. Kedua, penjara seumur hidup, yaitu dipenjara hingga mati.

Tampaknya terdapat perbedaan antara penjara seumur hidup versi hukum islam dengan penjara seumur hidup di negara Indonesia.

Penjara seumur hidup versi hukum islam yaitu pelaku ditahan hingga dia meninggal. Sedang penjara seumur hidup versi negara Republik Indonesia yaitu pelaku ditahan selama waktu sesuai dengan umurnya. Jika pelaku berumur 25 tahun, maka penjara seumur hidupnya adalah 25 tahun, jia ia berumur 40 tahun, maka penjara seumur hidupnya adalah 40 tahun, demikian seterusnya.

4. Hukuman pengasingan

Yang dimaksud dengan hukuman pengasingan adalah pelaku di asingkan dari daerah tempat asal pelaku.

Bahasa kasarnya adalah dibuang disuatu wilayah tertentu.

Adapun hukuman ta’zir ini diterapkan kepada pelaku yang mungkin dapat mempengaruhi orang lain untuk berbuat seperti dirinya.

Seperti yang diterapkan kepada para waria pada masa Nabi yang diasingkan ke luar wilayah madinah.

5. Hukuman Denda

Yaitu hukuman yang berupa penyerahan sejumlah harta yang telah ditentukan kisarannya.

Hukuman denda yang dibarengi dengan hukuman lain tidaklah merupakan suatu pelanggaran bagi hakim. Dalam ta’zir, hakim diberi keleluasan menentukan sanksinya, sesuai dengan aturan yang berlaku. Meski demikian, hakim tidak boleh sewenang-wenang. Dia harus melihat pelaku, jarimah, situasi dan kondisi kejahatan yang diperbuat.

6. Mengubah bentuk barang

Mengubah bentuk barang dalam hukuman tazir dapat dilakukan dalam beberapa hal.

Pertama, menghancurkan barang sitaan. Seperti membakar atau menghancurkan botol minuman keras. Menghancurkan tempat-tempat pemujaan.

Kedua, memotong bagian tertentu pada barang. Misalnya memotong kepala patung hingga mirip dengan pohon.

7. Peringatan

Selain ketentuan-ketentuan sanksi di atas, hakim juga diberi kewenangan menjatuhkan sanksi dengan hanya memberi peringatan kepada si pelaku.

Umumnya tindak pidana yang dilakukan berupa pidana ringan, atau pelaku masih di bawah umur.

Sebelum beranjak dari materi perbedaan arti hudud, qisas, diyat, dan ta’zir, ada baiknya Anda mengetahui 3 poin utama tujuan hukum Islam. Mudah-mudahan bermanfaan bagi Anda.

________

Referensi:

Drs. Makhrus Munajat, M. Hum., Hukum Pidana Islam di Indonesia, Yogyakarta, Teras, 2009, hlm: 196.

Iwan Gayo Galaxo, Encyclopedia Islam Internasional, Pustaka Warga Negara, Jakarta, tt, hlm: 428 & 977.

Sahih Muslim, Juz III, Darul Kutub, Beirut, Libanon, Hadits ke-60, t.t., hlm. 1480.

Sahih Bukhari, Beirut, Darul Fikr, tt, juz IV: 87.

Video yang berhubungan

Bài mới nhất

Chủ Đề