Perlakuan terhadap produk rusak yang terjadi karena sulitnya pengerjaan produk tersebut maka
Jawaban Anda tepat sekali, mari kita lihat penyelesaiannya sebagai berikut: Alokasi dari Departemen Pegawai/ Karyawan : Rp 2.000.000 = Rp 6.666,7 per karyawan 300 karyawan Alokasi dari Departemen pegawai/ karyawan ke departemen mesin adalah = 200 orang x Rp 6.666,7 = Rp 1.333.340 Alokasi dari Departemen pegawai/ karyawan ke departemen perakitan = 100 orang x Rp 6.666,7 = Rp 666.660 Total Rp 2.000.000 Page 2
PT Aku Jaya memproduksi empat produk gabungan A, B, C dan D, Karena perbedaan dalam kebutuhan tenaga kerja produk-produk tersebut ditimbang sebagai berikut A= 5, B=7, C= 8 dan D=10. Departemen Pengepakan Bahan = Rp 1.600.000 Tenaga kerja = Rp 500.000 BOP Rp 300.000 Total biaya = Rp 2.400.000 Jumlah produk A = 5.000 unit, produk B 3.500 unit, produk C=2.500 unit dan produk D 4.500 unit Jumlah biaya gabungan dari departemen pengepakan ini adalah .... Agar Anda lebih memahami materi bagaimana menghitung harga pokok produk bersama ini silakan pelajari kembali Modul 8 Penentuan harga pokok produk bersama dan produk sampingan Jawaban Anda salah, karena kelebihan dalam perhitungannya. Coba hitung kembali Jawaban Anda tepat sekali, mari kita lihat rambu-rambu penyelesaiannya. Jawaban Anda kurang tepat, Anda salah menghitung total biaya produksinya Jawaban Anda masih salah, ada kelebihan perhitungan total biaya produksi
Pada dasarnya, akuntansi terhadap produk rusak menyangkut pengumpulan data dan penyediaan informasi produk rusak untuk
Penentuan harga pokok produk, pada dasarnya menyangkut alokasi biaya produksi (yang sudah terjadi) kepada produk. Sedang perencanaan dan pe ngawasan menejerial, menyangkut pembebanan biaya kepada pusat-pusat pertanggungjawaban, pada saat terjadinya suatu biaya. Harga pokok produk rusak, baik yang bersifat normal maupun bersifat abnormal, keduanya merupakan produk costs. Tetapi karena produk rusak yang bersifat abnormal seharusnya tidak perlu terjadi (dan tidak memberikan manfaat di masa mendatang), maka harga pokok produk rusak abnormal tidak bersifat inventoriable. Sebaliknya harus diperlakukan sebagai suatu kerugian dalam periode terjadinya produk rusak tersebut. Produk rusak tidak berakibat terjadinya tambahan biaya produksi, selain yang telah terjadi sebelum diketahuinya produk rusak tersebut. Karena itu, didalam akuntansinya tidak dihadapkan pada masalah biaya (produksi) yang ditambahkan, sehingga tujuan akuntansinya adalah:
Tergantung pada tipe produksinya atau departemen-departemen yang tercakup dalam proses produksiya, didalam praktek, terdapat berbagai metode atau perlakuan akuntansi terhadap produk rusak. Dari metode atau perlakuan akuntansi yang sama sekali tidak dapat ditolerir karena menyimpang dari tujuan akuntansinya, sampai yang paling akurat dan sangat informatif. Idealnya, akuntansi terhadap produk rusak harus mencakup tahaptahap sebagai berikut:
Perlakuan Akuntansi Produk Rusak
Perlakuan akuntansi untuk produk rusak menurut Carter (2009), yaitu:
Biaya kerusakan setelah dikurangi nilai bersih yang dapat direalisir dibebankan secara langsung kepada pekerjaan yang bersangkutan. Perlakuan akuntansi ini dapt dilakukan jika sifat kerusakannya adalah sebagai berikut:
Apabila persediaan barang rusak dijual dengan harga yang lebih tinggi atau lebih rendah daripada harga persediaan semula, maka selisih tersebut dikredit atau dibebankan ke akun beban pokok penjualan. Akan tetapi, apabila penjualan terjadi pada saat pekerjaan belum selesai atau sudah selesai tetapi belum diserahkan ke pelanggan maka dapt dikoreksi kea kun biaya overhead pabrik (Factory Overhead Control) yang sesungguhnya. |