Rumah atas nama istri saat bercerai

INFORMASI


perkawinan
Dikirim oleh Heru Samudra, alamat email pada 2019-10-30 07:02:35.000
 
 
Kami ijin bertanya dan konsultasi permasalahan perkawinan. Tahun 1999 saya melaksanakan pernikahan di Banyuwangi dan alhamdulillah sudah dikaruniai anak 2 orang, (1 orang anak bawaan istri, karena saya nikah dengan janda 1 anak - sekarang anaknya berusia 24 tahun); Setelah menikah kami tinggal serumah dengan istri di rumah istri, sampai sekarang. Pada tahun 2018, orang tua istri meninggal dunia dengan meninggalkan harta warisan, termasuk tanah yang ada rumah yang kami  tempati (yang telah kami renovasi total). Saya menolak terhadap kehendak keluarga istri, atas rumah kami yang akan dibagi sebagai harta warisan. Namun istri membela keluarganya untuk dibagi, sehingga timbul permasalahan percekcokan. Apabila kami bercerai, bagaimana dengan status rumah kami, karena masih atas nama orang tua istri. Terima kasih perhatian TNI AL.

Jawaban :

Terima kasih atas pertanyaan yang telah disampaikan. Kami akan mencoba menjawab pertanyaan yang telah Sdr. sebagai berikut :
  1. Bahwa waris atau ahli waris berdasarkan Kompilasi hukum islam (Inpres No. 1/1991) adalah orang yang pada saat meninggal dunia mempunyai hubungan darah atau hubungan perkawinan dengan pewaris, beragama Islam dan tidak terhalang karena hukum untuk menjadi ahli waris.
  2. Berdasarkan Pasal 174 Kompilasi Hukum Islam, kelompok ahli waris dibagai atas:
  1. Menurut Hubungan darah :
  1. Kelompok ahli waris laki-laki yang terdiri dari ayah, anak laki-laki, saudara laki-laki, paman, dan kakek.
  2. Kelompok ahli waris perempuan terdiri dari ibu, anak perempuan, saudara perempuan, dan nenek.
        2. Menurut hubungan perkawinan, ahli waris terdiri dari janda dan duda.  Jika semua kelompok ahli waris ada dan masih hidup, maka
yang berhak mendapatkan warisan adalah anak, ayah, ibu, janda, atau duda pewaris.

  Bila Semua ahli waris masih ada maka pembagian warisan antara anak perempuan dan anak laki-laki sbb :

Kalau hanya ada satu orang anak perempuan, maka ia mendapatkan 1/2 bagian. Apabila ada dua orang anak perempuan atau lebih, tetapi
tidak ada anak laki-laki, mereka mendapatkan 2/3 bagian. Namun, jika ada anak perempuan dan anak laki-laki, bagian untuk anak laki-laki
adalah 2:1 dengan anak perempuan.

  Terkait pertanyaan yang saudara ajukan, sudah cukup jelas bahwa bila saudara cerai maka status tanah dan rumah yang Saudara tempati
merupakan harta warisan yang harus di bagi kepada ahli waris yang telah ditetapkan. Posisi Saudara sebagai Mantu tidak berhak atas
Warisan tanah dan bangunan bawaan isteri
.

  Jika saudara bercerai dengan istri, maka Harta Warisan istri merupakan harta bawaan dari orang tua isteri bukan gono gini /harta bersama,
dengan pertimbangan menikah atau tidak harta tersebut menjadi hak istri Anda.

  Terkait renovasi rumah yang saudara lakukan disarankan sbb :

  1. Agar dimusyawarahkan dan dibicarakan dengan mediator yang ahli, untuk mencapai kesepakatan. 
  2. Bahwa bila terjadi kesepakatan Anggaran Renovasi diganti, maka yang perlu diingat adalah bahwa perhitungan harga renovasi yang dilakukan dalam pernikahan tersebut merupakan harta bersama karena dilakukan setelah pernikahan sehingga bila diperhitungkan besaran biaya yang dikeluarkan untuk renovasi tersebut nantinya akan dibagi dua antara saudara dengan isteri dimana masing-masing mendapatkan setengahnya, karena dalam besaran biaya renovasi tersebut ada hak istri. 
  3. Secara sederhana  jika biaya renovasi seluruhnya adalah Rp 100.000.000,- (seratus juta) maka hak saudara setelah bercerai adalah Rp 50.000.000,- (lima puluh juta) dan isteri mendapat Rp 50.000.000 (lima puluh juta) karena biaya yg digunakan untuk renovasi adalah harta bersama dlm perkawinan sedangkan tanah dan bangunan otomatis kembali ke isteri karena harta bawaan.@bankum
 


Ditulis oleh Super User on 27 Agustus 2022. Dilihat: 3248

Tanya Hukum : Pembagian Harta Gono Gini Ketika Istri yang Paling Berkontribusi dalam Keluarga

Oleh : Wahita Damayanti, S.H

Salah satu perkara yang sering muncul akibat adanya perceraian antara suami dan istri adalah gugatan harta bersama atau di masyarakat sering disebut sebagai harta gono-gini. Sesuai Pasal 35 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan “Harta benda yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta bersama. Lebih lanjut dalam ketentuan umu Pasal 1 huruf f Kompilasi Hukum Islam, dijelaskan bahwa “harta kekayaan dalam perkawinan atau Syirkah adalah harta yang diperoleh baik sendiri-sendiri atau bersama suami-isteri selama dalam ikatan perkawinan berlangsung selanjutnya disebut harta bersama, tanpa mempersoalkan terdaftar atas nama siapapun”. Artinya, kecuali terdapat perjanjian perkawinan atas harta, maka selama berlangsungnya perkawinan, tidak peduli siapa yang menghasilkan harta, baik suami ataupun istri, maka kekayaan yang ada tersebut disebut sebagai harta bersama. Sering menjadi pertanyaan, bagaimana bila dalam perkawinan istri menghasilkan lebih banyak harta daripada suami? Apakah harta tetap dibagi sama rata?

Pertanyaan atas hal tersebut pernah terjadi dalam kasus konkret sekaligus melahirkan yurisprudensi melalui putusan Nomor 266 K/AG/2010. Seorang suami bernama S digugat cerai oleh istrinya T. T sekaligus mengajukan gugatan atas harta bersama yang diperoleh selama perkawinan mereka. T sebagai penggugat mendalilkan bahwa S selama perkawinan tidak menafkahi T dan anak-anaknya bahkan sering melakukan kekerasan terhadap T. Pengadilan Agama Bantul yang mengadili perkara tersebut menilai, oleh karena kontribusi T yang lebih besar selama perkawinan serta kurangnya peran S sebagai suami dalam rumah tangga, memutus dengan membagi harta perkawinan keduanya dengan proporsi yang tidak sama besar yaitu 3/4 (tiga per empat) untuk T dan 1/4 (seperempat) untuk S. Putusan ini dikuatkan hingga tingkat kasasi sehingga melahirkan kaidah hukum “Istri dapat memperoleh bagian lebih besar dari suami dalam pembagian harta bersama”.

Berdasarkan yurisprudensi Nomor 266 K/AG/2010, maka menjadi sebuah pedoman hukum bahwa pembagian atas harta bersama tidaklah mutlak harus dibagi sama rata sama besar antara suami dan istri. Majelsi Hakim akan menilai dan mempertimbangkan faktor-faktor yang ada selama berdirinya rumah tangga dan pengumpulan harta bersama yang sangat mungkin mempengaruhi besaran pembagian harta untuk masing-masing pihak.

Rumah lebih baik atas nama siapa?

“Pembelian properti dengan metode KPR harus atas nama yang mengajukan pinjaman. Ini artinya jika suami menjadi tulang punggung keluarga mencari nafkah, maka kepemilikan rumah menjadi atas nama dirinya. Hal ini berhubungan dengan aturan bank dan asuransi cicilan yang mengatur,” tandasnya.

Bagaimana pembagian harta jika suami istri bercerai?

Kedudukan harta bersama setelah perceraian diatur menurut hukumnya masing-masing, sesuai dengan ketentuan Pasal 37 UU Perkawinan. Berdasarkan Pasal 97 KHI apabila putus perkawinan karena perceraian maka harta bersama dibagi dua.

Harta bawaan istri hak siapa?

Harta bawaan ini menjadi milik mutlak dari masing-masing suami atau istri dan dikuasai sepenuhnya untuk melakukan perbuatan hukum atas harta tersebut dan terdapat dalam Pasal 87 Kompilasi Hukum Islam.

Apakah istri yang keluar dari rumah mendapatkan harta gono gini?

Kembali pada pertanyaan yang kerap ditanyakan, jika istri yang menggugat cerai apakah dapat harta gono gini? Jawabannya adalah benar, istri yang menggugat cerai suaminya tetap berhak mendapatkan harta gono-gini atau harta bersama, selama tidak ada perjanjian pemisahan harta.