Saluran penyebaran agama Islam yang dianggap paling efektif adalah perdagangan karena

tirto.id - Sejarah penyebaran agama Islam di Nusantara terjadi melalui proses yang panjang serta secara bertahap. Selain beberapa teori dengan ragam versinya terkait masuknya ajaran Islam, ada pula 6 jenis saluran Islamisasi di Indonesia, apa saja?

Sebelum ajaran Islam masuk dan berkembang di Indonesia, sebagian besar masyarakat Nusantara memeluk agama Hindu, Buddha, atau aliran kepercayaan. Kerajaan-kerajaan bercorak Hindu-Buddha pun banyak bermunculan di Nusantara, beberapa yang terbesar seperti Kerajaan Sriwijaya dan Kerajaan Majapahit.

Kerajaan bercorak Islam pertama di Nusantara adalah Kesultanan Samudera Pasai di Aceh yang muncul sejak abad ke-13 Masehi. Sedangkan kerajaan Islam di Jawa yang kemudian menggeser kedudukan Majapahit adalah Kesultanan Demak yang berdiri pada akhir abad ke-15 M seiring dengan hadirnya Wali Songo sebagai perintis syiar Islam di Jawa.

Baca juga:

  • Nama-Nama Asli Wali Songo: Strategi Dakwah & Wilayah Persebarannya
  • Daftar Silsilah Raja Majapahit: Sejarah Awal Kerajaan Hingga Runtuh
  • Sejarah Kesultanan Demak: Kerajaan Islam Pertama di Jawa

Proses dan Jenis 6 Saluran Islamisasi di Jawa

Agama Islam masuk dan berkembang di Nusantara dengan cara-cara damai. Para Wali Songo bahkan menyebarkan ajaran Islam dengan menyesuaikan diri terhadap budaya yang sudah ada sebelumnya.

Dengan cara-cara seperti itu, agama Islam pun dapat diterima oleh masyarakat Nusantara. Berikut ini 6 saluran Islamisasi di Indonesia seperti dikutip dari modul Sejarah Indonesia: Islam Nusantara (2017) terbitan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI serta beberapa referensi lainnya:

1. Saluran Perdagangan

Proses penyebaran Islam di Nusantara pertama kali melalui saluran perdagangan. Pada abad ke-7 hingga abad ke-16 M, kaum saudagar muslim dari berbagai belahan dunia seperti Arab, Persia (Iran), India, bahkan Cina, singgah di berbagai pelabuhan di Nusantara untuk melakukan transaksi perdagangan.

Relasi niaga ini kemudian memunculkan interaksi antara para pedagang asing yang beragama Islam itu dengan orang-orang Nusantara di berbagai tempat yang disinggahi. Tidak sedikit para saudagar muslim itu yang menetap di daerah-daerah pesisir di Nusantara.

Lambat-laun, tempat yang mereka tinggali berkembang menjadi perkampungan muslim. Interaksi yang sering muncul saling mempengaruhi antara satu dengan lainnya. Pengaruh ini membuat pergeseran dalam sistem kehidupan bermasyarakat di Nusantara, termasuk dalam hal kepercayaan.

Baca juga:

  • Sejarah Proses Masuknya Islam ke Indonesia Berdasar Teori Gujarat
  • Teori Sejarah Masuknya Islam dari Mekah dan Tokoh Pendukungnya
  • Teori-Teori Masuknya Islam ke Indonesia Beserta Tokohnya

2. Saluran Pernikahan

Bermukimnya para pedagang muslim di beberapa wilayah di Nusantara menimbulkan interaksi dengan masyarakat setempat. Banyak orang asing tersebut yang kemudian menikah dengan perempuan asli Nusantara yang kemudian menjadi salah satu saluran Islamisasi, yakni melalui pernikahan.

Pernikahan antara orang asing beragama Islam dengan pribumi juga terjadi di kalangan bangsawan atau istana yang membuat penyebaran Islam semakin masif dan efektif.

Saluran Islamisasi melalui pernikahan menjadi akar yang kuat untuk membentuk masyarakat muslim. Inti dari masyarakat adalah keluarga. Setelah memiliki keturunan, maka persebaran Islam semakin meluas.

Baca juga:

  • Akulturasi dan Asimilasi; Pengertian, Perbedaan & Contoh
  • Contoh Asimilasi dan Akulturasi di Indonesia Beserta Penjelasannya
  • Contoh Akulturasi Budaya Masyarakat Nusantara dengan Ajaran Islam

3. Saluran Tasawuf

Saluran Islamisasi di Nusantara berikutnya adalah melalui tasawuf. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), tasawuf adalah ajaran atau cara untuk mengenal dan mendekatkan diri kepada Tuhan.

Para pendakwah Islam di Indonesia mengajarkan tasawuf kepada masyarakat dengan cara yang mudah dimengerti dan disesuaikan dengan tradisi yang sudah ada sebelumnya. Cara ini membuat proses Islamisasi di Nusantara dapat berjalan dengan baik dan efektif.

Baca juga:

  • Apa Saja Contoh Akulturasi Budaya Tionghoa dan Indonesia?
  • Mengenal Teori Arus Balik, Sejarah, dan Tokoh Pencetusnya
  • Apa Saja Unsur-unsur yang Terjadi dalam Proses Akulturasi?

4. Saluran Pendidikan

Kaum wali, ulama, ustaz, syekh, guru agama, tokoh masyarakat, hingga para pemimpin muslim memiliki peran besar dalam persebaran Islam di Nusantara. Mereka menyebarkan islam dengan mendirikan pondok-pondok pesantren sebagai tempat untuk memperdalam ajaran Islam.

Murid atau santri yang telah mempelajari ilmu agama dan kemudian keluar dari pesantren untuk menyebarluaskan ajaran Islam di tempat-tempat lain, atau mendirikan pesantren sendiri sehingga semakin memperluas proses Islamisasi di Indonesia.

Baca juga:

  • Sejarah Hidup Sunan Kalijaga: Dakwah Wali Songo Mantan Bromocorah
  • Sejarah Hidup Sunan Muria: Wali Songo Termuda, Putra Sunan Kalijaga
  • Sejarah Hidup Sunan Giri: Lahir, Nasab, & Ajaran Dakwah Wali Songo

5. Saluran Kesenian

Seni dan budaya juga bisa menjadi saluran Islamisasi yang efektif. Ajaran Islam dipadukan dengan berbagai jenis seni yang sudah ada sebelumnya, seperti seni musik, seni tari, seni pahat, seni bangunan, seni ukir, seni pertunjukan, seni sastra, dan lain sebagainya.

Di bidang seni pertunjukan, misalnya, pertunjukan wayang disisipi dengan cerita-cerita atau tokoh-tokoh dalam ajaran Islam. Begitu pula dengan seni musik. Beberapa wali sengaja menggubah tembang atau lagu dalam bahasa Jawa yang berisi tentang ajaran Islam. Penggunaan gamelan juga demikian untuk menarik masyarakat.

Dalam sektor seni bangunan bisa dilihat dari Masjid Menara Kudus yang menampilkan akulturasi antara corak bangunan Hindu dengan Islam, juga masjid-masjid lain atau bangunan lainnya di Nusantara.

Baca juga:

  • Sejarah Masjid Agung Kasepuhan Cirebon & Ragam Arsitekturnya
  • Masjid Menara Kudus: Sejarah, Pendiri, & Ciri Khas Arsitektur
  • Sejarah Masjid Gedhe Kauman: Simbol Akulturasi Kraton Yogyakarta

6. Saluran Politik

Pengaruh raja dalam persebaran Islam di Nusantara sangat besar. Jika seorang raja sudah memeluk agama Islam, maka warga istana dan rakyat di wilayah kerajaan itu akan berbondong-bondong turut masuk Islam.

Salah satu contohnya adalah Kesultanan Demak. Raden Patah, pendiri Kesultanan Demak, adalah pangeran dari Majapahit. Raden Patah berguru kepada Wali Songo dan kemudian masuk Islam hingga akhirnya mendirikan Kesultanan Demak sebagai kerajaan Islam pertama di Jawa.

Berdirinya Kesultanan Demak dengan Raden Patah sebagai rajanya yang telah masuk Islam kemudian berbondong-bondong diikuti oleh sebagian besar rakyatnya. Kehadiran Kesultanan Demak pada akhirnya meruntuhkan Kerajaan Majapahit dan semakin banyak orang yang memeluk Islam.

Baca juga:

  • Sejarah Raden Patah: Putra Majapahit Pendiri Kerajaan Islam Demak
  • Sejarah Majapahit: Penyebab Runtuhnya Kerajaan & Daftar Raja-Raja
  • Sejarah Keruntuhan Kerajaan Demak: Penyebab dan Latar Belakang

Baca juga artikel terkait SEJARAH MASUKNYA ISLAM KE NUSANTARA atau tulisan menarik lainnya Yunita Dewi
(tirto.id - ynt/isw)


Penulis: Yunita Dewi
Editor: Iswara N Raditya
Kontributor: Yunita Dewi

Subscribe for updates Unsubscribe from updates

Indonesia merupakan Negara multikultural, tidak hanya memiliki keragaman adat istiadat, budaya, bahasa dan etnis, tetapi juga memiliki keragaman kepercayaan. Dalam keragaman kepercayaan, meski Hindu dan Budha merupakan agama tertua yang masuk ke Indonesia tetapi saat ini Indonesia merupakan Negara dengan mayoritas pemeluk agama Islam terbesar di dunia.

Dalam sejarahnya, penyebaran agama Islam di Indonesia berlangsung secara cepat. Ajaran yang memuat nilai ketakwaan pada Tuhan, kedamaian, dan kesetaraan antar manusia menarik minat masyarakat Indonesia untuk menerima dan memeluk agama Islam. Hal ini tercermin dengan adanya kerajaan-kerajaan Islam atau kesultanan di berbagai wilayah Indonesia.

Terdapat beberapa saluran penyebaran pengaruh Islam di Indonesia sehingga bisa tersebar dan perkembangannya pesat di nusantara, antara lain melalui saluran perdagangan, saluran perkawinan, saluran tasawuf, pendidikan, dan seni budaya.

Saluran yang digunakan dalam proses Islamisasi di Indonesia pada awalnya melalui perdagangan dari para pedagang Arab, Persia, maupun Gujarat. Hal ini sesuai dengan perkembangan lalu lintas pelayaran dan perdagangan dunia yang ramai mulai abad ke 7 sampai 16 masehi.

Tidak hanya melakukan transaksi niaga, para pedagang dari Arab, Persia dan Gujarat mengenalkan ajaran dan nilai-nilai Islam kepada mitranya dari Indonesia lalu kepada masyarakat sekitar. Sebagai pedagang, mereka bisa bergaul luwes dengan semua orang, sehingga suasana pelabuhan yang ramai menjadi kesempatan baik untuk mengenalkan ajaran Islam.

Selanjutnya, sejumlah pedagang memutuskan untuk menetapkan dan mendirikan perkampungan yang tidak jauh dari pelabuhan maupun Bandar perdagangan. Adanya perkampungan itu membuat interaksi semakin intens dan membuka kesempatan masyarakat sekitar untuk mengenal lebih jauh ajaran Islam, apalagi budi dan suri teladan yang ditunjukan para pedagang semakin menarik banyak orang untuk memeluk agama Islam.

Saluran perkawinan adalah salah satu cara penyebaran Islam di Indonesia. Pedagang muslim yang menetap ada yang menikah dengan putri raja atau putri bangsawan setempat, karena kedudukan pedagang ini terhormat di mata masyarakat. Pihak pedagang mensyaratkan pihak calon istri untuk mengucapkan kalimat syahadat terlebih dahulu sehingga anak-anak hasil pernikahan mereka pun menganut agama Islam yang dianut orang tuanya.

(Baca juga: Wujud Akulturasi Kebudayaan dengan Agama Islam)

Perkawinan dengan putri kalangan bangsawan dan kerajaan juga membawa pengaruh lebih kuat dalam penyebaran Islam karena perkawinan yang membuahkan keluarga muslim yang saleh mempengaruhi istana untuk mendukung penyebaran Islam. Bahkan, semakin banyak kalangan keluarga istana memeluk Islam dan lambat laut kerajaan yang tadinya bercorak Hindu-Budha perlahan menjadi bercorak Islam.

Tasawuf adalah ajaran ketuhanan yang telah bercampur dengan mistik dan hal-hal magis. Kedatangan ahli tasawuf ke Indonesia diperkirakan sejak abad ke 13 yaitu masa perkembangan dan penyebaran ahli-ahli tasawuf dari Persia dan India yang sudah beragama Islam, dan baru berkembang pesat sekitar abad ke 17.

Pengaruh ajaran tasawuf banyak dijumpai dalam seni sastra berupa babad dan hikayat. Ajaran ini terutama berkembang di Jawa karena ajaran Islam melalui tasawuf disesuaikan dengan pola piker masyarakat yang masih berorientasi pada agama Hindu. Adapun tokoh tasawuf nusantara yang terkenal adalah Hamzah Fansuri, Syamsudin as-Sumatrani, Nurrudin ar-Raniri, Sunan Bonang, Syekh Siti Jenar, dan Sunan Panggung.

Perkembangan Islam yang cepat menyebabkan muncul tokoh ulama atau mubalig yang menyebarkan Islam melalui pendidikan dengan mendirikan pondok pesantren. Pondok pesantren merupakan tempat para pemuda dari berbagai kalangan masyarakat untuk menimba ilmu agama Islam, setelah tamat mereka akan menjadi juru dakwah untuk menyebarkan Islam di daerah masing-masing.

Sebagai lembaga pendidikan Islam, pesantren berperan melahirkan guru agama, kiai, atau ulama. Maka dari pesantren inilah muncul tokoh ulama atau mubalig yang menyebarkan Islam melalui dakwah dan pendidikan. Disamping memberikan dakwah kepada masyarakat, banyak juga lulusan dari pondok pesantren mendirikan pondok-pondok pesantren baru, sehingga saluran pendidikan Islam di Indonesia semakin tersebar.

Berkembangnya agama Islam dapat melalui seni budaya seperti seni bangunan (masjid), seni pahat (ukir), seni tari, seni musik, dan seni sastra. Melalui seni budaya para kalangan ulama seperti Wali Sanga mengajarkan Islam melalui pendekatan budaya agar mudah diterima oleh kalangan masyarakat.

Salah satunya Sunan Bonang yang menciptakan Gending Durama dan kitab Gending Sunan Bonang. Selain itu, ada Sunan Giri yang dikenal sebagai seniman yang menciptakan Gending Asmarandana dan Pucung. Adapun Sunan yang menonjol di antara Wali Sanga adalah Sunan Kalijaga yang memanfaatkan media wayang untuk dakwahnya kepada masyarakat.