Satu ibu beda ayah menurut islam

BAGIAN SAUDARA SEIBU TIDAK SAMA DENGAN SAUDARA KANDUNG

Pertanyaan.
Assalâmu’alaikum. Ustadz yang dirahmati Allâh Azza wa Jalla , saya memiliki tiga orang saudara laki-laki, tapi salah satu dari mereka adalah saudara seibu beda ayah. Pertanyaannya, apakah dalam pembagian harta warisan, saudara seibu juga mendapatkan bagian? Apakah bagiannya sama dengan saudara-saudara laki-laki yang lain? Jazakallâh khairan

Jawaban.
Wa’alaikumussalam. Semoga Allâh Azza wa Jalla senantiasa menganugerahkan rahmat-Nya kepada kita semua.

Dalam ilmu waris, saudara seibu (al-akh lil um) disebut juga waladul um (anak ibu). Dia akan mendapatkan bagian harta waris dengan syarat :

  1. Orang yang meninggal dunia tidak memiliki far’un wârits. far’un wârits yaitu anak laki atau perempuan, cucu laki atau perempuan dari jalur anak laki, anaknya cucu yang dari jalur laki-laki yang berhak mendapatkan harta waris
  2. Orang yang meninggal dunia tidak memiliki ayah atau kakek (ayahnya ayah) atau ayahnya kakek dan terus ke atas dari jalur ayah yang berhak mendapatkan harta waris.

Jika salah satu dari orang-orang yang disebutkan pada dua poin di atas masih ada, maka saudara seibu tidak berhak mendapatkan bagian harta waris, atau dalam istilah ilmu waris, dia mahjûb (terhalang dari harta waris). Sedangkan saudara sekandung atau saudara sebapak, mereka juga berhak mendapatkan harta waris jika :

  1. mayit tidak memiliki anak laki atau cucu laki dari anak laki atau anak laki dari cucu laki dari jalur laki yang berhak mendapatkan harta waris
  2. mayit tidak memiliki ayah atau kakek atau ayah dari kakek yang semuanya dari jalur laki-laki

Jika salah satu dari orang-orang yang disebutkan pada dua poin di atas masih ada, maka saudara sekandung tidak berhak mendapatkan bagian harta waris, atau mahjûb (terhalang dari harta waris)

Sedangkan mengenai besaran bagian, maka bagian saudara seibu tidak sama dengan bagian saudara kandung atau sebapak. Tentang bagian saudara seibu, Allâh Azza wa Jalla berfirman :

Baca Juga  Hukum Mushaf Wakaf Ketika Rusak Atau Robek

وَإِنْ كَانَ رَجُلٌ يُورَثُ كَلَالَةً أَوِ امْرَأَةٌ وَلَهُ أَخٌ أَوْ أُخْتٌ فَلِكُلِّ وَاحِدٍ مِنْهُمَا السُّدُسُ ۚ فَإِنْ كَانُوا أَكْثَرَ مِنْ ذَٰلِكَ فَهُمْ شُرَكَاءُ فِي الثُّلُثِ ۚ مِنْ بَعْدِ وَصِيَّةٍ يُوصَىٰ بِهَا أَوْ دَيْنٍ غَيْرَ مُضَارٍّ ۚ وَصِيَّةً مِنَ اللَّهِ ۗ وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَلِيمٌ

jika seseorang mati, baik laki-laki maupun perempuan yang tidak meninggalkan ayah dan tidak meninggalkan anak, tetapi mempunyai seorang saudara laki-laki (seibu saja) atau seorang saudara perempuan (seibu saja), maka bagi masing-masing dari kedua jenis saudara itu seperenam harta. tetapi jika saudara-saudara seibu itu lebih dari satu orang, maka mereka bersekutu dalam yang sepertiga itu, sesudah dipenuhi wasiat yang dibuat olehnya atau sesudah dibayar hutangnya dengan tidak memberi mudharat (kepada ahli waris). (Allâh Azza wa Jalla menetapkan yang demikian itu sebagai) syari’at yang benar-benar dari Allâh, dan Allâh Maha mengetahui lagi Maha Penyantun. [An-Nisa’/4:12]

Syaikh Nashir as-Sa’di rahimahullah mengatakan, “Para Ulama telah bersepakat bahwa yang dimaksud dengan saudara dalam ayat ini adalah saudara seibu.”

Bagian mereka adalah 1/6 (seper enam) dari harta waris jika saudara seibu itu satu orang, baik laki maupun perempuan. Jika saudara seibu itu lebih dari satu, maka mereka bersekutu pada sepertiga harta.  Artinya sepertiga itu dibagi jumlah mereka dengan pembagian yang sama antara laki dan perempuan.

Adapun tentang saudara kandung atau sebapak, Allâh Azza wa Jalla berfirman:

يَسْتَفْتُونَكَ قُلِ اللَّهُ يُفْتِيكُمْ فِي الْكَلَالَةِ ۚ إِنِ امْرُؤٌ هَلَكَ لَيْسَ لَهُ وَلَدٌ وَلَهُ أُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَ ۚ وَهُوَ يَرِثُهَا إِنْ لَمْ يَكُنْ لَهَا وَلَدٌ ۚ فَإِنْ كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثَانِ مِمَّا تَرَكَ ۚ وَإِنْ كَانُوا إِخْوَةً رِجَالًا وَنِسَاءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْأُنْثَيَيْنِ ۗ يُبَيِّنُ اللَّهُ لَكُمْ أَنْ تَضِلُّوا ۗ وَاللَّهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ

Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalâlah). Katakanlah, “Allâh memberi fatwa kepadamu tentang kalâlah (yaitu): jika seorang meninggal dunia, dan ia tidak mempunyai anak dan mempunyai saudara perempuan, maka bagi saudaranya yang perempuan itu seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mempusakai (seluruh harta saudara perempuan), jika ia tidak mempunyai anak; tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan oleh yang meninggal. dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki dan perempuan, maka bahagian seorang saudara laki-laki sebanyak bahagian dua orang saudara perempuan. Allâh menerangkan (hukum ini) kepadamu, supaya kamu tidak sesat. dan Allâh Maha mengetahui segala sesuatu. [An-Nisâ’/4:176][1]

Bagian saudara kandung tidak sama dengan saudara seibu. Perincian bagian saudara kandung adalah sebagai berikut:

  1. Jika ada laki dan perempuan, maka bagian saudara kandung yang laki dua kali bagian saudara kandung yang perempuan.
  2. Jika saudara kandung itu seorang perempuan saja, maka bagiannya adalah seperdua dari harta warisan. Jika lebih dari satu orang, maka bagian mereka adalah dua pertiga harta
  3. Jika saudara kandung itu seorang lelaki atau semuanya lelaki, maka mereka berhak mendapatkan semua harta jika tidak ada ahli waris lainnya, atau berhak mendapatkan sisa jika ada ahli waris yang lainnya.

Terkait dengan kasus yang ditanyakan di atas, jika benar ahli warisnya hanya terdiri dari dua orang saudara kandung laki-laki dan satu saudara laki-laki seibu, maka saudara seibu berhak mendapatkan seperenam dari harta warisan, kemudian sisanya yang limaperenam untuk dua saudara kandung.

Wallâh hu a’lam.

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 09/Tahun XVIII/1436H/2015M. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196.Kontak Pemasaran 085290093792, 08121533647, 081575792961, Redaksi 08122589079 ] _______ Footnote

[1] Lihat Tashîlul Farâidh, Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsamin, tentang bagian waladul um (saudara seibu) dan saudara kandung.

Assalamu'alikum Wr. Wb. 

Sebelumnya saya ingin menyampaikan, bahwa ini adalah pertanyaan saya yang sama dengan beberapa minggu yang lalu, tetapi belum mendapatkan jawaban, karena hal-hal yang saya tanyakan tersebut sangat penting sekali, saya sangat mengharapkan tim pengurus untuk dapat memberikan jawabannya secepat mungkin, karena hasil/jawaban tersebut akan kami pakai sebagai dasar dalam rapat keluarga untuk membahas hal-hal tersebut. Adapun petanyaan-pertanyaan adalah sbb :

Ayah saya (almarhum), dahulu menikah dengan seorang janda beranak tiga (semua laki-laki) dan dalam perkawinan dengan ayah saya, mereka mempunyai tiga orang anak, yang tertua laki-laki (saya sendiri) dan dua adik perempuan saya. Ayah saya dulu bekerja sebagai pegawai negeri dan Ibu saya berdagang. Ayah meninggal dengan meninggalkan harta berbentuk 3 bidang tanah, dan menurut pengakuan Ibu saya, bahwa tanah-tanah tersebut sebagian dihadiahkan oleh ayah kepada ibu saya, dan sebagian lagi dibeli berdasarkan uang hasil kerja mereka (ibu dan ayah).

Pertanyaan-pertanyaan saya adalah sbb: 

1. Bagaimanakah status hukumnya (syariat islam), tanah yang dihadiahkan oleh ayah kepada ibu saya? 

2. Bagaimanakan status hukumnya (syariat islam), tanah yang dibeli atas harta gono-gini (dari uang hasil kerja merek) ? 

3. Apakah tiga saudara laki-laki saya (dari perkawinan ibu terdahulu), memiliki hak waris atas tanah-tanah tersebut ? Kalau Ya, bagaimana perhitungan pembagiannya ? dan kalau tidak apakah dalil-dalilnya ? 

Demikian kami sampaikan, atas perhatian serta jawaban segera, saya ucapkan terima kasih. 

Wassalamu'alaiku Wr. Wb. 

Dede M. Moechtar

Komp. Permata Pamulang Blok H3/8, Sepong 115315, Tangerang 

Jawaban:

Assalamu `alaikum Warahmatullahi Wabaraktuh.

Alhamdulillah, Washshalatu wassalamu `ala Rasulillah, wa ba’d.

Sebelumnya kami mohon maaf atas keterlambatan jawaban ini, apalagi keluarga anda sudah menungu-nunggu sejak lama.

Untuk menjawab masalah anda, biarkan kami memastikan dulu sejauh mana kami bisa menangkap pertanyaan anda. 

Status hukum tanah yang dihadiahkan oleh ayah kepada ibu 

Bila seseorang telah memberikan sesuatu kepada orang lain, maka sebenarnya dia telah kehilangan hak miliknya. Meskipun orang yang diberikan adalah istrinya sendiri. Kalau memang benar pemberian hadiah itu, maka pada saat membagi warisan, seharusnya tidak ikut dibagi-bagi, karena tanah itu bukan milik almarhum lagi, karena sudah berpindah pemilik. 

Status hukum tanah yang dibeli dengan uang hasil kerja mereka 

Kalau suami istri memiliki harta, haruslah jelas siapa pemiliknya. Apakah dimiliki oleh suami sepenuhnya, ataukah dimiliki oleh istri sepenuhnya ataukah dimiliki bersama. Dan kalau yang terakhir, juga harus jelas berapakah prosentase kepemilikan masing-masing, apakah 50:50 atau bagaimana. Ini semua harus jelas sejak pasangan suami istri itu masih hidup. 

Sebab dalam kehidupan rumah tangga, selain ada kewajiban suami memberi nafkah kepada istri, masing-masing punya hak kepemilikkan atas harta masing-masing. 

Dalam kasus tanah yang dimiliki bersama oleh suami istri, bisa diperhitungkan berapa besar uang/jasa masing-masing yang digunakan untuk membelinya. Disini, kejujuran istri harus benar-benar bisa diandalkan, karena dialah barangkali satu-satunya orang yang tahu bagaimana status kedudukan harta yang dimiliki bersama itu. 

Siapa Saja Yang Berhak Mendapatkan Harta Warisan 

Sejauh yang kami tangkap, ayah anda punya dua orang istri atau menikah dua kali. Sayangnya anda tidak menyebutkan apakah istri pertama beliau masih hidup saat ayah anda wafat. 

Istri pertama janda yang sebelumnya sudah punya anak dari suaminya sebelumnya. Ini berarti ayah anda tidak mendapatkan anak dari istri pertamanya itu, sebab anak itu adalah anak dari mantan suaminya terdahulu. Sedangkan dari istri kedua yaitu ibu anda, barulah beliau punya anak yaitu anda dan dua orang adik perempuan anda. 

Kalau apa yang kami tangkap dari anda ini benar, maka anak-anak istri pertama dari suaminya terdahulu tentu bukan anak ayah anda. Mereka jelas tidak mendapatkan hak warisan dari ayah ‘tiri’ mereka. Anda dan kedua adik anda itulah yang mendapatkan hak atas warisan dari ayah kandung anda. 

Pembagian 

Jatah Istri 

Ibu anda adalah seorang istri yang berhak atas harta warisan dari suaminya, selama belum diceraikan dan belum habis masa iddahnya. Dan tentu saja selama masih hidup menjadi seorang muslimah. Sebab kalau sudah wafat, tentu tidak akan menerima harta warisan. 

Istri mendapatkan jatah sebesar 1/8 dari total harta suaminya. Yang dimaksud dengan total harta suami adalah harta yang 100 % miliknya dan bukan yang dimiliki secara bersama. Sehingga sebelum membagi harta warisan, harus dipastikan dulu berapakah nilai harta yang dimiliki sepenuhnya oleh beliau. 

Jatah Anak 

Anda dan kedua adik anda adalah anak kandung almarhum yang akan menerima sisanya sebagai ashabah. Karena ibu anda sudah mendapat 1/8, maka buat anak-anak adalah 7/8 dari total harta almarhum. Namun karena ada ketentuan bahwa anak laki-laki harus mendapatkan 2 kali lebih besar dari anak wanita, maka anda mendapatkan 2 jatah sedangkan adik perempuan anda masing-masing mendapatkan 1 jatah. Perbandingannya adalah 2:1:1. Maka harta yang 7/8 itu dibagi 4. 

Menghitungnya adalah 7/8 x ¼ = 7/32, jadi anda mendapat 2 jatah x 7/32 = 14/32 dan adik anda masing-masing mendapat 1 jatah x 7/32 = 7/32. Kalau angka ini mau disandingkan dengan angka yang didapat oleh ibu anda, seperti berikut ini : 

Istri = 1/8 = 4/32 

Anak Laki-laki ashabah = 14/32 

Anak Perempuan 1 ashabah = 7/32 

Anak Perempuan 2 ashabah = 7/32 

Jadi nilai total harta ayah anda dibagi menjadi 32 bagian yang sama besar dan masing-masing mendapat jatah sesuai dengan perbandiangannya pada tabel di atas. 

Hadaanallahu Wa Iyyakum Ajma`in, Wallahu A`lam Bish-shawab,

Wassalamu `Alaikum Warahmatullahi Wa Barakatuh. 


Page 2