Sebagai pengamalan sifat al quddus kita harus menghindari dari perbuatan

ASSAJIDIN.COM — Allah adalah Zat Yang Mahakuasa, Penggenggam alam semesta.

Betapa pun Allah memiliki kesempurnaan dalam kekuasaan, tetapi Dia Mahasuci dari sifat kezaliman, kelemahan, dan ketidaksempurnaan. Mahasuci Allah yang tidak tersentuh dari sifat kekurangan apa pun.

Quddus Allah Yang Mahasuci
‘Al Quddus’ adalah salah satu asma Allah Azza wa Jalla yang sudah sangat dikenal.

Dalam Al Qur’an, Arti kata Al Quddus atau Allah Yang Mahasuci sering didampingkan dengan kata Al Malik (Maharaja atau Zat Yang Maha Berkuasa), misalnya dalam QS Al Hasyr 59: 23 dan QS Al Jumu’ah, 62: 1.

Dalam kamus bahasa Arab, Al Quddus adalah ‘yang suci murni’ atau ‘yang penuh keberkahan’. Dari sini muncul berbagai penafsiran dari kata Al Quddus, di antaranya terpuji dari segala macam kebajikan.

Imam Al Ghazali mengatakan bahwa Allah sebagai Al Quddus adalah Dia yang tidak terjangkau oleh indra, tidak dapat dikhayalkan oleh imajinasi, dan tidak dapat diduga oleh lintasan nurani.

Demikian sempurnanya Allah Swt. Dia tidak terkejar bentuk dan Zat-Nya oleh kekuatan indra. Indra manusia terlalu lemah untuk menjangkau keagungan Allah yang menggenggam alam semesta ini.

Mahasuci Allah dari beranak dan diperanakkan (QS Al Ikhlas, 112: 3). Allah tidak diserupai dan menyerupai apa pun (laisa kamitslihi syai’un). Jadi, kalau ada yang menganggap Allah itu menyerupai sesuatu, pendapat itu tidak bisa diterima. Sesuatu itu pastilah makhluk dan setiap makhluk pasti memiliki kelemahan.

Mahasuci Allah secara Zat dan perbuatan-Nya. Tidak ada satu pun perbuatan Allah yang cacat atau gagal. Mengatakan cacat dan gagal pada perbuatan Allah pun tidak layak.

Allah tidak mungkin berbuat sesuatu yang gagal. Mahasuci Allah dari makhluk yang dianggap sempurna oleh makhluk. Manusia memiliki standar kesempurnaan. Namun, sesempurna apa pun dalam pandangan manusia, kesempurnaan Allah yang sesungguhnya tidak akan terjangkau. Akal manusia sangat terbatas.

Manusia hanya mengenal 26 abjad dan sepuluh angka. Bagaimana mungkin makhluk yang serbaterbatas ini bisa menilai kesempurnaan Allah, Zat Penggenggam langit dan bumi?

Teladan Al Quddus

Agar bisa menghayati, menginternalisasikan, dan mengejawantahkan asma Allah ini, siapa pun dituntut untuk membersihkan hati dan pikiran dari hal-hal negatif: kebencian, dendam kesumat, prasangka, kedengkian, kesombongan, rasa kekurangan, kesedihan, ataupun keputusasaan. Setelah itu, ia dituntut untuk mengisi hati dan pikirannya itu dengan muatan-muatan positif sehingga yang ada dalam relung hati dan pikiran hanyalah kebaikan semata. Ketika berucap, tiada yang terucap kecuali kebaikan; ketika bertindak, tiada yang muncul kecuali tindakan terpuji yang penuh perhitungan, tidak merugikan orang lain, tidak pula menyakitkan hati.

Apabila hati suci, yang keluar adalah kesucian pula. Andaipun ada yang salah ucapan dan tindakannya, ia akan segera memohon ampun kepada Tuhannya dan meminta “keridhaan” kepada pihak yang disakitinya.

Jalaluddin Rumi, dalam Fihi Ma Fihi, membuat sebuah analogi yang sangat indah. Inilah kutipannya, “Kalau seseorang berbicara baik tentang orang lain, perkataan yang baik itu akan kembali kepada dirinya karena sebenarnya, pujian itu adalah untuk dirinya sendiri. Seperti halnya orang yang menanam mawar dan bunga-bunga yang harum di sekitar rumahnya.

Kapan pun dia memandang, yang dilihatnya adalah bunga mawar dan dedaunan yang harum baunya sehingga ia senantiasa merasa berada di surga. Kalau orang berbicara baik tentang orang lain, orang lain itu menjadi sahabatnya. Jika ia berpikir tentang orang tersebut, yang terpikir olehnya adalah seorang sahabat yang baik. Berpikir tentang sahabat yang baik adalah seperti bunga mawar dan taman bunga mawar, keharuman dan kedamaian. Akan tetapi, jika ia menjelek-jelekkan orang lain, baginya orang lain itu tampak menyebalkan.

Kalau dia ingat orang itu, sosoknya akan terlihat seolah-olah kalajengking, duri, atau tumbuhan kecil berduri muncul di depan matanya. Nah, kalau siang dan malam kamu dapat melihat bunga mawar dan taman serta padang rumput Iram (QS Al Fajr, 89: 7), mengapa kamu susah payah berjalan menjelajahi semak-semak berduri dan di antara ular-ular berbisa?

Pikiran dan tindakan bagaikan taman-taman mawar. Kalau hati kita dipenuhi mawar, apa pun yang dilihat, dibaui, hanyalah mawar dengan baunya yang semerbak. Itulah hati yang suci. Hati yang penuh kasih sayang. Hati yang telah tersirami sejuknya makna Al Quddus. Inilah hati Rasulullah yang mulia. Ingatkah kita ketika beliau dikejar-kejar dan dilempari batu oleh orang bani Tsaqif karena mendakwahkan Islam? Saat itu, beliau bersembunyi di kebun anggur milik Uthbah bin Rabi’ah. Dengan kaki yang penuh luka, dengan tubuh yang lemas, dan dengan air mata yang berurai, Al Musthafa memanjatkan doa- doa kepada Tuhannya:

“Ya, Allah, kepada-Mu aku mengadukan kelemahanku, kurangnya kesang- gupanku dan kerendahan diriku berhadapan dengan manusia. Wahai, Zat Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang; Engkaulah Pelindung bagi orang lemah dan Engkau jualah pelindungku. Kepada siapakah diriku hendak Engkau serahkan? Kepada orang jauh yang berwajah suram terhadapku ataukah kepada musuh yang akan menguasai diriku?

Jika Engkau tidak murka kepadaku, itu semua tidak kuhiraukan karena sungguh besar nikmat yang telah Engkau limpahkan kepadaku. Aku berlindung pada sinar cahaya wajah-Mu, yang menerangi kegelapan dan mendatangkan kebajikan di dunia dan akhirat, dari murka-Mu yang hendak Engkau turunkan kepadaku.

Lihat Juga :  Asmaul Husna Al-Mumit, Maknanya Berdasarkan Alquran dan Hadist

Hanya Engkaulah yang berhak menegur dan mempersalahkan diriku hingga Engkau berkenan. Sungguh, tiada daya dan kekuatan apa pun selain atas perkenan-Mu.”

Teladan apa yang bisa kita ambil dari asma Allah Al Quddus dan dari manusia agung yang hatinya telah dipenuhi kesucian?

Pertama, kita bisa menikmati apa pun ketetapan Allah tanpa prasangka buruk. Allah telah berjanji, “Aku sesuai prasangka hamba-Ku”. Berburuk sangka kepada-Nya akan mendatangkan malapetaka. Kita harus tetap husnuzhan, pasti ada kebaikan dalam setiap kejadian. Maka, nikmatilah setiap kejadian sebagai sarana evaluasi diri. Yang terpenting, kejadian apa pun yang menimpa harus mengubah kita menjadi lebih baik.

Kedua, siap dengan ketidaksempurnaan diri. Apa yang kita banggakan sebagai manusia jika tidak memiliki iman? Kita serbakalah oleh binatang. Masuk ke air, ikan lebih lincah. Meski bisa menjadi pelari tercepat, kita masih kalah cepat oleh kuda. Manusia pun masih kalah kuat oleh badak, kalah besar oleh gajah. Hanya kekuatan imanlah yang membuat derajat manusia lebih tinggi daripada makhluk lainnya. Oleh karena itu, layak bagi kita untuk menutup pintu kesombongan diri dan bukalah lebar-lebar pintu ketawaduan. Tiadalah orang yang rendah hati kecuali Allah akan meninggikan derajatnya; dan tiadalah orang yang meninggikan dirinya kecuali Allah akan rendahkan derajatnya.

Ketiga, siap dengan kekurangan orang lain. Kita harus siap menghadapi kenyataan bahwa orang-orang terdekat kita tidak sempurna. Secara fisik, boleh jadi ia mendekati kesempurnaan. Akan tetapi, akhlak manusia tidak ada yang sempurna. Ada yang pemarah, pelit, atau egois. Kita harus terlatih menghadapi mereka, entah itu pasangan hidup, orang tua, anak, atau bahkan pembantu kita. Kesiapan mental dalam menerima kekurangan dan keterbatasan orang lain, insya Allah akan membuat kita lebih mampu bersikap bijaksana. Orang yang stres dalam hidup adalah orang yang selalu ingin sempurna dalam segala hal. Kita boleh saja menginginkan yang terbaik, tetapi kesempurnaan tidak akan pernah ada. Kesempurnaan hanyalah milik Allah. Memang kita harus melakukan perencanaan yang matang dan optimal serta pelaksanaan yang hati-hati. Akan tetapi, kita pun harus siap bahwa hasil yang dicapai tidak akan pernah sempurna.

Sikapilah kekurangan orang lain sebagai ladang amal. Kita harus siap menerima kenyataan bahwa tidak semua orang akan menyukai kita. Lebih baik terus konsisten memperbaiki diri dan berbuat yang terbaik.

Allah yang akan mengatur hati setiap orang. Betapa tidak, semua hati manusia ada dalam genggaman Allah. Inilah yang membuat kita harus selalu berbaik sangka kepada Al Quddus dalam kondisi apa pun.(*/sumber: )

Sebagai pengamalan sifat al quddus kita harus menghindari dari perbuatan

Asmaul Husna adalah nama yang baik dan indah yang dimiliki oleh Allah SWT, yang semuanya berjumlah 99. Diantara nama baik tersebut, ada yang disebut Al-Quddus. Al-Quddus artinya ialah yang memiliki sifat mutlak Maha Suci. Kali ini kita akan membahas mengenai Al-Quddus, sifat Allah SWT yang Maha Suci. Berikut adalah dalil tentang Al-Quddus pada Al-Hasyr ayat 23:
هُوَ اللَّهُ الَّذِي لَا إِلَٰهَ إِلَّا هُوَ الْمَلِكُ الْقُدُّوسُ السَّلَامُ الْمُؤْمِنُ الْمُهَيْمِنُ الْعَزِيزُ الْجَبَّارُ الْمُتَكَبِّرُ ۚ سُبْحَانَ اللَّهِ عَمَّا يُشْرِكُونَ
Artinya: Dialah Allah yang tiada Tuhan selain Dia, Raja Yang Maha Suci, Yang Maha Sejahtera, Yang Mengaruniakan Keamanan, Yang Maha Memelihara, Yang Maha Perkasa, Yang Maha Kuasa, Yang Memiliki segala Keagungan, Maha Suci Allah dari apa yang mereka persekutukan. Kita harus meneladani sifat Allah yaitu salah satunya adalah Al-Quddus yang artinya Maha Suci. Artinya kita harus bisa mensucikan diri kita dan juga mensucikan nama Allah SWT. Karena Allah SWT sangat menyukai kebersihan dan kesucian. Maka wajib kita untuk selalu suci baik diri kita ataupun lingkungan sekitar kita. Allah SWT menyuruh kita untuk selalu bersuci dan membersihkan diri, terutama dari najis. Maka dari itu kita diwajibkan berwudhu/bertayamum sebelum shalat. Untuk menghadap Allah SWT, tubuh kita harus bersih dari kotoran dan najis, karena Allah adalah Tuhan yang menciptakan kita, maka dari itu kita harus mensucikan diri dan hati kita saat beribadah kepada-Nya. Mensucikan diri tidak selalu identik dengan membersihkan najis atau kotoran. Tetapi mensucikan jiwa dan raga dari dosa, dengan cara membersihkan hati kita dari perbuatan keji, dan maksiat, atau juga membersihkan lisan kita dari dusta, perkataan yang buruk dan yang menyakiti hati orang lain. Selain mensucikan jiwa dan raga, kita juga mesti mensucikan pikiran kita dari niat buruk. prasangka buruk dan nafsu yang kotor. Karena niat yang buruk akan menghasilkan kejahatan dan nafsu yang kotor akan menghasilkan kemaksiatan. Maka dari itu pikiran pun harus kita bersihkan dari hal-hal yang tidak bermanfaat dan merusak diri kita. Kita juga harus mensucikan Allah SWT yaitu dengan cara menghindari dari segala sifat yang menunjukkan kekurangan dan celaan yang tidak pantas bagi-Nya. Lalu juga selalu menetapkan sifat-sifat kesempurnaan bagi-Nya dan meniadakan sifat-sifat ketidaksempurnaan bagi-Nya. Hendaknya kita juga harus senantiasa bertasbih kepada Allah SWT dengan mengucapkan "Subhanallah Wa bihamdihi Subhanallahil Adzim" yang artinya "Maha Suci Allah dengan segala puji bagi-Nya, Maha Suci Allah yang Maha Agung". Karena dengan bacaan itu juga kita bisa selalu mensucikan nama baik Allah SWT. Kita harus berterimakasih kepada Allah SWT dan selalu memuji-Nya, karena Dia-lah yang yang telah mensucikan diri kita dari aib dan kekurangan. Walaupun manusia adalah tempatnya salah, lupa, dan selalu berbuat dosa. Maka dari itu kita harus menjadi muslim yang beriman dan bertakwa. Setiap melakukan kesalahan, kita harus mengintropeksi diri kita. Lalu juga selalu bertaubat kepada Allah agar diri kita disucikan dari segala dosa yang selalu menyelimuti.

Sekian tulisan kecil dari saya, semoga bermanfaat untuk kalian semua dan semoga diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Mohon maaf jika ada kesalahan kata ataupun kalimat. Saya ucapkan terimakasih.