Sebutkan 5 perbedaan Pemilu tahun 1999 dengan tahun 2009

1 contoh kegiatan yg tidak perlu kerja sama di sekolah yaitu​

hubungan antara persatuan dan kesatuan dengan keutuhan NKRI yaitu terpeliharanya ................... berbagai suku bangsa dan budaya dipelihara Indone … sia​

Apa dampak jika kita tidak melaksanakan kewajiban sebagai warga negara? Jelaskan dalam bentuk cerita minimal 2 paragraf

sebutkan salah satu penerapan makna sumpah pemuda

Pak Yahya bertanggung jawab untuk mencukupi segala kebutuhan keluarganya. Oleh karena itu, Pak Yahya bekerja sebagai penjual bakso keliling. Apakah ma … nfaat yang diperoleh setelah Pak Yahya menjalankan tanggung jawabnya tersebut? ​

1.Tuliskan letak Indonesia secara geografis dan astronomis 2.bentuk-bentuk perlindungan negara terhadap flora dan fauna Indonesia​

1. nama-nama pahlawan beserta bidang kepahlawanan 3. perkembangan pembentukan Provinsi sejak awal kemerdekaan Republik Indonesia​

2. Adat istiadat dalam suatu masyarakat bertujuan mengatur......A. tata tertibB. hutan desaC. tata letak desaD. perilaku masyarattolong di bantu ya ka … ck​

nama-nama kerajaan dan pendirinya​

a. apakah hak yang diterima Ferdi pada tersebut? B. apakah Ferdi menggunakan haknya secara be … rtanggung jawab? jelaskan alasanmu c. apa saranmu untuk Ferdi ​

  • Kontak Kami
  • Peta Situs
  • Kotak Pengaduan

Sebutkan 5 perbedaan Pemilu tahun 1999 dengan tahun 2009

Sebutkan 5 perbedaan Pemilu tahun 1999 dengan tahun 2009

Sebutkan 5 perbedaan Pemilu tahun 1999 dengan tahun 2009

Pemilu atau Pemilihan umum adalah proses memilih seseorang untuk mengisi jabatan politik tertentu. Dalam sejarah di Indonesia pemilihan umum pada masa Orde Baru dilakukan selama 6 kali, yaitu pada tahun 1971, 1977, 1982, 1987, 1992, dan 1997.  Sementara pada masa Reformasi atau masa sekarang, pemilihan umum sudah berlangsung pada tahun 1999, 2004, 2009, 2014 dan yang terakhir dilaksanakan pada tahun 2019. Pemilihan umum pada kedua masa ini memiliki perbedaan antara lain:

  1. Segi asas pemilu, dimana untuk pemilu Orde Baru berasaskan Jujur dan Adil (JURDIL) sedangkan pemilu Reformasi ialah Langsung, Umum, Bebas, Rahasia, Jujur, dan Adil (LUBER JURDIL).
  2. Peserta pemilu, dimana pada masa Orde Baru diikuti awalnya 9 parpol dan 1 ormas namun setelah adanya fusi maka menyusut hanya menjadi 3 parpol, sedangkan masa reformasi diikuti oleh banyak parpol, dan jumlah peserta pemilu pada tahun 2019 ialah 16 parpol.
  3. Calon yang dipilih, maksudnya pemilihan umum pada masa Orde Baru ini memilih partai tidak adanya pemilihan Presiden dan Wapres serta anggita legislatif secara langsung. Sedangkan untuk masa reformasi atau sekarang maka rakyat diberikan kebebasan untuk memilih secara langsung.

Dengan demikian perbedaan antara pemilu yang dilakukan pada masa Orde Baru dengan masa kini adalahh secara umum memperlihatkan sebuah perbedaan yang sangat signifikan dilihat dari asas pemilu, kemudian kebebasan rakyat untuk ikut serta dalam pemilihan umum secara langsung pada pesta demokrasi 5 tahun sekali ini.

Petugas sedang menata kota pemilihan suara. (Foto: Muhammad Iqbal/kumparan)

Rabu, 17 April 2019 akan menjadi babak baru bagi Indonesia dalam menyelenggarakan pemilihan umum (Pemilu). Lebih dari 187 juta pemilih baik di dalam negeri atau luar negeri untuk pertama kalinya akan memilih secara serentak calon anggota legislatif (Pileg) dan capres-cawapres (Pilpres).

Dengan adanya keserentakan, Pemilu tahun 2019 memiliki beberapa perbedaan dengan Pemilu tahun 2014. Mulai dari penyelenggaraan, jumlah parpol peserta pemilu, hingga metode penghitungan suara parpol. Perbedaan itu ditandakan dengn digabungkannya UU Pileg, UU Pilpres, dan UU Penyelenggaraan Pemilu menjadi hanya UU Pemilu.

1. Pileg dan Pilpres Digelar Serentak

Ilustrasi pemungutan suara di TPS (Foto: ANTARA FOTO/Wahyu Putro A)

Perbedaan mendasar dari penyelenggaraan Pemilu tahun 2019 yakni keserentakan. Pada tahun 2014, Pileg dan Pilpres diselenggarakan secara terpisah. Saat itu, Pileg digelar lebih dahulu pada 9 April 2014, sedangkan Pilpres diselenggarakan 3 bulan setelahnya atau pada 9 Juli 2014.

Pada Pemilu tahun 2019, Pileg dan Pilpres akan digelar secara serentak dalam satu hari pada Rabu, 17 April 2019. Pemilu secara serentak ini dampak dari putusan Mahkamah Konstitusi (MK) dalam gugatan nomor 14/PUU-XI/2013 yang diputus pada 23 Januari 2014.

MK membatalkan Pasal 3 ayat (5), Pasal 12 ayat (1) dan (2), Pasal 14 ayat (2), dan Pasal 112 UU Nomor 42/2008 tentang Pilpres yang mengatur pelaksanaan Pilpres tiga bulan setelah pelaksanaan Pileg alias tidak serentak.

Dengan penyelenggaraan Pemilu serentak 2019, nantinya para pemilih harus membawa 5 surat suara sekaligus ke bilik suara untuk dicoblos. Lima surat suara itu untuk memilih anggota DPRD tingkat kabupaten/kota, anggota DPRD tingkat provinsi, anggota DPR, anggota DPD, serta calon presiden dan wakil presiden.

2. Jumlah Parpol Bertambah

KPU jelaskan pendaftaran Capres dan Cawapres Parpol di kantor KPU, Jumat (3/8). (Foto: Yuana Fatwallah/kumparan)

Jumlah partai politik (parpol) yang berlaga di Pemilu 2019 dibandingkan Pemilu 2014 juga berbeda. Pada Pemilu 2014 lalu, pemilu diikuti oleh 12 parpol nasional dan 3 parpol lokal Aceh.

Sebanyak 12 parpol nasional itu yakni Partai NasDem, PKB, PKS, PDIP, Partai Golkar, Partai Gerindra, Partai Demokrat, PAN, PPP, Partai Hanura, PBB, PKPI. Adapun, 3 parpol lokal Aceh yakni Partai Damai Aceh, Partai Nasional Aceh, dan Partai Aceh.

Sedangkan pada Pemilu 2019 diikuti oleh 16 partai politik nasional ditambah 4 partai politik lokal di Aceh.

Tambahan 4 parpol di tingkat nasional itu merupakan parpol baru yakni Partai Garuda, Partai Berkarya, Partai Solidaritas Indonesia (PSI), dan Partai Perindo. Sementara itu parpol lokal Aceh yang bertahan ikut Pemilu 2019 hanya Partai Aceh, sedangkan tiga lainnya baru yakni Partai SIRA, Partai Daerah Aceh, dan Partai Nangroe Aceh.

3. Presidential Threshold Pakai Hasil Pileg 2014

Ma'ruf Amin, Jokowi, Prabowo, Sandiaga Uno (Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan)

Presidential Threshold ambang atau batas syarat parpol bisa mengusung capres-cawapres pada Pemilu 2019 juga menjadi sesuatu yang baru. Pada Pemilu 2014, Presidential Threshold menggunakan hasil Pileg tiga bulan sebelumnya. Ketentuannya parpol atau koalisi parpol bisa mengusung capres-cawapres apabila memiliki 20 persen kursi di DPR atau 25 persen suara sah nasional.

Sedangkan pada Pemilu 2019, karena penyelenggaraannya serentak, disepakati Presidential Threshold yang digunakan berasal dari hasil Pileg 2014. Besaran Presidential Threshold tidak berubah dari Pemilu 2014.

Isu Presidential Threshold ini sempat menimbulkan pro kontra hingga membuat 4 fraksi di DPR yakni PAN, Gerindra, Demokrat, dan PKS walk out saat rapat paripurna pengesahan UU Pemilu.

Keempat parpol itu beralasan penerapan Presidential Threshold pada Pemilu 2019 tidak tepat, sebab bagaimana mungkin bisa menentukan presidential threshold 20 persen sedangkan belum ada hasil pemilu legislatif. Di 2019, pemilu legislatif dan pemilu presiden digelar di hari yang sama. Sementara PT baru bisa diketahui setelah pemilu legislatif.

Penolakan terhadap Presidential Threshold itu juga membuat beberapa pihak menggugat ketentuan yang termaktub di UU Pemilu tersebut ke MK. Meskipun pada akhirnya MK menolak gugatan itu dan menyatakan ambang batas presiden itu konstitusional.

4. Parliamentary Thresshold Naik Jadi 4 Persen

Rapat Paripurna DPR RI, Selasa (28/8/2018). (Foto: Nicha Muslimawati/kumparan)

Pada Pemilu 2019, persaingan parpol untuk lolos ke DPR akan semakin sengit. Ambang batas parlemen atau parliamentary threshold yang harus dicapai parpol untuk menempatkan kadernya di DPR naik menjadi 4 persen pada Pemilu 2019. Angka itu naik 0,5 persen apabila dibandingkan pada Pileg 2014 sebesar 3,5 persen.

Angka ambang batas parlemen itu selalu naik di setiap pemilu. Pada Pileg 2004 belum ada ketentuan ambang batas parlemen, ketentuan itu baru digunakan pada Pileg 2009 sebesar 2,5 persen dan selanjutnya 3,5 persen pada Pileg 2014. Salah satu tujuan digunakannya ambang batas parlemen yakni untuk menciptakan sistem multipartai yang sederhana.

Adanya ambang batas itu membuat PBB dan PKPI tak lolos pada Pemilu 2014 karena perolehan suaranya tak mencapai 3,5 persen. PBB hanya memperoleh 1,46 persen sedangkan PKPI hanya 0,91 persen.

5. Metode Penghitungan Jumlah Kursi

Petugas KPUD memeriksa kotak suara Pilkada (Foto: ANTARA FOTO/Asep Fathulrahman)

Metode penghitungan jumlah kursi pada Pemilu 2019 juga berbeda dengan Pemilu 2014. Jika Pemilu 2014 memakai metode BPP (Bilangan Pembagi Pemilih) atau Quote Harre dalam menentukan jumlah kursi, maka pemilu kali ini akan menggunakan teknik Sainte Lague untuk menghitung suara.

Metode tersebut diperkenalkan oleh seorang matematikawan asal Perancis bernama Andre Sainte Lague pada tahun 1910. Caranya, parpol yang memenuhi ambang batas parlemen empat persen suaranya akan dibagi dengan bilangan pembagi 1 yang diikuti secara berurutan dengan bilangan ganjil 3,5, 7 dan seterusnya.

Hal itu diatur dalam Pasal 415 ayat (2) UU Pemilu yang berbunyi "Dalam hal penghitungan perolehan kursi DPR, suara sah setiap partai politik yang memenuhi ambang batas perolehan suara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 414 ayat (1) dibagi dengan bilangan pembagi 1 dan diikuti secara berunrtan oleh bilangan ganjil 3, 5, 7, dan seterusnya.

Perwakilan Partai Nasdem tiba di KPU melaporkan Dana Kampanye Pemilu 2019, Minggu (23/9/2018). (Foto: Iqbal Firdaus/kumparan)

Dalam penyelenggaraan Pemilu 2019, juga ada perubahan yakni bertambahnya jumlah maksimal sumbangan dana kampanye. Pada pemilu 2014, sumbangan dari perseorangan maksimal Rp 1 miliar, sedangkan pada Pemilu 2019 dinaikkan menjadi Rp 2,5 miliar.

Sementara, sumbangan dari badan hukum atau korporasi pada Pemilu 2014 paling banyak Rp 7,5 miliar, tetapi pada Pemilu 2019 dinaikkan menjadi Rp 25 miliar. Aturan itu termaktub dalam Pasal 327 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.

7. Penambahan Dapil dan Kursi

Daerah pemilihan (dapil) yang akan menjadi area bagi para caleg untuk berebut kursi DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD kabupaten/kota pada Pemilu 2019 juga berubah. Jumlah dapil pada Pemilu 2019 meningkat dibandingkan jumlah dapil pada Pemilu 2014.

Dalam Pemilu 2019, KPU menetapkan 80 dapil di seluruh Indonesia untuk anggota DPR. Jumlah itu meningkat dari Pemilu 2014 lalu yang hanya 77 dapil di seluruh Indonesia. Penambahan dapil itu terjadi di tiga wilayah yakni Kalimantan Barat, Kalimantan Utara, dan Nusa Tenggara Barat.

Adanya penambahan dapil itu otomatis juga menambah jumlah kursi DPR yang akan diperebutkan oleh para caleg. Pada Pemilu 2019 mendatang, ada 575 kursi yang diperebutkan. Sementara pada Pemilu 2014, kursi di DPR yang diperebutkan yakni 560.

Perubahan dapil dan kursi itu tidak hanya di tingkat DPR. Jumlah dapil untuk perebutan kursi DPRD Provinsi juga berubah. Pada Pemilu 2019, jumlah dapil yang ditetapkan KPU yakni 272 dapil, naik dari Pemilu 2014 yang hanya 259 dapil.

Peningkatan jumlah dapil DPRD Provinsi itu juga membuat jumlah kursi yang akan diperebutkan di 34 provinsi di seluruh Indonesia bertambah menjadi 2.207 kursi. Pada Pemilu 2014, total kursi DPRD yang diperebutkan sebanyak 2.112.

Sementara itu untuk jumlah dapil anggota DPRD Kabupaten/Kota di seluruh Indonesia, KPU menetapkan sebanyak 2.206 dapil pada Pemilu 2019. Jumlah itu meningkat dibandingkan Pemilu 2014 lalu yang hanya 2.102 dapil.

Jumlah kursi DPRD Kabupaten/Kota di seluruh Indonesia yang diperebutkan juga meningkat, dari 16.895 kursi pada Pemilu 2014 menjadi 17.610 kursi pada Pemilu 2019.

Tanggal-Tanggal Penting Pemilu 2019 (Foto: Bagus Permadi/kumparan)

-------------------------

Simak informasi terlengkap dan terdepan seputar Pemilu 2019 hanya di kumparan, dan nantikan kejutannya pada 17 Desember 2018.


Page 2