Sebutkan keunggulan komparatif Indonesia dibandingkan dengan negara lain

Penelitian ini mempunyai tiga tujuan. Pertama, menganalisis keunggulan komparatif Indonesia dan negara-negara Asia Timur (China, Jepang, Hongkong, Korea Selatan, dan Singapura). Kedua, menganalisis dinamika keunggulan komparatif Indonesia dengan negara-negara Asia Timur. Ketiga, menganalisis perdagangan negara-negara Asia Timur di pasar dunia dalam mempengaruhi spesialisasi perdagangan Indonesia. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data perdagangan internasional (ekspor dan impor) dari enam negara di kawasan Asia Timur dengan periode penelitian selama 21 tahun (tahun 1995-2015) yang dipublikasikan oleh United Nations Commodity Trade Statistics Database (UN-COMTRADE) SITC 3-digit Revisi 2 untuk 237 kelompok produk. Hasil analisis menunjukkan bahwa sepanjang periode penelitian tahun 1995, 2005, dan 2015, negara-negara Asia Timur (Indonesia, China, Jepang, Hongkong, Korea Selatan, dan Singapura) berspesialisasi pada kelompok produk yang keunggulan komparatifnya rendah dimana tidak semua kelompok produk yang menjadi keunggulan komparatif dijadikan sebagai spesialisasi perdagangan. Hasil ini diperkuat oleh nilai koefisien skewness tahun 1995-2015 yang bernilai positif yang menunjukkan bahwa selama periode tahun 1995-2015, semua negara Asia Timur dalam penelitian ini (Indonesia, China, Jepang, Hongkong, Korea Selatan dan Singapura) berspesialisasi pada kelompok produk yang mempunyai keunggulan komparatif yang rendah. Ditemukan juga bahwa technology intensive products merupakan klasifikasi produk yang mendominasi keunggulan komparatif dan spesialisasi perdagangan negara-negara Asia Timur. Berdasarkan hasil analisis dinamika keunggulan komparatif negara-negara Asia Timur ditemukan bahwa pada periode tahun 1995-2015, China merupakan negara yang mempunyai keunggulan komparatif paling tinggi dibandingkan negara-negara Asia Timur lainnya (Indonesia, Jepang, Hongkong, Korea Selatan dan Singapura). Berdasarkan hasil perhitungan koefisien Spearman rank correlation antar periode tahun 1995, 2005 dan 2015 di Indonesia, China, Jepang, Hongkong, Korea Selatan, dan Singapura menunjukkan bahwa semua koefisien korelasi nilainya tidak sama dengan nol yang mengindikasikan bahwa dinamika keunggulan komparatif antar periode adalah dinamis (tidak statis). Dinamika keunggulan komparatif Indonesia, China, Jepang, Hongkong, Korea Selatan, dan Singapura pada periode kedua (2005-2015) adalah kurang dinamik (less dynamic) dibandingkan periode pertama (1995-2005). Sementara hasil perhitungan koefisien Spearman rank correlation antar negara menunjukkan bahwa sepanjang periode penelitian tahun 1995-2015 terjadi penurunan nilai koefisien Spearman rank correlation untuk korelasi antara Indonesia-China dan Indonesia-Singapura yang mengindikasikan terjadi divergen. Hal ini menunjukkan bahwa kedua negara mempunyai arah dinamika keunggulan komparatif yang semakin berbeda sehingga persaingan perdagangan antara kedua negara menurun atau hubungan perdagangan bersifat komplemen. Berdasarkan hasil analisis pengaruh perdagangan negara-negara Asia Timur terhadap pola spesialisasi perdagangan Indonesia ditemukan bahwa selama periode tahun 1995-2015, Indonesia mempunyai pola spesialisasi perdagangan yang sama atau saling substitusi dengan China, Korea Selatan, dan Singapura. Sehingga China, Korea Selatan, dan Singapura bersaing di pasar produk yang sama dengan Indonesia. Sementara pola spesialisasi perdagangan Hongkong berbeda dengan Indonesia atau saling komplemen sehingga antara Indonesia dan Hongkong bersaing di pasar produk yang berbeda. Ditemukan juga bahwa ekspor Indonesia ke Jepang, Hongkong, dan Singapura terkonsentrasi pada kelompok produk dimana Indonesia mempunyai keunggulan komparatif. Sementara impor Indonesia dari Korea Selatan terkonsentrasi pada kelompok produk dimana Indonesia tidak mempunyai keunggulan komparatif.

This study has three objectives. First, analyze the comparative advantages of Indonesia and East Asian countries (China, Japan, Hong Kong, South Korea, and Singapore). Second, analyze the comparative advantage dynamics of Indonesia and East Asian countries. Third, analyze the trade of East Asian countries in the world market in influencing Indonesia’s trade specialization. The data used in this study are international trade data (export and import) from six countries in East Asia in the period of 21 years (1995-2015) published by United Nations Commodity Trade Statistics Database (UN-COMTRADE) SITC 3-digit Revision 2 for 237 product groups. The results of the analysis show that throughout the study periods of 1995, 2005, and 2015, East Asian countries (Indonesia, China, Japan, Hong Kong, South Korea, and Singapore) specialize on product groups with low comparative advantage, which not all product groups with comparative advantages become the trade specialization. This result is strengthened by the positive value of skewness coefficient which shows that during the period of 1995-2015, all East Asian countries in the study (Indonesia, China, Japan, Hong Kong, South Korea and Singapore) specialize on product groups with low comparative advantage. It was also found that technology intensive products is a classification of products that dominate the comparative advantage and trade specialization of East Asian countries. Based on the analysis of the comparative advantage dynamics of East Asian countries, it is found that in the period of 1995-2015, China is the country with the highest comparative advantage compared to other East Asian countries (Indonesia, Japan, Hong Kong, South Korea and Singapore). Based on the calculation of Spearman rank correlation coefficient between period of 1995, 2005 and 2015 in Indonesia, China, Japan, Hong Kong, South Korea, and Singapore shows that all correlation coefficient values are not equal to zero which indicates that the dynamics of comparative advantage between periods is dynamic (not static). The dynamics of comparative advantage of Indonesia, China, Japan, Hong Kong, South Korea, and Singapore in the second period (2005-2015) were less dynamic than the first period (1995-2005). While the results of Spearman rank correlation coefficient calculations between countries indicate that during the period of 1995-2015 there was a decrease in Spearman rank correlation coefficient for correlation between Indonesia-China and Indonesia-Singapore indicating divergent. This shows that both countries have a different dynamic direction of comparative advantage, so that the trade competition between the two countries decline or trade relations is complement. Based on the analysis of the effect of East Asia’s trade on Indonesia’s trade specialization, it is found that during the period of 1995-2015, Indonesia has the same pattern of trade specialization or substitution with China, South Korea and Singapore. So China, South Korea, and Singapore compete in the same product market with Indonesia. While Hong Kong's trade specialization pattern is different with Indonesia or complementary, so that Indonesia and Hong Kong compete in different product market. It is also found that Indonesian exports to Japan, Hong Kong and Singapore are concentrated on product groups where Indonesia has a comparative advantage. While Indonesia's imports from South Korea are concentrated on product groups where Indonesia has no comparative advantage.

Kata Kunci : Keunggulan Komparatif, Spesialisasi Perdagangan, RSCA, Distribusi RSCA/ Comparative Advantage, Trade Specialization, RSCA, Distribution of RSCA

KOMPAS.com – Selain teori merkantilisme dan keunggulan mutlak, ada teori lain yang mendasari perdagangan internasional, yaitu teori keunggulan komparatif.

Teori keunggulan komparatif (comparative advantage) dicetuskan oleh David Ricardo. Teori ini merupakan penyempurnaan dari teori keunggulan mutlak yang dicetuskan oleh Adam Smith.

Dalam buku Perdagangan dan Bisnis Internasional (2020) karya Jongkers Tampubolon, meskipun sebuah negara kurang efisien dalam memproduksi kedua komoditas, perdagangan yang menguntungkan antara kedua belah pihak masih bisa dilakukan.

Negara yang kurang efisien akan melakukan spesialisasi dalam produksi dan mengekspor komoditas yang memiliki kerugian absolut yang lebih kecil. Dari komoditas inilah negara tersebut memiliki keunggulan komparatif.

Berlaku sebaliknya, negara tersebut akan mengimpor komoditas yang memiliki kerugian absolut lebih besar.

Baca juga: Teori Merkantilisme

Dari dua hal tersebut memunculkan istilah yang dikenal sebagai Hukum Keunggulan Komparatif. Menurut bukuPerdagangan Internasional (2018) karya Wahono Diphayana, dijelaskan bahwa keunggulan komparatif didasarkan pada dua hal, yaitu:

  • Keunggulan komparatif berdasarkan perbandingan biaya

Teori ini didasarkan pada nilai tenaga kerja yang menyatakan bahwa nilai atau harga suatu produk ditentukan oleh jumlah waktu atau jam kerja yang dibutuhkan untuk memproduksinya.

Menurut teori ini, suatu negara akan memperoleh manfaat dari perdagangan internasional apabila melakukan spesialisasi pada produk yang diproduksi lebih efisien.

Misalnya, lamanya waktu produksi untuk menghasilkan 1 kilogram gula dan 1 meter kain per tenaga kerja di Indonesia dan Malaysia digambarkan dalam Tabel 1.

Baca juga: Teori Keunggulan Mutlak

Tabel 1. Lamanya waktu untuk memproduksi 1 kilogram gula dan 1 meter kain di Indonesia dan Malaysia

Negara Produksi Produksi
1 kilogram gula 1 meter kain
Indonesia 3 hari kerja 4 hari kerja
Malaysia 6 hari kerja 5 hari kerja

Dari Tabel 1, dapat dilihat bahwa Indonesia memiliki keunggulan mutlak dari Malaysia, baik dalam memproduksi gula maupun kain. Jika mengacu pada pandangan Adam Smith, hanya Indonesia yang dapat mengekspor gula dan kain ke Malaysia.

Akan tetapi, menurut David Ricardo, walaupun Indonesia mempunyai keunggulan mutlak pada kedua produk, perdagangan internasional yang menguntungkan kedua belah pihak masih bisa terjadi.

Yakni melalui spesialisasi apabila negara tersebut mempunyai keunggulan komparatif dari segi biaya atau efisiensi dalam bidang tenaga kerja. Perhitungan perbandingan biaya atau efisiensi tenaga kerja dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Perhitungan perbandingan biaya atau efisiensi tenaga kerja antara Indonesia dan Malaysia

Perbandingan biaya 1 kilogram gula 1 meter kain
Indonesia : Malayasia 3/6 hari kerja 4/5 hari kerja
Malaysia : Indonesia 6/3 hari kerja 5/4 hari kerja

Dari Tabel 2, dapat dilihat bahwa tenaga kerja Indonesia lebih efisien dibanding tenaga kerja Malaysia dalam produksi 1 kilogram gula (3/6 hari kerja atau ½ hari) daripada produksi 1 meter kain (4/5 hari kerja).

Baca juga: Pelaku Pasar Modal

Hal tersebut akan mendorong Indonesia melakukan spesialisasi pada produksi gula dan mengkespornya ke Malaysia.

Sebaliknya, tenaga kerja Malaysia ternyata lebih efisien dibanding tenaga kerja Indonesia dalam memproduksi 1 meter kain (5/4 hari kerja) daripada produksi 1 kilogram gula (6/3 hari atau 2 hari).

Hal tersebut akan mendorong Malaysia melalukan spesialisasi pada produksi kain dan mengekspornya ke Indonesia.

  • Keunggulan komparatif berdasarkan perbandingan produksi

Berdasarkan data pada Tabel 1, dapat dihitung produksi gula dan kain per satuan tenaga kerja per hari di Indonesia dan Malaysia, sebagaimana terlihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Produksi gula dan kain per satuan tenaga kerja per hari di Indonesia dan Malaysia

Negara Produksi setiap tenaga kerja per hari Produksi setiap tenaga kerja per hari
Indonesia 1/3 kilogramgula 1/4 meter kain
Malaysia 1/6 kilogram gula 1/5 meter kain

Berdasarkan Tabel 3, selajutnya dilakukan perhitungan perbandingan produksi atau produktivitas tenaga kerja antara Indonesia dan Malaysia. Perhitungan dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Perhitungan perbandingan produksi atau produktivitas tenaga kerja antara Indonesia dan Malaysia

Perbandingan produksi Gula Kain
Indonesia : Malaysia 1/3 : 1/6 = 6/3 1/4 : 1/5 = 5/4
Malaysia : Indonesia 1/6 : 1/3 = 3/6 1/5 : 1/4 = 4/5

Dari Tabel 4, dapat dilihat bahwa tenaga kerja Indonesia lebih produktif dibanding tenaga kerja Malaysia dalam produksi gula (6/3) daripada produksi kain (5/4).

Hal tersebut akan mendorong Indonesia untuk melakukan spesialisasi pada produksi gula dan mengekspor gula ke Malaysia.

Baca juga: Faktor yang Memengaruhi Nilai Tukar

Sebaliknya, tenaga kerja Malaysia lebih produktif dibanding tenaga kerja Indonesia dalam produksi kain (4/5 meter) daripada produksi gula (3/6).

Hal tersebut akan mendorong Malaysia Indonesia untuk melakukan spesialisasi pada produksi kain dan mengekspor kain ke Indonesia.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.