Seseorang yang mematuhi nasihat dan perintah orang tua dan guru akan meraih cita-cita

tirto.id - Guru merupakan orang yang mendidik dan mengajari berbagai ilmu pengetahuan, sehingga kita bisa menjadi orang yang mengerti dan dewasa.

Tidak melihat tingginya pangkat seseorang, mereka tetap berutang budi kepada guru yang telah mendidiknya.

Islam mengajarkan untuk berbakti kepada guru. Guru mengajar manusia untuk beriman, bertakwa, memahami baik dan buruk serta bertanggung jawab di samping mengajarkan ilmu pengetahuan.

Pentingnya Hormat dan Patuh Kepada Guru

Dikutip dari buku Pendidikan Agama dan Budi Pekerti Kelas XI (2014:133), guru adalah orang yang mengetahui ilmu (alim/ulama), dialah orang yang takut kepada Allah SWT.

Firman Allah SWT:

وَمِنَ النَّاسِ وَالدَّوَآبِّ وَالۡاَنۡعَامِ مُخۡتَلِفٌ اَ لۡوَانُهٗ كَذٰلِكَ ؕ اِنَّمَا يَخۡشَى اللّٰهَ مِنۡ عِبَادِهِ الۡعُلَمٰٓؤُا ؕ اِنَّ اللّٰهَ عَزِيۡزٌ غَفُوۡرٌ

Wa minan naasi wadda waaabbi wal an'aami mukhtalifun alwaanuhuu kazalik; innamaa yakhshal laaha min 'ibaadihil 'ulamaaa'; innal laaha 'Aziizun Ghafuur

Artinya: “Dan demikian (pula) di antara manusia, makhluk bergerak yang bernyawa dan hewan-hewan ternak ada yang bermacam-macam warnanya (dan jenisnya). Di antara hamba-hamba Allah yang takut kepada-Nya, hanyalah para ulama. Sungguh, Allah Mahaperkasa, Maha Pengampun." (Q.S. Al-Fathir:28)

Guru adalah pewaris nabi, karena lewat jasa guru, wahyu dan ilmu dari nabi diteruskan kepada manusia.

Imam Al-Ghazali mengistimewakan guru dengan sifat kesucian, kehormatan, dan kedudukan guru setelah para nabi.

Beliau juga menegaskan bahwa seorang yang berilmu dan kemudian bekerja dengan ilmunya itu, maka dialah yang dinamakan besar di bawah kolong langit ini.

Ia adalah ibarat matahari yang menyinari orang lain dan mencahayai dirinya sendiri, ibarat minyak kesturi yang baunya dinikmati orang lain dan ia sendiri pun harum.

Siapa yang berkerja di bidang pendidikan, maka sesungguhnya ia telah memilih pekerjaan yang terhormat dan yang sangat penting, maka hendaknya ia memelihara adab dan sopan satun dalam tugasnya ini.

Di dalam Islam, hormat dan patuh kepada guru sangat ditekankan. Dikarenakan, guru termasuk orang yang mengenalkan kita kepada Allah SWT dan Nabi Muhammad SAW sebagai Rasul-Nya.

Dikutip dari buku Pendidikan Islam dan Budi Pekerti Kelas VII oleh Kementerian Agama RI (2019:195-196), berikut ini keutamaan hormat kepada guru:

    • Berbakti kepada guru merupakan jihad di jalan Allah SWT. Allah SWT akan memberi pahala besar bagi peserta didik yang taat kepada gurunya.
    • Berbakti kepada guru dapat melebur dosa yang telah dilakukan.
    • Berbakti kepada guru akan mendapat kedudukan dan meningkatkan derajat di hadapan Allah SWT.
    • Ketika berbakti kepada guru, Allah SWT akan memperlancarkan rezeki kita.
    • Berbakti kepada guru membuat kita diberikan keberkahan dan kemanfaatan ilmu.
    • Berbakti kepada guru akan membuat iman kita kuat sampai ajal menjemput.
Dikutip laman Rumah Belajar, betapa pentingnya menghormati guru akan membuat kita mendapatkan berbagai keuntungan sebagai berikut:

    • Ilmu yang kita peroleh akan menjadi berkah dalam kehidupan kita.
    • Akan lebih mudah menerima pelajaran yang disampaikannya.
    • Ilmu yang diperoleh dari guru akan menjadi manfaat bagi orang lain.
    • Akan selalu didoakan oleh guru.
    • Akan membawa berkah, memudahkan urusan, dianugerahi nikmat yang lebih dari Allah SWT.
    • Seorang guru tidak selalu di atas muridnya. Ilmu dan kelebihan itu merupakan anugerah. Allah SWT akan memberikan anugerah-Nya kepada orang-orang yang dikehendaki-Nya.

Contoh Hormat dan Patuh Kepada Guru

Hormat dan patuh kepada guru harus diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Baik ketika bertemu di sekolahan maupun di jalan.

Contoh hormat dan patuh kepada guru dapat dilakukan dengan beberapa cara, di antaranya sebagai berikut:

  • Rendah hati, sopan, dan menghargai guru. Mereka adalah orangtua di sekolah.
  • Mengucapkan salam ketika bertemu dengannya.
  • Memerhatikan dan mendengarkannya di dalam maupun di luar kelas.
  • Melaksanakan serta mematuhi perintah dan nasehatnya dengan ikhlas.
Sementara cara yang dapat dilakukan seorang siswa dalam hormat dan patuh terhadap guru, yakni:

  • Menghormati dan memuliakannya, mengikuti nasihatnya.
  • Mengamalkan ilmunya dan membaginya kepada orang lain.
  • Tidak melawan, menipu, dan membuka rahasia guru.
  • Memuliakan keluarga dan sahabat karib guru.
  • Murid harus mengikuti sifat guru yang baik akhlak, tinggi ilmu dan keahlian, berwibawa, santun dan penyayang.
  • Murid harus memuliakan guru dan meyakini ilmunya.
  • Menghormati dan selalu mengenangnya, meskipun sudah wafat.
  • Murid mendoakan keselamatan guru.
  • Menunjukkan rasa terima kasih terhadap ajaran guru.
  • Berlaku sopan ketika berhadapan dengan guru, misalnya; duduk dengan tawadu’, menyimak perkataan guru dan tidak membuat guru mengulangi perkataan.
  • Tidak berpaling atau menoleh tanpa keperluan jelas, terutama saat guru berbicara kepadanya.
  • Berkomunikasi dengan guru secara santun dan lemah-lembut.

Baca juga:

  • Pentingnya Hormat dan Patuh Kepada Orang Tua, Hikmah dan Contohnya
  • Perilaku Ihsan: Dalil dan Contoh Perilakunya Menurut Agama Islam

Baca juga artikel terkait HORMAT KEPADA GURU atau tulisan menarik lainnya Syamsul Dwi Maarif
(tirto.id - sym/tha)


Penulis: Syamsul Dwi Maarif
Editor: Dhita Koesno
Kontributor: Syamsul Dwi Maarif

Subscribe for updates Unsubscribe from updates

Setiap manusia menginginkan untuk menjadi lebih baik dan memiliki sesuatu yang baik adalah fitrah yang diberikan Allah Swt kepada manusia. Setiap hal yang diinginkan pasti akan terpintas di dalam pikiran manusia, akan tetapi kita harus ingat bahwa keinginan tersebut jangan sampai hanya membuat kita berangan-angan bahkan membuang-buang waktu. Dalam surah an-nisâ’ ayat 119 dituliskan bahwa setan berjanji kepada Allah Swt untuk terus menggoda manusia, salah satunya dengan membuat mereka berangan-angan kosong sehingga manusia lalai terhadap perintah Allah Swt . Berangan-angan hanya akan membuang waktu dan hal tersebut merupakan salah satu bentuk godaan setan untuk menyesatkan manusia, oleh karena itu hendaknya kita segera memohon ampun ketika terjebak dalam angan-angan kosong tersebut.

Lalu, jika tidak boleh berangan-angan lantas apakah kita tidak boleh bercita-cita? Tentu saja tidak demikian, karena berangan-angan atau berkhayal berbeda dengan bercita-cita. Cita-cita  adalah hal yang dimiliki oleh semua orang, terutama orang-orang yang memiliki pandangan hidup kedepan, karena dengan cita-cita seseorang akan merasa termotivasi dan memiliki harapan untuk memiliki hidup yang lebih baik. Cita-cita membuat kita melihat kedepan dan merencanakan sesuatu, yang berarti kita melakukan ikhtiar ataupun usaha agar kita dapat mencapai keinginan tersebut. Apa saja yang bisa kita lakukan sebagai orang yang beriman untuk menggapai cita-cita yang diridhai-Nya?

  1. Membuat Rencana dan Menyerahkan Segala Sesuatu Kepada Allah.

Rencana adalah salah satu hal terpenting dalam hidup, orang yang tidak memiliki rencana dapat diibaratkan seperti air yang hanya mengikuti arus, sehingga mudah terombang-ambing dan tak tentu arah. Membuat suatu perencanaan merupakan langkah awal untuk mewujudkan keinginan atau cita-cita, rencana akan membuat kita mengerti langkah apa yang harus kita ambil sepanjang perjalanan berikhtiar.

Berencana adalah tugas manusia sebagai bentuk usaha yang harus dilakukan, namun orang yang beriman tidak hanya sekedar berencana akan tetapi kita perlu menyerahkan segala sesuatu kepada Allah  atau dengan kata lain kita percaya bahwa Allah melihat setiap usaha kita dan pasti memberikan jalan dan hasil yang terbaik, dengan demikian kita telah meningkatkan ketaqwaan kita kepada Allah  dengan terus berusaha dan menyerahkan segala sesuatu kepada-Nya.

  1. Meluruskan dan Memperbaharui Niat.

Sebagai orang yang beriman kita perlu memiliki visi tersendiri yang menjadi pembeda dengan orang-orang yang tidak beriman kepada Allah Swt . Semua orang mengharapkan kehidupan yang baik di dunia melalui cita-cita dan target yang mereka usahakan, akan tetapi orang yang beriman punya nilai tersendiri dalam mengupayakan keinginannya dibandingkan dengan mereka yang tidak beriman. Nilai tersebut terletak pada niat yang dimiliki, orang yang beriman memiliki visi yang lebih tinggi yaitu merasakan kebaikan di dunia hingga di akhirat nanti, oleh karena itu apapun keinginan dan cita-cita yang kita inginkan harus dilandasi oleh niat karena Allah  terlebih dahulu. Niat akan menjadi faktor yang sangat menentukan, jika niat kita sudah dibenahi maka kebaikan yang akan kita dapatkan tidak hanya sampai di dunia saja akan tetapi dapat kita rasakan hingga di akhirat kelak.

Dari Umar, bahwa Rasulullah ` bersabda, “Amal itu tergantung niatnya, dan seseorang hanya mendapatkan sesuai niatnya. Barang siapa yang hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya, dan barang siapa yang hijrahnya karena dunia atau karena wanita yang hendak dinikahinya, maka hijrahnya itu sesuai ke mana ia hijrah.” (H.R. Bukhari, dan Muslim)

Hadits tersebut menunjukkan bahwa apa yang akan kita dapatkan sesuai dengan niat yang kita miliki. Ketika niat kita hanya sebatas menjadi sukses di dunia tanpa melibatkan Allah, maka kenikmatan yang akan kita dapatkan hanya sebatas usia kita di dunia, dan ajal akan datang kapan saja tidak peduli orang tersebut sudah merasakan nikmat dari kesuksesannya atau bahkan masih bersusah payah menitih kesuksesan tersebut. Kita tidak ingin menjadi orang yang merugi di akhirat kelak karena lalai dengan kesenangan duniawi, sehingga setiap kebaikan yang kita raih di dunia ini perlu kita usahakan untuk menjadi penyebab ridha Allah dan memberikan kebaikan di akhirat kelak.

  1. Menyadari Dunia dan Isinya Bersifat Sementara.

Orang yang beriman memiliki kesadaran bahwa segala sesuatu yang dimiliki di dunia ini akan ditinggalkan setelah kematian menjemput. Bahkan orang terkaya di dunia pada akhirnya akan mati dan semua harta kekayaan yang dimiliki tidak berarti lagi bagi jasadnya. Tidak menutup kemungkinan bahwa manusia yang ada di muka bumi memiliki cita-cita tertentu seperti ingin membeli kendaraan dan rumah yang bagus, ingin memiliki usaha yang sukses atau ingin melanjutkan studi ke tingkat yang lebih tinggi. Semua contoh tadi bisa jadi adalah parameter kesuksesan dalam sebuah kehidupan yang sifatnya hanya sementara, namun tidak ada salahnya jika seseorang menginginkan kehidupan yang baik di dunia dengan syarat tetap berprinsip pada ketentuan Allah  seperti firman-Nya dalam surah  al-Qashash ayat 77 yang artinya, “Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan“.(Q.S. al-Qashash [28]: 77)

Ayat ini mengingatkan kita untuk tetap menjadikan akhirat sebagai tujuan utama karena kita diciptakan hanya untuk beribadah kepada Allah, namun di sisi lain kita juga perlu memperhatikan kualitas hidup selama di dunia. Orang yang beriman akan memanfaatkan kebaikan di dunia untuk memperoleh kebaikan di akhirat. Kita bisa membuat hal-hal itu terus memberikan kebaikan meskipun setelah pemiliknya meninggal dunia, yakni dengan kembali meniatkan semuanya sebagai bentuk ibadah dan ketaatan kepada Allah  serta memanfaatkan segala apa yang kita peroleh untuk menolong agama Allah.

  1. Meminta Doa dari Kedua Orang Tua

Orang tua adalah orang terdekat dan orang yang paling pantas untuk kita hormati, terutama seorang ibu. Keridhaan Allah  juga tidak akan terlepas dari keridhaan orangtua, sehingga sudah sepatutnya kita selalu menjalin komunikasi dan memberi tahu kedua orang tua kita megenai hal-hal yang akan kita rencanakan dan usahakan untuk kedepannya. Doa dari orang tua adalah salah satu kunci keberhasilan seseorang, oleh karena itu jangan pernah berjalan sendirian dan melupakan jasa-jasa mereka. Jika kita menanyakan balasan apa yang ingin mereka peroleh dari segala upaya dan jerih payah mereka selama mengurus dan membesarkan kita, maka mereka tidak akan menjawab untuk diberikan materi dan lain sebagainya, namun hal yang sangat mereka inginkan adalah anak yang dibesarkan bisa menjadi orang yang sukses dan bermanfaat bagi orang banyak serta menjadi anak yang dapat menambah timbangan kebaikan dan menyelamatkan mereka di akhirat nanti.

Memiliki berbagai cita-cita adalah cerminan seseorang yang memiliki pandangan hidup kedepan dan punya keinginan untuk menjadi lebih baik, sebagai makhuk yang diciptakan oleh Allah sudah selayaknya kita menyerahkan segala bentuk usaha kita kepada Allah  dan meniatkan semua hal yang kita lakukan di jalan yang benar dan hanya karena Allah . Dengan demikian seseorang tidak hanya akan memperoleh kesuksesan di dunia, namun juga akan memperoleh kehidupan yang baik di akhirat kelak.Wallâhu a’lam.[]

Inesya R. N.

NIM: 15613187

Mahasiswa Prodi Farmasi, FMIPA UII

Mutiara Hikmah

Nabi ` bersabda,

كَتَبَ اللَّهُ مَقَادِيرَ الْخَلاَئِقِ قَبْلَ أَنْ يَخْلُقَ السَّمَوَاتِ وَالأَرْضَ بِخَمْسِينَ أَلْفَ سَنَةٍ

“Allah telah mencatat takdir setiap makhluk sebelum 50.000 tahun sebelum penciptaan langit dan bumi.” (H.R. Muslim no. 2653, dari ‘Abdullah bin ‘Amr bin Ash ‘Ash)