Seseorang yang tidak memiliki kewarganegaraan disebut brainly

KEDUTAAN BESAR REPUBLIK INDONESIA
OTTAWA KANADA

55 Parkdale Avenue, Ottawa, ON K1Y 1E5 Kanada

Kewarganegaraan seseorang merupakan suatu hal yang sangatlah penting. Dalam kearganegaraan ini memegang peranan dalam bidang hukum publik. Dalam hubungan antara negara dan perseoranganlah memperlihatkan betapa pentingnya status kewarganegaraan seseorang. Apakah seseorang termasuk warga negara atau warga asing besar konsekuensinya dalam kehidupan publik ini. Kewarganegaraan merupakan keanggotaan suatu negara, secara sederhana dapat diumpamakan negara merupakan suatu perkumpulan atau organisasi tertentu. Penentuan kewarganegaraan dibagi menjadi 2 yaitu ius soli dan ius sanguinis.Ius soli merupakan kewarganegaraan yang diperoleh seseorang berdasarkan tempat kelahiran sedangkan ius sanguinis merupakan kewarganegaraan yang diperoleh berdasarkan keturunan. Adanya suatu kewarganegaraan merupakan hal yang sangatlah penting karena adanya perlindungan hukum oleh negara terhadap warga negaranya baik yang berada di dalam maupun di luar negeri. Tanpa adanya kewarganegaraan maka seseorang tidak dapat memperoleh perlindungan dari negara. Seseorang yang tidak memiliki kewarganegaraan disebut dengan apatride. Oleh karena itu sebuat status kewarganegaraan sangatlah penting. Adapun tujuan penulisan skripsi ini adalah Untuk mengetahui dan memahami hak-hak apa saja yang diperoleh kembali ketika seseorang mendapatkan kembali status kewarganegaraan yang hilang. Serta Untuk mengetahui dan memahami syarat dan tata cara untuk memperoleh kembali status kewarganegaraan yang hilang. Metode penelitian yang digunakan dalam skripsi ini adalah yuridis normatif. Dengan menggunakan pendekatan undang-undang (statute approach) danpendekatan konseptual (conceptual approach) dan pendekatan kasus (case approach). Bahan hukum yang digunakan adalah bahan hukum primer yaitu dari perundang-undangan yang relevan dengan permasalahan yang dibahas. Bahan hukum sekunder diperoleh dari semua publikasi tentang hukum meliputi buku-buku, dan jurnal-jurnal hukum. Bahan non hukum djperoleh dari laporan-laporan penelitian non hukum dan jurnal-jurnal non hukum sepanjang mempunyai relevansi dengan topik permasalahan yang dibahas. Dari penelitian tersebut, penulis mendapatkan kesimpulan: Status Kewarganegaraan bagi seseorang dalam hal ini masyarakat yang secara umum disebut sebagai warga negara merupakan suatu hal yang sangatlah penting. Terkait dalam hal ini pada dasarnya negara memberikan hak kepada seluruh warga negara dalam segala aspek bidang. Hal ini berdasarkan Ketentuan Pasal 27 sampai dengan Pasal 34 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Hak-hak warga negara yang diberikan oleh negara semata-mata untuk kepentingan dan juga kesejahteraan warga negara, hal ini sejalan dengan tujuan bangsa Indonesia yang tertuang didalam Pembukaan (Preambule) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yang menyatakan bahwa pemerintah negara indonesia melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Terkait dalam hal ini pada dasarnya ketika seseorang kehilangan status kewarganegaraannya dapat mendapatkan kembali status kewarganegaraan Indonesia dengan cara mengajukan permohonan secara Pewarganegaraan dengan mentaati segala prosedur, tata cara serta syarat yang dimaksud dalam Peraturan Perundang-Undangan yang berlaku.Terkait dalam hal ini syarat bagi seseorang untuk dapat mendapatkan kembali status kewarganegaraannya, jika merujuk berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2007 tentang Tata Cara Memperoleh, Kehilangan, Pembatalan, dan Memperoleh Kembali Kewarganegaraan Republik Indonesia, pada Pasal 43 sampai dengan Pasal 47. Adapun saran dari penulis dalam skripsi iniSecara umum Pemahaman orang-orang Indonesia tentang Undang-Undang khususnya Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang kewarganegaraan Republik Indonesia, masih sangat minim dan kemungkinan saja orang dengan status Indonesia melakukan perbuatan yang dapat menghilangkan haknya sebagai warga negara Indonesia. Untuk itu sosialisasi akan Undang-Undang khususnya undang-Undang kewarganegaraan harus lebih ditingkatkan. Mengingat status kewarganegaraan merupakan suatu hal yang bersifat mendasar bagi seorang warga negara. Bagi Para pihak yang berkaitan dengan pelaksana atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia, Sebagai bentuk tanggung jawab negara terhadap hak asasi seseorang yang tercantum dalam konstitusi, yakni Pasal 28 D ayat (4) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 bahwa status kewarganegaraan adalah hak setiap orang, maka pemulihan kembali status kewarganegaraan Indonesia atas seseorang harus segera mungkin dilakukan.

Seseorang yang tidak memiliki kewarganegaraan disebut brainly

Seseorang tanpa kewarganegaraan adalah seseorang yang tidak memiliki kewarganegaraan di Negara manapun.

Di Indonesia, meskipun sulit mengidentifikasi jumlah dan lokasi dari orang – orang stateless, melalui review dibelakang meja dan diskusi dengan para LSM, akademia, instansi pemerintah dan populasi tanpa kewarganegaraan (melalui aktivitas penilaian partisipatoris) dapat diketahui bahwa keadaan tanpa kewarganegaraan dialami oleh orang – orang dibawah ini:

  • Etnis Indonesia Cina yang tidak memiliki dokumen untuk membuktikan kewarganegaraan Indonesia, karena status kewarganegaraannya tercatat secara salah dalam dokumen registrasi sipil mereka dan mereka yang tidak dikenal sebagai warga negara Cina maupun Indonesia.
  • Etnis Arab dan India yang tidak memiliki dokumen untuk membuktikan kewarganegaraan mereka atau status kewarganegaraan mereka tercatat secara salah dalam dokumen registrasi sipil mereka.
  • Pekerja migran Indonesia yang kehilangan kewarganegaraannya berdasarkan Undang – undang tahun 1958 tentang ketentuan tinggal di luar negeri yang diperpanjang dan tidak dapat memperoleh kewarganegaraan berdasarkan Undang – undang tahun 2006.
  • Sejumlah kecil orang Indonesia yang diasingkan keluar Indonesia karena pada saat ia terkait konflik politik di tahun 1965 dan menjadi tanpa kewarganegaraan.
  • Orang lainnya yang menjadi stateless karena tergolong sebagai migrant tanpa dokumen dari Cina, yang telah lama tinggal di Indonesia. Kelompok ini bermigrasi ke Indonesia tapi tidak memiliki kewarganegaraan Indonesia karena mereka tidak lahir di Indonesia.

Baik Kementrian Dalam Negeri maupun Kementrian Hukum dan HAM, dengan bantuan komunitas sipil di Indonesia telah mengambil langkah – langkah penting untuk mengatasi masalah statelessness di Indonesia. Undang – undang Kewarganegaraan 2006 yang baru memungkinkan akuisisi atau penerimaan kewarganegaraan dan penerimaaan kembali kewarganegaraan bagi orang – orang tanpa kewarganegaraan.

UNHCR telah mengembangkan kerjasama dengan berbagai kementrian dan instansi pemerintah yang relevan, dengan LSM, beberapa badan PBB lainnya (UNFPA, UNICEF) dan komunitas sipil, untuk melakukan pertemuan dan diskusi individual untuk menentukan langkah – langkah yang perlu diambil untuk mengidentifikasi, mengurangi dan mencegah keadaan tanpa kewarganegaraan, serta untuk memastikan perlindungan bagi orang – orang yang tidak memiliki kewarganegaraan. Lebih jauh lagi, UNHCR juga berharap agar upaya yang telah dilakukan pemerintah untuk mengurangi statelessness di Indonesia, dapat memfasilitasi peratifikasian Konvensi 1961 tentang Pengurangan Keadaan tanpa Kewarganegaraan dalam waktu yang tidak terlalu lama lagi.

Jakarta -

Setiap orang memiliki kewarganegaraan yang berbeda-beda. Secara singkat, status kewarganegaraan dikenal dengan beberapa istilah, seperti apatride atau bipatride.

Apa Itu Apatride dan Bipatride?

Apatride adalah istilah untuk orang-orang yang tidak memiliki kewarganegaraan. Sedangkan Bipatride adalah istilah untuk orang-orang yang memiliki kewarganegaraan ganda (dua).

Bahkan juga ada istilah multipatride atau yang lebih dikenal dengan orang yang memiliki kewarganegaraan banyak (lebih dari satu).

Penentuan kewarganegaraan sendiri berdasarkan dari dua asas, yaitu asas ius soli dan asas ius sanguinis. Ius sendiri berarti hukum atau dalil. Sedangkan Soli berasal dari Kota Solum yang artinya tanah. Sanguinis berasal dari kata sanguis yang berarti darah.

1. Asas ius soli adalah asas yang menyatakan bahwa kewarganegaraan seseorang ditentukan dari tempat di mana orang tersebut dilahirkan.

2. Asas ius sanguinis adalah asas yang menyatakan bahwa kewarganegaraan seseorang ditentukan berdasar keturunan dari orang tersebut.

Penentuan kewarganegaraan juga dapat didasarkan pada aspek perkawinan yang mencakup asas kesatuan hukum dan asas persamaan derajat.

a. Asas persamaan hukum didasarkan pandangan bahwa suami istri adalah suatu ikatan yang tidak terpecah sebagai inti dari masyarakat. Dengan asas ini diusahakan status kewarganegaraan suami dan istri adalah sama dan satu.

b. Asas persamaan derajat berasumsi bahwa suatu perkawinan tidak menyebabkan perubahan status kewarganegaraan suami dan istri. Keduanya memiliki hak yang sama untuk menentukan sendiri kewarganegaraannya.

  • Contoh Apatride dan Bipatride

Berikut adalah contoh Apatride dan Bipatride yang dikutip dari buku Pendidikan Kewarganegaraan karya Rosmawati:

Contoh munculnya apatride:

Seorang bayi lahir di negara A yang menganut asas ius sanguinis. Bayi tersebut adalah anak dari pasangan suami istri yang berkewarganegaraan B di mana B menganut asas ius soli. Dengan demikian si bayi akan menjadi apatride.

Ia tidak memperoleh kewarganegaraan A sebab ia bukan keturunan orang yang berkewarganegaraan A. Bayi itu juga tidak berkewarganegaraan B sebab ia lahir di luar wilayah negara B.

Contohnya munculnya bipatride:

Seseprang bayi lahir di negara C yang menganut asas ius soli. Bayi tersebut adalah anak dari pasangan suami istri yang berkewarganegaraan D di mana D menganut asas ius sanguinis. Dengan demikian si bayi menjadi bipatride.

Orang yang berstatus apatride atau bipatride dapat menimbulkan masalah dalam suatu negara. Orang Apatride akan mempersulit orang tersebut menjadi penduduk negara.

Ia dianggap sebagai orang asing yang hak dan kewajibannya terbatas dibanding warga negara atau penduduk.

Orang Bipatride dapat mengacaukan keadaan kependudukan di antara dua negara.

Demikianlah penjelasan mengenai apatride dan ipatride. Apakah detikers sudah memahaminya?

Simak Video "Belanja Negara RI 2023 Rp 2.979 T, Pendapatan Rp 2.382 T"


[Gambas:Video 20detik]
(atj/pay)