Setiap hari jumat, khairina selalu pergi ke masjid dan melaksanakan salat jumat. hukumnya adalah

  1. Hai orang-orang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat Jum’at, maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli, yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.
  2. Apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung.
  3. Dan apabila mereka melihat perniagaan atau permainan, mereka bubar untuk menuju kepadanya dan mereka tinggalkan kamu sedang berdiri (berkhutbah). Katakanlah: “Apa yang di sisi Allah lebih baik daripada permainan dan perniagaan”, dan Allah sebaik-baik pemberi rezki. (Qs. al-Jumu’ah, 62: 9-11)

Shalat Jum’at adalah ibadah shalat yang dikerjakan di hari Jum’at, pada waktu shalat dhuhur, dua rakaat secara berjamaah dan dilaksanakan setelah khutbah. Perintah shalat Jum’at disampaikan secara langsung didalam al-Qur’an surat al-Jumuah, sebagaimana dituliskan di atas. Maksud dari ayat “bersegeralah kamu mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli”, adalah jika sudah diseru adzan untuk shalat Jum’at maka tinggalkanlah segala pekerjaan dan kesibukan, untuk melaksanakan shalat Jum’at.

Shalat Jum’at wajib bagi muslim laki-laki, kecuali yang mendapati halangan yang membatalkan kewajiban seperti karena sakit (sakit berat, yang tidak memungkinkan pergi ke masjid) atau bepergian (di/ke tempat yang susah menemukan masjid untuk berjamaah shalat Jum’at).

Wanita tidak wajib shalat Jum’at. Bagi wanita usia lanjut kalau tidak memberatkan dirinya akan lebih baik menjalankan shalat Jum’at, karena akan mendapat tambahan pengetahuan dari isi khutbah. Anak-anak (laki-laki) jika dapat dijaga sehingga tidak menimbulkan suara ramai, akan lebih baik pergi shalat Jum’at karena akan belajar menjadi terbiasa pergi ke masjid dan mendengarkan khutbah.

Demikian juga, di sekolah-sekolah dasar yang biasa mewajibkan murid-muridnya untuk shalat dhuhur berjamaah dan shalat Jum’at, baik dilakukan untuk pendidikan anak-anak tersebut.

Dari Thoriq bin Syihab ra. dari Nabi SAW bersabda: “Jumat itu kewajiban atas setiap Muslim dalam jamaah kecuali empat golongan, yaitu: hamba sahaya, wanita, anak-anak dan orang yang sakit”. (HR. Abu Dawud) (Adzahabi dalam Talkhis berkata: hadis ini shahih).

Diantara halangan yang membolehkan seorang muslim meninggalkan shalat Jum’at adalah cuaca yang sangat dingin dan hujan, berdasarkan hadis Ibnu Abbas bahwa dia berkata kepada Muadzinnya pada saat hujan lebat, “Jika engkau telah mengucapkan “Asyhadu alla ilaha illa-Allah, asyhadu anna Muhammadarrasulullah”maka janganlah ucapkan: Hayya ‘alash shalah, tapi ucapkanlah: Shallu fi buyutikum (shalatlah dirumah kalian)”. Sepertinya orang-orang mengingkari hal itu, maka Ibnu Abbas mengatakan, “Apakah kalian heran dengan hal itu? Sesungguhnya hal itu telah dilakukan oleh orang yang lebih baik dibandingkan diriku. Sesungguhnya shalat Jum’at itu azimah (kewajiban yang harus dilakukan), dan aku tidak suka kalian keluar lalu berjalan di jalan yang becek dan licin”.

Juga orang yang tidak berkewajiban melaksanakan shalat Jumat adalah musafir, berdasarkan riwayat dari Jabir bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Barang siapa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir, maka ia wajib melaksanakan shalat jumat pada hari jumat kecuali orang sakit, musafir, wanita, anak-anak dan hamba sahaya”. (Hasan dengan beberapa riwayat pendukung, diriwayatkan oleh ad-Daruquthni (II/3) dan Ibnu Adi dalam al-Kamil (VI/2425), lihat Irwa’ (III/57)

Tatacara Shalat Jum’at

Sebelum berangkat ke masjid untuk shalat Jum’at, mandi dan menggosok gigi, kemudian memakai pakaian yang paling baik dan bersih, memakai wangi-wangian. Menjelang waktu dhuhur, para jamaah berdatangan ke masjid, kemudian shalat tahiyatul masjid dan shalat sunnah sekehendaknya (jumlah rakaatnya tidak ditentukan melainkan sesuai dengan kemampuan masing-masing). Atau, duduk sambil menunggu imam (khatib) naik ke mimbar. Khatib naik ke mimbar dan mengucapkan salam lalu duduk. Kemudian dikumandangkan adzan, setelah selesai adzan lalu khatib berdiri untuk memulai khutbah. Setelah khutbah selesai, lalu dikumandangkan iqamah, dan selanjutnya imam memimpin shalat jamaah Jum’at dua rakaat dengan bacaan yang keras (jahr) seperti imam memimpin shalat Maghrib, Isya’ dan Shubuh.

Dari Abu Said al Khudriyy ra. dari Nabi SAW bersabda: “Atas seorang muslim mandilah pada hari Jum’at dan memakai baju yang paling bagus jika ia mempunyai minyak wangi hendaklah ia pakai”. (HR. Ahmad dan Bukhari Muslim)

Dari Abu Ayyub berkata: aku mendengar Rasulullah SAW bersabda: Barangsiapa mandi pada hari Jumat, mengenakan wangi-wangian bila ada, memakai pakaian yang terbaik, kemudian keluar dengan tenang sehingga sampai ke masjid, lalu shalat seberapa menurut kehendaknya dan tidak mengganggu seseorang, kemudian berdiam diri sambil memperhatikan kepada khutbah imam sejak ia dating hingga berdiri shalat maka perbuatannya yang sedemikian itu menjadi pembebas dosanya selama antara Jum’ah hari itu dengan hari Jum’ah berikutnya. (HR. Ahmad)

Selanjutnya akan dipaparkan sejumlah hal yang sering menjadi pertanyaan terkait dengan shalat Jum’at.

 
Shalat Dhuhur Gantinya Shalat Jum’at

Tanya: Benarkah shalat Dhuhur sebagai ganti kalau seseorang berhalangan shalat Jum’at atau bagi orang yang tidak diwajibkan shalat Jum’at?

Jawab: Sejauh ini belum ditemukan baik ayat al-Qur’an maupun al-hadits yang secara langsung menjelaskan tentang shalat apa yang harus ditunaikan oleh orang-orang yang tidak menghadiri shalat Jum’at berjamaah.

Jika ada orang berhalangan melakukan shalat Jum’at maka dikembalikan kepada hukum asal. Karena sebelum diwajibkan shalat Jum’at berjamaah, yang diwajibkan adalah shalat Dhuhur empat rakaat, maka bagi yang tidak menunaikan shalat Jum’ah berjamaah karena ada halangan syara’ atau tidak diwajibkan (bagi perempuan), maka mereka harus menunaikan shalat dhuhur empat rakaat.

Shalat Sunat pada Hari Jum’at

Tanya: Saya melihat orang shalat sunat dua rakaat berulang kali sebelum shalat jum’at dimulai. Shalat sunat apakah yang dikerjakan orang tersebut?

Jawab: Untuk menjawab pertanyaan ini, perhatikan beberapa hadits berikut. “Dari Uqbah bin Amir ra berkata, Nabi SAR bersabda: Tak seorangpun yang berwudhu dengan baik, kemudian shalat dua rakaat, ia hadapi dengan jiwa dan wajahnya, kecuali wajib baginya surga”. (HR Muslim, Abu Dawud, Ibnu Majah dan Ibnu Khuzaimah dalam Kitab Shahihnya).

“Dari Abu Qatadah, Rasulullah SAW bersabda: Bila salah seorang dari kamu masuk masjid jangan duduk lebih dahulu sebelum shalat dua rakaat” (HR al-Bukhari dan Muslim)

“Dari Jabir RA berkata, seorang laki-laki pada hari Jum’at masuk masjid dan Nabi sedang khutbah, Nabi bertanya: Engkau sudah shalat? Laki-laki itu menjawab: Belum. Nabi bersabda: “Shalatlah dua rakaat.” (HR al-Jamaah)

Dari hadits di atas dapat disimpulkan bila orang shalat dua rakaat berulang-ulang ketika masuk masjid pada hari Jum’at, mungkin ia shalat sunat wudlu (ba’dal wudhu) karena sebelum masuk masjid ia berwudhu lebih dahulu, kemudian ia shalat sunat tahiyatul masjid, karena ia baru saja masuk masjid.

Selain itu, ada pula shalat sunat mutlaq (ada yang menyebut shalatul intizar -menunggu waktu) yang bisa dikerjakan seberapa saja kita mampu, sesuai dengan HR Muslim dari Abu Hurairah, yang disebutkan dalam HPT tentang Shalat Jum’at.

Shalat Sunnah Saat Khatib Berkhutbah

Tanya: sewaktu khatib sudah naik mimbar berkhutbah, jamaah diwajibkan menyimak khutbah dengan sungguh-sungguh. Tetapi ada jamaah yang baru saja masuk dan melakukan shalat sunat. Mana yang lebih kuat hukumnya, ia segera duduk mendengar khutbah, atau shalat sunat?

Jawab: Ada beberapa hadits terkait masalah ini. Hadis dari Abi Sai’id yang berbunyi: Seseorang masuk masjid pada hari Jum’at dan Rasulullah berada di atas mimbar sedang memberi khutbah, Rasul memerintahkan kepada orang tersebut untuk melakukan shalat dua rakaat” (HR lima orang ahli hadis kecuali Abu Dawud)

Bagi yang keberatan dengan shalat sunat tahiyatul masjid semacam ini menganggap bahwa hadis itu dzahirnya bertentangan dengan Qs al-A’raf/7: 204:

 وَإِذَا قُرِئَ ٱلۡقُرۡءَانُ فَٱسۡتَمِعُواْ لَهُ ۥ وَأَنصِتُواْ لَعَلَّكُمۡ تُرۡحَمُونَ

Dan apabila al-Qur’an itu dibaca dengarkan dan diamlah kamu, mudah-mudahan kamu diberi rahmat (QS al-A’raf 204)

Juga dianggap bertentangan dengan sabda Nabi: “Jika kamu berkata kepada sahabatmu “diam” (sewaktu khatib berkhutbah), maka sesungguhnya engkau telah berbuat sia-sia” (HR al-Bukhari).

Kesimpulannya, kami berpendapat lebih kuat yang melakukan shalat tahiyatul masjid. Sebab, surat al-A’raf 204 tersebut bermakna apabila dibacakan ayat-ayat al-Qur’an maka dengarkanlah, sementara yang harus diingat bahwa khutbah itu bukan al-Qur’an. Selain itu, hadis larangan berbicara dengan sesama jamaah Jum’at, itu bukan dalam konteks berbicara di dalam shalat (membaca bacaan shalat). Dianjurkan untuk shalat tahiyatul masjid dengan bacaan pelan dan rakaat yang ringan, sehingga masih memungkinkan mendengarkan khutbah.

Shalat Sunat sesudah Shalat Jum’at

Tanya: Bagaimana melaksanakan shalat sunat empat rakaat atau dua rakaat sesudah shalat Jum’at?

Jawab: Shalat sunat empat rakaat atau dua rakaat sesudah shalat Jum’at dikerjakan berdasarkan tuntunan hadits, antara lain:

“Dari Abu Hurairah, diriwayatkan dari Nabi SAW bersabda: “Apabila salah satu dari kamu telah selesai mengerjakan shalat Jum’at maka hendaklah shalat sunat empat rakaat sesudahnya” (HR Jamaah kecuali Bukhari).

Hadis riwayat Muslim, Abu Dawud At-Tirmidzi, berdasarkan lafadh Abu Dawud dan At-Tirmidzi sabda Nabi berbunyi: “Barangsiapa sesudah shalat Jum’at maka lakukan shalat empat rakaat.” (HR Muslim, Abu Dawud dan At-Tirmidzi)

“Dari Ibnu Umar RA ia menerangkan bahwa Nabi SAW sehabis shalat Jum’at lalu shalat sunat dua rakaat di rumahnya” (HR Jama’ah, dari Ibnu Umar)

Dua hadis tentang shalat sunat empat rakaat tidak diterangkan bahwa empat rekaat itu dipisahkan melakukannya menjadi dua rakaat sua rakaat. Karena itu kita amalkan keumuman hadis tersebut dengan empat rakaat itu sekaligus. Apakah shalat itu dilakukan di Masjid atau di rumah, juga tidak disebutkan, maka menjadi mutlaq, dapat di masjid dan dapat di rumah.

Kesimpulannya, dalam pengamalan, agar tidak terjadi ta’arudl (pertentangan) maka dilakukan pengumpulan pemahaman kedua pengertian hadis-hadis tersebut sebagai berikut: pertama, pengamalan shalat sunat sesudah shalat Jum’at empat rakaat dilakukan di masjid. Kedua, pengamalan shalat sunat sesudah shalat Jum’at dua rakaat dilakukan di rumah.

(Tim Redaksi)

Sumber Artikel : http://tuntunanislam.id

Hits: 472