Siapa saja tokoh antagonis protagonis yang terdapat dalam novel trilogi Ronggeng Dukuh Paruk

ANALISIS NOVEL RONGGENG DUKUH PARUK

Oleh

Nama  : Rike Andani

NIM  : 16017012

PRODI SASTRA INDONESIA

JURUSAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA DAN DAERAH

FAKULTAS BAHASA DAN SENI

UNIVERSITAS NEGERI PADANG

MENGANALISIS RONGGENG DUKUH PARUK

1.      Unsur Intrinsik

A.    TEMA

Tema dari novel Ronggeng Dukuh Paruk adalah seorang ronggeng yang hidup di sebuah desa yang sangat kental dengan kepercayaan terhadap leluhur, serta masyarakat yang sangat taat akan hukum adat, dengan krisis ekonomi yang sangat menyedihkan.

            Hal ini dapat dilihat dari kutipan novel Ronggeng Dukuh Paruk, yakni sebagai berikut:

            Hanya Sakarya yang cepat tanggap. Kakek Srintil itu percaya penuh roh Ki Secamenggala telah merasuki tubuh Kartareja dan ingin bertayub. Maka Sakarya cepat berseru,

            “Pukul kembali gendang dan calung, Ki Secamenggala ingin bertayub. Srintil ayo menari lagi. Layani Ki Secamenggala.” [Ronggeng Dukuh Paruk: 47].

B.     LATAR

1.      Latar Tempat

Latar utama dari novel ini adalah di sebuah pedukuhan yang bernama Dukuh Paruk. Hal ini dapat dilihat karena banyaknya latar tempat yang terjadi di Dukuh Paruk pada novel ini. Latar tempat ini dapat dilihat dari kutipan berikut:

Dua puluh tiga rumah berada di Pedukuhan itu, dihuni oleh orang-orang seketurunan. Konon, moyang semua orang Dukuh Paruk adalah Ki Secamenggala, seorang bromocorah yang sengaja mencari tempat paling sunyi sebagai tempat menghabiskan riwayat keberandalnnya. Di Dukuh Paruk inilah akhirnya Ki Secamenggala menitipkan darah dagingnya. [Ronggeng Dukuh Paruk: 10].

Selain latar utama, juga terdapat latar pendukung dari novel ini, yaitu:

a.      Di tepi kampung

Pada latar tempat ini merupakan tempat terjadinya kegiatan yang dilakukan oleh Rasus dan dua orang temannya yang ingin mencabut singkong. Hal ini dapat dilihat dari kutipan berikut:

Di tepi kampung, tiga anak laki-laki sedang bersusah payah mencabut sebatang singkong. [Ronggeng Dukuh Paruk: 10].

b.      Di bawah pohon nangka

Pada latar ini merupakan tempat terjadinya kegiatan Srintil yang sedang membuat sebuah mahkota dari daun nagka sambil berdendang, dan kemudian Rasus dan dua temannya melihat Srintil, lalu datang menghampiri Srintil. Kemudian mereka bermain bersama, Srintil menari sementara Rasus dan teman-temannya memainkan musik dengan memukul paha maupun dengan cara bersiul. Latar tempat ini dapat dilihat dari kutipan berikut:

Di bawah pohon nangka itu mereka melihat Srintil sedang asyik bermain seorang diri. [Ronggeng Dukuh Paruk: 11].

c.       Di balik onggokan singkong

Latar ini merupakan tempat dimana Rasus menjualkan singkong milik majikannya di Pasar Dawuan. Hal ini dapat dilihat dari kutipan berikut:

Di sarangku, di balik onggokan singkong itu, aku masih mengenangkan Srintil. [Ronggeng Dukuh Paruk: 84].

d.      Di hutan

Latar ini merupakan tempat dimana Sersan Slamet beserta bawahannya dan juga Rasus berburu binatang yang akan dijadikan sebagai persedian makanan. Hal ini dapat dilihat dari kutipan berikut:

Sampai dihutan, perburuan langsung dimulai. [Ronggeng Dukuh Paruk: 95].

e.       Di bukit pekuburan Dukuh Paruk

Latar ini merupakan tempat berlangsungnya Srintil merenungi akan kehidupannya saat itu. Hal ini dapat dilihat dari kutipan berikut:

Kelengangan pekuburan Dukuh Paruk menjadi ibu bagi seorang anak yang ingin memahami apa yang sedang melintas dalam hidupnya. [Ronggeng Dukuh Paruk: 119].

f.       Di sebuah warung di Pasar Dawuan

Latar ini merupakan tempat dimana Srintil mencoba untuk beristirahat setelah berjalan menjauh dari Dukuh Paruk. Hal ini dapat dilihat dari kutipan berikut:

“Yu, aku sangat ngantuk. Aku mau tidur di sini barang sebenta. Boleh kan?” kata Srintil sambl merebahkan diri. [Ronggeng Dukuh Paruk: 126].

g.      Di rumah Tarim di Kampung Laut

Latar ini merupakan tempat dimana Marsusi mencoba meminta bantuan Tarim untuk membalaskan rasa sakit hatinya terhadap Srintil. Hal ini dapat dilihat dari kutipan berikut:

“Silakan beristirahat dulu,” kata Tarim sambil menunjuk kamar yang dimaksud. [Ronggeng Dukuh Paruk: 170].

h.      Di lapangan sepak bola dekat kantor Kecamatan

Latar ini merupakan tempat digelarnya acara Agustusan, dimana Srintil memulai untuk menari ronggeng lagi. Hal ini dapat dilihat dari kutipan berikut:

Malam itu semangat kota Kecil Dawuan berpusat di lapangan sepak bola dekat kantor Kecamatan. Sebuah panggung yang lebar, setinggi satu meter didirikan orang pada salah satu sudutnya. [Ronggeng Dukuh Paruk: 184].

i.        Di rumah Srintil

Latar ini merupakan tempat dimana Sentika mencoba menyampaikan maksudnya untuk meminta Srintil menari ronggeng di rumahnya Alaswangkal serta meminta Srintil untuk menjadi seorang gowok untuk putra semata wayangnya. Hal ini dapat dilihat dari kutipan berikut:

“Lha iya. Dari jauh aku datang kemari karena aku mempunyai kepentingan”. [Ronggeng Dukuh Paruk: 200].

j.        Di rumah Sentika

Latar ini merupakan tempat dimana Srintil dan rombongannya yang datang dari Dukuh Paruk tiba di rumah Sentika di Alaswangkal. Hal ini dapat dilihat dari kutipan berikut:

Ketika langkah Srintil sampai di bawah pohon sawo di tengah halaman hatinya berbisik: inilah rumah yang sebenar-benarnya rumah. [Ronggeng Dukuh Paruk: 208].

k.      Di gardu jaga

Latar ini merupakan tempat dimana Rasus bermenung memikirkan bahwa dirinya harus pulang ke Dukuh Paruk untuk melihat neneknya. Hal ini dapat dilihat dari kutipan berikut:

Di balik bayang-bayang gardu jaga itu Rasus masih termenung. Lalu sebuah truk datang, berhenti di depan gardu. [Ronggeng Dukuh Paruk: 249].

l.        Di penjara kota Eling-eling

Latar ini merupakan tempat dimana Rasus mencoba untuk bertemu dengan Srintil yang ditahan di sebuah ruangan kecil berpagar besi. Hal ini dapat dilihat dari kutipan berikut:

“Saya siap menerima hukum apapun, karena saya datang kemari untuk melihat seorang tahanan.” [Ronggeng Dukuh Paruk: 267].

m.    Di hutan jati

Latar ini merupakan tempat dimana Srintil mencoba kabur dari Marsusi yang mengejar Srintil. Hal ini dapat dilihat dari kutipan berikut:

Srintil merasa heran ketika menyadari dirinya sedang duduk tanpa teman di tengah hutan jati. [Ronggeng Dukuh Paruk: 299].

n.      Di balai desa

Latar ini merupakan tempat dimana Srintil diminta oleh Lurah Pecikalan untuk datang ke balai desa perihal membahas mengenai ganti rugi tanah Goder. Hal ini dapat dilihat dari kutipan berikut:

“Jangan menangis, Nak. Kamu aka memakai baju baru dan bersamaku akan pergi ke balai desa.” [Ronggeng Dukuh Paruk: 323].

2.      Latar Waktu

Latar waktu yang tergambar pada novel Ronggeng Dukuh Paruk ini diantaranya, yaitu:

a.      Pada tahun 1946

Pada tahun ini merupakan awal dimana seorang Santayib yang merupakan ayah Srintil diceritakan dalam novel ini. Ayah Srintil adalah seorang pembuat tempe yang sudah lama memenuhi kebutuhan orang Dukuh Paruk mengenai tempe itu. Hal ini dapat dilihat dari kutipan berikut:

Seandainya ada seorang di Dukuh Paruk yang pernah bersekolah, dia dapat mengira-ngira saat itu hampir pukul dua belas tengah malam, tahun 1946. Semua penghuni pendukuh itu telah tidur pulas, kecuali Santayib, ayah Srintil. [Ronggeng Dukuh Paruk: 21].

b.      Pada tahun 1960

Dimana pada tahun ini kecamatan Dawuan tidak aman. Di kecamatan ini banyak terjadi perampokan, kekerasan senjata, bahkan pembunuhan. Hal ini dapat dilihat dari kutipan berikut:

Tahun 1960 wilayah kecamatan Dawuan tidak aman. [Ronggeng Dukuh Paruk: 90].

c.       Pada pagi hari

Pada latar waktu ini Sersan Slamet berkata kepada bawahannya dan juga Rasus untuk bersiap-siap untuk pergi ke hutan. Hal ini dapat dilihat dari kutipan berikut:

Suatu pagi ku dengar Sersan Slamet berkata kepada bawahnnya. Bahkan aku pun di panggilnya mendekat. [Ronggeng Dukuh Paruk: 94].

d.      Menjelang tengah hari

Pada waktu ini terjadi kegemparan di Dukuh Paruk, dimana banyak yang terkena racun, karena memakan tempe bongkrek buatan Santayib. Dimana seorang anak berlari-lari dari sawah, sambil memegangi perut. Hal ini dapat dilihat dari kutipan berikut:

Namun semuanya berubah menjelang tengah hari. Seorang anak berlari-lari dari sawah sambil memegangi perut. [Ronggeng Dukuh Paruk: 24].

e.       Pada Sore hari

Pada waktu ini merupakan waktu istirahat, bermain, dan juga bersantai bagi para pekerja di pasar Dawuan yang tidak mungkin setiap hari membawa dagangannya pulang-balik. Hal ini dapat dilihat dari kutipan berikut:

Pada sore hari banyak los berisi orang yang menggelar tikar, tidur, berleha-leha atau duduk berkeliling bermain kartu. Udara panas membuat orang-orang kehilangan gairah bekerja. Mereka mengharapkan suasana yang santai. [Ronggeng Dukuh Paruk: 128].

f.       Pada malam hari

Pada waktu ini anak-anak Dukuh Paruk tidak ada yang keluar halaman. Setelah selesai makan nasi geplek, anak-anak lebih senang tidur diatas balai-balai bambu. Hal ini dapat dilihat dari kutipan berikut:

Jadi pada malam yang bening itu, tak ada anak Dukuh Paruk yang keluar halaman. [Ronggeng Dukuh Paruk: 15].

g.      Pada tahun 1964

Dimana pada tahun ini tak ada yang begitu berubah di Dukuh Paruk, mereka tetap tegak dan makin gagah dengan seorang ronggeng yang berusia sembilan belas tahun, hanya sedikit perubahan kecil yang terjadi, yaitu pada kehidupan Srintil, Sakarya, dan Kartareja yang rumahnya semakin bagus. Namun selebihnya masih sama dari generasi ke generasi dengan sistem ekonomi yang sangat menyedihkan. Hal ini dapat dilihat dari kutipan berikut:

Pada tahun 1964 itu Dukuh Paruk tetap cabul, sakit, dan bodoh.perubahan kecil hanya menyangkut Srintil, Sakarya dan Karteraja. Rumah berkapur, bahkan berjendela kaca. [Ronggeng Dukuh Paruk: 227].

h.      Pada Februari 1966

Dimana pada tahun ini kasus kekerasan senjata, pembakaran rumah, dan kekerasan masih berlanjut. Tak ada satu pun orang yang berani keluar setelah matahari terbenam, kecuali polisi, tentara, dan para militer. Hal ini dapat dilihat dari kutipan berikut:

Tengah malam Februari 1966 di sebah kota kecil di sudut tenggara Jawa Tengah. Kegelapan yang mencekam telah berlangsung setengah tahun lamanya. [Ronggeng Dukuh Paruk: 247].

3.      Latar Suasana

Latar suasana dalam novel ini yaitu senang, sedih, menegangkan, dan menakutkan.

C.    ALUR

Novel Ronggeng Dukuh Paruk ini terdiri atas 3 buku, dimana masing-masing buku menggunakan alur yang berbeda.

a.         Pada buku pertama yang Berjudul Catatan Buat Emak terdiri atas 4 bab. Dimana pada bagian ini diawali dengan peristiwa yang menunjukkan alur mundur, yakni awal pengenalan Santayib setelah Srintil diceritakan sudah menjadi anak-anak. Dilanjutkan dengan malapetaka yang melanda Dukuh Paruk karena banyaknya warga Dukuh Paruk yang keracunan tempe bongkrek buatan Santayib ayah Srintil. Karena peristiwa ini banyak anak-anak Dukuh Paruk yang kehilangan orang tuanya termasuk juga Srintil. Hal ini dapat dilihat dari kutipan berikut:

Sebelas tahun yang lalu ketika Srintil masih bayi. Dukuh Paruk yang kecil basah kuyup tersiram hujan lebat. Dalam kegelapan itu, pemukiman terpencil itu lengang dan amat lengang. [Ronggeng Dukuh Paruk: 21].

Selain itu, dapat dilihat juga dari kutipan berikut:

Beberapa hari sebelum terjadi malapetaka itu telah terlihat berbagai pertanda. [Ronggeng Dukuh Paruk: 33].

b.      Pada bagian buku kedua dan seterusnya menggunakan alur maju yang menceritakan seorang Srintil yang sudah menjadi ronggeng, Rasus yang pergi keluar dari Dukuh Paruk dan menjadi seorang tentara, peristiwa yang melanda Dawuan, Srintil yang di tahan karena ulah Pak Bakri, dan seterusnya. Hal ini dapat dilihat dari kutipan berikut:

Perayaan Agustusan tahun 1963 itu dimulai dengan upacara pagi hari di lapangan Kecamatan Dawuan. [Ronggeng Dukuh Paruk: 180].

D.    TOKOH DAN PENOKOHAN

Dalam novel Ronggeng Dukuh Paruk ini banyak sekali tokoh yang diceritakan dengan masing-masing memiliki karakter yang berbeda-beda. Berikut tokoh-tokoh yang diceritakan dalam novel RDP ini:

1.      Rasus

Rasus merupakan tokoh utama yang diceritakan dalam novel ini. Rasus memiliki karakter/penokohan, yaitu:

a.       Baik, pemberani, peduli, penyayang, cerdas, tegas dan bijaksana.

b.      Pendendam, hal ini dapat dilihat dari kutipan berikut:

Aku bersumpah takkan memaafkannya. [Ronggeng Dukuh Paruk: 80].

Sesaat berikutnya kudengar jerit Srintil. Aku mengutuk sengit mengapa Kopral Pujo belum juga muncul. Karena tidak sabar menunggu, maka timbul keberanianku. [Ronggeng Dukuh Paruk: 101].

c.       Penyayang, hal ini dapat dilihat dari kutipan berikut:

Srintil mengikutiku ketika aku berjalan menuju rumah nenek. Ah, tua nenekku. Kurus dan makin bengkuk. Kasihan, nenek tidak bisa banyak bertanya kepadaku. Linglung dia. Tetapi aku merangkulnya sambil berseru berulang-ulang menyebut namaku sendiri. “Aku Rasus, Nek.” [Ronggeng Dukuh Paruk: 103].

2.      Srintil

Srintil merupakan tokoh pembantu utama yang selalu diceritakan dalam novel ini. Srintil mempunyai karakter/penokohan, yaitu:

a.       Perhatian, hal ini dapat dilihat dari kutipan berikut:

“Jadi engkau mau pulan,  Rasus? Di luar masih gerimis,” ujar Srintil [Ronggeng Dukuh Paruk: 56].

b.      Penyayang, hal ini dapat dilihat dari kutipan berikut:

Yang sedang dicari oleh sepasang matabening itu adalah ketulusan hati. Seorang bayi dengan hati yang demikian bersih akan tahu sikap palsu dibalik sikap keramahan dan kehangatan yang dibuat-buat. [Ronggeng Dukuh Paruk: 137].

c.       Baik, ramah, perhatian.

3.      Santayib

Santayib merupakan tokoh pembantu yang berperan sebagai ayah Srintil. Santayib berwatak gegabah, cepat mengambil keputusan tanpa memikirkan terlebih dahulu, dan baik.

4.      Istri Santayib

Istri santayib juga merupakan tokoh pembantu yang berperan sebagai istri Santayib dan sekaligus merupakan ibu Srintil. Tokoh ini berwatak baik, penyayang, keibuan, dan peduli.

5.      Dower

Dower merupakan tokoh pembantu dalam novel ini. Dower memiliki karakter tokoh yang selalu memaksakan kehendaknya dari apa yang di inginkannya. Hal ini dapat dilihat dari kutipan berikut:

“Wah, Kek,” kata Dower akhirnya. Pada saya baru ada dua buah rupiah perak. Saya bermaksud menyerahkannya kepadamu sebagai panjar. Masih ada waktu sehari lagi, barangkali besok saya bisa memperoleh ringgit emas.” [Ronggeng Dukuh Paruk: 59].

6.      Warta

Warta merupakan tokoh pembantu yang sekaligus berperan sebagai teman Rasus ketika kecil. Karakter tokoh Warta yaitu baik dan lucu, serta selalu menghibur dan membuat Rasus tertawa jika sedang dalam kesulitan. Hal ini dapat dilihat dari kutipan berikut:

“Oh kasihan kawanku in. Kau senang pada Srintil, tetapi nanti malam ronggeng itu dikangkangi orang. Wah.....” [Ronggeng Dukuh Paruk: 63].

7.      Salam

Salam merupakan tokoh pembantu yang sekaligus berperan sebagai lawan Dower pada saat acara malam bukak-kelambu. Salam berwatak sombong dan angkuh. Hal ini dapat dilihat dari kutipan berikut:

“Ada anak Pecikalan disini?” kata Salam angkuh. [Ronggeng Dukuh Paruk: 71].

8.      Kartareja

Kartareja merupakan tokoh pembantu dalam novel ini yang berperan sebagai seorang dukun di Dukuh Paruk. Watak Kartareja yaitu licik, kartareja menghalalkan segala cara agar dapat mencapai keinginannya. Hal ini dapat dilihat dari kutipan berikut:

Kartareja mengeluarkan botol-botol dari lemari. Sebuah masih penuh berisi ciu. Sebuah lagi hanya berisi seperempatnya. Isi botol yang kedua ditambah dengan air tempayan hingga penuh. Kartareja memerintahkan menghidangkan minuman keras itu kepada Sulam dan Dower. [Ronggeng Dukuh Paruk: 73].

9.      Nyai Kartareja

Nyai kartareja juga merupakan tokoh pembantu yang berperan sebagai istri Kartareja dan sekaligus induk semang Srintil. Nyai Kartareja berwatak licik sama seperti suaminya Kartareja. Hal ini dapat dilihat dari kutipan berikut:

Bayangkan, Pak. Srintil sedang menuntut kalung seperti dipakai oleh istri Lurah Pecikalan. . seorang Priyayi seperti sampean, kalau mau, tentu bisa memenuhi keinginan Srintil ini. Nah, bagaimanakah dengan kami melarat ini. Oh, Srintil. Mentang-mentang cantik mudah saja dia memberikan beban berat kepada kami.” [Ronggeng Dukuh Paruk: 122].

10.  Nenek Rasus

Nenek Rasus merupakan tokoh pembantu yang berperan sebagai seorang nenek yang merawat Rasus dari kecil ketika Rasus menjadi anak yatim piatu. Nenek Rasus berwatak baik, penyayang, dan pikun.

11.  Sakarya

Sakarya merupakan tokoh pendukung yang berperan sebagai kakek Srintil yang merawat Srintil dari bayi hingga dewasa. Sakarya berwatak baik, penyayang, taat akan adat serta larangan-larangan yang ia percaya dari Ki Secamenggala. Watak penyayang Sakarya dapat dilihat dari kutipan berikut:

“Nah begitulah. Namun hati-hati. Sampean tak boleh berlaku kasar terhadap cucuku meskipun dia telah merepotkan kita.” [Ronggeng Dukuh Paruk: 124].

12.  Nyai Sakarya

Nyai Sakarya merupakan tokoh pembantu yang berperan sebagai istri Sakarya dan juga nenek Srintil yang merawat Srintil dari bayi hingga dewasa. Nyai Sakarya berwatak penyayang, ramah, peduli dan baik. Watak ramah dari Nyai Sakarya dapat dilihat dari kutipan berikut:

“Oh,  ya. Tampi, bukan? Mari masuk,” ujar Nyai Sakarya dan menyilakan tamunya. [Ronggeng Dukuh Paruk: 137].

13.  Sersan Slamet

Sersan Slamet merupakan tokoh pembantu yang berperan sebagai seorang tentara. Sersan Slamet berwatak baik, ramah,  dan tegas. Hal ini dapat dilihat dari kutipan berikut:

“Siapa namamu?” tanya Sersan Slamet. Gayanya ramah kebapakan. [Ronggeng Dukuh Paruk: 91].

14.  Marsusi

Marsusi merupakan tokoh pendukung yang berperan sebagai kepala perkebunan karet Wanakeling. Marsusi berwatak sombong, angkuh, pemarah, kasar dan pendedendam. Hal ini dapat dilihat dari kutipan berikut:

“Sampean tadi mengatakan Srintil ada di rumah. Lalu manakah dia?” tanya Marsusi sambil meletakkan botolnya dengan agak kasar. [Ronggeng Dukuh Paruk: 120].

15.   Pedagang Lontong di pasar Dawuan

Tokoh ini merupakan tokoh pendukung yang berperan sebagai pedagan lontong di pasar Dawuan. Tokoh ini berwatak baik, keibuan, penyayang serta peduli.

16.  Pedagang Ubi

Tokoh ini merupakan tokoh pembantu yang berperan sebagai seorang pedagang ubi di pasar Dawuan. Tokoh ini berwatak peduli.

17.  Siti

Siti merupakan tokoh pembantu yang berperan sebagai seorang gadis yang menjadi pelnggan Rasus dalam membeli Singkong. Siti berwatak baik, alim, sopan dan berbeda dari wanita lain

18.  Wirsiter dan Ciplak

Tokoh ini juga merupakan tokoh pembantu yang berperan sebagai pasangan penjaja musik kecapi. Tokoh ini berwatak ramah serta pekerja keras.

19.  Sakum

Sakum merupakan tokoh pembantu yang berperan sebagai seorang pemukul calung yang dengan keterbatasannya tidak dapat melihat. Sakum berwatak baik, penyayang, dan sabar.

20.  Tampi

Tampi merupakan tokoh pembantu yang berperan sebagai seorang wanita yang dekat dengan Srintil dan juga merupakan ibu kandung Goder, anak yang dianggap Srintil seperti anaknya sendiri. Tampi berwatak baik, penyayang, perhatian serta peduli.

21.  Goder

Goder merupakan tokoh pembantu yang berperan sebagai anak Tampi dan juga anak yang sangat disayangi oleh Srintil. Goder berwatak baik, penyayang dan lucu.

22.  Dilam

Dilam merupakan tokoh pembantu yang berperan sebagai seorang yang berasal dari Warubosok. Dilam berwatak pendendam, dimana Dilam tega membunuh orang yang dianggapnya meracuni kerbaunya. Dilam juga mudah percaya kepada orang yang baru dikenal.

23.  Tarim

Tarim merupakan tokoh pembantu yang berperan sebagai seorang dukun. Tarim berwatak baik, dia selalu mengingatkan orang-orang yang meminta bantuannya untuk membalaskan dendamnya agar tidak langsung mengambil keputusan yang salah.

24.  Ibu camat

Ibu camat merupakan tokoh pembantu yang berperan sebagai seorang istri camat. Ibu camat memiliki watak syirik, dan suka membicarakan kejelekan orang lain.

25.  Wedana

Wedana merupakan tokoh pembantu. Wedana memiliki watak suka mepergunjingkan orang lain.

26.  Sentika

Sentika merupakan tokoh pembantu yang berperan sebagai seorang yang sangat kaya yang berasal dari Alaswangkal. Sentika berwatak tenang, baik, ramah, penyayang, tegas dan berwibawa.

27.  Nyai Sentika

Nyai Sentika merupakan tokoh tambahan yang berperan sebagai istri Sentika. Nyai Sentika berwatak baik, keibuan, ramah, penyayang dan juga tenang.

28.  Mertanakim

Mertanakim merupakan tokoh tambahan yang berperan sebagai orang suruhan Sentika yang mengawal rombongan Srintil menuju rumah Sentika. Mertanakim memiliki sifat bertanggung jawab atas tugas yang diberikan.

29.  Waras

Waras merupakan tokoh tambahan yang berperan sebagai anak Sentika dan Nyai Sentika. Waras berwatak, baik ramah, lucu, polos, dan kekanak-kanakan.

30.  Pak Bakar

Pak Bakar merupakan tokoh tambahan yang berperan sebagai seseorang yang pandai berbicara dan berpidato. Pak Bakar bersifat baik demi sebuah tujuan yang diinginkannya, serta Pak Bakar bersifat licik.

31.  Komandan Rasus

Komandan ini merupakan tokoh tambahan yang berperan sebagai seorang komandan di markas peleton. Komandan berwatak tegas, baik dan peduli.

32.  Sersan Pujo

Sersan Pujo merupakan tokoh tambahan yang berperan sebagai seorang sersan dan sekaligus seseorang yang dekat dengan Rasus. Sersan Pujo berwatak baik, peduli, dan tegas.

33.  Kapten Mortir

Kapten Mortir merupakan tokoh tambahan yang berperan sebagai seorang kapten yang bertugas di kantor penahanan di kota Eling-eling. Kapten Mortir berwatak baik, tegas, dan peduli.

34.  Darman

Darman merupakan tokoh tambahan yang berperan sebagai seorang yang bertuga smengurusi wajib lapor Srintil. Darman berwatak mudah di suap oleh orang lain.

35.  Partadasim

Partadasim merupakan tokoh pembantu yang berperan sebgaai seorang laki-laki tua dari Pecikalan. Partadasim berwatak baik.

36.  Lurah Pecikalan

Tokoh ini merupakan tokoh pembantu yang berperan sebagai seorang lurah di Pecikalan. Tokoh ini berwatak baik, ramah, dan tegas.

37.  Tamir, Diding, dan Kusen

Tokoh-tokoh ini merupakan tokoh pembantu yang berperan sebagai seorang priyayi dari Jakarta yang bertugas mengukur sawah di dekat Dukuh Paruk. Tamir memiliki sifat sangat ingin mengetahui mengenai sesuatu. Diding berwatak tenang. Dan Kusen berwatak baik dan pekerja keras.

38.  Bajus

Bajus merupakan tokoh pembantu yang berperan sebagai ketua dari priyayi yang datang dari Jakarta dalam hal urusan mengukur sawah di dekat Dukuh Paruk. Bajus berwatak baik, penyayang, sopan, dan rajin.  

39.  Pak Blengur

Pak Blengur merupakan tokoh tambahan yang berperan sebagai seorang yang penting dan kaya raya sekaligus tempat dimana Bajus meminta pekerjaan. Pak Blengur berwatak tegas dan baik.

E.     SUDUT PANDANG

Pada bagian pertama dari novel ini, satu bab menggunakan orang ketiga yang serba tahu mengenai cerita dan peristiwa yang terjadi.

Kemudian pada bagian bab ke dua sampai dengan bab 4 pada bagian buku pertama ini menggunakan orang pertama pelaku utama, yaitu Rasus seperti adanya kata “aku” pada novel ini. Hal ini dapat dilihat dari kutipan berikut:

Setelah dewasa, sekali aku pernah mencoba memikirkan hal ini. Boleh jadi dengan cara ditanam seperti itu, keringatku yang mengandung racun cepat terserap oleh tanah dari semua pori kulit tubuhku. [Ronggeng Dukuh Paruk: 33].

Pada bagian buku kedua dan ketiga menggunakan orang ketiga. Bukti ini dapat dilihat dari adanya kata ganti orang ketiga seperti adanya kata dia, ia, dan menyebutkan nama orang. Dimana pada bagian buku kedua dan ketiga pengarang lebih menceritakan kisah Srintil, serta masyarakat Dukuh Paruk.

F.     GAYA BAHASA

Gaya bahasa yang digunakan dalam novel Ronggeng Dukuh Paruk ini yaitu menggunakan bahasa Indonesia dan juga bahasa daerah, yaitu bahasa Jawa. Penggunaan bahasa daerah terlihat dari adanya penggunaan kata-kata seperti mbak yu, wong bagus, jenganten, wong ayu, dan masih banyak lagi. Tidak hanya dari pengguanaan kata-kata tersebut, penggunaan bahasa daerah juga terlihat dari adanya nyanyi yang digunakan pada saat Srintil menari ronggeng, yaitu:

Uluk-uluk perkutut manggung

Teka suka ngendi,

Teka suka tanah sabrang

Pekanmu apa,

Pakanku mado tawon

Manis madu tawon,

Ora manis kaya putuku, Srintil

Dalam penggunaan bahasa, novel ini juga menggunakan beberapa majas, yaitu:

a.      Majas Personifikasi

Majas ini terdapat dalam kutipan “ Dukuh Paruk kembali menjatuhkan pundak-pundak yang berat, kembali bersimbah air mata.” [Ronggeng Dukuh Paruk: 276].

Dari kutipan diatas kita mengetahui bahwa Dukuh Paruk hanyalah sebuah desa, yang tidak bisa menjatuhkan sebuah punggung.

b.      Majas Asosiasi atau Perumpamaan

Majas ini terdapat dalam kutipan “di bagian langit lain, seekor burung pipit sedang berusaha mempertahankan nyawanya. Dia terbang bagai batu lepas dari katapel sambil menjerit sejadi-jadinya.

Dari kutipan tersebut majas asosia dilihat dari adanya penggunaan kata bagai.

G.    AMANAT

Amanat atau pesan yang terdapat dalam novel Ronggeng Dukuh Paruk ini adalah agar kita semua mau dan mampu melihat seseorang itu tidak hanya dari luarnya saja melainkan juga dari hatinya. Selain itu janganlah menjadi orang yang tidak mau bergaul dengan sesama serta dengan lingkungan, karena hal itu akan membuat kita bodoh.

2.      Unsur Ekstrinsik


1.      Unsur Politik

Unsur ini banyak diceritakan di dalam novel ini, dimana adanya kesewenang-wenangan kekuasaan yang telah menindas orang-orang kecil yang kebanyakan dari mereka tidak tahu menahu mengenai persoalan politik, seperti adanya kejadian pemberontakan Dawuan yang dipimpin oleh Pak Bakri, karena kebodohan masyarakat Dukuh Paruk yang dengan mudahnya dikecoh oleh ulah Bakri ini, mengakibatkan Dukuh Paruk hancur lebur.

2.      Unsur Ekonomi

Unsur ini merupakan unsur yang sangat menonjol dari novel ini, dimana pada setiap bab, dan pergantian bab, pengarang selalu menjelaskan mengenai kemiskinan, kemelaratan warga Dukuh Paruk. Hal ini digambarkan dengan adanya anak-anak Dukuh Paruk yang rela bersusah payah untuk mencabut singkong, dan anak-anak Sakum yang harus mencari jangkrik terlebih  untuk makan.

3.      Unsur Agama

Unsur ini memang tidak dominan dari novel ini, memang pengarang tidak sedikitpun menyinggung mengenai agama, karena warga Dukuh Paruk hanya menyembah arwah Ki Secamenggala leluhur yang sangat diagungkan warga Dukuh Paruk. Namun ada bagian kecil menjelaskan adanya unsur agama dari novel ini, terlihat saat Rasus kembali ke Dukuh Paruk dan ia melihat neneknya yang hanya diam dan tertidur di tempat tidurnya, pada saat itu Rasus membisikkan kata la ilahaillallah di telinga neneknya. 

4.      Adat dan kebudayaan

Unsur ini juga merupakan unsur yang sangat menonjol dari novel ini, dimana pengarang menjelaskan secara detail mengenai adat dan kebudayaan Dukuh Paruk. Dimana masyarakat Dukuh Paruk sangat percaya kepada hukum-hukum adat. 

Video yang berhubungan

Bài mới nhất

Chủ Đề