Siapa yang marah kepada saudaranya harus dihukum ini adalah sabda brainly

Oleh: Yohanes R. Suprandono, M.Th.

Pendahuluan

Adanya  kecenderungan orang-orang  Kristen untuk  di satu sisi bersikap legalistik, di sisi lain menjadi penganut antinomianisme, atau menjadi orang yang hidupnya penuh kepalsuan dan kepura-puraan, oleh karena itu maka  mereka perlu ditantang kembali dengan pemahaman akan titah-titah Tuhan dalam kerangka berpikir yang baru.  Orang Kristen  penganut  legalisme  menganggap  titah  Tuhan  harus  ditaati  dengan  kekuatan sendiri dan menuntut orang lain melakukan praktek-praktek ketaatan yang dipaksakan dan diperberat. Ekstrim sebaliknya orang Kristen penganut antinomianisme yang hidup bebas tanpa aturan dan ketertiban, kehidupannya tidak disiplin sehingga tidak berbuah. Yang terakhir, kelompok orang Kristen yang tidak memiliki integritas- tidak  ada keterpaduan antara apa yang dipercayai dengan kelakuan mereka sehari-hari. Mereka perlu memahami dengan sudut pandang yang benar terhadap titah-titah Tuhan, supaya mereka terhindar dari pemikiran dan  sikap ekstrim di atas, hingga sebagai hasilnya mereka akan  menjadi orang Kristen yang otentik. Orang Kristen yang dikenan dan menjadi  lh;q ;   umat kesayangan Tuhan.

Secara teologi dan sejarah, Walter Eichrodt telah memberikan penjelasan konsteks    kedalaman    hubungan    Allah dan umat-Nya.    Perjanjian [Covenant] menurutnya  sebagai  pusat  teologi Perjanjian Lama [disingkat: TPL]. Covenan adalah  sebuah  tema  yang  menyatukan. Ia   menegaskan   tentang   kegiatan   Allah di antara umat-Nya.   Menurutnya,     sifat kharakter yang unik dari Allah Israel adalah memegang  bersama-sama  gagasan tentang kuasa ilahi yang tanpa batas – a divine power without limitation  dan kegiatan Allah dengan membatasi diri – a divine act of self limitation,  dalam membangun sebuah covenant [brit]-sebuah tindakan di mana Allah membuat diri-Nya dikenal sebagai berdaulat  dan  memiliki  kehendak  pribadi

-as sovereign and personal will. Kehendak Allah yang dinyatakan dalam Perjanjian, memberikan kuasa yang membuat manusia mengetahui siapa mereka. [1961:286-296]. Kehendak Allah menyatukan suku-suku Israel menjadi bangsa Qahal     atau edah hd;[    artinya “persekutuan” atau “jemaat”- yang mengandung nuansa religius tertentu.

Atau kadang kala disebut  myhlav’  shav’ {shawv} atau   aw>v;     shav {shav} artinya;   1] kosong, sia-sia, palsu  1a] kekosongan, kesia-siaan 1b] omong kosong, mengatakan tidak sebenarnya 1c]   tingkah laku yang tidak layak [Strong, BibleWorks 6.0].

Frasa  “dengan sembarang” terjemahan dari bahasa ibrani  lassaw  yang dalam  terjemahan  KJV  in vain    yang artinya  dengan cara yang sia-sia, dengan sikap menghina dan merendahkan, tanpa makna, dengan sembrono, tidak layak. Nama Allah tidak boleh digunakan untuk sesuatu yang sia-sia, tidak sungguh- sungguh.   menyumpahi demi nama-Nya. Sedangkan dalam terjemahan NIV di pakai istilah misuse  artinya  menyalahgunakan, mengekploitasi, dengan cara sia-sia [waste], dengan cara yang tidak layak, menggunakan dengan cara yang salah.  Sehingga titah ini maksudnya agar  kita tidak menggunakan nama Allah misalkan,  untuk merugikan dan mencelakakan orang lain. Jangan memakai nama Allah untuk mengutuk sesama.

Titah  ketiga  ini,  berhubungan dengan fungsi kegunaan mulut dalam pemujaan  kepada Allah  secara  benar. Dalam kebudayaan Ibrani,     “nama” menunjuk  kepada  :  1.  Sifat,  keberadaan dan  kepribadiaan  seseorang    [Maz.  20:1; Luk.   24:47;   Yoh   1:12],   [2]   pengajaran atau doktrin [Maz.   22:22;   Yoh.   17:6, 26],    dan    [3]    Pengajaran    Moral    dan etika  [Mikha  4:5].     “Menyebut  nama TUHAN, Allahmu, dengan sembarangan” artinyan menyalahgunakannya; atau menggunakannya  untuk  tujuan  yang  sia- sia.   Perintah ini tidak melarang sumpah yang resmi yang penuh   kesungguhan, kebenaran, keadilan dan kebijaksanaan, karena hal ini muncul beberapa kali dalam Alkitab [misalkan: Ul. 6:13; Maz. 63:11; Yes. 45:23; Yer.4:2; 12:16; Rom. 1:9; 9:1; 1 Kor. 15:31; Wah. 10:5-6].

Tuhan Yesus menegaskan sebuah larangan sumpah yang palsu.    Dalam kebiasaan bangsa Israel kuno dan bangsa- bangsa sekitarnya, orang bersumpah atas nama langit, bumi, tetapi bukan atas nama Allah.  Oleh karena itu patut diperhatikan peringatan Tuhan Yesus:    Kamu telah mendengar pula yang difirmankan kepada nenek moyang kita: jangan bersumpah palsu,   melainkan   peganglah   sumpahmu di depan Tuhan. Tetapi Aku berkata kepadamu: Jangan sekali-kali bersumpah baik demi langit, karena langit adalah tahta Allah, maupun demi bumi karena bumi adalah tumpuan kakiNya, ataupun demi Yerusalem, karena Yerusalem adalah kota Raja Besar,……Jika ya hendaklah kamu katakan ya, jika tidak, hendaklah kamu katakan tidak. Apa yang lebih daripada itu berasal dari si jahat” [Mat. 5: 33-37].

Titah Keempat: “Ingatlah dan kuduskanlah hari Sabat..” [20:8]

Hukum ini dimaksudkan untuk menjaga  hari  sabath.    Secara  sederhana hari sabath adalah hari perhentian.  Istilah “Sabbath”   dari   kata kerja bahasa   Ibrani yang artinya “istirahat atau berhenti dari kerja.”  Ada  dua makna sabath menurut PL sbb: Satu, Makna sabath ada hubungannya    dengan  “penciptaan”  [Kej. 2:2-3 – Ketika Allah pada hari ketujuh telah menyelesaikan pekerjaan yang dibuat-Nya itu,  berhentilah  Ia  pada  hari  ketujuh  dari segala  pekerjaan  yang  telah  dibuat-Nya itu. Lalu Allah memberkati hari ketujuh itu dan  menguduskannya,  karena  pada  hari itulah  Ia  berhenti  dari  segala  pekerjaan penciptaan yang telah dibuat-Nya itu.]. Dalam Kel. 16:21-30 dijelaskan maksudnya hari  perhentian  penuh,  tidak  melakukan pekerjaan dapur [membakar dan memasak] [ay. 23].  Hari sabath [hari ketujuh] adalah hari berkat bagi bangsa Israel. Berhenti dari pekerjaan  dan  mengingat  sang  Pencipta dan pemelihara alam semesta beserta segala isinya.[Fu, 2010: 234]. Lebih jelas lagi, Keluaran 20:8-11 menyatakan : “Ingatlah dan kuduskanlah hari Sabat: 9 enam  hari  lamanya  engkau  akan  bekerja dan melakukan segala pekerjaanmu,  10 tetapi hari ketujuh adalah hari Sabat TUHAN, Allahmu; maka jangan    melakukan sesuatu pekerjaan, engkau atau anakmu laki-laki, atau anakmu  perempuan,  atau  hambamu  laki-laki, atau hambamu perempuan, atau hewanmu atau orang asing yang di tempat kediamanmu. 11 Sebab enam hari lamanya TUHAN menjadikan langit dan bumi, laut dan segala isinya, dan Ia berhenti pada hari ketujuh; itulah sebabnya  TUHAN memberkati  hari  Sabat dan menguduskannya”. [LAI, Terjemahan Baru, 2009. Huruf cetak miring  ditambahkan penulis]

Dua, Sabath juga ada hubungannya dengan “penebusan” dari perbudakan-yaitu bahwa Allah membawa Israel dari   tanah Mesir dengan tangan kanan-Nya, oleh karena itu merupakan hari yang khusus/ dipisahkan untuk Allah. Ulangan 5:12-15 menyatakan:

12 Tetaplah ingat dan kuduskanlah hari Sabat, seperti yang diperintahkan kepadamu oleh TUHAN, Allahmu.   13 Enam hari lamanya engkau akan bekerja dan melakukan segala pekerjaanmu,   14 tetapi hari ketujuh adalah hari Sabat TUHAN, Allahmu; maka jangan melakukan sesuatu pekerjaan, engkau atau anakmu laki-laki, atau anakmu perempuan, atau hambamu laki-laki, atau hambamu perempuan, atau lembumu, atau keledaimu, atau hewanmu yang manapun, atau orang asing yang di tempat kediamanmu, supaya hambamu laki-laki dan hambamu perempuan berhenti seperti engkau juga.    15 Sebab haruslah kauingat, bahwa engkaupun dahulu budak di tanah Mesir dan engkau dibawa keluar dari sana oleh TUHAN, Allahmu dengan tangan yang kuat dan lengan yang teracung; itulah sebabnya TUHAN, Allahmu, memerintahkan engkau merayakan hari Sabat. [LAI, Terjemahan Baru, 2009. Huruf cetak miring ditambahkan penulis] Allah mengingatkan Israel dulu mereka budak,  kemudian  sekarang  setelah merdeka,       maka   harus   ingat   supaya tidak memperbudak diri sendiri dan seisi rumahnya    bahkan    ternaknya. Sabat digunakan sebagai kesempatan untuk melakukan  kebaikkan  bagi  sesama manusia. Jadi dengan bersabath kita menerapkan nilai-nilai kemanusiaan dengan melakukan  kebaikkan  bagi  sesama  [Fu, 2010: 235]

Dalam Perjanjian Baru [PB],  Yesus meluruskan makna Sabath yang telah terdistorsi pada jamannya  [bdg. Mat. 12:1-14]. Yesus menegaskan bahwa hari Sabath untuk   manusia,   sehingga   di   hadapan Allah manusia lebih penting daripada hari sabath. Yesus tidak mengubah makna yang esensi perhentian sabath sebagai berkat yang Allah berikan kepada manusia. Yang diubah adalah makna dan pelaksanaan perhentian hari sabath   di PL yang diganti dengan makna baru sesuai ajaran-Nya. Yesus adalah Tuhan atas hari sabat [Mat 12:8]. Yesus menawarkan perhentian   di dalam karya-Nya . Ia memberitakan kabar baik    tentang    pelepasan,    pembebasan dan  pengampunan  oleh  karya-Nya  [Luk. 4];  membebaskan  dari  kuk  hukum  [Mat. 11], penggenapan   keselamatan secara eskatologis  dengan  memberikan  hidup [Yoh. 5], penggenapan dari  istirahat Tuhan dalam  karya  penciptaan  -divine  rest  dari Kej. 2:2-3, yang dimaksudkan untuk supaya manusia berbagian [Yoh. 5, Ibr. 3,4]; bahwa perhentian keselamatan,  sebagai kekinian realitas surgawi yang dimasuki oleh iman dan telah berhenti dari usaha sendiri [Ibrani 3, 4].  Pendeknya istirahat secara jasmani dalam sabath PL telah berubah menjadi perhentian keselamatan oleh sabath yang sebenarnya.  Sabath dalam perjanjian baru berarti  perhentian  yang sudah digenapkan lewat kematian dan kebangkitan-Nya  yang membawa  kelepasan  dan  pengampunan dari beban dosa. Dan merupakan perhentian eskatologis yaitu menerima   keselamatan kekal  olehn iman percaya kepada Yesus Kristus [Wahyu 14:13]. [Fu, 2010: 237-238]

Respon orang Kristen    terhadap perhentian di dalam Yesus Kristus adalah sebuah ibadah pada hari Tuhan [hari kebangkitan Tuhan] dengan berkumpul bersama saudara seiman      untuk mempersembahkan pujian, sembahan, syukur dan persekutuan dengan sesama saudara seiman. Orang Kristen dipanggil untuk   mengutamakan Allah, menyegarkan rohani kita. Dengan bersabath, orang Kristen dipanggil untuk   percaya, sesungguhnya Allah yang memelihara seluruh aspek hidup kita.  Di  dalam  segala  pergumulan  hidup yang berat, orang Kristen tetap percaya kepada Tuhan. Paulus adalah figur orang Kristen yang  yang mendapat pewahyuan tentang bagaimana hebatnya sandaran di dalam Tuhan. Ia menemukan pewahyuan: “ Cukuplah kasih karunia-Ku bagimu, sebab justru dalam kelemahanlah kuasa-Ku menjadi sempurna.” [2 Kor. 12:9a].

Titah Kelima:   “Hormatilah Ayahmu dan Ibumu….” [20:12].

Perintah ini mengandung janji –bagi yang mentaatinya akan lanjut umurnya di  tanah  yang  diberikan  TUHAN,  Allah. [bdg.  Ef  6:1-3].  Titah  ini     dimaksudkan untuk  melindungi  keluarga.  Menghormati otoritas dimulai di dalam rumah.  Dengan menghormati   otoritas   maka   akan dibangun  sebuah     keluarga  yang  kuat. Kata    “menghormati”,    “honor” berarti: membicarakan hal yang baik tentang mereka; bersikap sopan; bersikap hormat; mengikuti teladan dan ajaran mereka yang mengutamakan Allah.   Kaiser menjelaskan yang termasuk dalam “menghormati” , meliputi       memberi penghargaan yang tinggi- menjunjung tinggi [bdg. Ams 4:8]; Memelihara, menunjukkan kasih kepada mereka  [Ams  91:15]; dan menunjukkan rasa hormat atau takut , menyegani mereka [Im. 19:3]. Anak-anak yang mentaati titah ini, akan mendapat upah  [Ul.  4:1; 8:1; 16:20; 30:15-16].  Penawanan Israel disebabkan salah satunya karena kegagalan mereka dalam menghormati orang tua mereka [Yeh. 22:7, 15]. [1994:100].

Keith mengutif “The Large Catechism oleh Martin Luther”, menjelaskan  bahwa  melalui  perintah  ini, kita melihat TUHAN memperlakukan ayah dan ibu di pihak-Nya, dan memperlakukan mereka sebagai orang-orang yang tinggi sekali.  Jika  kita  menghormati  orang  tua kita, maka kita memandang mereka tinggi dan mulia. Orang tua dikhususkan   dan dihargai  melebihi segala sesuatu, sebagai kekayaan yang paling berharga di muka bumi  ini.  Lagi  pula  dalam  berkata-kata kita   harus bersikap sederhana terhadap mereka, jangan menyapa mereka dengan kasar, dengan tinggi hati, dan dengan menantang, melainkan dengan berserah kepada mereka dan diam, sekalipun kalau mereka terlalu emosional. Seharusnya kita juga menunjukkan penghormatan kepada mereka melalui perbuatan kita, yakni dengan tubuh  dan harta milik kita, seharusnya kita melayani mereka, menolong mereka, dan mengurus mereka bila mereka sudah tua, sakit,  lemah  dan  miskin,  dan  semua  itu kita lakukan bukan hanya dengan gembira, melainkan juga dengan rendah hati dan hormat, seperti kita lakukan di hadirat Tuhan [2005:86].

Sebaliknya  dari  perintah  ini  orang tua dipanggil Tuhan untuk  mengasihi anak-anak  dan  mendidik  mereka  dalam  takut akan Tuhan dan di dalam jalan Allah[Ul. 4:9; 6:6-7; Ef. 6:4].

Anak-anak tetap ada dalam bimbingan orang tua sampai mereka menikah.     Anak-anak  kecil  harus  diajar untuk mentaati dan menghormati orang tuanya  dengan cara dididik dalam perintah Tuhan [Ams. 13:24]. Anak yang lebih besar bahkan sesudah menikah , seharusnya menunjukkan respek untuk meminta nasihat dari orang tuanya, dan tetap menghormati sampai  masa  tuanya    dengan  perhatian dan dukungan keuangan. Anak-anak yang menghormati orang tuanya akan diberkati. [Efesus 6:1-3].

Titah  Keenam: “Jangan  membunuh” [20:13]

Menurut Merril dalam Teologi Alkitabiah Perjanjian Lama   titah ini  adalah cara untuk menyatakan kembali argument “Hukum Pembalasan” [lex talionist]  yang kuno dari Perjanjian Nuh : “Siapa yang menumpahkan darah manusia, darahnya akan tertumpah oleh manusia, sebab Allah membuat  manusia  itu  menurut  gambar- Nya  sendiri”  [Kej.  9:6].     Manusia  tidak boleh membunuh sesamanya, sebab pembunuhan seperti itu sebenarnya merupakan serangan    yang mematikan terhadap Allah sendiri.  Karena kehidupan adalah sakral bagi Allah pada umumnya [maka darah tidak boleh ditumpahkan ke tanah secara sembarangan  atau dimakan] dan khususnya darah manusia  [karena dia adalah gambar Allah], pelanggaran oleh manusia  sampai mengakibatkan kematian merupakan hinaan terhadap kedaulatan Allah,   dan   serangan   terhadap   wakilnya di dunia. ..”  [ 2005: 78-79]. Larangan ini diberlakukan bagi pribadi-pribadi   dalam hubungan dengan orang lain, dan bukan dengan pemerintah.

Titah keenam ini melarang pembunuhan.  Dasar  etis  teologisnya, karena manusia diciptakan menurut gambar dan rupa Allah [Kej. 1:26-27; 9:6]. Kata yang dipakai di sini dalam bahasa Ibrani  “rasah” [8357] muncul hanya 47 kali dalam PL. Kata

ini menunjukkan bahwa membunuh sebagai hal yang dirancang dan bermaksud dengan sungguh. Oleh karena itu larangan ini tidak termasuk untuk membunuh binatang buas [Kej. 9:3], untuk mempertahankan rumah seseorang dari pencuri, rampok di malam hari [Kel. 22:2]; untuk pembunuhan yang tidak disengaja [Ulangan 19:5], eksekusi hukuman  mati  oleh  Negara  [Kej.     9:6], atau keterlibatan seseorang sebagai warga negara yang sedang dilanda peperangan. Larangan ini berlalu bagi bunuh diri , dan segala jenis rancangan pembunuhan [ 2 Sam 12:9], dan berlaku bagi pemegang otoritas tetapi gagal dalam menggunakan  otoritas itu untuk menghukum para pembunuh [ 1 Raj. 21:19].  [Kaiser, 1994:101]. Hukum  ini bermaksud untuk melindungi kehidupan. Dalam pernyataan yang lebih positif, titah ini    melindungi setiap anggota dalam masyarakat perjanjian [the Covenant community] hak untuk hidup.

Tuhan Yesus menegaskan larangan ini dengan memberikan standar yang lebih tinggi bagi orang Kristen dalam hubungan dengan titah ini. Ia mengatakan:

21 Kamu telah mendengar yang difirmankan kepada nenek moyang kita: Jangan membunuh; siapa yang membunuh harus dihukum.  22 Tetapi Aku berkata kepadamu: Setiap orang yang marah terhadap saudaranya harus dihukum; siapa yang berkata kepada saudaranya: Kafir! harus dihadapkan  ke  Mahkamah  Agama  dan siapa yang berkata: Jahil! harus diserahkan ke dalam neraka yang menyala-nyala. 23 Sebab itu, jika engkau mempersembahkan persembahanmu  di  atas  mezbah  dan engkau teringat akan sesuatu yang ada dalam hati saudaramu terhadap engkau, 24 tinggalkanlah    persembahanmu di depan mezbah itu dan pergilah berdamai dahulu dengan saudaramu, lalu kembali untuk mempersembahkan persembahanmu itu. 25 Segeralah berdamai dengan lawanmu selama  engkau  bersama-sama  dengan  dia di       tengah   jalan,   supaya   lawanmu   itu jangan menyerahkan engkau kepada hakim dan hakim     itu menyerahkan engkau kepada pembantunya dan engkau dilemparkan ke dalam penjara.   26 Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya engkau tidak akan keluar dari sana, sebelum engkau membayar hutangmu sampai lunas. [LAI, Matius 5:21-26. 2009. Huruf miring ditambahkan penulis].

Titah Ketujuh: “Jangan berjinah” [20:14]

Hukum ini untuk melindungi kemurnian dalam pernikahan. Sebagaimana titah yang pertama menuntut    adanya kesetiaan yang mutlak dalam hubungan kita dengan TUHAN, maka dalam titah ke tujuh ini  ada  tuntutan  sejenis  yakni  kesetiaan yang mutlak dalam perjanjian nikah. Titah ke tujuh   ini memerintahkan pelarangan terhadap perjinahan.

Kata “berjinah” dari istilah Ibrani @a;n”na’aph {naw-af’}, yang artinya; berbuat jinah dan penyembahan berhala. Kata kerja “berjinah” bisa dipakai untuk keduanya baik pria maupun wanita. Hukuman terhadap perjinahan adalah kematian [Ul. 22: 22], sedangkan hukuman untuk membujuk terhadap perawan adalah dengan menikahinya atau memberikan mas kawin [Kel. 22:16-17; Ul. 22:23-29]. [Kaiser, 1994:101]

Perintah ini melarang segala bentuk keburukan –ketidaksucian [uncleaness]-, dengan segala bentuk hawa nafsu yang akan  menghasilkan  tindakan  –tindakan yang berlawanan dengan hati nurani. Tuhan Yesus mengingatkan dengan  memberikan standar yang lebih tinggi   sehubungan dengan titah ini tertulis dalam Matius 5:28: “Kamu telah mendengar firman: Jangan berzinah.

Tetapi Aku berkata kepadamu: Setiap orang yang memandang perempuan serta menginginkannya, sudah berzinah dengan dia di dalam hatinya.

Maka jika matamu yang kanan menyesatkan engkau, cungkillah dan buanglah itu, karena lebih baik bagimu jika satu dari anggota tubuhmu binasa, dari pada tubuhmu dengan utuh dicampakkan ke dalam neraka. [Terjemahan Baru, LAI. 2009].

Sebenarnya titah ini merupakan titah yang bertujuan supaya kita hidup tulus dan murni dalam hati, perkataan dan tindakan.

Titah Kedeelapan:   “Jangan mencuri” [20:15]

Titah ini dimaksudkan untuk melindungi hak milik. Merupakan suatu larangan untuk mencuri baik orang atau obyek [benda] dengan segala bentuknya. Tuhanlah   pemilik   segala   sesuatu   [Maz. 24:1; 115:16], dan hanya Dia yang berkuasa memberi dan mengambil.   Titah ini memedulikan   harta milik pribadi dan kekayaan, rumah dan harta benda. Titah ini bukan hanya pemindahan atau pengambilan secara diam-diam harta milik orang   lain, tetapi juga merusakkannya atau menganggap sebagai miliknya secara curang,  dengan tidak hati-hati menjaganya [Kel. 21:33; 22:13; 23:4-5; Ul. 22:1-4]. Bahkan mengambil keuntungan akibat dari kebodohan  penjual maupun pembeli, untuk memberi seseorang sedikit  dan  membuat orang lain membayar untuk sebuah komoditas lebih dari  yang selayaknya, hal ini juga melanggar perintah ini.

Setiap orang sebagai bagian dari Umat Perjanjian, berhak untuk memiliki sesuatu, yang mana  tidak bisa diganggu gugat oleh warga lainnya.  Lebih mendasar lagi perintah ini sehubungan dengan kebebasan manusia [human liberty]. Berdasarkan titah ini, baik penculikan, pembuangan, kerja paksa maupun perbudakan terhadap sesamanya dilarang [Ul. 24: 7]. Kita dipanggil untuk mengakui kepemilikan orang lain, menghargai hak dan harkat dan martabatnya.

Titah Kesembilan: “Jangan mengucapkan saksi dusta tentang sesamamu.” [20:16]

Titah kesembilan menuntut kesucian di dalam kebenaran di dalam segala aspek kehidupan, meskipun memang bahasa yang dipakai merupakan bahasa dalam proses hukum di pengadilan. Menolak kebenaran sama artinya dengan menolak Tuhan, karena kharakter dan kepribadiannya adalah benar adanya.

Titah ini dimaksudkan untuk melindungi berdusta di dalam sidang di pengadilan. Adanya pengadilan akan membuat  sebuah bangsa dapat terpelihara dan lestari.   Berdusta baik secara privat maupun publik dilarang oleh perintah ini. Adapun makna dari  berdusta yakni  tidak menceritakan secara lengkap; mengatakan setengah   kebenaran; menambahi atau melebihi fakta; menyimpan kepalsuan. Oleh karena itulah  Allah sangat membenci dusta [Inggris: deception].

Prinsip kebenaran ini bila dipegang akan melindungi orang terhadap kesaksian palsu [saksi dusta] tentang sesamanya, merupakan sebuah tuntutan untuk mengatakan kebenaran. Hal ini menyangkut kehidupan sesama, terutama dalam kasus pengadilan.

Hal-hal yang di larang berkaitan dengan perintah ini: Satu, Berkata-kata dengan palsu dalam segala hal, berbohong, melebih-lebihkan, dan setiap cara untuk mengembangkan dan merancang penipuan–pembohongan kepada sesama. Dua,  Berkata-kata  secara  tidak  adil melawan tetangga kita atau orang lalin, bersyak wasangka terhadap reputasinya, yang melibatkan rasa bersalah dari keduannya.   Tiga, Membawa kesaksian palsu melawannya, padahal ia tahu tidak demikian, baik secara yudisial maupun dalam bentuk sumpah atau di luar proses yudisial, misalkan dalam percakapan sehari- hari, menjelek-jelekan dengan cara yang kasar, perasaan buruk, memprovokasi bahwa apa yang orang lain kerjakan tidak benar dan membuatnya lebih buruk dari itu, dan setiap cara untuk menaikkan reputasi sendiri dengan cara menghancurkan reputasi orang lain.    [Mattew Henry Commentary, BibleWorks, 6.0].

Perintah Kesepuluh: “Jangan mengingini.” [20:17]

Titah ini  ada  hubungan  dengan hati  manusia  yang  paling  dalam  [inner man] bukan sikap luarnya tapi sikap hati. Keinginan ada di dalam hati. Titah ini melawan sifat tamak dalam diri kita. Titah ini menembus akar permasalahan dalam diri manusia. Rasa tidak puas dengan apa yang dimilikinya dan menginginkan lebih banyak, bahkan apa yang dipunyai orang lain.

Problem manusia sebagaimana pergumulan  Paulus,  semakin  dilarang untuk tidak menginginkan justru semakin banyak  yang  diingini  [lihat,  Roma  7:7]. Ada tabiat dosa yang harus diselesaikan dalam diri setiap manusia sehubungan dengan penerapan titah ini. Kristus juga memberi peringatan yang masih ada relevansinya  dengan  titah  ini;  “Kata-Nya lagi kepada mereka: „Berjaga-jagalah dan waspadalah terhadap segala ketamakan, sebab walaupun seorang berlimpah-limpah hartanya, hidupnya tidaklah tergantung dari pada kekayaannya itu.“ [Lukas 12:15].

Semakin jelas, titah ini bertujuan untuk melindungi hati dari iri hati.  Sejatinya Allah saja yang memenuhi segala keperluan kita. Secara positif, kita dititahkan supaya hidup  berpadanan  dengan  pemberian Tuhan –hidup sederhana–   sebagaimana yang kita dapatkan dari Dia, kita syukuri. Menjaga kemurnian hati dan budi, menjaga orang agar tidak jatuh kedalam ketamakan dan keserakahan.

Penutup

Dasa Titah  dari Tuhan tidak berubah secara prinsip dan secara mendasar tetap menjadi pola hidup orang Kristen . Orang Kristen dipanggil untuk memiliki persekutuan yang benar dengan Tuhan-Right Relations With God; persekutuan yang benar dalam beribadah kepada Tuhan – Right Relations in the Worship of God; dan  hubungan yang benar dengan masyarakat – Right Relations With Society.

Dasa titah yang dikumandangkan kembali   oleh   Raja   Yesus   Kristus dengan   mendeklarasikan hukum Kasih, menggambarkan kesempurnaan dari hukum Tuhan itu. Roh Kudus sendiri yang akhirnya menuliskan pada loh hati manusia yang percaya pada Yesus, dan menjadikannya manusia baru. Roh Kudus juga yang memberi daya dan kuasa untuk kita menjadi orang Kristen yang taat terhadap titah-Nya.

Oleh karena dasa titah merupakan standar moral Kristen dasar, maka orang- orang   tua   Kristus   berkewajiban untuk mengajarkan kepada anak-anak mereka, guru-guru di sekolah berkewajiban mengajarkan kepada siswa didik, selanjutnya para pemimpin masyarakat berkewajiban mengajarkan kepada generasi yang baru.

Akhirnya, ketika orang-orang Kristen dengan pertolongan Roh Kudus mentaati dan   mengajarkan      dasa   titah   dengan setia, maka pasti akan ada transformasi kehidupan   masyarakat   yang   riil.   Akan ada pembaruan budaya, pembaruan masyarakat, transformasi bangsa. Kiranya Tuhan menolong kita.

DAFTAR KEPUSTAKAAN

Bullock, C Hassell. Kitab Nabi-nabi Perjanjian Lama. Malang ; Gandum Mas.2002.

Cleddie Keith. Sepuluh Perintah Allah sebagai Pola Doa. Jakarta: Penerbit Imanuel, 2005.

Dyrness,  William.  Tema-tema Teologi Dalam Perjanjian Lama.  Malang: Gandum Mas 1992.

Donald C Stamps, M.A. M.Div. [gen. ed.]. Full Life Study bible. An International study Bible for Pentecostal and Charismatic   Christians. Grand Rapids, Michigan: Zondervan Coorporation, 1992]

Eichrodt, Walther. Theology of The Old Testament Volume One. London: SCM Press Ltd.1961.

Eichrodt, Walther. Theology of The Old Testament Volume two. London: SCM Press Ltd.1992.

Feinberg, John [ed]. Masih Relevankah Perjanjian Lama di Era Perjanjian Baru .    Malang : Gandum Mas.1996.

Feinberg, John S. dan Feinberg, Paul D. Ethics for A Brave New World. Wheaton, Illinois: Crossway books. 1992.

Grenn, Denis. Pengenalan Perjanjian Lama.  Malang:  Gandum  Mas. 1992.

Lama. Masalah–masalah Pokok dalam Perdebatan Saat ini.   Malang: Gandum Mas. 1992.

Kenneth L . Barker. John    R Kohlengerger III [ed.]. Expositor’s Bible Commentary. Grand Rapids, Michigan: Zondervan, 1994.

Kaiser Jr, Walter C. Teologi Perjanjian Lama. Malang: Gandum Mas, 2004.

Keil  &  Delitzsch  Commentary  on the Old Testament: New Updated Edition, Electronic Database. Copyright [c] 1996 by Hendrickson Publishers, Inc.

Ollenburger, Ben C., Marten,Elmer A. dan hasel, Gerhard F [ed] . The Flowering of  Old Testament Theology. Winona lake, Indiana:Eisenbrauns. 1991.

Rogerson, John.   Studi Perjanjian Lama Bagi Pemula. Jakarta: BPK Gunung Mulia. 1996.

Roy B Zuck [ed.] A Biblical Theology of the Old Testament. Teologi Alkitabiah Perjanjian Lama. Malang: Penerbit Gandum Mas. 2005

Th. C. Vriezen. Agama Israel Kuno. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2000.

Timotius Fu, Journal Veritas 11/2 [Oktober 2010], 231-241]. Perhentian Hari Sabat,makna dan aplikasinya bagi orang Kristen:

Zuck, Roy B [ed.]. Teologi Alkitabiah

Perjanjian Lama. Malang : Gandum Mas. 2005

Bible Softwer Program Michael S. Bushell, Michael D. Tan, and Glenn L. Weaver [programmer].

.BibleWorks™ Versi 6.0. Copyright © 1992-2005 BibleWorks, LLC. All rights reserved.

Biblesoft.   International Standard Bible Encyclopaedia, Electronic Database Copyright [c]1996

Video yang berhubungan

Bài mới nhất

Chủ Đề