Sistem pemerintahan Mesir Kuno adalah kerajaan dengan pemimpin yang memiliki sebutan gelar

Peradaban Mesir Kuno adalah peradaban regional tertua kedua, yang muncul setelah peradaban Sumeria. Jika orang-orang Sumeria yang membangun sistem drainase dan irigasi di rawa belantara tanah genting di lembah bawah Sugai Tigris dan Eufrat. Maka orang-orang Mesir juga melakukan hal sama dengan membuka rawa belantara di lembah bawah dan delta sungai Nil.

Orang-orang Mesir Kuno banyak mengadopsi kebudayaan nenek moyang Neolitik dan Chalelolitik. Selain itu mereka juga banyak mendapatkan pengaruh dari peradaban Sumeria. Dalam perkembangannya, peradaban Mesir menjelma menjadi salah satu peradaban paling maju pada masa kuno. Bahkan hingga saat ini, banyak peninggalan dari peradaban tersebut yang membuat peneliti-peneliti  masa modern berdecak kagum.

Berabad-abad sebelum berdirinya pemukiman pertama di Mesir Kuno, wilayah Sungai Nil bukan lah wilayah yang layak untuk dihuni. Secara keseluruhan sungai ini mengalir sepanjang 6.400 kilometer lebih. Sungai Nil dibentuk oleh dua sungai besar yang menyatu, yakni Nil Biru yang bermata air di Ethiopia dan Nil Putih yang bersumber di Uganda. Kedua sungai ini bersatu di Khartoum dan menjadi Nil yang sesungguhnya, dan dari sini mengalir lah sungai yang menyatu sepanjang 3.040 kilometer mengarah ke utara ke Laut Tengah.

Setiap tahun, hujan membasahi pegunungan selatan, air yang terkumpul kemudian mengalir dengan deras di sepanjang Nil, dan menggenangi daerah di sekitarnya.  Menurut Herodotus, “Jika Nil merendam tanah tersebut, seluruh Mesir menjadi lautan.” Banjir yang sedemikian rupa, menjadikan wilayah tersebut tidak berpenghuni.

Orang-orang yang nantinya menjadi pemukim pertama Mesir, masih bermukim di dekat pesisir Laut Merah dan berkelana ke Sahara. Iklim yang lembab menjadikan Sahara pada masa itu dapat ditumbuhi rumput dan berair, sehingga banyak ditinggali manusia. Akan tetapi pola cuaca panas dan kering tiba-tiba mengubah dataran Mesopotamia, termasuk Sahara menjadi gersang. Perubahan iklim menyebabkan penduduk Sahara berpindah ke timur, menuju lembah Nil yang terairi dengan baik.

Berkat berkurangnya curah hujan, Nil telah menjadi daerah layak huni. Pengungsi tersebut kemudian mendirikan pemukiman pertama di lembah Nil, sekitar tahun 5000-4000 SM. Para pengungsi pertama ini pada perkembangannya dikenal sebagai orang Mesir pertama.

Para pendatang tersebut menemukan cara untuk mengatasi banjir tahunan dengan menggali tempat penampungan untuk menyimpan air pada masa banjir, serta saluran untuk mengairi ladang di musim panas. Mereka membangun permukiman di kedua tepi, dan menanam biji-bijian di tanah subur lembah Sungai Nil. Selain bercocok tanam, mereka juga berburu binatang liar di sekitar Sungai Nil. Penduduk Lembah Nil semakin bertambah, setelah bergabungnya pendatang lain dari pesisir barat Laut Merah.

Ilustrasi kehidupan Mesir Kuno

Berbeda dengan Sumeria, Lembah Nil memiliki kekayaan alam yang luar biasa, mulai dari mineral hingga binatang untuk dimakan tersedia. Hanya kayu yang sulit diperoleh di tempat tersebut. Kondisi yang sedemikian rupa, menjadikan orang-orang Mesir sangat bergantung pada sumber daya alam di sekitar Sungai Nil. Bagi Mesir Kuno, Sungai Nil berperan layaknya laut bagi Inggris dan Alpen bagi Swiss. Nil membentuk perekonomian, dan menentukan struktur politik Bangsa Mesir.

Mesir adalah “hadiah pemberian sungai”, tulis Herodotus. Tanpa Sungai Nil, negeri tersebut tandus: berkat adanya Nil, para firaun [pharaoh] memerintah salah satu negeri paling makmur selama hampir seribu tahun.

Raja Scorpion dan Pendirian Dinasti Mesir Kuno

Pendirian pemukiman Mesir Kuno, menandai kemunculan peradaban baru di wilayah Mesir. Seiring dengan perkembangannya, penduduk Mesir terbagi menjadi dua wilayah. Pertama, kota-kota di bagian selatan yang mengidentifikasikan diri sebagai bagian dari Kerajaan Putih atau sering disebut Kerajaan Mesir Hulu. Kedua, aliansi kota-kota bagian utara yang membentuk Kerajaan Merah atau Kerajaan Mesir Hilir, dengan kota Heliopolis dan Buto sebagai kota yang paling berkembang.

Tahun 3200 SM, Mesir mengalami periode puncak masuknya pemukim baru.Nubt di jalur timur-barat yang mengarah ke tambang-tambang emas menjadi kota terkuat di selatan, sementara Hierankonpolis, yang dihuni 10.000 penduduk terletak tidak jauh dari sana.

prasasti yang menjelaskan sosok raja scorpion

Pada periode yang sama muncul seorang raja, yang berusaha menyatukan kedua kerajaan. Raja tersebut adalah Raja Kerajaan Putih, bernama Scorpion. Scorpion kemungkinan besar berasal dari Hierankonpolis. Ia adalah raja pertama yang mempunyai rencana untuk menggabungkan Kerajaan Putih dan Merah di bawah satu raja. Akan tetapi hasil dari kerja kerasnya tidak bertahan lama, karena kedua kerajaan kembali terpecah.

Satu abad kemudian atau sekitar tahun 3100 SM, raja selatan lain bernama Narmer mengikuti jejak Raja Scorpio. Ia kembali berusaha menyatukan kedua kerajaan. Kemungkinan besar Narmer adalah nama lain untuk Menes, yang muncul dalam daftar raja Mesir. Peleburan perbatasan antara kedua kerajaan tersebut menandai berdirinya dinasti pertama Mesir Kuno.

Menes merayakan kemenangan dengan membangun sebuah ibu kota di Memphis, sebagai titik pusat kekaisaran yang baru. Kota tersebut didirikan 32 kilometer di sebelah selatan bagian delta paling hulu, dekat tempat bertemunya Mesir hilir dan hulu. Memphis menjadi kota terbesar di negeri itu. Memphis bertahan sebagai ibu kota Mesir kuno, selama 400 tahun atau selama 18 firaun pengganti Menes.

Sistem Pemerintahan Mesir Kuno

Salah satu yang menonjol dari peradaban Mesir Kuno adalah sistem organisasi pemerintahan yang sentralistis [unifikasi] dan efektif untuk mengatur Mesir dari air terjun pertama hingga Laut Tengah. Unifikasi politik dan administratif Meir terjadi pada periode awal pemerintahan Mesir Kuno. Sistem tersebut merupakan syarat politik yang memungkinkan pemeliharaan irigasi dan agrikultur di Mesir.

Kekuasaan kolektif manusia yang terkonsentrasi di tangan seorang penguasa seluruh Mesir, menghasilkan surplus sarana kehidupan masyarakat yang belum pernah terjadi sebelumnya. Pengelolaan tanah genting Mesir yang terorganisir menjadikan kebutuhan masyarakat tercukupi bahkan dapat dikatakan sangat makmur.

Pada masa awal itu telah dimulai pembentukan sebuah perangkat istana raja, pengumpulan pajak, dan sebuah sistem ekonomi yang memungkinkan Mesir menikmati kemewahan dengan menopang warga negara yang tidak menghasilkan makanan: imam-imam purna waktu untuk menyelenggarakan kurban bagi raja, pengrajin logam terampil menyediakan perhiasan untuk para bangsawan dan wanita biasa, sementara para juru tulis memegang pencatatan birokrasi yang tengah berkembang.

Firaun / Pharaoh

Firaun adalah sebutan untuk penguasa absolut Mesir Kuno. Pada Mesir Kuno, mereka mengklaim sebagai penjelmaan Horus [dewa kehidupan] di bumi serta menyandang kekuasaan yang tidak lenyap di waktu malam atau dengan kematian. Ketika firaun meninggal, ia tidak lagi dipandang sebagai penjelmaan Horus, melainkan penjelmaan Osiris [dewa dunia bawah].

Firaun : penguasa absolut Mesir Kuno

Selanjutnya putra dari firaun yang wafat menerima peran sebagai Horus yang menjelma. Penerapan kepercayaan teologis seperti itu, mempunyai kegunaan praktis sebagai sebuah cara untuk melegitimasikan penguasa pengganti. Raja yang baru bukan saja dianggap sebagai keturunan raja yang lama, melainkan juga dianggap sebagai reinkarnasi dari ayahnya.

Dari kepercayaan semacam itu, para firaun mempunyai kecenderungan untuk menikahi saudara perempuan dan terkadang anak perempuan mereka sendiri. Ketika seorang firaun menggantikan ayahya, ibunya [istri firaun sebelumnya] dalam arti tertentu menjadi istrinya juga, karena firaun adalah penjelmaan firaun sebelumnya.

Adjib, firaun keempat dari dinasti Pertama, menambahkan sebuah gelar nesu-bit keterangan pada gelar rajanya. Nesu-bit memiliki arti di atas dan di bawah, yang menandakan kekuasaan firaun di dunia atas dan dunia bawah. Nesu adalah kuasa pemerintahan ilahi, martabat rajawi atas yang beralih dari satu raja ke raja lain, sementara bit adalah penyandang fana dari kuasa itu, raja di bawah.

Mumi dan Tradisi Pemakaman Mesir Kuno

Bagi orang Mesir, hidup di akhirat adalah hidup badani, bukan penggantian berbentuk rohaniah. Jiwa meninggalkan badan pada saat kematian, tetapi menurut harapannya jiwa itu dapat kembali pada badan tadi. Oleh karena itu orang-orang Mesir sangat bernafsu untuk mengekalkan kehidupannya demi dirinya sesudah mati, dan mengejar tujuan akhirat secara lebih serius dibanding tujuan apa pun yang bisa diraih selama kehidupan di dunia.

Ketika raja-raja Dinasti Pertama melakukan pemakaman, oang-orang Mesir belum pernah membalsam orang mati. Prosesi pemakaman pun masih sangat sederhana, yakni badan raja dibungkus kain, yang kadang kala direndam di cairan damar. Akan tetapi, medode itu sama sekali tidak dapat mengawetkan mayat. Metode pengawetan mayat terus berkembang hingga akhirnya menghasilkan suatu tradisi perawatan bagi jenazah orang-orang Mesir yang dinamakan dengan pemumian.

Tidak ada bukti sejarah yang menggambarkan penggarapan jenazah menjadi mumi. Pengetahuan yang ada sekarang tentang proses itu [pembalseman, penggunaan minyak, garam, dll] sebagian besar berdasarkan tulisan Herodotus dan penyelidikan terhadap mumi sendiri.

Setelah pemumian dilaksanakan, mumi dimasukkan makam [makam di dalam piramid untuk firaun] bersama dengan barang-barang yang diharapkan akan diperlukan oleh yang mati dalam kehidupan barunya . Barang tersebut biasanya berupa makanan, alas kaki, perhiasasan,  serta mahkota atau tongkat jika ia seorang firaun.

Pemakaman dengan model pemumian, membutuhkan biaya yang sangat mahal. Bahkan, mahalnya biaya untuk mengawetkan jenazah melebihi kebutuhan mereka untuk merias diri selama hidup. Pada zaman Mesir Kuno, hanya firaun yang berhak hidup di alam akhirat, sehingga pemumian hanya dilakukan untuk seorang firaun.

Akan tetapi pada masa kerajaan baru, 11 abad kemudian, kehidupan akhirat merupakan hak semua orang Mesir, akibatnya tradisi pemumian semakin banyak dilakukan. Biaya yang sangat mahal mengakibatkan tidak semua rakyat Mesir saat itu dapat melakukan tradisi pemakaman selayaknya, orang-orang miskin menggunakan kain kafan sebagai pengganti peti dan melakukan penguburan di bawah timbunan pasir.

Piramida : Proyek Monumental Firaun

Sekitar tahun 2630 SM, rakyat Mesir mulai membangun piramida sebagai makam raja-rajanya. Firaun pertama yang menggunakan piramida adalah firaun Djoser. Ketika Djoser wafat, ia tidak dikuburkan di pemakaman tradisional di Abydos. Ia telah membangun makamnya sendiri jauh di utara di kota Saqqara.

Selain itu, ia juga meninggalkan makam tradisional Dinasti Kedua yang terbuat dari bata lumpur. Makamnya terbuat dari batu dan harus tahan selamanya. Makam firaun mengalami pergeseran makna bukan lagi sebagai tempat keberangkatan untuk perjalan rohnya di dunia berikutnya, melainkan sebagai suatu tempat di mana sang firaun akan terus hidup.

Di sekeliling makam Djoser, ditata sebuah kota lengkap untuk rohnya atau sering disebut dengan nekropolis [kota arwah]. Pada pusat kota arwah yang dibangun di atas makam itu sendiri berdiri lah piramida pertama Mesir: Piramida Berundak. Enam tingkat balok batu tegak menjulang ke ketinggian sekitar 70 meter. Di bawahnya, terdapat lorong-lorong menuju ke makam keluarga raja, yang digali di tanah di bawah lapisan terbawah.

Piramida Berundak

Imhoteb, Wazir Djoser lah yang merancang dan memimpin pembangunan struktur yang ganjil itu. Imhoteb adalah orang pertama yang mendesain sebuah bagunan dari batu yang dipotong-potong. Piramida Berundak dapat dikatakan sebagai perluasan dari sebuah bentuk pemakaman Mesir purba. Kuburan-kuburan layaknya di Abydos dengan atap tertutup.

Piramida sendiri dibangun oleh suatu angkatan kerja laki-laki kekar yang terorganisasi yang dapat dibebaskan dari pekerjaan bertani dan berperang. Pembangunan piramida memerlukan kondisi negeri yang makmur. Hanya sebuah negara yang kuat dan berkecukupan yang mampu memberikan makanan serta pakaian utuk para pembuat piramida. Mesir telah mencapai suatu tingkat kemakmuran dan keteraturan pada masa tersebut. Oleh karena itu, mulainya abad piramida juga menandai awal suatu era baru dalam sejarah Mesir: Kerajaan Mesir Lama.

Paza zaman Kerajaan Lama, segera setelah seorang firaun naik tahta, maka dimuai lah proyek pembuatan piramid yang akan menjadi makamnya. Firaun mengerahkan tata kerja luas yang terdiri dari pekerja bangunan dan arsitek. Setiap desa mengirimkan sejumlah pekerja ke tempat  pembangunan, dan gudang kerajaan mengeluarkan peralatan serta pakaian.

Piramida terbesar dibangun pada masa Firaun Khufu sekitar tahun 2600-2500 SM. Piramida Besar itu sering juga disebut Piramida Giza, sesuai letaknya yang berada di Giza. Piramida Giza dibangun dengan 2 juta balok batu, yang rata-rata setiap batu mempunyai berat 2,5 ton.

Piramida Giza

Layaknya Piramida Berundak, Piramida Giza dibangun lengkap dengan kompleksnya. Kompleks tersebut tersusun dari: piramida utama, sebuah jalur pengantar ke bawah menuju sebuah kuil lembah, sebuah kuil untuk persembahan di sebelah timur, dan tiga piramida yang lebih kecil untuk para permaisuri khufu.

Piramida yang dibangun di dataran Giza itu memiliki puncak setinggi 160 meter. Sisi luar piramida sangat seragam, masing-masing sisi memliki panjang sekitar230 mter, dan di antara sisi hanya mempunyai selisih 20 cm.

Proyek besar dan berat itu membutuhkan waktu sekitar 23 tahun, pembangunan dikerjakan dengan peralatan sederhana, tanpa binatang pengangkut batu atau roda. Khufu mengerahkan salah satu dari regu pekerja yang paling besar di dunia. Banyak kisah yang menyatakan ketika Khufu memulai proyek pembangunan piramidanya, ia memperlakukn pekerja layaknya budak yang hina. Piramida itu sendiri merupakan tanda kesaksian atas kekuasaan absolut firaun.

Pada  zaman Khufu, tujuan asli dari nekropolis pertama yang dibangun Imhotep telah terkaburkan. Piramida yang seharusnya melambangkan kesakralan kepercayaan Mesir Kuno, berubah menjadi simbol dari kebesaran kekuasaan pembangunnya. Rumah roh telah menjadi peninggalan yang melambangkan kemegahan hidup seorang firaun.

Piramida terbesar kedua, dibangun oleh putra Khufu yang bernama Khafre. Khafre memerintah dalam periode waktu lama. Khafre memerintah selama 64 yahun menurut Manetho, dan 56 tahun menurut perhitungan Herodotus.

Seperti ayahnya, Khafre mencurahkan begitu banyak energi untuk membangun piramida, sehingga ia melalaikan dewa-dewa dan tidak membuka kembali tempat pemujaan. Selain itu ia juga memperlakukan para pekerja piramida layaknya budak, akibatnya rakyat Mesir sangat membencinya.

Piramida Khafre, yang sering disebut sebagai Piramida Kedua, hanya 10 meter lebih rendah daripada Piramida Besar Khufu. Meskipun demikian, Khafre membangun piramidanya di lahan yang lebih tinggi, sehingga pengunjung yang tidak begitu memperhatikan akan terkecoh dan mengira bahwa Piramida Kedua lebih tinggi. Khafre adalah pembangun terakhir piramida besar dan penguras terakhir energi rakyatnya. Penerusnya, Menkaure, dipaksa berhemat dan mengubah perilaku.

Patung Sphinx

Khafre selain meninggalkan Piramida Kedua, ia juga meninggalkan monumen spektakuler lainnya, yakni Patung Sphinx. Patung yang terbuat dari batu kapur itu mempunyai bentuk misterius, sebagian singa, dan sebagian elang, dengan wajah manusia. Patung raksasa itu menatap ke arah timur.

Patung Sphinx di Giza

Asal usul sosok sphix sendiri sama sekali tidak diketahui. Seperti halnya piramida, Sphinx juga telah memunculkan teori-teori tidak masuk akal tersendiri : mulai dari bangunan yang berumur 10.000 tahun, sebagai titik pusat energi global, hingga patung yang dibangun oleh makhluk Atlantis atau alien.

Penjelasan yang tidak masuk akal sebenarnya tidak perlu, karena patung tersebut sebenarnya mempunyai nilai simbolis bagi rakyat Mesir Kuno. Elang diidentifikasikan dengan Horus, sedangkan singa diidentifikasikan dengan matahari dan dengan demikian melambangkan dewa matahari Ra.

Patung Sphinx dipercaya menjaga tempat di mana jiwa akan berada secara abadi. Penambahan wajah pada patung itu adalah salah satu upaya firaun untk mengklaim identititas mereka. Kemungkinan Kahafre perlu menciptakan sebuah bukti baru keilahiannya, untuk meredam kebencian terhadapnya.

BIBLIOGRAFI

Bauer, Susan Wise. 2010. Sejarah Dunia Kuno: Dari Cerita-Cerita Tertua sampai Jatuhnya Roma. Terj. Aloysius Prasetya. Jakarta: Elex Media Komputindo.

Casson, Lionel. 1972.  Mesir Kuno: Abad Besar Manusia. Terj. Murad. Jakarta:Tira Pustaka.

Holland, Julian [ed.]. 2009. Ensiklopedia Sejarah dan Budaya : Sejarah Dunia Jilid I. Terj. Nino Oktorino. Jakarta: Lentera Abadi.

Toynbee, Arnold. 2007. Sejarah Umat Manusia. Terj. Agung Prihantoro. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Similar Posts:

  • Kekaisaran Persia Kuno [550-330 SM.]
  • Sejarah Peradaban Mesopotamia
  • Peradaban Lembah Sungai Gangga Abad VI SM

Video yang berhubungan

Bài mới nhất

Chủ Đề