Apa saja bukti bahwa Mohammad Hatta seorang yang sederhana dan tidak mudah tergoda harta

Mohammad Hatta. image.bzlink.us

NEWS | 7 November 2012 12:11 Penulis : Titis Widyatmoko

Merdeka.com - Proklamator Mohammad Hatta banyak memberikan teladan soal kesederhanaan. Hatta mengajarkan menjadi pria terhormat tidak harus menjadi orang kaya. Hatta juga mencontohkan perilaku jujur dan menghindari korupsi. Sesuatu yang sangat langka saat ini.

Hari ini, Mohammad Hatta mendapat gelar pahlawan nasional dari pemerintah bersama dengan proklamator bangsa Ir Soekarno. Penganugerahan gelar pahlawan nasional diberikan langsung oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di Istana Negara, Rabu [7/11]. Berikut beberapa kisah kesederhanaan Bung Hatta yang menggetarkan hati.

2 dari 7 halaman

Soekarno-Hatta-Sjahrir. ©©2012 Merdeka.com

Hatta bukan orang kaya. Gajinya sebagai wakil presiden selalu habis digunakan untuk membeli buku. Dia juga tidak pernah mau main ambil uang yang bukan haknya. Hatta pernah menyuruh asistennya mengembalikan dana taktis wakil presiden sebesar Rp 25 ribu. Padahal jika tidak dikembalikan pun tidak apa-apa. Dana taktis itu tidak perlu dipertanggungjawabkan. Tapi Hatta orang jujur yang punya kehormatan.

3 dari 7 halaman

mohammad hatta. anneahira.com

Hatta, istri dan tiga anaknya tinggal di Jl Diponegoro 57, Jakarta. Hatta mendapat uang pensiun sebesar Rp 3.000. Jumlah itu terbilang kecil. Hatta pun terengah-engah membayar tagihan listrik rumahnya.

Hatta juga menolak semua jabatan komisaris baik dari perusahaan nasional maupun perusahaan asing. Dia merasa tidak bisa bertanggung jawab pada rakyat jika mengambil jabatan itu. Menurut Hatta, apa kata rakyat nanti kalau dia menerima jabatan sebagai komisaris. Bung Hatta juga menolak jabatan di Bank Dunia. Seperti diketahui, jabatan komisaris perusahaan ini biasanya merupakan jatah pejabat yang pensiun. Tanpa perlu kerja, setiap bulannya para pejabat ini akan mendapatkan gaji buta. Karena itulah Hatta menolak.

4 dari 7 halaman

mohammad hatta. sukarnoyears.com

Kisah ini disampaikan oleh sekretaris pribadi Bung Hatta, Iding Wangsa Widjaja. Suatu ketika Bung Hatta berjalan-jalan di pertokoan di luar negeri. Dia mengidam-idamkan sepatu Bally yang terpampang di etalase. Begitu mengidamkannya, guntingan iklan sepatu Bally itu dia simpan di dompetnya. Dia berharap suatu waktu bisa membelinya.

Apa daya, sampai meninggal Bung Hatta belum bisa membeli sepatu Bally itu. Dan, guntingan iklan masih tersimpan di dompetnya. Andai saja Bung Hatta mau menggunakan kekuasaannya, tentu dia akan mudah mendapatkan sepatu Bally yang diidam-idamkan itu.

5 dari 7 halaman

mohammad hatta. blogspot.com

Hatta hanya mengenal seorang wanita selama hidupnya. Dialah Rachmi Rahim yang biasa dipanggil Yuke. Usia Hatta dan Yuke terpaut 24 tahun. Saat menikah Yuke baru berusia 19 tahun. Maklum, Hatta pernah berjanji tidak akan menikah selama Indonesia belum merdeka.Di sebuah Vila di Megamendung Bogor tanggal 18 November 1945, keduanya menikah. Yang unik, Hatta memberi Yuke mas kawin berupa buku karangannya yang berjudul Alam pikiran Yunani. Keluarga Hatta sempat protes. Masa iya menikah memberikan mas kawin berupa buku? Bukankah seharusnya emas atau harta yang berharga? Tapi itulah Hatta. Baginya buku dan ilmu pengetahuan adalah hal yang paling berharga.Bahkan beredar guyonan sebenarnya Yuke adalah istri ketiga Hatta. Istri pertama Hatta adalah buku, istri keduanya buku, baru istri ketiganya Yuke. Hatta memang tidak pernah bisa dipisahkan dari buku.Tapi rumah tangga keduanya berjalan harmonis puluhan tahun. Yuke mendampingi Hatta sebagai wakil presiden, mendampingi Hatta hijrah dari Jakarta ke Yogya. Yuke juga ikut menjadi tahanan rumah saat Belanda menduduki Yogyakarta 19 Desember 1945. Dia menyaksikan suaminya ditangkap dan dibuang ke Bangka.Yuke juga mendampingi Hatta saat mundur sebagai wakil Presiden. Hatta kecewa melihat Soekarno yang menjadi diktator. Keluarga Hatta dengan tiga putrinya hidup pas-pasan karena Hatta tidak mau mengambil sesuatu yang bukan haknya.

Hingga akhirnya Hatta meninggal 14 Maret 1980. Jika dihitung pernikahan Hatta dan Rachmi Rahim berlangsung 35 tahun. Rachmi membaktikan hidupnya untuk pria luar biasa ini dan Hatta membuktikan, tak ada wanita lain dalam hidupnya. Pada suatu ketika, Rachmi tak mampu membeli mesin jahit idamannya. Hatta pun hanya bisa menyuruh Rachmi bersabar dan menabung lagi.

6 dari 7 halaman

mohammad hatta. blogspot.com

Selama ini kita mendengar dan melihat banyak pejabat di Indonesia pergi ke Mekkah menunaikan ibadah haji menggunakan fasilitas negara. Contoh terbaru adalah rombongan Menteri Agama Suryadharma Ali.Sambil menjalankan tugasnya sebagai amirul haj Indonesia di Tanah Suci, Menag membawa rombongan dalam jumlah besar. Anggotanya adalah para kerabat, sahabat, dan koleganya di partai.Rombongan jumbo itu tentu tidak patut. Apalagi jika rombongan itu semua ditanggung oleh negara. Bandingkan dengan sikap Mohammad Hatta.Bung Hatta, biasa Mohammad Hatta dikenal, yang waktu itu menjadi wakil presiden menunjukkan sikap kesederhanaannya. Dalam buku "Mengenang Bung Hatta" yang ditulis oleh sekretaris Bung Hatta, Iding Wangsa Widjaja, buku itu menceritakan sosok luar biasa seorang Hatta.

Tahun 1952, Bung Hatta hendak melakukan ibadah haji bersama istri dan dua saudarinya. Waktu itu Bung Karno menawarkan agar menggunakan pesawat terbang yang biayanya ditanggung negara. Tapi Bung Hatta menolaknya, karena ia ingin pergi haji sebagai rakyat biasa, bukan sebagai wakil presiden. Dia menunaikan rukun Islam kelima dari hasil honorarium penerbitan beberapa bukunya.

7 dari 7 halaman

Mutia Hatta. ©‚©©2012 Merdeka.com/dwi narwoko

Bung Hatta yang dikenal sebagai Gandi dari Indonesia itu dikenal sangat ingin menyelami kehidupan sebagai rakyat Indonesia. Ketika meninggal dunia pun Hatta tidak mau dimakamkan di Taman Makam Pahlawan. Dia hanya ingin dimakamkan di taman makam biasa.

"Saya ingin dikubur di kuburan rakyat biasa. Saya adalah rakyat biasa," kata Hatta dikutip dari buku "Bung Hatta Menjawab" karangan Z Yasni.

[mdk/tts]

JAKARTA - Tindak-tanduk Mohammad Hatta penuh inspirasi. Kesederhanaan Bung Hatta dalam menjalani kehidupan jadi salah satunya. Semasa muda Bung hatta tak terpengaruh pergaulan bebas, pun setelah tua tak gila jabatan.

Sosok proklamator itu menjadi perwujudan sempurna pahlawan bangsa, baik ia secara pribadi atau pejabat. Padahal, Hatta lahir dari dua perpaduan dua keluarga terkemuka: pemuka agama dan saudagar. Tapi Bung Hatta memilih jalan kesederhanaannya sendiri.

Boleh jadi banyak tokoh nasional –termasuk Soekarno-- yang hidup semasa dengan Bung Hatta akrab dengan kemiskinan. Akan tetapi Bung Hatta dalam kehidupannya tak merasakan hal itu.

Penyebabnya, Bung Hatta lahir dari garis keluarga kaya raya di tanah Minang. Bung Hatta dimanjakan, bahkan hidupnya cukup berada. Justru kemiskinan ditemukan Bung Hatta dari pengamatan akan bangsanya yang semakin melarat di bawah penjajahan Belanda.

Sekalipun lahir dari keluarga kaya, kehidupan Bung Hatta jauh dari foya-foya. Dalam banyak hal, Bung Hatta lebih memilih jalan sebagai pesakitan, dibanding memanfaatkan kesempatan menjadi kaya raya.

Pandangan akan kesederhaannya itu semakin menggugah sikap kerakyatannya ketika menimba ilmu di negeri Belanda. Di negeri penjajah itulah Bung hatta memamahami perjuangan adalah sepenuhnya untuk kemerdekaan Indonesia.

“Cepat, tepat, dan teratur, itulah warisan yang ku bawa dari Prins Hendrik School [PHS Batavia]. Didikan pada Handels-Hogeschool di Rotterdam menyempurnakannya. ‘Berbuat karena Allah,’ yang menjadi dasar didikanku dari rumah juga membentuk membentuk aku sebagaimana aku dalam pelajaran, pendidikan, dan perjuangan bangsa untuk bangsa dan negara selama hidupku. Carilah kebenaran, tuntut kebenaran, laksanakan kebenaran itu dalam masyarakat, senantiasa menjadi peganganku dalam segala tindakan” ungkap Bung Hatta dalam bukunya Mohammad Hatta: Memoir [2002].

Moh Hatta [Sumber: geheugen.delpher.nl]

Proses perjuangan malah menjadikan sosok Hatta makin sederhana. Ia tak mau bermewah-mewah, tak juga mengambil sesuatu yang bukan haknya. Kesederhanaan itu telah diamini oleh banyak orang. Presiden RI kedua Soeharto, misalnya.

The Smiling General selalu mengenang Hatta sebagai figur yang perlu diteladani seluruh bangsa Indonesia. Apalagi, sepulang dari Belanda, sebenarnya Bung Hatta dapat hidup senang sebagai sarjana ekonomi.

Kendati demikian, Bung Hatta tetap memilih jalur perjuangan. Perjuangan itu kemudian mengantarnya mencicipi penderitaan selama diasingkan oleh pemerintah kolonial Belanda di Boven Digoel [1935] dan Banda Neira [1936].

Pengasingan demi pengasingan itu kemudian makin melanggengkan sosok Bung Hatta yang sederhana. Karena itu, dalam kesederhanaan itulah letak kekuatan, kebesaran, dan keagungan dari sosok yang pernah menjadi Wakil Presiden Pertama Indonesia.

"Kita semua perlu berguru pada kehidupan Bung Hatta," kata Soeharto dikutip buku Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita [2008].

Kesederhanaan Bung Hatta dalam kenangan

Tak sedikit tokoh bangsa yang mengungkap jika ingin belajar kesederhanaan, maka belajarlah dari Bung Hatta. Pandangan itu bukan pepesan kosong belaka. Hingga akhir hayatnya, Bung Hatta hidup dalam kesederhanaan.

Bung Hatta enggan memuja kesenangan yang berlebihan, juga tak mau menggunakan uang yang bukan haknya. Sikap ini bahkan sempat diutarakan oleh sahabatnya Soekarno dengan nada sedikit menyindir. Di mata Soekarno, Hatta dianggapnya sosok terlalu serius.

“Hatta dan aku tak pernah berada dalam getaran gelombang yang sama. Cara yang paling baik untuk melukiskan tentang pribadi Hatta ialah dengan menceritakan tentang kejadian di suatu sore, ketika dalam perjalanan ke suatu tempat dan satu‐ satunya penumpang lain dalam kendaraan itu adalah seorang gadis yang cantik. Di suatu tempat yang sepi dan terasing ban pecah. Jejaka Hatta adalan seorang yang pemerah muka apabila bertemu dengan seorang gadis. Ia tak pernah menari, tertawa atau menikmati kehidupan ini,” cerita Bung Karno dikutip Cindy Adams dalam buku Bung Karno: Penyambung Lidah Rakyat Indonesia [1965].

Hatta, menurut Bung Karno justru tak berlaku berlebihan. Ketika supir pergi mencari bantuan selama dua jam, Bung Hatta justru didapati tengah tidur di sudut yang jauh dari si gadis. Wujud kesederhanaan lainnya juga diperlihatkan Bung Hatta saat dirinya masih menjabat Wakil Presiden.

Moh Hatta [Sumber: geheugen.delpher.nl]

Tak pernah sekalipun Bung Hatta mengambil uang yang bukan haknya. Seperti yang dikisahkan oleh mantan Sekretaris Pribadi Bung Hatta, I Wangsa Widjaja. Sekretarisnya bercerita walau setiap bulan selalu ada sisa uang untuk anggaran rutin biaya rumah tangga wakil presiden.

Uang itu selalu dikembalikan ke kas negara. pada kesempatan lainnya pun begitu. Bung Hatta selalu menolak pemberian amplop dari pejabat-pejabat daerah, karena biaya perjalanan dan penginapannya sudah dibiayai oleh negara.

Kesederhanaan Bung Hatta semakin terlihat ketika dirinya mundur dari jabatan wakil presiden pada 1956. Alhasil, Bung Hatta tak mendapatkan gaji lagi. Satu-satunya pendapatan hanya bersumber dari uang pensiun yang tak seberapa sebagai wakil presiden.

Saking kecilnya, uang tersebut tidak cukup untuk membayar seluruh tagihan rumah, dari tagihan air, listrik, dan telepon. Sebenarnya, jika mau, Bung Hatta dapat menjadi komisaris pada berbagai perusahaan. Opsi itu tak dilakukan.

Demi mencari tambahan, Bung Hatta mencoba masuk ke dunia menulis dan mengajar. Setelahnya, Bung Hatta banyak dibantu oleh Gubernur Jakarta, Ali Sadikin [1966-1977] yang mengusulkan Bung Hatta menjadi warga kota utama. Lantaran itu beberapa tagihan Bung Hatta dibayarkan oleh pemerintah DKI Jakarta.

“Beliau mendapatkan kesulitan mengenai pembayaran PAM dan Iuran Rehabilitasi Daerah [Ireda]. Begitu sederhananya hidup pemimpin kita itu. Saya tidak tahu persis berapa pensiun yang beliau terima waktu itu. Tapi dengan adanya kabar demikian yang sampai pada saya, terharu saya mendengarnya. Saya segera mencari akal, mencari jalan apa yang saya dapat perbuat semampu saya untuk membantunya,” pungkas Ali Sadikin dikutip Ramadhan K.H. dalam buku Bang Ali: Demi Jakarta 1966-1977.

Tak hanya itu, keserdehanaan Bung Hatta tercermin pula dari keinginannya yang berkeras hati tak mau dimakamkan di Taman Makam Pahlawan [Kalibata]. Dalam surat wasiat yang ditulis pada 1975, atau lima tahun sebelum ia wafat pada 14 Maret 1980, Bung Hatta mengungkap tak ingin dikuburkan di makam pahlawan.

Bung Hatta mengatakan dirinya ingin dikubur pada kuburan rakyat biasa agar dirinya selalu dekat dengan rakyat yang selama ini diperjuangkan oleh Bung Hatta. “Pokok-pokok pikiran Bung Hatta tentu berkaitan erat dengan pribadinya sebagai muslim yang diizinkan oleh syariat beristri empat. Adapun keempat istri Bung Hatta adalah: Pertama, Indonesia. Kedua, bangsa. Ketiga, pekerjaannya. Keempat, Ny. Rahmi Hatta,” Rosihan Anwar dalam buku Sejarah Kecil “Petite Histoire” Indonesia Jilid 5 [2012].

*Baca Informasi lain soal SEJARAH atau baca tulisan menarik lain dari Detha Arya Tifada.

 BERNAS Lainnya

Tag: sejarah sejarah nusantara

Video yang berhubungan

Bài mới nhất

Chủ Đề