Social Network Analysis (SNA dapat memvisualisasikan karakteristik struktural atau hierarki dalam)

1.Creative content sangat diperlukan pada pesan-pesan kampanye berikut inia.Earth hour sebagai bagian dari hemat energyb.Semua pilihan jawaban benarc.Penerapan protokol kesehatan pencegahan Covid 19d.Pelestarian lingkungan melalui menghindari penggunaan sampah plastik2.Menurut sejarah Social Network Analysis (SNA), munculnya SNA didahului oleh ilmusosiometri. Ilmu sosiometri adalaha.Ilmu untuk mengukur tingkat keterkaitan antara orang-orangb.Ilmu yang membahas budaya organisasic.Ilmu yang membahas perilaku sosial antar individud.Ilmu yang membahas organisasi di masyarakat3.Perhitungan matriks yang didasarkan pada jarak (geodesic distance) yang menghubungkanaktor dengan aktor lain dalam social network disebuta.Relative degree centralityb.Degree centralityc.Closeness centralityd.Betweeenness centrality4.Dalam sosial media Instagram, contoh creative content dapat berupa. Kecualia.Instagram Profileb.Instagram Livec.Instagram Storyd.Instagram Animasi5.Social Network Analysis (SNA) merupakan studi yang mempelajari tentanga.Hubungan manusia dengan memanfaatkan teori grafb.Hubungan manusia dengan memanfaatkan teori komunikasic.Hubungan manusia dengan memanfaatkan teori antropologid.Hubungan manusia dengan memanfaatkan teori sosiometri6.Tujuan utama penggunaan creative content adalaha.Agar promosi produk lebih efektifb.Menurunkan biaya produksic.Agar dapat menarik khalayak/audience untuk membaca dan menontond.Mempermudah masyarakat memperoleh informasi7.Penerapan Social Network Analysis (SNA) dalam suatu aplikasi yang mampumenggambarkana.Relasi atau hubungan antar individu dengan melakukan visualisasi dalam bentukgrafb.Relasi atau hubungan antar individu dalam area komunikasi bisnisc.Relasi atau hubungan antar individu dalam bidang ekonomi, sosial, dan budayad.Relasi atau hubungan antar individu di dalam organisasi kemasyarakatan8.Penggunaan content creative yang diimplementasikan padaa.Websiteb.Semua pilihan jawaban benarc.TV dan radiod.Sosial media9.Berikut ini merupakan kriteria yang termasuk ke dalam creative contenta.Konten yang sesuai dengan kultur/budaya yang adab.Konten yang memiliki nilai jualc.Konten yang sering digunakan khalayakd.Konten yang berbeda dan berkualitas10.Social Network Analysis (SNA) dapat memvisualisasikan karakteristik struktural atauhierarki dalama.Creative contentb.Digital mapsc.Data terstrukturd.Social network

Analisis Pemangku Kepentingan dan Peranannya Dalam Pemanfaatan Informasi Geospasial (IG) ........................................ (Manik dkk.)

409

ANALISIS PEMANGKU KEPENTINGAN DAN PERANANNYA DALAM

PEMANFAATAN INFORMASI GEOSPASIAL DI PEMERINTAH DAERAH

MENGGUNAKAN METODE

SOCIAL NETWORK ANALYSIS

(Analyzing Stakeholders and Their Roles in Geospatial Information Utilization

in local Government using Social Network Analysis Method)

Yesi Monika Manik, Heri Sutanta, Diyono

Magister Teknik Geomatika, Departemen Teknik Geodesi

Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada

Jalan Grafika 2 Bulaksumur Yogyakarta 55281, Indonesia

E-mail:

ABSTRAK

Informasi Geospasial (IG) merupakan informasi yang penting dalam mendukung perencanaan dan

pelaksanaan pembangunan di lembaga pemerintah pusat dan daerah. Dalam Infrastruktur Data Spasial

(IDSN) nasional, pemerintah daerah merupakan simpul jaringan yang memiliki peran sebagai pengguna dan

produsen IG. Supaya dapat berperan dengan baik, pihak-pihak yang terlibat dalam pemanfaatan IG di

pemerintah daerah perlu dioptimalisasi. Langkah optimalisasi dapat dilakukan apabila para pemangku

kepentingan dan perannya dalam pemanfaatan IG dapat diidentifikasi dengan baik. Metode

Social Network

Analysis

(SNA) digunakan dalam penelitian ini dengan tujuan untuk meneliti pola hubungan antara para

pemangku kepentingan pemanfaatan IG serta untuk menganalisis tingkat partisipasinya. Data yang

digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari penelitian Pusat Pengembangan IDS Universitas Gadjah

tentang indeks kesiapan pembangunan IDS pada tahun 2015 dan indeks kinerja IDS pada tahun 2016.

Sebanyak 91 kabupaten dan 19 kota mengisi kuesioner tentang pola hubungan produsen dan pengguna IG.

Terdapat 18 lembaga pemerintah daerah dan pusat yang terlibat dalam pertukaran IG di daerah. Perangkat

lunak

open source

UCINET digunakan untuk pengolahan data. Sejumlah 183 ikatan dapat dibuat dengan

persentase umpan balik sebesar 75,96%. Berdasarkan analisis

degree of centrality

Badan Perencanaan

Pembangunan Daerah merupakan lembaga yang memiliki peran paling penting dalam pemanfaatan IG di

daerah, ditunjukkan dengan nilai

relative centrality

sebesar 9,78. Pada sisi produsen dan konsumen, Badan

Perencanaan Pembangunan Daerah dan Dinas Pekerjaan Umum merupakan lembaga yang paling tinggi

kontribusinya. Metode SNA berhasil digunakan untuk menggambarkan pola hubungan pemangku

kepentingan dalam pemanfaatan IG di daerah serta pola interaksi dan tingkat kontribusinya.

Kata kunci: pemangku kepentingan, informasi geospasial, pola hubungan, pemerintah da

erah, social

network analysis

.

ABSTRACT

Geospatial Information (GI) is an essential elements required to support planning and implementation

of government development program in central and local level. In the National Spatial Data Infrastructure

(NSDI), local government is a local SDI which has roles as producer and user of GI. In order to perform well,

stakeholders of GI utilization need to be optimized. The optimization process can be executed if all

stakeholders and their roles can be identified. Social Network Analysis (SNA) method was used in this study

with the aim to portray relationship of stakeholders, including their contribution level. This research

employed the data obtained from Universitas Gadjah Mada Centre for SDI Development surveys on SDI

readiness and performance conducted in 2015 and 2016. In total, 91 districts and 19 cities responded to the

questions on GI producers and users. UCINET, an open source software was used for data processing. 183

ties was made, with 75.96% of feedback. Based on degree of centrality, Badan Perencanaan Pembangunan

Daerah is the most important actor in local government’s GI utilization. Its relative centrality value is 9.78.

on the producer-user aspect, there were two agencies with highest contributions, Badan Perencanaan

Pembangunan Daerah and Dinas Pekerjaan Umum. In this paper, SNA method has been presented as able

to be used to portray relationship pattern of stakeholders in GI utilization in local government. Their

interaction mode and contribution level have also been produced using SNA method.

Keywords: stakeholders, geospatial information, relationship pattern, local government, social network

analysis

Seminar Nasional Geomatika 2017: Inovasi Teknologi Penyediaan Informasi Geospasial untuk Pembangunan Berkelanjutan

410

PENDAHULUAN

Ketersediaan Informasi Geospasial (IG) telah menjadi suatu kebutuhan oleh hampir seluruh

kalangan, baik instansi pemerintah, swasta, perguruan tinggi maupun masyarakat. IG dapat

didefinisikan sebagai data geospasial yang berisikan semua informasi yang menyangkut lokasi dan

keberadaan suatu objek pada permukaan bumi. IG menyangkut keberadaan suatu objek dan

peristiwa yang terjadi pada suatu tempat di lokasi tertentu. Pada sektor pemerintahan,

pemanfaatan dan pendayagunaan IG mendukung setidaknya tiga hal penting yaitu, administrasi

publik, pelayanan publik, dan peran internasional yang diemban pemerintah. Hal ini diwujudkan

dalam pengambilan keputusan untuk berbagai keperluan, seperti pada bidang keteknikan,

ekonomi, lingkungan, politik, dan sosial (McDougall

et al

., 2005).

Penggunaan data spasial oleh berbagai kalangan, terutama pemerintah memiliki porsi

tersendiri dalam setiap pengambilan keputusan yang berkaitan dengan perencanaan kebijakan

pembangunan, yang mana diperlukan data spasial yang akurat. Indonesia sendiri memiliki

berbagai macam data spasial. Data tersebut terdiri atas titik kontrol geodesi, data topografi, data

batimetri, dan data tematik yang meliputi sebagian besar wilayah nasional. Data tersebut

diproduksi oleh sebagian besar Organisasi Perangkat Daerah (OPD) di semua tingkat, yaitu

nasional, provinsi, dan kabupaten/kota. Untuk memenuhi kebutuhan data dan IG pada instansi

yang berbeda, DG dan IG yang ada sebaiknya dapat dimanfaatkan secara maksimal dengan cara

memproduksinya sekali dan menggunakannya berkali-kali. Penggunaan data geospasial secara

maksimal dengan cara tukar guna dan berbagi pakai antara instansi dengan pemangku

kepentingan untuk menghemat tenaga, waktu, dan menghindari duplikasi biaya pengeluaran dan

pemeliharaan data (Williamson

et al

., 2003).

Pengelolaan data spasial secara menyeluruh dapat diwujudkan dengan pengembangan

Infrastruktur Data Spasial (IDS). Indonesia merupakan negara pengadopsi awal IDS (Masser,

1999) dengan mulai membangun Infrastrustur Data Spasial Nasional (IDSN) pada tahun 1993.

Penerapan IDS diawali dengan pemanfaatan data geospasial yang intensif dan meluas

menggunakan Sistem Informasi Geospasial (SIG). Instansi pemerintah pada tingkat nasional yang

terkait sebagai penyedia dan pengguna data geospasial berdiskusi tentang pertukaran informasi

yang berhubungan dengan pengembangan SIG (Matindas

et al

., 2004).

IDS merupakan sebuah usaha terkoordinasi yang bertujuan untuk memfasilitasi pengelolaan

dan pemanfaatan data geospasial yang dimiliki dan difungsikan sebagai sumber informasi dalam

pengambilan keputusan oleh para pengguna data spasial (Rajabifard, 2010). IDS menyediakan

mekanisme pengkoordinasian dan penatakelolaan data dan informasi spasial yang mudah diakses

dan diintegrasikan untuk pembangunan; bermanfaat dalam menghindari duplikasi pekerjaan antar

OPD; mendukung pemanfaatan multiguna data dan informasi spasial; meningkatkan

return on

investment

; serta meningkatkan kualitas pengambilan keputusan (BAKOSURTANAL, 2007;

Rajabifard

et al

., 2003).

Hierarki pembangunan IDS yang diumpakan sebagai suatu piramida, memosisikan pemerintah

daerah sebagai pengguna dan penghasil data geospasial. Peran tersebut menjadikan IDS di

tingkat daerah memiliki kedetailan data yang berguna untuk membangun susunan dasar piramida

(Rajabifard

et al.

, 2000). Kedetailan data geospasial yang tersedia dapat berperan dalam berbagi

pakai data antar lembaga pemangku kepentingan yang dapat memberikan kontribusi terhadap

tata kelola pemanfaatan IG. Proses yang terkontrol dan jelas dalam setiap tahapan pemanfaatan

IG menjadi poin mutlak yang harus dipenuhi agar berbagi pakai data dapat berjalan dengan baik.

Pertanyaan penting yang mucul adalah bagaimana pengguna saling memberikan umpan balik.

Terdapat tiga arah umpan balik, yaitu: pengguna kepada pengguna, pengguna kepada produsen,

dan produsen kepada pengguna. Model interaksi antar lembaga dapat dijadikan sebagai dasar

untuk mengetahui arah umpan balik guna memenuhi kebutuhan berbagi pakai.

Pengelolaan IG dilakukan oleh setiap Organisasi Perangkat Daerah (OPD), baik

kabupaten/kota maupun provinsi. Pengelolaan IG tersebut bersifat transparan, artinya

kewenangan dan hak akses diatur secara terpusat. Standar nasional dan internasional dijadikan

sebagai acuan dalam pengelolaan IG agar data yang dikelola memiliki format dan struktur yang

sama. Semuanya bertujuan agar data dalam pemanfaatan IG dapat ditemukan dan diakses secara

efektif dan efisien serta dimanfaatkan secara optimal. Ditinjau dari perspektif jaringan, penting

Analisis Pemangku Kepentingan dan Peranannya Dalam Pemanfaatan Informasi Geospasial (IG) ........................................ (Manik dkk.)

411

untuk diketahui tentang sifat-sifat kolektif yang muncul dari distribusi dan arah aliran data antar

lembaga atau kelompok lembaga. Hal ini terfokus pada bagaimana konfigurasi jaringan dapat

meningkatkan atau membatasi akses ke sumber data (Brass, 1984; Ibarra, 1993 dalam Omran &

Etten, 2007). Pengetahuan tentang lembaga apa saja yang berperan sebagai produsen IG,

lembaga yang berperan sebagai konsumen IG, dan atau lembaga yang berperan sebagai

keduanya, dapat membantu dalam distribusi dan arah aliran data dalam IDS.

Pemanfaatan IG menjadi alat bantu yang sangat penting dalam merumuskan kebijakan serta

pengambilan keputusan di lembaga pemerintah. Berkaitan dengan hal tersebut IG berkualitas

sangat dibutuhkan agar pemanfaatan IG dapat tercapai secara maksimal. IG berkualitas juga

membantu terciptanya efisiensi dan efektivitas dalam pemanfaatan IG yang terjadi antar lembaga

(European Commission, 2007; Giff & Coleman, 2002; Kok & Van Loenen, 2005). Untuk mengetahui

efektivitas dan efisiensi pemanfaatan IG, maka perlu diketahui proporsi peran setiap lembaga di

dalamnya.

Social Network

dan

Social Network Analysis (SNA)

Sebuah

social network

merupakan seperangkat aktor (

point

atau

node

) yang mungkin

memiliki hubungan (tepi atau ikatan) dengan satu sama lain. Perspektif mendasar dalam

social

network

bahwa melalui ikatan sosial, individu mendapatkan akses ke informasi, dukungan sosial,

dan sumber daya lainnya (Agneessens

et al.

, 2017). Jaringan dalam

social network

dapat memiliki

sedikit atau banyak aktor, dan satu atau lebih jenis hubungan antara pasangan aktor. Titik awal

diperlukan dalam analisis pola

social network

untuk mengetahui semua hubungan antara masing-

masing pasangan aktor dalam jaringan. Pola yang dihasilkan akan divisualisasikan dalam bentuk

graf

.

Komponen-komponen yang memodelkan

social network

(Agusyanto, 2014), yaitu: (1)

Node

atau simpul. Sekumpulan orang, objek, atau kejadian yang direpresentasikan dengan titik, atau

dengan kata lain disebut sebagai aktor; (2)

Tie

atau ikatan. Penghubung antara satu titik dengan

titik lainnya dalam

network

yang direpresentasikan dengan garis, (3) Arus, dalam diagram

direpresentasikan dengan anak panah, yang menggambarkan sesuatu yang mengalir dari satu titik

ke titik lainnya melalui ikatan yang menghubungkan masing-masing titik dalam

network

.

Komponen-komponen

social network

dapat saling terkait jika ikatan-ikatan yang

menghubungkat satu aktor ke aktor lainnya relatif bersifat permanen (ada unsur waktu/durasi).

Rangkaian ikatan-ikatan tersebut menyebabkan sekumpulan aktor yang ada dapat dikategorikan

sebagai satu-kesatuan yang berbeda dengan satu-kesatuan lainnya. Saluran atau jalur yang harus

dilalui oleh aktor tidak terjadi secara acak, melainkan terdapat pola tertentu. Pola yang terbentuk

didasari oleh aturan yang mengatur keterhubungan masing-masing aktor, hubungan satu aktor

dengan aktor lainnya maupun hubungan semua aktor dengan aktor-aktor pusat. SNA dapat

memvisualisasikan karakteristik struktural atau hierarki dalam

social network

. Salah satunya adalah

social network

kelembagaan yang dapat membantu dalam analisis organisasi. Analisis tersebut

direpresentasikan dalam bentuk sosiogram (gambar jaringan) tertentu, seperti integrasi dan

regulasi (Harvey dan Tulloch, 2006). Teori SNA digunakan untuk menganalisis hubungan antar

node

atau aktor yang terdapat dalam

social network

dengan memanfaatkan teori graf (Scott,

2011; Parise, 2007; Hanneman dan Riddle, 2005 dalam Mustofa, 2015). Pendekatan SNA

dikembangkan untuk mengidentifikasi aktor paling penting dalam graf dengan konsep pemusatan

atau sentralitas.

METODE

Penelitian ini menggunakan dua macam metode penelitian, yaitu teknik analisis statistik-

deskriptif dan

social network

. Teknik statistik-deskriptif yang dimaksud bahwa data yang diperoleh

dari pengolahan hasil survei merupakan statistik yang menjelaskan fenomena atau karakteristik

data, dan secara deskriptif dikaji untuk menerangkan informasi yang tersimpan dalam hasil analisis

terhadap data-data yang digunakan dalam penelitian.

Social network

yang dimaksud bahwa

jaringan yang terbentuk menggambarkan model interaksi yang terjadi berdasarkan hasil analisis

statistik-deskriptif. Keterhubungan antar aktor akan menggambarkan model interaksi yang

Seminar Nasional Geomatika 2017: Inovasi Teknologi Penyediaan Informasi Geospasial untuk Pembangunan Berkelanjutan

412

dibangun dalam

social network

dan mengetahui aktor-aktor yang memiliki peran penting dalam

social network

. Ikatan yang terbentuk dalam

social network

dapat dikategorikan kuat (

strong ties

)

jika salah satu dari

network out-degree

dan

network in-degree

memiliki nilai lebih dari 50%.

Untuk melihat peran dari aktor dalam

social network,

digunakan metode SNA dan

penerapannya dapat dilakukan dengan cara: pertama mengubah

sociogram

hasil survei ke dalam

format

UCINET dataset

(.##d dan .##h) untuk perangkat lunak

NetDraw

. Kemudian menerapkan

konsep

degree dan closeness centrality

menggunakan persamaan sebagai berikut (Everett dan

Borgatti, 2005):

1.

Degree Centrality

Degree

dalam suatu jaringan menggambarkan simpul keterkaitan aktor.

Degree centrality

pada SNA digunakan untuk menggambarkan tingkat “popularitas” suatu individu.

..................................................................................................... (1)

....................................................................................................... (2)

dimana:

C

= himpunan bagian dari

graf

dalam komunitas

N

= himpunan semua individu yang tidak berada di C, tetapi bersebelahan dengan

anggota C

N

= jumlah aktor dalam

social network

Persamaan 1 merupakan

absolute degree

dan perlu dinormalisasi sehingga dapat

membandingkan kelompok yang berbeda pada set aktor yang sama dengan menggunakan

Persamaan 2.

Degree

yang telah dinormalisasi disebut dengan

relative degree

.

2.

Closeness Centrality

Closeness centrality

didasarkan pada jarak (

geodesic distance

) yang menghubungkan aktor

dengan aktor lain dalam

social network

.

Closeness

digunakan untuk mempertimbangkan

waktu yang dibutuhkan aktor untuk mengakses sumber daya yang didistribusikan melalui

aktor dalam jaringan (Brass, 1984), atau sebagai alternatif jumlah langkah yang

menghubungkan aktor dengan semua aktor dalam jaringan (Borgatti, 2006).

......................................................................................... (3)

.............................................................................................. (4)

dimana:

= jarak

geodesic distance

dari

v

ke

t

N

= jumlah aktor dalam

social network

n

= individu (aktor)

Persamaan 3 merupakan

absolute closeness

dan perlu dinormalisasi dengan menggunakan

Persamaan 4. Jika banyak aktor dalam komunitas adalah

N

, maka jumlah maksimal relasi

sosial yang mungkin dimiliki oleh aktor

n

adalah

N

-1.

Closeness

yang telah dinormalisasi

disebut dengan

relative closeness

.

Adapun metode pengukuran dan pengolahan data dijelaskan pada tahapan penelitian seperti

dapat dilihat pada Gambar 1. Secara garis besar, penelitian dibagi menjadi 5 tahapan, yaitu

tahap persiapan, pengumpulan data, pengolahan data, analisis data, dan penyusunan laporan

penelitian.

1. Tahap persiapan

Tahap persiapan terdiri atas studi literatur. Studi literatur bertujuan mencari referensi

mengenai metode dan pengolahan data yang digunakan dalam penelitian ini.

Analisis Pemangku Kepentingan dan Peranannya Dalam Pemanfaatan Informasi Geospasial (IG) ........................................ (Manik dkk.)

413

2. Tahap pengumpulan data

Data yang digunakan terdiri atas data Survei Indeks Kesiapan Pembangunan IDS tahun 2015

dan data Suvei Indeks Kinerja IDS tahun 2016. Pengumpulan data dilakukan dengan metode

survei instansi dengan menggunakan kuesioner terhadap Badan Perencanaan Pembangunan

Daerah. Salah satu bagian kuesioner mengeksplorasi pola hubungan dan kebutuhan IG di

daerah.

3. Tahapan pengolahan data

Data hasil survei akan diolah menggunakan

Microsoft Excel

untuk menghitung nilai

degree,

dan

closeness

masing-masing aktor (lihat Persamaan 1 s.d 4). Selanjutnya hasil perhitungan

akan diolah dan dianalisis dengan menggunakan perangkat lunak

Ucinet 6.629

. Perangkat

lunak ini menggunakan matriks interaksi antar aktor beserta atribut-atributnya. Sedangkan

untuk visualisasi

social network

digunakan aplikasi

NetDraw

.

4. Tahapan analisi data

Tahap ini akan dilakukan analisis statik deskriptif. Pada penelitian ini ingin memberikan hasil

mengenai hubungan yang ada antar aktor berdasarkan dengan sentralitasnya dalam

social

network. Analisis

degree centrality

bertujuan untuk mengetahui lembaga yang berperan

sebagai aktor utama dalam model hubungan interaksi antar lembaga. Dan analisis

closeness

centralty

bertujuan untuk mengetahui jarak (kedekatan) lembaga dengan aktor utama dalam

model hubungan interaksi antar lembaga.

5. Tahapan penyusunan laporan

Pada tahapan ini dilakukan penyusunan laporan berdasarkan hasil penelitian mengenai pola

hubungan antar lembaga dalam pemanfaatan informasi geospasial di pemerintah daerah.

Data hasil kuisioner

kesiapan IDS 2015-2016

dan kinerja IDS tahun 2016

Pengolahan data kuisioner

dengan UCINET 6.629

Analisis Degree Centrality Analisis Closeness Centrality

Pembuatan Sosiogram

Pemanfaatan Informasi Geospasial

Pemangku Kepentingan dan Peranannya

dalam Pemanfaatan Informasi

Geospasial di Pemerintah Daerah

Gambar 1. Diagram Alir Tahapan Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN

Sosiogram

merupakan suatu grafik yang menggambarkan pola hubungan dan ketertarikan

dalam

social network

. Sebuah sosiogram dapat menggambarkan pola interaksi antara pada aktor

dalam

social network

atau status sosiometri suatu aktor dalam

social

network atau keadaan

keseluruhan aktor dalam

social network.

Pola hubungan dan interaksi yang terjadi pada

social

network

pemanfaatan informasi geospasial di pemerintah daerah secara keseluruhan pada

penelitian ini ditunjukkan pada Gambar 2. Lingkaran merah pada

sociogram

memberi arti bahwa

lembaga aktif dalam

social network

pemanfaatan informasi geospasial pada pemerintah daerah.

Lembaga yang aktif cenderung berperan sebagai produsen data dan penghubung instansi lain

dengan sumber data. Sosiogram yang ditunjukkan terdiri atas 18 aktor yang ada dalam

social

network

secara keseluruhan dan divisualisasikan menggunakan

NetDraw

. Visualisasi dari

Seminar Nasional Geomatika 2017: Inovasi Teknologi Penyediaan Informasi Geospasial untuk Pembangunan Berkelanjutan

414

sosiogram jaringan tersebut bertujuan untuk menggambarkan keterhubungan antar aktor dalam

social network

.

Berdasarkan Gambar 2 terdapat tiga lembaga yang memiliki peran penting dalam interaksi

social network

pemanfaatan informasi geospasial, yaitu BAPPEDA, DTKP, dan DPUPKP. Tiga

elemen yang diamati pada struktur

social network

, meliputi:

degree centrality

,

closeness centrality

,

betweenness centrality

. Ketiga elemen tersebut dapat digunakan untuk menganalisis lembaga

yang memiliki peran sebagai produsen, konsumen, dan atau keduanya dalam jaringan informasi

pemanfaatan IG antar lembaga.

Gambar 2. Sociogram Seluruh Data Sampel

Lembaga Sebagai Produsen Data

Degree centrality

menggambarkan hubungan dari satu aktor ke aktor lainnya yang terdapat

dalam

social network

. Aktor yang mampu menciptakan hubungan yang lebih banyak dengan aktor

lain disebut dengan aktor yang memiliki peran sentral. Pada penelitian ini,

degree centrality

diartikan sebagai lembaga produsen yang memiliki pengaruh besar dalam interaksi yang terbentuk

dalam

social network

.

Tabel 1. Hasil Perhitungan

Degree Centrality

Untuk mengukur nilai

degree centrality

, maka dapat dihitung nilai

absolute degree centrality

(lihat Persamaan 1)

dan

relative degree centrality

(lihat Persamaan 2)

untuk setiap aktor. Aktor

yang memiliki nilai

relative degree centrality

tertinggi merupakan aktor yang memiliki peran sentral

pada sosiogram. Hasil perhitungan

degree centrality

pada Tabel 1 menunjukkan aktor yang

memiliki nilai

relative degree centrality

tertinggi, yaitu (1) BAPPEDA dengan nilai 9,78 dan (2)

DPUPKP dengan nilai 9,56. Dengan demikian, kedua aktor tersebut dapat disebut sebagai lembaga

produsen yang memiliki pengaruh dalam pola interaksi pemanfaatan IG di pemerintah daerah.

Kedua aktor merupakan aktor yang fokus pada

social network

dan merupakan aktor penting. Hal

Analisis Pemangku Kepentingan dan Peranannya Dalam Pemanfaatan Informasi Geospasial (IG) ........................................ (Manik dkk.)

415

ini menggambarkan bahwa banyak aktor yang berada dalam jaringan tersebut berusaha untuk

membuat hubungan dengan mereka. Hasil sociogram dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Sosiogram

Degree Centrality

Seluruh Data Sampel

Berdasarkan hasil visualisasi sosiogram

pada Gambar 3 dapat diketahui

in-degree centrality

dan

out-degree centrality

pada

social network

tersebut seperti Tabel 2 berikut.

Tabel 2.

Out-Degree Centrality

dan

In-Degree Centrality

Seluruh Data Sampel

Network Degree Centrality Index

Kemampuan lembaga untuk mempengaruhi

social network

dalam IDS dapat diketahui dengan

melihat nilai

network degree centrality index

. Nilai

network out-degree centrality index

menggambarkan bahwa lembaga memiliki proporsi peran yang penting dalam

social network

karena memiliki kemampuan sebagai pusat pertukaran informasi. Disamping itu, lembaga memiliki

pengaruh dalam

social network

karena memiliki kemampuan untuk bertukar informasi. Sedangkan

nilai

network in-degree centrality index

menggambarkan bahwa lembaga merupakan aktor penting

(

prominent actor)

yang membuat lembaga lain berusaha untuk terhubung dalam

social network

.

Berdasarkan Tabel 2, nilai

network out-degree centrality index

sebesar 49,95% dan nilai

network

in-degree centrality index

sebesar 7,46%.

Network

centrality secara keseluruhan rendah, dibawah

50%. Hal ini menunjukkan bahwa pengaruh dari lembaga tidak bervariasi dalam

social network

.

Akan tetapi, nilai

out-degree

yang lebih

tinggi menunjukkan bahwa lembaga memiliki pengaruh

dalam

social network

karena memiliki kemampuan untuk bertukar informasi. Disamping itu,

lembaga memiliki peran yang penting dalam

social network

karena sebagai penghubung untuk

pertukaran informasi. Fungsi lembaga sebagai produsen dianggap normal.

Seminar Nasional Geomatika 2017: Inovasi Teknologi Penyediaan Informasi Geospasial untuk Pembangunan Berkelanjutan

416

Lembaga Sebagai Konsumen Data

Closeness centrality

menggambarkan kemampuan aktor memperoleh informasi dalam

social

network

. Dasar

closeness centrality

adalah

geodesic distance

antara satu aktor dengan semua

aktor lainnya.

Geodesic distance

yang lebih besar menghasilkan skor

cloeseness centrality

rendah.

Nilai sentralitas semakin tinggi jika

geodesic distance

antara satu aktor dengan aktor lainnya

semakin dekat. Pada penelitian ini,

closeness centrality

diartikan sebagai lembaga konsumen yang

memiliki kemampuan untuk mempengaruhi/dipengaruhi dalam hal pemanfaatan IG dalam

social

network

. Lembaga yang memiliki nilai

closeness

yang tinggi biasanya merupakan lembaga yang

paling cepat mengetahui informasi dalam

social network

.

Tabel 3. Hasil Perhitungan

Closeness Centrality

Untuk mengukur nilai

closeness centrality

, maka dapat dihitung nilai

absolute closeness

centrality

(lihat Persamaan 3)

dan

relative closeness centrality

(lihat Persamaan 4)

untuk setiap

aktor. Hasil perhitungan

closeness centrality

pada Tabel 3 menunjukkan aktor yang memiliki nilai

relative closeness centrality

tertinggi, yaitu (1) BAPPEDA dan (2) DPUPKP dengan nilai masing-

masing sebesar 1,06. Dengan demikian, kedua aktor tersebut dapat disebut sebagai lembaga

konsumen yang memiliki kemampuan untuk memperoleh informasi dalam pola interaksi

pemanfaatan IG di pemerintah daerah. Hasil visualisasi dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4. Sosiogram

Closeness Centrality

Seluruh Data Sampel

Berdasarkan hasil visualisasi

sociogram

pada Gambar 4 dapat diketahui

in-closeness

centrality

dan

out-closeness centrality

pada

social network

tersebut seperti Tabel 4 berikut.

Tabel 4.

Out-Closeness Centrality

dan

In-Closeness Centrality

Seluruh Data Sampel

Network Closemess Centrality Index

Analisis Pemangku Kepentingan dan Peranannya Dalam Pemanfaatan Informasi Geospasial (IG) ........................................ (Manik dkk.)

417

Kemampuan lembaga untuk mengakses informasi dalam IDS dapat diketahui dengan melihat

nilai

network closeness centrality index

. Nilai

network out-closeness centrality index

menggambarkan bahwa lembaga memiliki proporsi kemudahan untuk dipengaruhi lembaga lain

dalam penyebaran informasi pada

social network

. Sedangkan nilai

network in-closeness centrality

menggambarkan bahwa lembaga memiliki kemudahan untuk menyebarkan informasi ke lembaga

lainnya. Disamping itu, lembaga juga memiliki proporsi kemampuan untuk mempengaruhi lembaga

lain dalam

social network

. Berdasarkan Tabel 4, nilai

network out-closeness centrality index

sebesar 50,43% dan nilai

network in-closeness centrality index

sebesar 31,16%.

Network

centrality secara keseluruhan tinggi, lebih dari 50%. Nilai

out-closeness

yang lebih

tinggi

menunjukkan bahwa lembaga cenderung mudah untuk mengakses informasi dalam jaringan.

Fungsi lembaga sebagai konsumen dianggap normal.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil dan pembahasan, dapat disimpulkan bahwa hasil pemetaan pola hubungan

antar lembaga dalam pemanfaatan IG di pemerintah daerah menggunakan

Social Network

Analysis

(SNA) menunjukkan hubungan yang lemah (

weak ties

). Meskipun demikian, metode

statik-deskriptif dan SNA dapat digunakan dalam analisis jaringan karena proses proses

perhitungan nilai

centrality

cukup untuk mengetahui peranan setiap aktor dalam

social network

yang dihasilkan. Pada penelitian ini diperoleh hasil bahwa BAPPEDA dan DPUPKP merupakan

lembaga yang berperan sebagai produsen data dalam pemanfaatan informasi geospasial di

pemerintah daerah. Di samping itu, BAPPEDA dan DPUPKP juga berperan sebagai lembaga

konsumen data tertinggi dibanding lembaga lainnya.

UCAPAN

TERIMA KASIH

Penelitian tentang penyusunan indeks kesiapan dan indeks kinerja IDS mendapat pendanaan dari

Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi melalui skema penelitian Strategis Nasional.

Dukungan pendanaan juga diperoleh dari Global Spatial Data Infrastructure (GSDI) Association

melalui GSDI Small Grant. Penulis mengucapkan terima kasih untuk dana penelitian dari kedua

lembaga tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

Agusyanto, R. (2014).

Jaringan Sosial Dalam Organisasi.

Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Brass, J. (1984).

Being in the right place: A structural analysis of indiviidual influence in an organization.

Administrative Science Quarterly,

518-539.

European Commission. (2007).

Directive 2007/2/EC of the European Parliament and of the Council of 14

March 2007: Establishing an Infrastructure for Spatial Information in the European Community

(INSPIRE)

.

Everett, M.G., S.P. Borgatti. (2005).

Extanding Centrality

. 57-63 pp. In Carrington, Scott, Wasserman (ed.)

Model and Methods in Social Network Analysis

. Cambridge University Press, New York.

Giff, G., D. Coleman. (2002).

Funding models for SDI implementation: From local to Global

. Proceedings of

GSDI6 Conference. Budapest, Hungary.

Hanneman, R. A., M. Riddle. (2005).

Introduction to Social Network Methods.

Riverside, CA: University of

California, Riverside. Cited in http://faculty.ucr.edu/-hanneman/nettext/. [24 Juli 2014]

.

In Mustofa, A

(2015).

Pengembangan Konsep Pelayanan Dalam Pengelolaan O & P Irigasi Partisipatif

. Disertasi

Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.

Harvey, F., D. Tulloch. (2006).

Local-goverment data sharing: Evaluating the foundations of spatial data

infrastructures. International Journal of Geographical Information Science

, 743-768.

Ibarra, H. (1993).

Network centrality, power and innovation involvement: Determinants of technical and

administrative roles. Academy of Management Journal

, 471-501.

Kok, B., B.V. Loenen. (2005).

How to assess the success of national spatial data infrastructure? Computers,

Environment and Urban Systems

, 699-717.

Masser, I. (1999).

All shapes and sizes : the first generation of national spatial data infrastructures.

International Journal of Geographical Information Science

, 67-84.

Matidas, R. W., Puntodewo dan B. Purnawan. (2004).

Development of National Spatial Data Infrastructure in

Indonesia

. An Article in FIG Working Week, 22-27 May 2004. Athens, Greece.

Seminar Nasional Geomatika 2017: Inovasi Teknologi Penyediaan Informasi Geospasial untuk Pembangunan Berkelanjutan

418

McDougall, K., A. Rajabifarad dan I.P. Williamson. (2005).

What will motivate local governments to share

spatial information?

. Proceedings of SSC 2005 Spatial Intelligence, Innovation and Praxis: The national

biennial Conference of the Spatial Sciences Institute. Melbourne.

Omran, E.E., J.V. Etten. (2007).

Spatial-Data Sharing: Applying Social-Network Analysis to study individual

and collective behaviour. International Journal of Geographical Information Science

, 699

-714.

Parise, S. (2007).

Knowledge Management and Human Resources Development: An Application in Social

Network Analysis Methods. Advance in Developing Human Resources

, 359-383.

Rajabifard, A. (2010).

Spatially Enabled Government and Society - the Global Perspective.

An Article in

International Federation of Surveyors, May 2010.

Rajabifard, A., I.P. Williamson, P. Holland and G. Johnstone. (2000).

From Local to Global SDI initiatives: a

pyramid of building blocks.

An Article in 4th Global Spatial Data Infrastructure Conference. Cape Town,

South Africa.

Scott, J. (2011).

Social Network Analysis (Third Edition).

SAGE Publication.

Williamson, I.P., A. Rajabifard and M.F. Feeney. (2003).

Developing Spatial Data Infrastructures: From

concept to reality.

CRC Press.

RI (Republik Indonesia). (2011). Undang-Undang No. 4 Tahun 2011 tentang Informasi Geospasial.

Lembaran Negara RI Tahun 2011, No. 49. Sekretarian Negara. Jakarta.