Subjek hukum dipandang sebagai pengertian yuridis yang kontrafaktis

Korporasi sebagai Subjek Hukum dan Pertanggungjawabannya dalam Hukum Pidana Indonesia

Peran korporasi sebagai aktor sosial sangat besar dan penting seiring dengan semakin kompleks dan majunya kehidupan masyarakat. Namun saat ini terdapat ketidakjelasan mengenai konsep korporasi sebagai subjek hukum pidana dan entitas apa saja yang bisa dipertanggungjawabkan dalam hukum pidana. Disamping itu, pengaturan mengenai pembebanan pertanggungjawaban pidana bagi korporasi masih sangat minim, terutama mengenai pemisahan pertanggungjawaban pidana korporasi dan pengurus [subjek manusia] ketika terjadi suatu tindak pidana di dalam korporasi.

Keadaan ini mengakibatkan sangat sedikit kasus hukum yang menjadikan korporasi dapat dituntut atas perilakunya yang bertentangan dengan ketentuan hukum. Perilaku tersebut mengandung sanksi pidana dan ada kecenderungan untuk melihat korporasi dan personal pengendali [directing mind] korporasi sebagai subjek hukum yang sama, sehingga mereka dapat dipertukarkan satu dengan yang lainnya [interchangeable] dalam hal penuntutan dan penjatuhan sanksi pidana.

Berdasarkan latar belakang tersebut, Nani Mulyati melakukan penelitian menggunakan metode penelitian yuridis normatif, didukung dengan pendekatan wawancara mendalam [in-depth interview] dan micro-comparative study untuk menjawab berbagai tiga pertanyaan mengenai korporasi, yaitu bagaimanakah sejarah dan perkembangan korporasi subjek hukum pidana, bagaimanakah hukum pidana di Indonesia dan negara lain memaknai dan menerapkan konsep korporasi sebagai subjek hukum bukan manusia dan entitas apa sajakah yang termasuk ke dalam pengertian korporasi, dan bagaimanakah implementasi pertanggungjawaban pidana korporasi dalam putusan pengadilan dan peraturan perundang-undangan.

Hasil penelitian Nani Mulyati berhasil dipertahankan dengan baik di hadapan tim penguji yang diketuai oleh Prof. Melda Kamil Ariadno, S.H., LL.M., Ph.D., dengan ketua pelaksana Prof. Dr. Rosa Agustina, S.H., M.H., Promotor Prof. Dr. Topo Santoso, S.H., M.H., Ko-Promotor Dr. Suhariyono AR., S.H., M.H., Anggota Penguji Prof. H. Mardjono Reksodiputro, S.H., M.A., Prof. Dr. Valerine J.L Kriekhoff, S.H., M.A., Prof. Dr. Sutan Remy Sjahdeini, S.H., Dr. Surastini Fitriasih, S.H., M.H., Dr. Eva Achjani Zulfa, S.H., M.H., Dr. Chaerul Huda, S.H., M.H. pada Rabu, 10 Januari 2018 di Auditorium Djokosoetono FHUI, Kampus UI Depok.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Nani Mulyati dapat disimpulkan bahwa definisi korporasi yang selama ini dipakai dalam beberapa UU khusus di Indonesia dan juga  dalam Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana [RKHUP], merupakan pengadopsian istilah yang kurang tepat. Nani Mulyati berpendapat bahwa istilah yang paling cocok digunakan untuk merujuk kepada subjek hukum kolektif terlepas apakah memiliki personalitas hukum mandiri ataukah tidak memiliki status sebagai subjek hukum adalah ‘organisasi’. Selain itu, Nani menyarankan agar posisi korporasi publik ditegaskan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana [KUHP].

Di akhir sidang, Prof. Melda Kamil Ariadno, S.H., LL.M., Ph.D., mengangkat Nani Mulyati sebagai Doktor dalam bidang Ilmu Hukum dengan yudisium yang diperoleh sangat memuaskan Dr. Nani Mulyati adalah Doktor ke 249 yang dihasilkan oleh Program Studi Ilmu Hukum, Program Pascasarjana FHUI merupakan Doktor ke 3 [dua] yang lulus di tahun 2018 dan Doktor ke 214 [dua ratus tiga belas] yang lulus setelah Program Pascasarjana dikembalikan ke Fakultas Hukum Universitas Indonesia.

Sebelum kita membahas mengenai sejak kapan sesorang dapat dikatakan sebagai subjek hukum, terlebih dahulu kita harus mengetahui apa itu pengertian Subjek Hukum. Berikut ini pengertian Subjek Hukum menurut para ahli yakni :

Menurut Algra, Subyek hukum [rechts subyek] adalah “setiap orang mempunyai hak dan kewajiban, yang menimbulkan wewenang hukum [rechtsbevoegheid], sedengkan pengertian wewenag hukum itu sendiri adalah kewenangan untuk menjadi subyek dari hak-hak.”

Menurut Prof. Subekti, Subyek hukum adalah “pembawa hak atau subyek didalam hukum, yaitu orang.”

Menurut Prof. Sudikno, Subyek hukum adalah “segala sesuatu yang mendapat hak an kewajiban dari hukum.”

Pendukung hak dan kewajiban di dalam hukum hanyalah subyek hukum, dan yang termasuk kategori subyek hukum adalah: 1. Manusia [orang/persoon]; 2. Badan usaha yang berbadan hukum [rechtpersoon]; dan

3. Jika keperluannya menghendaki maka janin yang masih didalam kandunganpun dapat dikategorikan sebagai subyek hukum.

Seseorang mulai disebut sebagai subjek hukum atau sebagai pendukung hak dan kewajiban sejak dilahirkan sampai dengan meninggal dunia dengan mengingat Pasal 2 KUHperdata.

Pasal 2 KUH Perdata:

Anak yang ada dalam kandungan seorang perempuan, dianggap sebagai telah dilahirkan, bilaman juga kepentingan si anak menghendakinya.

Mati sewaktu dilahirkannya, dianggaplah ia tidak pernah ada.

Jadi, seorang anak yang masih di dalam kandungan seorang wanita atau ibunya juga sudah dianggap sebagai subyek hukum atau pembawa hak dan kewajiban apabila kepentingan si anak menghendakinya.

Hal-hal ini dikaitkan hubungannya dengan Pasal 836 dan pasal 899 KUPerdata

Pasal 836 KUH perdata :

“dengan mengingat akan ketentuan dalam pasal 2 kitab ini, supaya dapat bertindak sebagai waris, seorang harus telah ada, pada saat warisan jatuh meluang.”

Pasal 899 KUH Perdata:

Dengan mengindahkan akan ketentuan dalam pasal 2 Kitab Undang-Undang ini, untuk dapat menikmati sesuatu dari suatu surat wasiat, seorang harus telah ada, tatkala yang mewariskan meninggal dunia.

Ketentuan ini tidak tak berlaku bagi mereka yang menerima hak yang menikmati sesuatu dari lembaga-lembaga.

Sumber : Pasal 2 , Pasal 836, dan Pasal 899 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

Prev Post

Sumpah Advokat Sebelum Menjalankan Profesinya

Next Post

Kekuatan Visum Et Repertum Dalam Pembuktian

Video yang berhubungan

Bài Viết Liên Quan

Bài mới nhất

Chủ Đề