Sulaiman pergi ke tanjung cina menceritakan tentang

 Oleh : Anis Dwi Ariska dan Desy Aryani

Zhu, gadis yang berasal dari Kalimantan Timur yang merantau ke Bandar Lampung. Pesona kecerdasan, keuletan, serta kecantikan adalah bakat cemerlang yang ia miliki. Ia merupakan anak dari saudagar besar yang sebagai pemburu sarang walet yaitu Zhu Miau Jung.

Zhu memiliki kebiasaan menyulam kain tapis semenjak meninggalnya sang suami, Sulaiman. Dengan menyulam Zhu mencurahkan perasaan dan kerinduannya kepada Sulaiman. Betapa ia sangat mencintai Sulaiman dan kesetiaannya setelah Sulaiman tiada.

Awal Kisah Zhu dan Sulaiman dimulai ketika Sulaiman dan ibunya-Nyiwar meminta pertolongan kepada Zhu , seorang saudagar yang bisnis semakin maju salah satunya dibidang biji kopi. Zhu selalu menerima biji kopi hasil pertanian dari Kualakambas, yang tanah sengketa yang diperjuangkan Sulaiman. Tanah sengketa itu diperebutkan para petani kopi termasuk Ayah Sulaiman dengan negara sejak 18 tahun yang lalu.

Awalnya Zhu menerima kedatangan Sulaiman dan ibunya dengan baik. Melihat kondisi Sulaiman dan ibunya, Zhu teringat  sosok sang ayah yang  berbesar  hati mau menolong  para pelarian. Kemudian diterimanya Sulaiman dan ibunya dengan baik di kediaman Zhu. Sulaiman lalu menceritakan musibah yang dialaminya. Kemudian dia menjual 18 kain tapis yang merupakan hartanya yang tersisa kepada Zhu. Setelah Zhu membeli kain tapis dari Sulaiman, kemudian Sulaiman dan ibunya pamit meninggalkan Zhu.

Beberapa saat setelah kepergian mereka berdua, Zhu kemudian mengambil sehelai kain tapis yang disulam oleh ibu Sulaiman. Zhu merasa kagum betapa hebat Ibu Nyiwar menyulam kain tapis dengan  segenap  perasaannya. Zhu kembali teringat sosok ayahnya dan kenangan 11 yang lalu, lalu ia menyuruh bawahnya untuk mencari dan membawa kembali Sulaiman dan ibunya.

Sehari kemudian Sulaiman dan ibunya kembali ke rumah Zhu. Lalu Zhu meminta mereka tinggal bersamanya. Lambat laun karena kebersamaannya dengan Sulaiman dan ibunya, Zhu mulai jatuh cinta pada Sulaiman. Menurutnya wawasan Sulaiman luas, dia sopan dan berani mengambil resiko.

Kemudian Zhu menyampaikan kepada Nyiwar-Ibu Sulaiman bahwa ia mau menjadi istri Sulaiman. Akhirnya Zhu dan Sulaiman  menikah. Disaat kebahagiaan pernikahan mereka segerombolan lelaki garang datang dan memporak-porandakan rumah mereka. Gerombolan itu lalu menggelandang Sulaiman secara paksa.

Akhirnya Sulaiman meninggal dan Zhu sangat terpukul karena kepergian Sulaiman. Sekarang tinggalah Zhu Ni Xia yang setia kepada Sulaiman, melalui sulamannya Zhu menceritakan kisah cinta dan kerinduannya kepada Sulaiman

(1) Buatlah struktur teks cerita pendek “Sulaiman Pergi ke Tanjung Cina” di atas ke dalam kolom yang tersedia.

  1. Abstrak (Inti Cerita)

Pada tahapan ini, pengarang memberikan ringkasan atau inti cerita yang akan dikembangkannya menjadi rangkaian peristiwa yang dialami tokoh imajinasinya. Pengarang menggambarkan sesosok wanita bernama Zhu Ni Xia putri dari Pemburu walet Zhu Miau Jung  yang sedang membentangkan benang emas di sudut kain pelepai. Sinar perak jarum di tangannya menyulam satu kehidupan tajam yang menusuk. Ia sedang merenungi Sulaiman, lelaki yang telah menebas separuh umurnya, telah terkubur dan pergi.

  1. Orientasi (Pengenalan)

Pada bagian orientasi, pengarang menggambarkan kegembiraan separuh umur Zhu, dan kesedihan pada ujung hidup mampu membuatnya mahir menyulam kain. Perasaan Zhu yang kalang kabut antara sedih, gembira, mabuk, dan putus asa. Lautan asmara, nyanyian cinta, kerinduan perih, dan pujian kepada tanah tempat suaminya terkubur yaitu Sulaiman. Ia menyeru di atas sehelai kain pelepai, menggambar pola-pola yang rumit, dan membayangkan seluruh dirinya masuk. Menjadi naga yang menggerakkan seluruh gelombang tanah, bukit, gunung gunung, menjadi  liukan benang-benang emas dan rajutan benang-benang perak yang berkelit dan berkelindan dalam gulungan warna aroma ombak, hijau daun, putih awan.

  1. Komplikasi (Konflik)

Tahapan komplikasi ini dibuat sangatlah rumit. Konflik berawal dari kesedihan turun lewat langkah-langkah bergegas, dan teriakan kematian menggema pada ladang-ladang kopi. Sayup di Balai Kampung sekumpulan lelaki memainkan gamelan bambu cetik, dengan nada putus-asa, seolah dengan pukulan-pukulan itu mereka menyatakan bahwa mereka adalah sekelompok petani pribumi yang punya hak sama, dan tak sudi untuk pergi.

Sejak sore hari, menjelang maghrib, tanda-tanda itu sudah dimulai. Made Sukari berlari menuruni bukit, sambil terus menunjuk ke arah lembah, “Celaka. Mereka betul-betul tengah bergerak! Mereka hendak menyerbu!”

Dua ekor gajah telah mati, seminggu sebelum kegawatan semakin memuncak. Wajah-wajah pucat dan gemetar menjalar, melewati ladang, kebun, dan rumah-rumah yang langsung siaga. Sebelum itu juga terdapat empat ekor gajah ditemukan tanpa nyawa dengan leher terbelah dan gading lenyap meninggalkan dua bolongan kasar di kepala. Tak ada petani di Kualakambas yang tega membunuh makhluk raksasa bermata lembut. Puluhan, bahkan ratusan kali mereka menghalau gajah-gajah yang tersesat di ladang, hanya dengan teriakan serta sapaan, “Pergilah manis, hus, hus, pergilah dari ladang kami.” Antara gajah dan petani telah memiliki tautan hati yang sama. Tak perlu ada parang menempel, apalagi sampai membelah leher.

Pengarang menggambarkan pula bahwa 18 tahun silam, Ayah Sulaiman bersama 200 petani kopi lainnya terbunuh akibat  dianggap membangkang, memberontak, hanya lantaran ia kukuh bahwa mereka sudah berpuluh tahun lalu tinggal disana sebelum kawasan hutan Negara ditetapkan.

Lalu suara tembakan, lalu asap pertama mengepul, lalu suara-suara jeritan, teriakan dan barangkali kematian.   Gelap Sulaiman menerabas pepohonan, menyeret tangan Nyiwar sang ibu. Terus berlari hingga tiba di kampung dan truk pengangkut karet membawa Sulaiman dan ibunya ke depan pintu gerbang rumah Zhu.

Biasanya Sulaiman dan berpuluh lelaki yang Zhu kenal baik datang membawa  karung-karung biji kopi kering dengan kualitas terbaik. Tapi kali ini ia melihat sesosok lelaki berantakan, penuh goresan luka, serta menggenggam erat tangan perempuan tua. Lelaki itu menggembol bungkusan kain yang bukanlah biji kopi dan memandang kepadanya dengan tatapan gawat. Zhu melangkah mundur dengan refleks, “Cepat masuk!”

Kemudian Zhu memerintahkan pelayannya Sutinah menyiapkan makanan untuk Sulaiman dan ibunya.

Awalnya ia tidak bisa  menawarkan Sulaiman dan ibunya untuk tetap tinggal dirumahnya. Ia melihat kepergian dua orang itu. Terpaksa hanya bisa melihat. Dengan hati perih.

Siapa nyana, bahwa delapan belas helai kain tapis buatan tangan Nyiwar, telah membuat batin Zhu tercabik parah dan gila, begitu teramat menderita. Ia tak pernah membayangkan, bahwa sehelai kain akan menyimpan getara  dahsyat yang langsung menusuk pada jiwanya yang paling dalam. Pola-pola dari silangan benang emas dan benang perak, liukan-liukan garis yang menyerupai api, cinta, dendam, serta gambar-gambar dekoratif dalam olahan lambang daun, tanah, laut dan langit, telah menuntunnya untuk berkaca pada dirinya, serta hatinya. Alangkah dalam sentuhan jiwa yang paling perih, alangkah gila cinta yang tertahan rindu dan kehilangan, alangkah ganas dendam yang terekam dalam keputusasaan, alangkah indah jiwa-jiwa yang halus! Sungguh Zhu merasa telanjang dan malu. Betapa ia malu.

Dengan segera ia menyebar orang-orang untuk mencari jejak Sulaiman.

“Carilah mereka. Geledah setiap kamar penginapan. Periksa setiap ruas jalan.  Susuri desa dan jalan pintas perkampungan. Mereka baru pergi dua belas jam! Kalian paham? Bawa mereka ke sini, bawalah mereka….”

Zhu memberi perintah pada semua yang ada, setengah memohon, setengah menangis. Ia lantas berlari ke tengah halaman, melihat langit, dan mencoba menemukan wajahnya sendiri di keluasan langit. Pada awan-awan yang berarak. Pada biru warna yang menyerupai cermin. Hingga larut malam tak ada kabar. Hingga Zhu tertidur memeluk delapan belas kain tipis.

Hingga harapan pagi harinya berubah semakin tipis. Dan pada siang hari,seorang pencari mengetuk ruangan Zhu sambil berkata,

“Mereka sudah ada di depan, Nona.”

Alangkah aneh, saat Zhu langsung menghambur dan memeluk Nyiwar, “Tidak  sepatutnya aku meminta kalian pergi. Aku meminta maaf. Tinggallah di sini.”

“Terimakasih Nona. Tapi kenapa?” Sulaiman menyela. Ia merasa heran.

“Aku malu dengan kebesaran Ayah, kemuliaan leluhur, yang menitipkan namanya padaku. Kami pernah mengalami hal serupa denganmu, Sulaiman. Dan kini, akusiap dengan segala resiko. Sekali lagi, aku mohon, maafkan keputusanku yang terburu-buru kemarin. Tinggallah di sini.” Betapa Zhu ingin terus memeluk Nyiwar, melihat kedalaman matanya, merasakan kerut tangannya, dan melihat ada apakah di balik tubuh ringkih yang sesungguhnya teramat perkasa ini? Dari mana datangnya kehalusan jiwa sehingga tangan keriput ini bisa mengalirkan keindahan, kobaran cinta, kerinduan sedih, serta dendam putus-asa, lewat tarian sulaman kain tapis yang begitu menggetarkan? Ia ingin bertanya. Ia ingin menyelam. Ia ingin merengkuhkan seluruh tubuhnya, dan dengan hormat memanggil, “Ibu”.

Maka setiap malam, ia selalu datang mengajak Nyiwar menyelami langit di halaman, duduk berdua, melihat laut melewati bulan.

“Bulatan cahaya bulan, bunga kopi, dan warna laut di atas kain tapis, seperti hamparan tanah, Nona. Benang emas akan mengalir dengan gerak batang jarum sebagai takdir. Seperti harapan ketika membesarkan Sulaiman. Seperti cinta yang tak habis pada ayah Sulaiman. Seperti mencintai rumah dan tanah. Cobalah Nona genggam sekepal tanah, rasakan denyutnya. Kain tapis, benang, warna-warna, semua akan berdenyut jika dirasakan dengan benar….”

Nyiwar akan terus bicara, dan Zhu dengan sungguh-sungguh menyimak.

Kadang tentang masa kecil Sulaiman. Tentang penembakan. Tentang air mata  yang mengalir saat menanam benih kopi. Tentang gelak tawa. Tentang air hujan. Tentang pembakaran rumah. Tentang apa saja.

“Jadi Ibu membesarkan Sulaiman sendiri?”

“Dengan tanaman kopi, ya, dengan sedikit getah damar. Semua, semua, semua adalah keringat kami. Dan juga doa.”

Nyiwar kadang terkekeh saat menceritakan Sulaiman.

“Ia seperti ayahnya, dengan naluri besar melindungi dan membela para petani.  Menyelundupkan biji-biji kopi agar tetap bisa dijual, dan berbagai upaya agar para petani bisa bertahan, di tengah berbagai ancaman. Ia seperti ayahnya. Tak bisa melihat orang lain menderita. Kau tahu, Nona, ia melihat dengan kepala sendiri, saat ayahnya ditembak mati.”

  1. Evaluasi

Pada tahapan evaluasi, pengarang membawa kita untuk menelusuri pemecahan masalahnya. Pengarang menjelaskan sosok Zhu yang  setiap kali memandang di kejauhan kamar, tempat lelaki itu membuka jendela, ia selalu melihat bayangan ribuan kunang-kunang yang melesat memenuhi hatinya. Ia tiba-tiba saja merasakan bagaimana angina yang bertiup dari kamar Sulaiman, adalah tiupan harum seribu bunga. Ia benci jatuh cinta, tapi ia juga tak bisa menolak jatuh cinta. Berhari, berminggu, kekaguman pada lelaki itu semakin tumbuh. Wawasannya yang luas, cara bicaranya yang sopan, dan terutama: tindakan-tindakan berbahaya yang terus ia lakukan meskipun ia dalam persembunyian. Ia terus menggalang kontak dengan para petani, mencatat data, mencari bukti-bukti. Berkali Sulaiman tak pulang dan Zhu menjadi cemas. Maka berkali ketika akhirnya Sulaiman muncul, rona wajah Zhu menjadi purnama.

  1. Resolusi (Pemecahan Masalah)

Ditahapan ini pengarang menjelaskan tentang solusi dari permasalahan tersebut. Ia menyebutkan bahwa Zhu Ni Xia, perempuan matang yang kini telah memilih takdirnya. Pada malam ketika kapal barang singgah di bandar, ia menitipkan pesan untuk ayahnya.

“Aku telah menemukan lelaki, Ayah! Dan aku jatuh cinta kepadanya. Datanglah segera, untuk menjadi wali bagi putrimu tercinta.”

Ada purnama, ada cahaya, tapi ada lautan yang mengirimkan badai.

“Sampaikan pada Sulaiman, aku bersedia menjadi istrinya,” begitu ia meminta kepada Nyiwar, dan begitulah Nyiwar mengatakan pada Sulaiman. Lalu bulan berganti.

Ketika madu tumpah di lautan, ketika ia telah resmi memanggil Ibu kepada Nyiwar—perempuan lembut sekokoh karang—dan ia resmi memanggil Abang kepada suami; angin ibukota tiba-tiba mengirimkan badai lebih besar pada parasnya yang jelita.

  1. Koda (Pesan Moral)

Pengarang menggambarkan koda yang mengharukan pada tahapan ini. Dari Teluk Jakarta sebuah kapal perang berpenumpang ratusan prajurit merapat di bandar, mengendap di subuh hari. Mengepung kota, menyisir gunung. Berita pemberontakan petani kopi kembali pecah menjadi prahara.

Segerombolan lelaki garang mendobrak gerbang pintu rumah pengantin jelita, membakar gudang dan memporakporandakan segala.

Teriakkan kata penghianat dan penadah, mengawali letusan tembakan di pagi buta. Sulaiman digelandang paksa meninggalkan ceceran darah, dan tatapan penuh cinta.

(2) Sekalipun ada peristiwa monologis dan dialogis sebagai peristiwa pembangun cerita, tetapi hakikatnya peristiwa itu menunjukkan karakter yang sama, yaitu peristiwa sebagai pembangun cerpen selalu terbentuk atas tokoh, latar, dan alur. Ketiganya adalah pembangun cerita yang konkret atau disebut juga fakta. Fakta yang konkret ini secara eksplisit membangun cerpen ataupun fiksi lainnya sehingga ketiganya disebut sebagai fakta cerita. Melalui fakta cerita itulah tema, pesan, amanat, tujuan, suasana, dan sudut pandang diaktualisasikan. Oleh karena itu, belajar menulis cerpen harus diawali dengan pemahaman fakta cerita ini. Ketiga unsur itu dijalin menjadi satu kesatuan peristiwa yang indah, menghibur, dan memiliki konflik yang menarik.

(a)Tokoh dalam cerita merujuk pada “orang” atau “individu” yang hadir sebagai pelaku dalam sebuah cerita, yaitu orang atau individu yang mengaktualisasikan ide-ide penulis. Lewat tokoh itulah penulis menyampaikan gagasannya. Agar kalian lebih memahami tokoh dan penokohan itu, identifikasilah tokoh yang terdapat dalam cerpen “Sulaiman Pergi ke Tanjung Cina” itu, lalu deskripsikanlah tokoh itu.

(b)                   Penokohan dalam cerpen “Sulaiman Pergi ke Tanjung Cina.”

No. Tokoh Karakteristik Tokoh
1. Sulaiman Pemberani, penyayang, pantang menyerah dan gigih.
2. Zhu Ni Xia Baik, cerdas, ulet, tergesah-gesah dalam pengambilan keputusan, dan dermawan.
3. Nyimar Ibu Sulaiman yang baik, penyayang, rajin, sabar, lemah lembut, dan bekerja keras.
4. Zhu Miau Jung Ayah Zhu yang baik, tegas, bijaksana dan mulia.
5. Made Sukari Warga yang baik dan pemberani.
6. Sutinah Pembantu Zhu yang sigap dan penurut.

(c) Latar cerita merupakan lingkungan, yaitu dunia cerita sebagai tempat terjadinya peristiwa. Dalam latar itulah segala peristiwa yang menyangkut hubungan antartokoh terjadi. Latar dalam cerita biasanya mempunyai dua tipe. Pertama, latar yang diceritakan secara detail. Hal ini biasanya terjadi jika cerpen fokus pada persoalan latar. Kedua, latar yang tidak menjadi fokus utama dalam masalah. Biasanya latar di sini hanya disebut sebagai background saja sebagai tempat peristiwa, tidak dideskripsikan secara detail.

Setelah kalian membaca cerpen “Sulaiman Pergi ke Tanjung Cina” itu, gambarkanlah latar yang membangun cerpen itu.

      Latar alat            : – Kain tapis

– Gamelan bambu

– Kapal perang

      Latar suasana    : – Tegang

–   Haru

–   Sedih

      Latar tempat      : – Bandar Lampung

–   Kualakambas

–   Ladang

–   Hutan

–   Kebun

–   Pelabuhan

–   Pantai

–   Balai kampung

–   Rumah Zhu.

      Latar waktu        : – Pagi hari

–   Petang

–   Malam hari

–   Subuh

(d)Alur merupakan keseluruhan sekuen (bagian) peristiwa yang terdapat dalam cerita. Alur adalah peristwa yang terbentuk karena proses sebab akibat (kausal) dari peristiwa lainnya, yang membentuk rangkaian peristiwa dalam cerita, dan berbagai peristiwa yang ada dalam cerita memiliki hubungan yang erat, karena kehadiran satu peristiwa menyebabkan hadirnya peristiwa yang lain. Alur itulah yang menjadi struktur pembangun teks cerita pendek, yang di dalamnya terdapat abstrak, orientasi, komplikasi, evaluasi, resolusi, dan koda.

Alur dalam cerita biasanya mempunyai kaidah sendiri, yang meliputi tiga hal. Pertama, kemasukakalan (plausibilitas), artinya cerita memiliki kelogisan. Kedua, rasa ingin tahu (suspense), artinya perasaan kurangpasti terhadap peritiwa yang terjadi, khususnya yang menimpa tokoh yang kemudian diberi simpati oleh pembaca. Keberadaan suspense ini akan mendorong, menggelitik, dan memotivasi pembaca untuk setia mengikuti cerita dan mencari jawaban terhadap kelanjutan cerita. Ketiga, adanya kejutan (surprise), artinya peristiwa yang berisi kejutan dalam cerita. Biasanya peristiwa yang dibangun pengarang di luar dugaan pembaca. Dengan adanya kejutan, sebuah cerpen menjadi tidak membosankan. Keempat, kepaduan (unity), artinya berbagai unsur yang ditampilkan dalam alur cerita haruslah memiliki kepaduan. Setiap unsur yang ada hendaknya membentuk satu kesatuan yang utuh sehingga keberadaan antarunsurnya menentukan keberadaan unsur yang lain.

      Plausibilitas (Kelogisan)

Plausibilitas merupakan sisi suatu alur cerita yang masuk akal dalam penyelesaian masalahnya, dengan kata lain suatu cerita mesti memiliki kelogisan untuk memenuhi kaidah ini.

Contoh :

“…ketika ia resmi memanggil ibu kepada Nyiwar dan memanggil abang kepada suami…”

Di sini memang logis bukan memanggil ibu kepada mertua dan memanggil abang kepada sang suami. Itulah yang dimaksud dengan plausibilitas.

      Suspense (Keinginan mengetahui)

Suspense memacu rasa ingin tahu pembaca terhadap peristiwa yang terjadi pada tokoh atau peristiwa lainnya. Hal ini sangat penting agar membuat pembaca tidak jenuh untuk membaca cerita hingga akhir, intinya dengan suspense cerita akan makin hidup dan mendorong pembaca melanjutkan membaca cerita untuk mengetahui jawaban dari permasalahan.

Contoh :

“…Dan gajah yang mati akan menuntut balas dari negara…”

Di sini pembaca akan mencari tahu, tindakan apa yang akan dilakukan oleh negara sebagai balas perlakuan atas matinya gajah-gajah tersebut.

      Surprise (Kejutan)

Di dalam cerita ada-ada saja hal yang tak disangka-sangka terjadi, hal inilah yang dinamakan dengan suspense. Penyelesaian masalah yang tak disangka-sangka sebelumnya oleh pembaca akan membuat pembaca semakin tertarik meneruskan membaca cerpen. Selain itu akan membangun sebuah kesan tersendiri pada pembaca.

Contoh :

“Zhu yang tiba-tiba jatuh cinta pada Sulaiman setelah melihat hasil sulaman Nyiwar.”

Ini merupakan peristiwa yang tidak dikira-kira sebelumnya, itulah yang disebut surprise.

      Unity (Kesatuan)

Tentunya sebuah cerita memiliki kesatuan dan hubungan yang sangat erat antar peristiwa satu dengan peristiwa lainnya. Begitu juga dengan cerpen “Sulaiman Pergi ke Tanjung Cina”, peristiwa satu ke peristiwa lainnya saling mengikat dan koheren.