Tak ada yang lebih tabah dari hujan bulan Juni dirahasiakannya rintik rindunya kepada pohon berbunga

Tak ada yang lebih tabah dari hujan bulan Juni dirahasiakannya rintik rindunya kepada pohon berbunga

Mengenang legendaris sastra, Sapardi Djoko Damono melalui puisi Hujan Bulan Juni. /Instagram @damonosapardi/

AKSARA JABAR - Sapardi Djoko Damono merupakan seorang legenda sastra Indonesia. Ia menutup usianya di tahun ke-80 pada Minggu 19 Juli 2020.

Meski telah berpulang, nama Sapardi tetap abadi berkat karya-karya hebatnya, salah satunya adalah Hujan Bulan Juni.

Puisi tersebut kembali trending di Twitter di awal bulan Juni 2022. Hujan menyertai kedatangan bulan yang terkenal dalam puisi Sapardi itu. Berikut adalah puisi Hujan Bulan Juni.

Baca Juga: Sejarah Singkat Hari Lahir Pancasila yang Diperingati Setiap Tanggal 1 Juni

Hujan Bulan Juni

Tak ada yang lebih tabah
Dari hujan bulan Juni
Dirahasiakannya rintik rindunya
Kepada pohon berbunga itu

Tak ada yang lebih bijak
Dari hujan bulan Juni
Dihapuskannya jejak-jejak kakinya
Yang ragu-ragu di jalan itu

Tak ada yang lebih arif
Dari hujan bulan Juni
Dibiarkannya yang tak terucapkan
Diserap akar pohon bunga itu

Baca Juga: 15 Link Twibbon Hari Lahir Pancasila 2022,Cocok Dibagikan ke Medsos, Akses Secara Gratis Disini

Tak ada yang lebih tabah dari hujan bulan Juni dirahasiakannya rintik rindunya kepada pohon berbunga
Sapardi Djoko Damono (arai15.wordpress.com)

MATA INDONESIA, JAKARTA – Puisi paling terkenal almarhum Sapardi Djoko Damono adalah “Hujan Bulan Juni.”

Berdasarkan bedah Puisi “Hujan Bulan Juni” Sapardi Djoko Damono, makna puisi itu lebih banyak berkaitan dengan ketabahan dan kesabaran sebuah kasih sayang.

Pada larik kata “Tidak ada yang lebih tabah dari hujan bulan juni,” Sapardi menggambarkan hujan sebagai kasih sayang.

Sedangkan melalui kata itu, dia ingin menggambarkan soal ketabahan atau kesabaran dari hujan tidak turun ke bumi pada Bulan Juni.

Dalam kalender tahunan, Juni pada umumnya digambarkan sudah masuk musim kemarau sehingga mustahil hujan turun di bulan itu, sehingga mengandung makna tentang ketabahan, kesabaran seseorang untuk tidak menyampaikan sayang dan rindunya pada orang yang dicintainya.

Sedangkan, larik “Tak ada yang lebih bijak dari hujan bulan Juni” digunakan Sapardi untuk menggambarkan bahwa dia mampu dengan ketabahannya menahan tidak menyampaikan sayang juga rindunya.

Sementara larik, “Dihapusnya jejak jejak kakinya yang ragu-ragu di jalan itu” menggambarkan Sapardi ingin menghapus keraguan, prasangka jelek yang hinggap di hatinya dalam menanti orang yang dicintainya

Ada pun, pada larik “Tak ada yang lebih arif dari hujan bulan Juni” Sapardi ingin menggambarkan dia pandai menyimpan, menyembunyikan rasa sayangnya, rindunya pada orang yang dia cintai.

Hujan Bulan Juni

tak ada yang lebih tabah
dari hujan bulan Juni
dirahasiakannya rintik rindunya
kepada pohon berbunga itu

tak ada yang lebih bijak
dari hujan bulan Juni
dihapusnya jejak-jejak kakinya
yang ragu-ragu di jalan itu

tak ada yang lebih arif
dari hujan bulan Juni
dibiarkannya yang tak terucapkan
diserap akar pohon bunga itu”

Bagi sebagian orang mungkin sudah tidak asing lagi saat mendengar kata puisi. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), puisi merupakan ragam sastra yang bahasanya terikat oleh irama, mantra, rima, serta penyusunan larik dan bait. Puisi juga diartikan sebagai gubahan dalam bahasa yang bentuknya dipilih dan ditata secara cermat.

Puisi merupakan rekamandan interpretasi pengalaman manusia yang penting, digubah dalam wujud yang paling berkesan (Pradopo, 2009:7). Puisi sebagai karya sastra dapat dikaji dari bermacam-macam aspek, seperti struktur dan unsur-unsurnya, bahwa puisi ini merupakan struktur yang tersusun dari bermacam-macam unsur dan sarana-sarana kepuitisan (Pradopo, 2009:3).

Puisi sendiri memiliki makna yang mendalam, mulai dari tentang kehidupan, cinta, alam, lingkungan, dan lain sebagainya. Puisi adalah karangan yang penyajiannya sangat mengutamakan keindahan bahasa dan kepadatan makna. Oleh karena itu, puisi sangat populer di berbagai kalangan.

Puisi "Hujan Bulan Juni" adalah puisi karya Sapardi Djoko Damono yang lahir pada tanggal 20 Maret 1940 dan wafat pada tanggal 19 Juli 2020 pada usia 80 tahun. Puisi ini memiliki makna yang dalam. penggunaan kata-kata yang sederhana, tidak terlalu mendayu-dayu, penggambaran alam, dan kebebasan untuk tidak ama atau seragam dengan yang lain, memang merupakan ciri khas penyais Sapardi Djoko Damono.

Suasana yang digunakan dalam puisi "Hujan Bulan Juni" ialah lirih dengan emosi yang tenang. Hal itu nampak pada kata tabah, bijak, dan arif. Setiap puisi pasti mengandung pesan serta makna yang ingin disampaikan penulis kepada pembaca atau pendengar. Puisi legendaris ini, ternyata juga puisi tercepat yang ditulis oleh Sapardi. Dalam tempo yang singkat, tak sampai sehari, puisi ini berhasil digarapnya.

"Hujan Bulan Juni"

Tak ada yang lebih tabah

dari hujan bulan Juni

Dirahasiakannya rintik rindunya

Kepada pohon berbunga itu

Tak ada yang lebih bijak

Dari hujan bulan Juni

dihapusnya jejak-jejak kakinya

yang ragu-ragu di jalan itu

Tak ada yang lebih arif

dari hujan bulan Juni

dibiarkannya yang tak terucapkan

diserap akar pohon bunga itu

Pada bait pertama larik satu dan dua "Tak ada yang lebih tabah dari hujan bulan Juni" memiliki makna seseorang yang memiliki ketabahan atau kesabaran dari hujan yang tak turun ke bumi pada bulan Juni.

Pada bait pertama larik ketiga dan keempat "Dirahasiakannya rintik rindunya kepada pohon berbunga itu" memiliki makna bahwa ia sedang merahasiakan rasa rindunya dan disimpannya erat-erat padahal rindu itu sangat lebat kepada seseorang yang dicintainya.

Pada bait kedua larik satu dan dua "Tidak ada yang lebih bijak dari hujan bulan Juni" memiliki makna menggambarkan bahwa dia mampu dengan ketabahannya menahan tidak menyampaikan sayan dan rasa rindunya.

Pada bait kedua larik ketiga dan keempat "Dihapusnya jejak-jejak kakinya yang ragu di jalan itu" memiliki makna bahwa dia ingin menghapus keraguan dengan prasangka-prasangka jelek dalam sebuah penantian di jalan itu dan mencoba untuk melangkah maju. Namun, ia kembali dan memutuskan untuk melupakan usahanya itu.

Pada bait ketiga larik satu dan dua "Tidak ada yang lebih arif dari hujan bulan Juni" memiliki makna dia pintar dalam hal menyembunyikan, menyimpan rasa sayang dan rindunya kepada yang dia cintai.

Pada bait ketiga larik ketiga dan keempat "Dibiarkannya yang tak terucapkan diserap akar pohon bunga itu" memiliki makna bahwa dia sadar sebenarnya rindu itu harus diucapkan, namun ia tak cukup memiliki keberanian untuk menyatakan rindunya. Akhirnya ia memilih merahasiakan dan mengikhlaskan rindu itu kepada Tuhan dan alam.

Kita dapat mencintai seseorang dengan penuh kasih sayang dan ketulusan tanpa harus memilikinya, karena cinta tidak dapat dipaksakan namun dapat dirasakan. Bukan sebuah kesalahan jika mencintai seseorang namun tidak diungkapkan. Tetapi, jangan sampai rasa cinta itu berubah menjadi rasa sedih karena terlambat mengungkapkannya.

Sumber:

Winarti, W. (2019). "Analisis Makna Gaya Bahasa Peronifikasi Hujan Bulan Juni Karya Sapardi Djoko Damono". Kumpulan Jurnal Dosen Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara, 4-6.

Ikuti tulisan menarik Sofiana Mita lainnya di sini.

 (?)

Quotes are added by the Goodreads community and are not verified by Goodreads. (Learn more)

Tak ada yang lebih tabah dari hujan bulan Juni dirahasiakannya rintik rindunya kepada pohon berbunga

Sapardi Djoko Damono, Hujan Bulan Juni

Read more quotes from Sapardi Djoko Damono