Tata ruang yang rumit biasanya terdapat di daerah

TATA RUANG & LINGKUNGAN HIDUP

Tata ruang dan lingkungan hidup dapat dikatakan sebagai dua hal yang saling berkaitan erat didalamnya dengan keterkaitan satu dan yang lainya. Saat ini memang penataan ruang/pembanguan yang dilakukan semata-mata diartikan sebagai pembangunan fisik tanpa memperhatikan bagaimana keunikan perilaku lingkungan hidup yang ada didalam suatu wilayah. Pembangunan yang dilakukan dengan semata-mata mengedepankan aspek fisik serta deterministic saat ini mendapat penolakan karena tidak memperhatikan keunikan perilaku manusia didalamnya. Apabila dilihat saat ini kegiatan yang ada di wilayah dapat dikatakan sebagai mimpi buruk dimana saat ini dimana-mana desain, wajah, warna yang ada di perkotaan hampir sama. Unsur penyusun yang dapat dikatakan dari alamiahnya seakan-akan sudah tidak ada. Kesemrawutan terjadi dimana-mana dengan permasalahan yang semakin lama semakin pelik dan susah untuk diselesaikan. Banyak faktor yang tentunya perlu diperhatikan terkait dengan pembangunan atau penataan suatu wilayah, selain faktor fisik tentunya faktor-faktor humanistik juga mutlak perlu dilakukan agar mencapai keindahan dan keserasian antar lingkungan hidup didalamnya.

Perencanaan “Open Ended”

Perencanaan ruang pada dewasa ini dapat dikatakan sebagai salah satu hal yang kaku yang mana pelaksanaanya hanya berbicara masalah fisik, fisik dan fisik. Namun jarang yang melibatkan atau memasukkan unsur manusia yang ada didalamnya. Banyak yang beranggapan bahwa perencanaan ruang harus direncanakan dan dilaksanakan secara tegas dan sesuai dengan rancangan yang ada diawal. Hal tersebut tentunya menimbulkan kesan kaku yang mana secara alamiah tidak dapat mengikuti perkembangan akan keunikan masyarakatnya.

Masyarakat yang merupakan objek dan subjek utama dalam pembangunan wilayah dapat dikatakan merupakan bagian terpenting yang perlu diajak atau dilibatkan secara penuh. Karena dari masyarakat inilah akan terbentuk bagaimana wajah pembangunan yang diinginkan.

Keterlibatan Masyarakat

Manusia yang menempati lingkungan hidup yang ada didalamnya memiliki keinginan dan kebutuhan akan mengelola lingkungan yang ada disekitarnya sesuai dengan yang diinginkan. Karena secara alamia manusia dan alam memiliki keterkaitan yang dalam, sebagai penjaga dan pengawas perkembangan lingkungan yang ada disekitarnya. Namun beberapa kelemahan perencanaan saat ini berorientasi jangka panjang dan bersifat kaku. Sehingga dalam perjalanannya terkadang tidak sesuai dengan yang direncanakan diawal cenderung berubah akibat ketidakpastian yang ada didalamnya. Pelibatan masyarakat untuk menciptakan pembangunan wilayah dan kehidupan yang baik perlu digagas dan dikedepankan demi menciptakan lingkungan yang nyaman dan aman untuk manusia yang tinggal didalamnya. Harapannya pelibatan masyarakat dalam pembangunan kepada masyarakat dapat mendorong kegiatan pengawasan yang ada guna mengendalikan pertumbuhan dan perkembangan wilayah yang semakin lama semakin mengarah kearah kompleksitas yang semakin rumit. Beberapa usulan untuk perencanaan kedepan diantaranya: pertama, pemecahan permasalahan jangka panjang perlu disenyawakan dengan pemecahan permasalahan jangka pendek yang bersifat inkremental. Kedua, pemberlakuan insentif dan disinsentif guna tegaknya arah pembangunan yang dilaksanakan. Ketiga, penataan ruang secara total, merata dan terpadu dengan model model perencanaan partisipatif. Keempat, kepekaan sosio kultural para pemangku kebijakan perlu ditingkatkan, supaya pelibatan masyarakat melalui diskusi, forum atau yang lainya lebih dapat diupayakan. Kelima, perencanaan yang dilakukan hendaknya memperhatikan kondisi alam dan iklim untuk menciptakan lingkungan yang nyaman dan menghemat energi.

TATA RUANG, KEBERLANJUTAN SUMBEDAYA AIR dan PENCEGAHAN BANJIR

Fitrah air adalah anugerah sudah sepantasnya mendapatkan perlakuan yang baik dari makhluk hidup yang ada dimuka bumi ini. Dengan perlakuan yang baik maka akan tercapai keseimbangan yang baik antara air dan makluk hidup yang dapat menunjang berlangsungnya ekosistem yang ada didalamnya secara sehat. Harmonisasi sumber daya air perlu terus ditingkatkan, dengan dukungan masyarakat dan pemerintah agar sungai, situ, waduk dan penampung air lainya tidak dialihfungsikan. Masyarakat diharapkan untuk tidak membuka lahan yang berfungsi sebagai kawasan resapan (lindung), tidak membuang sampah, limbah rumah tangga maupun limbah industri ke badan air. Untuk melakukan hal tersebut menata kembali bagaimana upaya yang dapat dilakukan untuk mengurangi bahkan menghilangkan permasalah tersebut haruslah mengacu pada undang-undang pengelolaan sumber daya air, undang-undang penataan ruang dan undang-undang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Pemerintah daerah wajib menata ulang ruang wilayah dan mewujudkan lingkungan yang ramah air secara berkelanjutan. Ada lima langkah yang dapat dilakukan, yaitu: pertama, cek regulasi yang berlaku. Dapat dilakukan audit pemanfaatan ruang atau lahan sesuai dengan peraturan yang berlaku seperti RTRW, masterplan, RDTRK maupun yang lainnya. Hal ini untuk mengetahui dimana letak permasalahan dan mapping ketidaksesuaian penggunaan lahan terutama untuk kawasan perlindungan terhadap keberlangsungan air. Kedua, mengecek legalitas tanah/rumah. Langkah ini dirasa perlu supaya apabila pemerintah ditemukan banyak pelanggaran terhadap pemanfaatan ruang di kawasan konservasi sumber daya air dapat ditindak sesuai dengan undang-undang atau peraturan yang berlaku. Seperti penggunaan lahan di sempadan sungai, sempadan pantai, maupun sempadan lainya. Ketiga, pemerintah, akademisi, masyarakat dan para ahli diharapkan bisa duduk bersama merumuskan bagaimana arah dan strategi yang dapat diilakukan untuk mencari win-win solution untuk semua pihak. Masyarakat juga diberikan arahan dan pengertian untuk berpindah dari lokasi yang dinilai bermasalah dan tidak sesuai dengan peruntukannya. Namun pemerintah juga harus menyediakan tempat relokasi permukiman baru yang dilengkapi dengan sarana dan prasarana yang layak untuk warga yang direlokasi. Keempat, pemda dapat melakukan normalisasi sungai, selokan, revitalisasi danau, situ, waduk, serta menyelamatkan pantai dan hutan mangrove yang telah dialihfungsikan lahannya. Sungai dapat dilebarkan menjadi 2 atau 3 kali lipat dari ukuran semula dan dilakukan pengerukan untuk menambah kedalam sungai. Dengan dilakukannya pengerukan waduk dan situ, maka akan optimal kapasitanya dan disediakan taman disekelilingnya agar menjadi bantuan untuk meresapkan air ke dalam tanah. Kelima, pemda perlu melakukan rekayasa sosial terhadap warga yang bertempat tinggal dekat dengan kawasan konservasi air seperti bantaran sungai, pantai dan sebagainya supaya mengubah budaya lama seperti buang sampah sembarangan dan buang air limbah ke sungai agar dapat berangsur-angsur dikurangi bahkan dapat dihilangkan kebiasaan buruk tersebut. Warga diajak berperan aktif dalam mengelola dan menjaga lingkungan yang ada disekitar tempat mereka tinggal, agar ketika hujan tidak lagi terjadi banjir yang biasa dikhawatirkan.

Banjir dan penataan ruang wilayah merupakan dua hal yang saling berkaitan erat, apabila ruang wilayah dilaksanakan dengan baik dan benar maka banjir tidak akan terjadi. Saat musim hujan ancaman banjir seringkali membayangi kota-kota yang ada di Indonesia saat ini. Namun yang aneh adalah ketika musim kemarau banyak daerah yang mengalami kekeringan. Tata ruang wilayah yang tidak diimbangi dengan pengelolaan air yang baik akan menimbulkan dampak merugikan yang dapat mengancam kegiatan manusia. Pemahaman akan paradigma lama yang terus berkembang di masyarakat bahkan di pemerintahan adalah bagaimana air hujan dianggap sebagai malapetaka, dianggap sebagai musibah dan dianggap mendatangkan permasalahan. Hal ini terlihat dari reaksi pemerintah yang berupaya melakukan percepatan dalam mengalirkan air dari drainase menuju sungai yang menjadi jaringan utama serta melakukan sudetan sungai agar air yang jatuh dapat segera dialirkan menuju sungai maupun hilir.

Namun dalam perjalanannya banyak ruang-ruang seperti drainase, badan sungai yang tidak berfungsi sebagai mana mestinya. Masyarakat membuang sampah dan limbah rumah tangga ke sungai, meningkatnya endapan sampah pasir dan lainnya di saluran drainase dan permasalahan lainya yang menjadikan kesan ketika turun hujan maka malapetaka dimulai. Malapetaka hanyalah anggapan dari masyarakat sendiri yang terbentuk akibat perilaku yang dilakukan terhadap penanganan terhadap permasalahaan lingkungan yang ada.

Idealnya air adalah anugerah, rezeki dan rahmat yang diturunkan oleh Allah SWT yang mana kita perlu memperlakukannya dengan baik. Perlu dikelola dengan baik melalui peresapan di RTH maupun ruang resapan lain sebagai imbas untuk melakukan pencadangan air tanah untuk kebutuhan kita dimasa depan. Hujan bukanlah sebuah malapetaka, dengan adanya hujan maka upaya penghematan dan melakukan pencadangan air tanah dapat dilakukan dengan mudah cukup dengan menyediakan lahan resapan yang cukup.

Pemerintah dan masyarakat tidak perlu terlalu cepat untuk mengalirkan air menuju sungai, dengan begitu air hujan dapat dikelola dan dimanfaatkan terlebih dahulu oleh masyarakat. Perlu ditunjang dengan penyediaan lahan-lahan yang memang dikhususkan sebagai lahan resapan. Seperti pemanfaatan area sempadan sungai sebagai area perlindungan setempat, RTH, kawasan pantai yang tidak diperbolehkan ditumbuhi properti dan tindakan lain yang dapat mendukung terlaksananya pengelolaan air dengan baik. Tentunya hal tersebut dapat terwujud apabila pelanggaran akan pemanfaatan ruang untuk pengelolaan air yang semestinya bisa ditindak sesuai dengan aturan tata ruang yang berlaku.

Tata Ruang Perlu diaudit?

Terjadinya banjir dikota-kota besar seperti Jakarta, Manado, Tomohon, Bandung, Semarang, Malang dan beberapa daerah lain yang mengalami hal serupa seharusnya dapat menjadikan salah satu bahan refleksi dan evaluasi. Bagaimana tidak, hal tersebut merujuk upaya pemerintah dan masyarakat dalam menjaga kualitas lingkungan yang ada berkaitan dengan pembangunan yang dilakukan selama ini apakah sesuai atau bahkan menyimpang dari rencana tata ruang yang direncanakan.

Perencanana tata ruang yang tidak seimbang dengan alam dan upaya konservasi air menjadi salah satu penyebab terjadinya banyak bencana banjir dan sejenisnya. Selain mendapatkan dampak dari banjir, masyarakat juga merasakan krisis air yang diakibatkan oleh pembangunan yang merusak sumber-sumber mata air dan alur berjalanya air. Hal ini diperparah dengan tidak adanya pengendalian terkait dengan penindakan terhadap pemanfaatan lahan untuk kegiatan pembangunan yang ada di sekitar sungai, telaga, situ dan sejenisnya.

Berkaitan dengan fenomena tersebut ada beberapa langkah audit menangani tata ruang yaitu: 1) melakukan audit tata ruang yaitu melakukan evaluasi terkait dengan pemanfaatan ruang apakah sudah sesuai dengan RTRW, Rencana Detail Tata Ruang (RDTR), maupun Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL); 2) pemerintah pusat melakukan audit kesesuaian dengan tata ruang dalam lingkup provinsi yang mana telah diamanatkan dalam peraturan presiden; 3) Pemerintah pusat menyusun dan melaporkan hasil audit dan dipublikasikan kepada masyarakat. Serta menetapkan mekanisme insentif dan disinsentif untuk kawasan yang sesuai atau tidak sesuai dengan tata ruang; 4) pemda harus melakukan penertiban dan penindakan yang dilakukan oleh masyarakat yang melanggar tata ruang. Apabila diperlukan maka bisa dilakukan relokasi dan sebagainya untuk segera dilakukan guna menjaga keseimbangan yang ada; 5) pemda melakukan audit bangunan dan lingkungan diutamakan untuk daerah-daerah pusat kota yang mana dilihat kesesuaian dengan koefisien dasar bangunan apakah sudah menyediakan 30 persen untuk koefisien dasar hijau atau belum; 6) pemda melakukan revitalisasi saluran yang ada di seluruh kota baik sungai maupun selokan yang memungkinkan menyebabkan terjadinya banjir maupun genangan. Untuk wilayah kampung dapat dikonsep dengan kerja bakti.

Daya Dukung Lingkungan 

Pelaksanaan pembangunan disetiap daerah cenderung akan menimbulkan berbagi permasalahan dan konflik pemanfaatan ruang yang mengupayakan pemanfaatan ruang yang seimbang antara kebutuhan dan ekologi. Keterbatasanlah yang menjadi salah satu penyebab permasalahan yang timbul dalam kegiatan yang ada didalamnya. Keterbatasan akan lahan tidak mampu mengimbangi bagaimana peningkatan kebutuhan akan pembangunan bangunan mulai dari perumahan, kawasan perdagangan dan jasa, industri dan kegiatan lainnya. Sedangkan disisi lain lembaga yang bertugas dalam pelestarian lingkungan mengatakan perlu adanya konservasi wilayah terbuka baik berupa RTH, hutan kota, jalur hijau dan jenis ruang tebuka lainya. Tentunya dengan melihat ketersediaan lahan yang ada belum tentu dapat memenuhi keduanya, belum lagi apabila faktor pertumbuhan penduduk dimasukan kedalamnya. Saat ini pengelolaan masih bersifat sektoral, parsial dan bergantung keputusan masing-masing daerah sehingga sangat sulit untuk menembus batas pemisah administrasi untuk menciptakan sinergi dan keseimbangan kewilayahan yang tidak hanya terbatas dalam administrasi lagi.

Dalam pengelolaan lingkungan pada dasarnya memiliki beberapa proses yang include didalamnya sebagai satu kesatuan yang pelaksanaanya harus sistematis dan runtut. Dalam penataan ruang diperlukan dukungan terkait dengan gambaran bagaimana tatanan lingkungan, daya dukung lingkungan, baku mutu, konservasi sumber daya alam, dan keterpaduan terkait dengan SDA, SDM dan infrastruktur pendukung. Hal tersebut untuk menghasilkan penataan ruang yang memiliki kualitas yang tinggi. Sedangkan dalam pelaksaan mewujudkan pembangunan berkelanjutan dan kualitas lingkungan yang baik maka diperlukan kajian AMDAL yang melihat bagaimana kondisi baku mutu dan tatanan lingkungan yang ada. Dalam hal penataan ruang ada beberapa kaidah yang wajib diperhatikan seperti perencanaan tata ruang, pemanfaaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang.