Terhadap teman yang memiliki kekurangan cacat kita tidak boleh

Terhadap teman yang memiliki kekurangan cacat kita tidak boleh

Jakarta - Tanggal 3 Desember, setiap tahunnya, diperingati oleh publik internasional sebagai HIPENCA (Hari Internasional Penyandang Cacat). Hipenca merupakan seremoni internasional yang disponsori oleh PBB sejak tahun 1992.Selain untuk mengembangkan wawasan masyarakat akan persoalan yang berkaitan kehidupan penyandang cacat (Penca), Hipenca juga memberikan dukungan untuk meningkatkan martabat, hak dan kesejahteraan mereka. Hipenca merupakan wujud pengakuan dunia terhadap eksistensi Penca.

Pemahaman Keliru

Apa yang pertama sekali muncul dalam benak kita saat ditanya tentang penyandang cacat? Hampir dapat dipastikan, jawabannya cenderung negatif dan merendahkan. Terlebih lagi dalam budaya masyarakat kita.Di Pemerintahan dan masyarakat hingga kini masih terdapat persepsi keliru bahwa masalah penyandang cacat identik dengan urusan Departemen Sosial. Ini terbukti, saat Persatuan Tunanetra Indonesia (Pertuni) beraudiensi dengan Presiden bulan Juli lalu seusai menyelenggarakan Musyawarah Nasional. Satu-satunya menteri yang diminta Presiden mendampingi adalah Menteri Sosial.Presiden baru menyadari bahwa seharusnya ada menteri-menteri lain saat Ketua Umum Pertuni Didi Tarsidi menyampaikan bahwa seharusnya penanganan masalah tunanetra - dan penyandang cacat lain - dilakukan lintas departemen, bukan hanya Departemen Sosial.Mendengar itu, Presiden pun berjanji akan mengadakan rapat kabinet khusus bersama Menkokesra dan Menteri-Menteri terkait lainnya untuk membahas kebijakan Pemerintah dalam pemberdayaan tunanetra. Berarti, Pertuni harus menagih janji ke Presiden.Harus diakui, penyandang cacat dari semua kelompok umur hidup di setiap wilayah dan kelompok masyarakat. Mereka merupakan bagian dari suku, budaya dan agama. Dalam lingkungan masyarakat, mereka seharusnya bisa memanfaatkan fasilitas umum di sekolah, tempat kerja, pusat perbelanjaan, lingkungan rumah, transportasi umum, dan kantor-kantor pemerintahan.Namun realitas menyatakan kebalikannya. Sebagaian besar penyandang cacat tak terlihat di masyarakat. Kendala lingkungan fisik menghalangi akses orang dengan cacat tubuh (tunadaksa) ke ruang public dan membatasi mobilitas mereka.Kendala teknologi menghalangi orang dengan cacat pendengaran (tunarungu) dan atau cacat penglihatan (tunanetra) untuk berkomunikasi. Kendala sosial dalam bentuk sikap dan tindakan menunjukkan secara eksplisit maupun implisit bahwa kehadiran penyandang cacat tidak diterima atau dianggap kurang mampu dibanding orang lain.Karenanya, pada tanggal 30 Maret 2007, Pemerintah Indonesia mengambil langkah penting dalam memperkuat komitmen bangsa Indonesia untuk memajukan hak-hak asasi penyandang cacat dengan menandatangani naskah konvensi PBB tentang hak-hak penyandang cacat yang di antaranya menegaskan "..kecacatan adalah hasil dari interaksi orang-orang yang tidak sempurna secara fisik dan mental dengan hambatan-hambatan lingkungan yang menghalangi peran serta (partisipasi) mereka dalam masyarakat.."Hal paling mendasar yang mereka butuhkan dari kita, disamping bagaimana sikap terhadap mereka, aksesibilitas fisik dan komunikasi akan sangat membantu interaksi antara kita dan mereka. Karena penyandang cacat juga manusia, yang punya hati, pikiran dan perasaan.Setiap kecacatan mungkin membatasi kemampuan seseorang untuk bergerak atau berkomunikasi dengan cara yang berbeda. Seringkali kebutuhan mereka sangat spesifik bukan karena jenis kecacatannya, tetapi juga karena tingkat kecatatannya dan jenis alat bantu yang digunakan, sehingga mungkin kebutuhan antara penyandang cacat dengan jenis kecatatan yang sama akan memiliki kebutuhan yang berbeda.Misalnya, seseorang yang tidak dapat menggunakan lengannya akan memiliki kebutuhkan yang berbeda dengan yang tidak dapat menggunakan kakinya. Nah, cara untuk mengatasi keterbatasan tersebut adalah dengan langsung menanyakan kepada mereka kebutuhan seperti apa yang diperlukannya untuk bergerak atau berkomunikasi.

Data Belum Akurat

Menurut data yang ada, jumlah penyandang cacat di Indonesia sebagai beritku; Penyandang Tuna Netra 1.749.981 jiwa, Tuna Rungu Wicara 602.784 jiwa, Tuna Daksa 1.652.741 jiwa, Tuna Grahita 777.761 Jiwa.Kementerian Sosial RI memperkirakan populasi penyandang Cacat Indonesia sebesar 3,11%, menurut data Kementerian Kesehatan memberikan angka yang lebih sebesar yaitu 6%, sementara WHO menyampaikan jumlah penyandang cacat dari negara - negara berkembang yaitu sebesar 10%.Dari ketidakakuratan data ini mengakibatkan anggaran yang diterima dirasa sangat minim, maka perlu dilakukan terobosan dengan melakukan kerjasama dengan dunia usaha dan kerjasama Internasional (lembaga-lembaga donor).Penyandang disabilitas akan terus meningkat mengingat struktur umur penduduk semakin menua, epidemologi ke arah kronik degeneratif, kecelakaan dan bencana alam. Isu perempuan dengan penyandang disabilitas penting untuk diperhatikan lebih seksama karena mereka mengalami multi diskriminasi, yaitu sebagai perempuan, penyandang disabilitas, dan sebagian dari mereka hidup dalam kemiskinan.

Etika Bergaul

Paling tidak ada enam hal-hal mendasar yang perlu diperhatikan dalam pergaulan sehari-hari dengan penyandang cacat. Pertama, bertanyalah dulu sebelum membantu. Apabila sebuah lingkungan aksesibel, mereka biasanya mampu melakukan segala sesuatu dengan baik.Seorang penyandang cacat dewasa mengharapkan dirinya diperlakukan sebagai pribadi mandiri. Karenanya, jangan pernah beranggapan bahwa seseorang itu membutuhkan pertolongan hanya karena ia cacat. Tawarkan bantuan kita hanya ketika melihat mereka saat embutuhkannya. Lalu, bertanyalah kepadanya bagaimana kita dapat membantunya sebelum melakukannya.Kedua, peka terhadap kontak fisik. Beberapa di antaranya tergantung pada kedua tangan mereka untuk menjaga keseimbangan. Memegang kedua tangannya-walaupun kita bermaksud membantunya-justru dapat membuatnya kehilangan keseimbangan. Hindarilah menepuk kepala seseorang atau memegani kursi rodanya, skuter, atau tongkatnya. Penyandang cacat menganggap alat bantu mereka sebagai bagian dari hak privasinya.Ketiga, pertimbangkanlah sebelum berbicara. Sebaiknya kita langsung kepada mereka, bukan pendamping/penerjemah bahasa isyaratnya. Ngobrol santai dengan mereka merupakan hal yang baik. Berbicaralah kepadanya sebagaimana yang kita lakukan juga kepada orang lain. Sebagian mereka akan merasa kita memprlakukannya mereka bukan sebagai manusia apabila bertanya tentang kecacatannya.Keempat, jangan berasumsi. Mereka adalah pengambil keputusan terbaik mengenai apa yang dapat/tidak mereka lakukan. Janganlah mengambil keputusan untuk mereka mengenai bagaimana mereka terlibat dalam aktivitas tertentu. Mengabaikan seseorang karena berasumsi tentang keterbatasannya dapat menjadi pelanggaran terhadap hak mereka.Kelima, menanggapi permintaan dengan ramah. Ketika seorang penyandang cacat menanyakan suatu pelayanan di perusahaan/kantor kita, itu bukanlah sebuah keluhan. Itu justru menunjukkan bahwa ia merasa cukup nyaman berada di kantor kita untuk menyatakan apa yang ia butuhkan. Apabila ia mendapatkan tanggapan positif, mungkin ia akan kembali lagi dan menceritakan kepada teman-temannya tentang pelayanan bagus yang ia terima.Keenam, bahasa atau istilah. Ucapan dan tulisan kita mampu meningkatkan martabat mereka atau malah sebaliknya. Beberapa kata dan frasa tidak mengenal cakupan yang luas mengenai kemampuan mereka. Mereka tidak butuh atau tidak ingin dikasihani, dianggap "istimewa" atau "berani" apabila berhasil menyelesaikan kegiatan/pekerjaan sehari-hari.Mari gunakan istilah "Penca" daripada orang cacat atau orang pincang, tunanetra daripada orang buta. Namun perlu disadari, mereka tidak menyukai istilah-istilah eufimisme (memperhalus) seperti "terhalang secara fisik" atau "kemampuan berbeda" dan seterusnya.Akhirnya, kepada saudara-saudara penyandang cacat, kita ucapkan selamat ber- HIPENCA 2011. Sungguh, kami yakin, kalian dan kita semua bisa berbuat dan berkarya untuk diri dan bangsa. Bahkan Dunia.

*Penulis adalah Livelihood Program Officer Qatar Charity Indonesia Cabang Aceh

Ahmad Arif


Jl. Tuan Dipakeh II No. 1 Jaya Baru, Banda Aceh

081360295521

(wwn/wwn)

Yuk, rangkul teman-teman disabilitas di sekitar kita dengan memulai komunikasi dengan penyandang disabilitas menggunakan beberapa etika berikut ini!

Tahukah kamu bahwa menurut Survei Penduduk Antar Sensus (Supas BPS) di tahun 2015 menunjukkan bahwa jumlah disabilitas di Indonesia jumlahnya mencapai 21,5 juta jiwa setiap tahunnya? Jumlah penyandang disabilitas tersebut terus bertambah setiap tahunnya. Sama seperti kita, penyandang disabilitas juga berhak memperoleh keadilan, perlindungan hukum, hidup mandiri atau dilibatkan dalam kegiatan bermasyarakat, dan memperoleh aksebilitas.

Sebagai sesama makhluk sosial, sudah seharusnya kita saling memahami dengan saudara-saudara kita yang menyandang disabilitas. Konteks saling memahami di sini adalah kita lah yang harus belajar etika berinteraksi dengan penyandang disabilitas.

Apa Itu Disabilitas?

Sebelum memahami saudara-saudara disabilitas kita, ada baiknya jika kita mengenal lebih dulu mengenai disabilitas. Buat kamu yang belum paham, disabilitas adalah keterbatasan diri yang bersifat fisik, kognitif, sensorik, emosional, perkembangan, atau kombinasi dari beberapa sifat tersebut.

Secara luas, disabilitas dibedakan menjadi dua jenis, yakni disabilitas fisik dan disabilitas mental. Adapun disabilitas fisik meliputi tunanetra (tidak bisa melihat / buta), tuna rungu (tidak bisa mendengar / tuli), tuna wicara (tidak bisa berbicara / bisu), tuna daksa (cacat tubuh), dan tunalaras (cacar suara dan nada).

Selain disabilitas fisik, ada juga disabilitas mental yang terdiri dari tunalaras (kesulitan mengendalikan emosi dan sosial), tunagrahita (cacat pikiran atau lemah daya tangkap), dan tunaganda yang bisa merupakan kombinasi dari disabilitas fisik dan mental alias menderita lebih dari satu kecacatan).

Cara Memperlakukan Penyandang Disabilitas yang Benar

Jika dulu penyandang disabilitas lebih sering dikasihani dengan dibuatkan acara penggalangan dana (charity) dan sebagainya, kini banyak penyandang disabilitas yang justru menolak untuk dikasihani. Sebagaimana yang kita tahu, mereka juga berhak memperoleh segala sesuatunya sama dengan orang-orang lain yang tidak memiliki kecacatan fisik maupun mental.

Pemerintah juga memperhatikan hak-hak penyandang disabilitas. Hal tersebut bisa kita lihat dari banyak aksesibilitas yang memudahkan para difabel untuk lebih mudah beraktivitas di fasilitas umum yang juga menjadi hak mereka. Tak sedikit pula kantor pemerintahan yang mempekerjakan penyandang disabilitas dan mengangkatnya menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS).

Sebagai masyarakat awam, bagaimana cara kita memperlakukan penyandang disabilitas agar mereka tidak tersinggung dan merasa ‘sama’ dengan diri kita? Berikut adalah beberapa cara yang bisa kamu lakukan.

1.     Bertanya Sebelum Memberikan Bantuan

Reaksi pertama sebagian orang kita menjumpai kaum difabel adalah berusaha menolong, terutama ketika mereka sedang kesusahan melakukan sesuatu. Percayalah bahwa tidak semua saudara-saudara kita yang mengalami disabilitas suka dikasihani.

Agar tidak menyinggung perasaan mereka, sebaiknya tanyakan dulu sebelum memberikan bantuan. Pasalnya, bisa saja bantuan yang kita berikan justru semakin mempersulit mereka.

2.     Jaga Ucapan dan Tindakan

Sama seperti kita memperlakukan orang lain, terutama yang baru saja dikenal, kita juga harus memperlakukan penyandang disabilitas dengan santun. Jagalah ucapan dan tindakan kita agar tidak melukai perasaannya.

Memang tidak semua orang-orang difabel memiliki perasaan yang sensitif. Akan tetapi, jika ingin memulai pergaulan dengan mereka, jagalah ucapan dan tindakan. Lebih baik menunjukkan sikap yang ramah dibanding gesture atau sikap yang justru menunjukkan rasa kasihanmu.

3.     Mengajak untuk Terlibat dalam Kegiatan Sehari-hari

Bersosialisasi dengan penyandang disabilitas tidak susah, lho. Dewasa ini, kaum difabel justru tidak ingin diperlakukan berbeda. Nah, agar kita bisa dengan mudah bergaul dengan mereka, libatkan mereka dalam kegiatan sehari-hari.

Cara melibatkan penyandang disabilitas dalam kehidupan sehari-hari bisa dengan cara mempekerjakan mereka sesuai bidang dan kemampuan atau justru melibatkan mereka dalam kegiatan sosial. Dengan begitu, mereka akan merasa lebih dihargai dan dibutuhkan oleh orang lain.

4.     Sadari Hak Penyandang Disabilitas

Penyandang disabilitas memang memiliki keterbatasan beraktivitas karena kekurangan fisik maupun mentalnya. Namun, ingatlah akan satu hal bahwa mereka juga mendapatkan hak yang sama dengan diri kita sendiri.

Hargai penyandang disabilitas dengan cara menyadari hak mereka. Untuk beberapa hal, penyandang disabilitas memang memperoleh hak yang lebih khusus. Seperti ketersediaan aksesibilitas di fasilitas umum, contohnya lift di jembatan penyeberangan. Kesadaran kita akan hak disabilitas bisa ditunjukkan dengan cara memberikan tempat terlebih dahulu bagi mereka untuk mengakses aksesibilitas yang memang menjadi haknya.

Nah, itulah beberapa poin yang bisa kamu lakukan kepada saudara-saudara kita yang menyandang disabilitas. Akan tetapi, perlu kamu ingat bahwa tidak semua penyandang disabilitas bisa diperlakukan dengan cara yang sama. Oleh karena itu, pelajari etika berinteraksi dengan penyandang disabilitas sesuai dengan jenis disabilitas mereka masing-masing.

Etika Berinteraksi dengan Penyandang Disabilitas Sensorik atau Netra

Penyandang disabilitas sensorik atau netra lebih mengacu pada gangguan fungsi indera penglihatan. Mereka yang menyandang disabilitas ini akan lebih mengutamakan kepekaan indera pendengaran, perabaan, dan penciuman.

Kalau kamu ingin berinteraksi dengan penyandang disabilitas sensorik atau netra, coba pahami beberapa etika yang wajib dilakukan berikut ini:

1.     Salam dan Sapa

Memperlakukan seseorang yang mengalami disabilitas sensorik atau netra tidak bisa hanya dengan perkataan saja karena mereka tidak akan melihat orang yang menjadi sumber suara yang mereka dengar. Salam dan sapa kepada penyandang disabilitas sensorik atau netra bisa dilakukan dengan menyentuhkan bagian luar telapak tanganmu ke tangan mereka sembari menyebutkan nama agar mereka bisa langsung mengenalimu.

2.     Tanyakan Terlebih Dahulu

Sebagaimana yang sudah dibahas sebelumnya, etika dalam berkomunikasi dengan penyandang disabilitas adalah menanyakan terlebih dahulu apakah mereka memerlukan bantuan atau dampinganmu. Ketika kamu hendak meninggalkan mereka, kamu pun wajib menginformasikan atau pamit terlebih dahulu.

3.     Biarkan Mereka Memegangmu Saat Berdampingan

Ketika hendak mendampingi pihak disabilitas sensorik atau netra, hindari menuntunnya atau memegang tubuh mereka. Biarkan saja mereka memegangmu saat berdampingan. Asalkan kamu menjaga kecepatan langkahmu, mereka tentu akan baik-baik saja.

Meskipun maksudmu baik, jangan sesekali memindahkan barang yang sedang digunakan penyandang disabilitas netra. Pasalnya, ingatan mereka lebih kuat sehingga mereka pun terbiasa mengingat letak barang-barangnya sendiri.

Etika Berinteraksi dengan Penyandang Disabilitas Fisik

Dinamakan penyandang disabilitas fisik karena fungsi gerak mereka terganggu. Orang-orang yang menyandang disabilitas fisik umumnya merupakan orang yang diamputasi, lumpuh layu atau kaku, paraplegi, celebral paisy (CP), stroke, kusta, atau cacat semenjak lahir.

 Berikut adalah panduan etika mengenai interaksi dengan penyandang disabilitas yang tepat:

1.     Komunikasikan Terlebih Dahulu Bentuk Pendampingan

Orang yang mengalami keterbatasan fisik umumnya tetap bisa berkomunikasi dengan orang lain. Jadi, ketika kamu berencana untuk mendampingi mereka sebaiknya komunikasikan terlebih dahulu segala bentuk pendampingan yang akan diberikan kepada mereka.

Hindari berinisiatif mengambil tindakan tanpa komunikasi dengan penyandang disabilitas. Pasalnya, hal tersebut bisa justru semakin membahayakan mereka.

2.     Sejajarkan Posisi Mata Ketika Berbicara

Penyandang disabilitas fisik umumnya akan menggunakan alat bantu gerak, umumnya adalah kursi roda. Etika berbicara yang baik kepada mereka adalah menyejajarkan posisi matamu dengan mata mereka. Jika mereka berada di atas kursi roda, maka kamu lah yang harus berjongkok atau membungkuk agar posisi mata kalian sejajar.

3.     Tidak Memindahkan Barang-barang atau Alat Bantu Mereka

Mungkin kamu bermaksud untuk memindahkan barang-barang maupun alat bantu penyandang disabilitas untuk tujuan yang baik. Namun, hindari kebiasaan seperti ini karena justru akan semakin mempersulit mereka. Jika mereka hendak memakainya, mereka bakal kesulitan memperoleh barang-barangnya karena keterbatasan gerak fisik.

Etika Berinteraksi dengan Penyandang Disabilitas Sensorik Rungu Wicara

Kamu pasti bisa menebak arti dari penyandang disabilitas sensorik rungu wicara. Ya, orang-orang yang menyandang disabilitas ini memiliki gangguan pendengaran dan bicara. Alhasil, mereka akan kesulitan berbicara dengan suara atau kata-kata yang jelas. Komunikasi dengan penyandang disabilitas ini umumnya menggunakan bahasa isyarat.

Inilah etika berinteraksi yang benar kepada penyandang disabilitas sensorik rungu wicara:

1.     Sentuh, Salam, dan Sapa

Cara pertama sebelum memulai interaksi adalah dengan memberikan sentuhan, salam, dan sapa. Sapalah mereka dengan menyentuhkan tanganmu ke tangan mereka dan jangan merasa risih ketika mereka balas menyentuhmu. Mereka tidak akan mendengarmu menyebutkan nama sehingga kamu tak perlu melakukannya.

2.     Bicara Sembari Menjaga Kontak Mata

Etika yang benar ketika kita berbicara dengan penyandang disabilitas adalah menjaga kedua mata agar tetap memperoleh kontak fisik dengan mereka. Kalau ada penerjemah, jangan berbicara menghadap ke penerjemah tapi tetap fokuskan tatapan ke penyandang disabilitas.

3.     Gerakan Bibir dan Bahasa Tubuh Harus Jelas

Satu hal yang wajib kamu lakukan ketika berinteraksi dengan penyandang disabilitas sensorik rungu wicara, yakni berbicara dengan gerakan bibir yang jelas. Hindari masker atau penutup mulut apapun untuk menghalangi gerakan bibirmu. Bahasa tubuh juga harus disesuaikan dengan perkataanmu agar tampak tidak berlebihan.

Etika Berinteraksi dengan Penyandang Disabilitas Mental

Definisi penyandang disabilitas mental adalah terganggunya fungsi pikir, emosi, dan perilaku yang disebabkan  gangguan psikologis atau hambatan dalam interaksi sosial. Pada umumnya, berinteraksi dengan orang yang mengalami disabilitas mental ini dianggap sebagai yang tersulit dibanding interaksi dengan penyandang disabilitas jenis lainnya.

Berikut ini adalah etika berinteraksi dengan penyandang disabilitas mental secara tepat:

1.     Tanyakan Hal-hal yang Perlu Diketahui Sebagai Pendamping

Jika kamu akan menjadi pendamping bagi saudara kita yang menyandang disabilitas mental, sebaiknya tanyakan dulu kepada dokter atau keluarganya mengenai hal-hal yang perlu diketahui sebagai pendamping. Sebagai contoh, kamu harus mengetahui waktu istirahat, makan, sampai dengan minum obat.

2.     Ajak Penyandang Disabilitas Mental Berkomunikasi

Berkomunikasi dengan penyandang disabilitas mental tidak sesulit yang kamu bayangkan kok. Kamu justru harus sering mengajak mereka berbicara langsung tanpa melalui perantara atau pendampingnya.

3.     Pakai Kata-kata yang Sederhana

Mengingat penyandang disabilitas mental ini umumnya memiliki keterbatasan dalam berpikir, maka gunakan kata-kata yang sederhana saja ketika berkomunikasi. Bila perlu kamu pun dapat menggunakan petunjuk berupa gambar atau isyarat untuk memudahkan mereka memahamimu.

Etika Berinteraksi dengan Penyandang Disabilitas Intelektual

Disabilitas intelektual merupakan terganggunya fungsi pikir karena tingkat kecerdasan di bawah rata-rata, lambat belajar, atau down syndrome. Saudara-saudara kita yang mengalami disabilitas intelektual ini umumnya memiliki suasana hati yang dapat berubah-ubah.

Untuk menjalin interaksi dengan penyandang disabilitas intelektual, perhatikan beberapa etikanya berikut ini:

1.     Harus Selalu Ramah

Langkah awal untuk berkomunikasi dengan penyandang disabilitas intelektual adalah menjaga tutur kata dan perilaku agar selalu ramah. Mungkin kamu akan melakukan komunikasi pasif, tapi mereka lama-lama akan menjadi lebih bersahabat jika kamu terus bersikap ramah.

2.     Perbanyak Senyum

Walaupun memiliki keterbatasan berpikir, teman-teman disabilitas intelektual tetap dapat merasakan sesuatu hal. Senyum yang kamu berikan kepada mereka akan menunjukkan sinyal kehangatan sehingga mereka akan lebih terbuka untuk berinteraksi.

Nah, itulah etika berinteraksi dengan penyandang disabilitas menurut Kemendikbud RI. Yuk, rangkul teman-teman disabilitas kita agar mereka merasakan hal yang sama dengan kita!

Rexona mengajakmu untuk turut bergabung pada campaign #GerakTakTerbatas dengan cara mengunduh aplikasi Gerak by Rexona di Play Store melalui smartphone-mu. Aplikasi ini akan membantu menghitung setiap langkah yang kamu buat akan dihitung untuk membantu teman-teman disabilitas mendapatkan kursi roda agar mereka juga bisa bergerak lebih bebas.