Terhindar dari segala kekurangan dan kerusakan merupakan gambaran dari salah satu nama allah yaitu

Asmaul Husna sangat penting untuk diketahui oleh setiap muslim. Mengapa? Jelas, karena inti dari ajaran setiap agama adalah konsep Tuhan. Begitu pula dalam Islam, konsep Tuhan merupakan sentral yang menjiwai seluruh ajaran dinul Islam. Konsep Tuhan-lah yang membedakan Islam secara fundamental dari agama-agama lainnya—termasuk agama samawi sekalipun.

Salah satu keajaiban dinul Islam dalam konsep Tuhan adalah persoalan nama-nama Allah atau yang biasa disebut sebagai asmaul husna.

Allah, Tuhan yang tunggal dalam Islam, memiliki 99 nama yang indah, yang dikenal dengan istilah al-asma’ al-husna atau dalam bahasa muslim awam adalah asmaul husna.

Jumlah 99 nama tersebut merupakan kesepakatan para ulama berdasarkan hadits shahih yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah ra bahwa Rasulullah saw bersabda:

“Allah mempunyai 99 nama; seratus kurang satu. Barang siapa memahaminya akan masuk surga.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Hanya saja hadits ini tidak menetapkan secara tegas apa saja ke-99 nama tersebut.

Di akhir abad kedua hingga permulaan abad ketiga hijriah, beberapa ulama mencoba berijtihad menghimpun 99 nama tersebut dengan melakukan telaah terhadap al-Quran dan Hadits. Hasilnya, terkumpul 99 nama yang masyhur di kalangan para ulama. Masing-masing dari 99 nama Allah atau asmaul husna ini memiliki keajaiban dan keutamaan. Namun, 99 nama ini belum termasuk ism jalalah “Allah”. Sehingga, bila ditambah dengan ism jalalah “Allah”, maka jumlah nama Allah menjadi 100.

Bismillah, artikel ini saya buat, untuk membantu siapa pun yang ingin mengerti tentang asmaul husna dan artinya, bacaan asmaul husna apa saja, pengertian asmaul husna itu bagaimana, penjelasan asmaul husna itu seperti apa, dalil-dalil asmaul husna atau dalil-dalil apa yang membuat tiap-tiap asmaul husna terbentuk, dan segala hal yang berhubungan dengan asmaul husna.

Insya Allah, ini menjadi ikhtiar dakwah yang semoga bisa menjadi jariyah. Amin.

Allah adalah nama teragung (ism a‘zham) yang mencakup semua sifat Allah yang indah. Nama ini menjadi tanda esensi bagi Allah. Allah adalah nama yang hanya diperuntukkan bagi Allah. Tidak ada sesuatu pun selain Dia yang memakai nama ini.

Allah mengandung sifat ilahiyah mutlak yang tidak dimiliki oleh makhluk. Nama-nama Allah yang lain mungkin saja sifatnya ada pada makluk. Atau dengan kata lain, makhluk bisa meniru dan meneladani sifat yang terkandung pada nama-nama Allah yang lain.

Asmaul husna As-Shabur, misalnya, makhluk bisa berupaya meneladani sifat sabar sehingga kehidupannya dihiasi dengan kesabaran dan ketenteraman hati. Akan tetapi, tidak demikian dengan nama Allah. Sebab, tidak ada sesuatu pun yang dapat meneladani dan meniru sifat ilahiyah Allah.

Terhindar dari segala kekurangan dan kerusakan merupakan gambaran dari salah satu nama allah yaitu

Ar-Rahman berarti Dzat yang mempunyai sifat pemurah terhadap hamba-hamba-Nya. Dengan sifat tersebut Allah menciptakan hamba-hamba-Nya dan memberi mereka rezeki. Allah memberi mereka penghidupan dan kekuasaan di muka bumi.

Kemurahan Allah diberikan kepada semua makhluk dan seluruh manusia, baik yang mukmin maupun yang kafir. Kemurahan Allah itu diturunkan secara merata, sehingga semua manusia memiliki kesempatan yang sama untuk menggapainya.

Barang siapa menempuh sunnatullah untuk mendapatkan rezeki Allah di muka bumi, maka dialah orang yang pantas mendapatkannya, tanpa memandang seperti apa akhlak dan agamanya.

Nama ar-Rahman termaktub dalam al-Quran surah al-Isra’ ayat 110:

“Katakanlah (hai Muhammad kepada mereka), ‘Berdoalah kalian kepada Allah atau berdoalah kalian kepada al-Rahman. Dengan nama yang mana saja kalian berdoa, Dia memiliki nama-nama yang terbaik’.”

Tentang kemurahan Allah, Abu Hurairah menyebutkan bahwa ia mendengar Rasulullah bersabda:

جَعَلَ اللَّهُ الرَّحْمَةَ مِائَةَ جُزْءٍ فَأَمْسَكَ عِنْدَهُ تِسْعَةً وَتِسْعِينَ جُزْءًا وَأَنْزَلَ فِي الْأَرْضِ جُزْءًا وَاحِدًا فَمِنْ ذَلِكَ الْجُزْءِ يَتَرَاحَمُ الْخَلْقُ حَتَّى تَرْفَعَ الْفَرَسُ حَافِرَهَا عَنْ وَلَدِهَا خَشْيَةَ أَنْ تُصِيبَهُ

“Allah menciptakan seratus bagian kasih sayang, kemudian Dia menahan sembilan puluh sembilan abgian dan hanya menurunkan satu bagian ke muka bumi. Dari satu bagian tersebut, semua makhluk berkasih sayang sesama mereka sampai-sampai seekor kuda mengasih anaknya dengan mengangkat kukunya agar tidak mengenai anaknya tersebut.” (HR. Bukhari)

Nama Allah yang indah ini disebutkan di dalam firman Allah sebagaimana berikut:

قُلِ ادْعُوا اللّٰهَ اَوِ ادْعُوا الرَّحْمٰنَۗ اَيًّا مَّا تَدْعُوْا فَلَهُ الْاَسْمَاۤءُ الْحُسْنٰىۚ وَلَا تَجْهَرْ بِصَلَاتِكَ وَلَا تُخَافِتْ بِهَا وَابْتَغِ بَيْنَ ذٰلِكَ سَبِيْلًا

Katakanlah (Muhammad), “Serulah Allah atau serulah Ar-Rahman. Dengan nama yang mana saja kamu dapat menyeru, karena Dia mempunyai nama-nama yang terbaik (Asma‘ul husna) dan janganlah engkau mengeraskan suaramu dalam salat dan janganlah (pula) merendahkannya dan usahakan jalan tengah di antara kedua itu.” (QS. Al-Isrā`: 110)

Ar-rahman adalah Dzat yang mempunyai sifat kasih sayang kepada hamba-hamba-Nya. Dengan sifat tersebut, Allah menciptakan hamba-hamba-Nya, memberikan rezeki dan petunjuk kepada mereka, memberi rahmat dan menjadikan mereka berkuasa di muka bumi.

Juga, memberikan rasa aman bagi mereka. Semua bentuk kasih sayang Allah adalah untuk menguji siapa di antara mereka yang paling baik amalnya.

Kasih sayang Allah di dunia tercurah untuk seluruh manusia, baik untuk orang-orang mukmin maupun orang kafir.

Sifat kasih sayang akan menumbuhkan harapan dan optimisme dan akan mendorong manusia untuk berbuat baik, dan akan menutup pintu ketakutan dan keputusasaan, serta menjadikan seseorang hidup dengan aman sentausa.

Orang-orang yang mengesakan Ar-Rahman, hatinya akan dipenuhi dengan kasih sayang, cinta, dan juga iman. Seorang muslim harus bersemangat untuk membantu saudaranya, baik mereka seorang muslim atau bukan.

Terhindar dari segala kekurangan dan kerusakan merupakan gambaran dari salah satu nama allah yaitu

Dan, hendaknya ia juga mencintai orang-orang beriman sebagaimana ia mencintai dirinya sendirinya. Ia juga harus menghormati yang lebih tua, mengasihi yang lebih muda, bergembira saat mereka mendapatkan kegembiraan dan bersedih saat mereka mendapatkan kesedihan.

Adapun bentuk kasih sayang terhadap orang kafir adalah dengan mengajak mereka untuk masuk ke dalam agama Islam dan berusaha menyelamatkan mereka dari azab neraka, serta bersungguh-sungguh dalam menasihati mereka.

Sebagaimana sabda Rasulullah (termaktub dalam kitab Shahihul Jami’: 3552)

الرَّاحِمُونَ يَرْحَمُهُمْ الرَّحْمَنُ ارْحَمُوا مَنْ فِي الْأَرْضِ يَرْحَمْكُمْ مَنْ فِي السَّمَاءِ

“Orang yang pengasih akan dikasihi oleh Allah yang Maha Pengasih. Maka, kasihilah penduduk bumi, niscaya penduduk langit akan mengasihi kalian.” (HR. Tirmidzi)

Demikian pembahasan mengenai makna asmaul husna ar-Rahman. Semoga kita senantiasa menjadi hamba yang senantiasa lisan kita mudah untuk menyebut nama-nama indah-Nya setiap saat. Amin.

Nama  al-Rahim mempunyai arti Dzat yang memiliki sifat kasih sayang khusus bagi orang-orang mukmin di dunia dan akhirat. Yakni, menghidayahi mereka untuk bertauhid dan beribadah di dunia. Sementara di akhirat, Allah memuliakan mereka dengan anugerah surga.

Di sini tampak jelas perbedaan makna antara ar-Rahman dan al-Rahim kendatipun keduanya sama-sama perwujudan kasih sayang.

Bagaimana membedakannya?

Ar-Rahman lebih cenderung kepada aspek pemberian nikmat lahiriah, baik dengan ataupun tanpa keridhaan dari sang pemberi. Karena itulah ar-Rahman meliputi kemurahan Allah kepada seluruh manusia, termasuk yang kafir sekalipun.

Sementara ar-Rahim lebih kuat kesannya sebagai sebuah kasih sayang batiniah dan keridhaan. Ar-Rahim merupakan wujud kecintaan yang sebenarnya, sehingga hanya diberikan kepada orang-orang beriman.

Ada beberapa ayat al-Quran yang menyebutkan nama ar-Rahim, salah satunya adalah:

“(Kepada mereka dikatakan), ‘Salam,’ sebagai ucapan selamat dari Rabb al-Rahim.” (QS. Yasin: 58).

Nama al-Malik mengandung makna bahwa Allah adalah Pemilik dan Penguasa seluruh alam, seluruh makhluk. Allah Maha Berkuasa di atas segala-galanya. Allah berhak memerintah dan melarang. Dialah yang mengatur seluruh makhluk sesuai dengan kehendak dan keinginan-Nya.

Pengamalan al-Malik adalah dengan cara menundukkan diri secara total dan sepenuhnya terhadap kekuasaan Allah swt. Maka dosa paling besar yang berkaitan dengan kekuasaan Allah adalah mengingkari kekuasaan-Nya itu, dan menyandarkan sesuatu yang merupakan kekuasaan-Nya kepada selain-Nya. Tindakan semacam ini merupakan kesyirikan dan kezaliman yang besar.

Dalam al-Quran nama al-Malik disebutkan pada beberapa tempat, salah satunya pada:

“Maka Mahatinggi Allah, al-Malik yang sebenarnya. Tidak ada ilah selain Dia, Tuhan yang mempunyai Arsy yang agung.” (QS. al-Mukminun: 116).

Sementara dalam Hadits, nama al-Malik disebutkan pada sabda Rasulullah saw: “Allah turun ke langit dunia setiap malam tatkala berlalu sepertiga malam pertama, dan Dia berfirman, ‘Aku adalah al-Malik (Penguasa segala urusan di waktu yang mulia ini). Aku adalah al-Malik. Barangsiapa berdoa kepadaku (pada waktu ini) niscaya akan Kukabulkan.” (HR. Muslim).

Demikian penjelasan singkat mengenai asmaul husna Al-Malik.

Al-Quddus adalah kesucian yang hanya dimiliki oleh Allah, sehingga Dzat, Sifat, Nama, Firman, Perbuatan, dan Keadilan-Nya mahasuci dari segala kekurangan. Tak ada yang menyerupai-Nya dalam sifat dan perbuatan-Nya, bahkan makhluk-Nya yang paling sempurna sekalipun.

Makhluk yang paling sempurna sekalipun memiliki kekurangan dalam esensi, sifat, perbuatan, keputusan, dan ucapannya, sebab mereka fana. Sedangkan Allah Mahasempurna dan Mahasuci sebab bersifat kekal, tidak terikat ruang-waktu.

Nama al-Quddus disebutkan pada salah satu firman Allah:

“Dialah Allah yang tiada ilah selain Dia, Raja yang mempunyai sifat al-Quddus.” (QS. al-Hasyr: 23).

Buah dari memahami makna al-Quddus lantas mengamalkannya—dengan cara mensucikan Allah dari segala sifat yang disandang oleh makhluk—adalah mengetahui kebenaran sifat-sifat Allah tanpa mengada-ada. Serta berperan juga menyucikan diri dari perbuatan dosa dan maksiat.

Demikian penjelasan mengenai salah satu asmaul husna Allah yaitu Al-Quddus.

As-Salam berarti keterbebasan dari segala macam kekurangan, kesalahan, bahaya, dan kesulitan. Nama as-Salam juga menunjukkan bahwa Allah berperan aktif menganugerahkan perlindungan kepada orang-orang beriman, menyelamatkan mereka dari semua marabahaya serta menghadirkan perasaan tenteram dan damai di hati mereka.

Dalam hadits, Rasulullah menuturkan sabdanya tentang nama al-Salam:

“Sesungguhnya al-Salam termasuk salah satu nama Allah Ta‘ala. Maka hendaklah kalian menebarkan salam di antara kalian.” (HR. Bukhari).

Orang-orang yang mendapatkan rasa damai dan perlindungan dari as-Salam adalah mereka yang beriman dan bergantung hanya kepada Allah dalam seluruh urusan mereka.

Mereka mengetahui bahwa dengan keagungan nama as-Salam tersebut mereka akan terhindar dari semua bahaya dan kesulitan.

Orang yang bergantung pada as-Salam, ia tidak akan panik menghadapi bahaya dan kesulitan. Sebab, ia yakin Allah akan menolong dan memberi kesalamatan padanya.

Demikian penjelasan singkat mengenai asmaul husna As-Salam.

Al-Mu’min adalah Dzat yang memberikan keamanan, yang tidak pernah menzalimi satu makhluk pun. Allah memberi keamanan pada orang-orang beriman sehingga mereka tidak perlu merasakan azab-Nya. Allah menolong orang yang terzalimi dan mengamankannya dari gangguan para penzalim.

Allah adalah penolong dan pelindung bagi orang-orang yang memohon perlindungan kepada-Nya.

Pertolongan Allah hadir berbanding lurus dengan kualitas keimanan di dalam hati. Maka iman merupakan benteng terbaik yang melindungi seseorang dari segala bahaya. Sebab itu pula iman adalah karunia terbesar yang Allah berikan pada makhluk-Nya.

Iman yang tulus dan murni pada Allah merupakan faktor pengundang datangnya pengamanan Allah bagi kita. Dengan kata lain, melalui iman, kita mengundang hadirnya sifat al-Mu’min-nya Allah menyapa kita.

Demikian penjelasan singkat mengenai asmaul husna Al-Mu’min.

Al-Muhaimin berarti Dzat yang memelihara, menjaga dan mengawasi seluruh makhluk. Dengan kata lain, seluruh makhluk berjalan di atas kehidupannya tanpa keluar sedikit pun dari pengawasan dan kekuasaan-Nya, serta tidak luput dari ketentuan-Nya.

Allah senantiasa memperhatikan perkembangan dan pertumbuhan makhluk-Nya, bahkan membimbing mereka ke mana mereka harus berjalan.

Dia memperhatikan amalan baik dan memberikan pahala yang seutuhnya. Sebaliknya, Dia juga mengetahui dan menghitung dosa dengan tepat, sehingga dapat diberikan balasan yang tepat pula.

Orang yang menyadari bahwa Allah mempunyai sifat al-Muhaimin, dia akan selalu bertakwa kepada Allah terhadap segala perintah dan aturan-Nya.

Ia menyadari sepenuhnya bahwa Allah mengetahui segala yang dia niatkan dan kerjakan baik itu terang-terangan maupun tersembunyi.

Demikian penjelasan singkat mengenai asmaul husna Al-Muhaimin.

Al-‘Aziz berarti Dzat yang Mahaperkasa dan berkuasa atas seluruh makhluk-Nya. Dia mampu melakukan apa saja yang Dia kehendaki. Tiada satu makhluk pun dapat menandingi keperkasaan Allah swt.

Kata al-‘Aziz sering muncul di dalam al-Quran pada ayat-ayat yang berhubungan dengan hukuman. Walaupun kekuatan Allah mengalahkan segalanya, Allah seringkali menangguhkan hukuman dan lebih mengedepankan pengampunan.

Inilah gambaran al-‘Aziz yang sesungguhnya.

Sifat yang Mahaperkasa ini tidak tercermin dalam kearoganan, tetapi tampil dalam wujud kasih sayang kepada yang lemah dan tegas memberikan hukuman terhadap makhluk yang membandel.

Demikian penjelasan singkat mengenai asmaul husna Al-Aziz.

Al-Jabbar adalah Dzat yang memperbaiki kerusakan, menyempurnakan kekurangan, dan dapat melaksanakan segala macam kehendak-Nya tanpa ada yang mampu menentang apalagi menghalangi-Nya. Al-Jabbar dapat melaksanakan kehendak-Nya itu pada setiap saat dan tempat.

Kekuatan-Nya ini meniscayakan semua makhluk tunduk kepada kehendak dan keputusan-Nya.

Dari sisi yang berbeda, al-Jabbar adalah Dzat yang mengganti kefakiran menjadi kecukupan, mengubah sakit menjadi sehat, mengubah frustasi dan kegagalan menjadi petunjuk dan keberhasilan, mengubah ketakutan dan kesedihan menjadi keamanan dan kedamaian.

Dia adalah Dzat yang paling berkuasa mengabulkan keinginan-keinginan makhluk, paling berkuasa mengatur makhluk dan melaksanakan kehendak-Nya, tiada yang dapat menandingi kekuasaan-Nya ataupun menolak hukum-Nya.

Jika Allah menghendaki sesuatu terjadi, maka terjadilah itu. Namun jika Allah tidak menghendakinya terjadi, maka tidak akan terjadi.

Al-Jabbar adalah nama yang menunjukkan makna keagungan dan kebesaran. Sifat ini bagi Allah menunjukkan pada kesempurnaan dan keindahan, sebab kekuatan dan kebesarannya sifat ini berpadu dengan kasih sayang Allah yang teramat luas.

Sementara jika sifat ini disandarkan pada makhluk, maka yang terjadi adalah ketercelaan yang dibenci. Manusia yang menyandang sifat ini cenderung menjadi arogan, ingin menang sendiri, dan gemar memaksakan kehendaknya melalui kekuatannya pada orang lain.

Kekuatan Allah dalam melaksanakan kehendak tertera dalam sabda Nabi saw:

“Bumi pada hari kiamat kelak seperti sepotong roti. Al-Jabbar akan membalikkannya dengan tangan-Nya (dengan begitu mudah tanpa siapapun melawan) sebagaimana salah seorang kalian membalikkan rotinya tatkala safar. Pada waktu itu Dia turun mendatangi para penduduk surga.” (HR. Bukhari).

Orang yang memahami dengan benar makna al-Jabbar akan tunduk pada keperkasaan Allah, dan kemahakuasaan Allah dalam berkehendak dan melaksanakan kehendak-Nya. Dengan begitu sifat congkak dan sombong akan lenyap dari dirinya, berganti dengan pengakuan akan ketidakberdayaannya di bawah kekuasaan Allah swt.

Demikian penjelasan singkat mengenai asmaul husna Al-Jabbar.

Al-Mutakabbir adalah Dzat yang berhak mempunyai kesombongan. Dialah raja yang teragung dan tertinggi. Dia memperlihatkan kebesaran-Nya di dalam segala hal dan pada setiap peristiwa, sehingga orang-orang yang terhidayahi jiwanya akan mudah melihat betapa Allah-lah satu-satunya Dzat yang berhak memiliki kesombongan.

Kekuatan yang ada pada Allah adalah kekuatan sebenarnya, begitu pula kebesaran-Nya. Tidak ada satu makhluk pun yang dapat menandingi kekuatan dan kebesaran Allah. Sehingga, memang hanya Allah-lah yang pantas bersombong.

Makhluk pertama yang menjadi sombong dan menganggap dirinya besar adalah iblis yang terkutuk. Setelah itu, ada orang-orang yang mengikuti iblis, mengira bahwa kekuatan, kecerdasan, pengetahuan, jabatan, ketenaran, dan keberuntungan yang Allah pinjamkan kepada mereka untuk sementara waktu adalah milik mereka, sehingga mereka pun menjadi sombong.

Namun pada akhirnya Allah menunjukkan kesudahan orang-orang sombong semacam ini. Mereka ditimpa azab yang menghinakan sehingga seluruh manusia pun mencela mereka.

Sebagai contoh, lihatlah Firaun. Kesombongannya luluh lantak tertelan makhluk Allah bernama laut. Hal ini memaklumatkan bahwa kesombongan hanya pantas disandang oleh Allah swt.

Demikian penjelasan mengenai asmaul husna Al-Mutakabbir.

Al-Khaliq adalah Dzat yang menciptakan segala sesuatu, membuatnya ada, dari sebelumnya tidak ada sesuai dengan urutan qadha’ dan qadar-Nya. Dia menciptakan dengan ilmu-Nya. Dia menulis seluruh ketentuan tersebut dengan qalam-Nya di lauh mahfuzh. Kemudian Dia kehendaki kejadiannya melalui perintah-Nya, hingga sempurnalah seluruh kejadian dan penciptaan yang telah dirancang-Nya itu.

Allah menentukan bagaimana, bilamana, dan di mana penciptaan akan terjadi. Dia mencipta sesuai dengan rancangan-Nya. Sejak awal hingga akhir, segala sesuatu diciptakan dalam kebaikan dan kebijaksanaan. Sesuai dengan rancangan-Nya, segala sesuatu mengikuti aturan yang telah ditetapkan.

Tidak ada yang namanya kebetulan di alam semesta ini, sebab semuanya atas kehendak dan rancangan-Nya.

Sejatinya Allah tidak membutuhkan penciptaan dan tidak mendapatkan manfaat apapun darinya. Mungkin yang menjadi alasan mengapa Allah mencipta adalah bahwa dengan penciptaan itu Allah meneguhkan kebesaran dan kekuasaan-Nya yang abadi.

Penciptaan itu sendiri merupakan bentuk kasih sayang Allah kepada makhluk. Dengan penciptaan, makhluk-makhluk itu menjadi ada dan dapat menikmati keindahan hidup.

Sesengsara apa pun kehidupan suatu makhluk, sebetulnya kalau ia mau menyadari, nikmat yang ia peroleh sejatinya jauh lebih banyak dan lebih besar dibandingkan kesengsaraannya. Melalui penciptaan, eksistensi realitas –Allah dan makhluk— menjadi berarti.

Demikian penjelasan singkat mengenai asmaul husna Al-Khaliq.

Al-Bari’ adalah Dzat yang terbebas dari kekurangan dan cacat. Dia lah yang mempunyai Dzat, sifat, dan perbuatan yang sempurna. Al-Bari’ telah menganugerahkan kehidupan kepada makhluk, mencipta segala sesuatu dengan sempurna sesuai dengan fungsi penciptaannya tanpa ada kekurangan.

Tidak hanya mencipta, Dia juga mengatur kehidupan seluruh makhluk dengan hukum dan keserasian yang sempurna.

Seluruh makhluk di alam semesta ini berjalan dan bekerja sebagai sebuah sistem yang saling membantu dan menyempurnakan. Itu semua atas rancangan yang sempurna dari Allah swt.

Dalam tubuh seorang manusia, fungsi organ-organ saling berhubungan dan membantu satu sama lain. Jika salah satunya mengalami kerusakan, maka itu ikut berpengaruh pada kerja organ yang lain. Demikian halnya alam semesta.

Manusia dengan alam serta makhluk lainnya, saling berhubungan dan membantu satu sama lain. Jika salah satu komponen alam semesta ini mengalami kerusakan, maka yang lainnya juga terpengaruh. Ini menunjukkan betapa rumit dan sempurnanya sistem yang dibuat oleh Allah swt sejak semula.

Sayangnya, sistem yang berjalan sempurna ini justru seringkali dikacaukan sendiri oleh makhluk sehingga mengundang terjadinya beragam bencana dan kerusakan.

Demikian penjelasan singkat mengenai asmaul husna Al-Bari’.

Al-Mushawwir adalah Dzat yang membentuk rupa seluruh makhluk dan memperindahnya sesuai dengan kebijaksanaan-Nya. Dia membentuk wujud melalui beberapa fase dan proses dan dengan melibatkan rumus-rumus.

Sempurnanya, tidak ada satu makhluk pun yang benar-benar sama identik dengan yang lain walaupun sejenis. Tidak ada satu bebek pun yang sama persis seluruh tubuh dan bentuknya dengan satu bebek lain.

Begitu pula manusia.

Sosok anak kembar yang diaku-aku identik sekalipun tidak benar-benar sama persis. Tetap ada perbedaanya. Hal ini menunjukkan bahwa Allah tidak sekadar melakukan copy-paste dalam menciptakan makhluk.

Dalam setiap penciptaan, ada maksud dan tujuan yang spesifik, ada kebijaksanaan yang berbeda untuk satu makhluk dengan lainnya, sehingga berbeda pula wujud yang dibentuk. Dengan kata lain, dalam setiap penciptaan, Allah selalu melakukan kreasi baru yang betul-betul orisinil.

Menghitung jumlah seluruh makhluk di alam semesta ini saja kita tidak mampu, apalagi menghitung berapa jumlah rumus yang terdapat pada penciptaan setiap makhluk–di mana rumus-rumus yang berbeda itulah yang menjadikan bentuk setiap makhluk beragam pula.

Belum lagi jika harus memahami dan menguasai setiap rumus, padahal dalam tubuh seorang manusia saja terdapat –mungkin— bermiliar rumus yang membentuk wujud penciptaannya. Memahami rumus-rumus yang membentuk wajah Imam Syafii –misalnya— saja seorang ilmuwan tidak sanggup, apalagi mau memahami semua rumus yang membentuk wujud semua makhluk.

Sifat al-Mushawwir menunjukkan betapa agung dan besarnya kemampuan Allah swt. Allah membentuk rupa sebuah makhluk secara sempurna dengan bermiliar rumus yang ada padanya. Selanjutnya ketika Allah menciptakan makhluk yang lain lagi –walau jenisnya sama-sama manusia, misalnya—, Allah membentuk rupa yang berbeda dan dengan rumus-rumus yang berbeda pula.

Tidak satupun rumus-rumus itu yang tertukar. Semua ditempatkan secara tepat dan akurat sesuai kebijaksanaan-Nya. Subhanallah.

Demikian penjelasan singkat mengenai asmaul husna Al-Mushawwir.

Al-Ghaffar berarti Dzat yang menutupi dosa-dosa dengan karunia-Nya dan memaafkan kesalahan-kesalahan dengan pengampunan-Nya. Selama seorang hamba bertauhid, maka dosa-dosanya berada di bawah kehendak dan hukum-Nya; mungkin Dia akan langsung mengampuninya dan memasukkan dia ke surga, atau mungkin akan mensucikan dosa-dosanya terlebih dahulu dengan balasan setimpal.

Allah menetapkan aturan yang sangat detail untuk malaikat dalam mencatat pahala amalan manusia. Maka mereka akan merekam dan mencatat segala sesuatu baik mulai dari bisikan jiwa sampai perbuatan.

Bisikan jiwa dicatat walau tidak mendapatkan pahala maupun hukuman. Bisikan jiwa yang buruk menuntut adanya istighfar agar tidak berlanjut pada bentuk perbuatan.

Sebab, jika sudah berwujud perbuatan yang buruk maka akan menghasilkan dosa. Bijaksananya, Allah Maha Pengampun.

Allah membuka kesempatan seluas-luasnya bagi manusia untuk memohon ampunan dan bertobat atas dosa-dosa mereka. Dan sesuai dengan sifat al-Ghaffar-Nya, Allah pun berkenan memberikan ampunan sebanyak-banyaknya bagi hamba-Nya yang sungguh-sungguh dalam beristighfar dan bertobat.

Demikian penjelasan singkat mengenai asmaul husna Al-Ghaffar.

Al-Qahhar artinya bahwa Allah Mahamengalahkan. Allah tidak dapat dilawan. Jika seorang hamba nekat melawan kekuasaan Allah swt, maka ia hanya akan berakhir dengan kebinasaan. Kaum Nuh telah dikalahkan dan dibinasakan oleh Allah swt akibat penentangan mereka terhadap Allah.

Demikian halnya dengan kaum Ad dan Tsamud yang bersombong diri di muka bumi lantaran pencapaian teknologi dan teknik arsitektur mereka, mereka juga dibinasakan dan dikalahkan oleh Allah. Tidak luput pula Firaun dan Namrud yang mendeklarasikan diri sebagai tuhan, pada akhirnya mereka hancur binasa diliputi kehinaan. Serta bangsa-bangsa lainnya yang mengalami nasib serupa.

Orang yang memahami makna al-Qahhar akan senantiasa tunduk kepada Allah. Jiwanya selalu taat dan beriman pada-Nya. Ia akan segera beristighfar dan bertobat kala melakukan kesalahan supaya ia tidak termasuk golongan yang binasa karena kemarahan Allah.

Demikian penjelasan singkat mengenai asmaul husna Al-Qahhar.

Al-Wahhab artinya Dia Mahamemberi tanpa meminta ganti, dan memberi apapun yang Dia kehendaki kepada yang Dia kehendaki tanpa pamrih. Bahkan memberi kepada orang yang membutuhkan tanpa diminta, serta menyempurnakan kenikmatan dan karunia kepada hamba-hamba-Nya.

Allah memberi tanpa mengharapkan keuntungan atau imbalan. Pemberian-Nya tertuju kepada siapa saja, di mana saja, dan kapan saja. Jika al-Wahhab memberikan sesuatu kepada seseorang, maka tidak ada siapapun yang dapat menghalanginya. Dan bila dia memberi kepada orang lain, maka tidak ada suatu kekuatan pun di dunia ini yang dapat mengalihkan sasaran pemberian-Nya itu.

Nama al-Wahhab disebutkan dalam al-Quran surah Ali Imran ayat 8:

“(Mereka berdoa), ‘Tuhan kami, janganlah Engkau jadikan hati kami condong kepada kesesatan sesudah Engkau petunjuki kami. Dan karuniakanlah kepada kami rahmat dari sisi-Mu. Sesungguhnya Engkau-lah al-Wahhab (Mahapemberi karunia).”

Orang yang memahami al-Wahhab akan berusaha meneladani sifat mulia tersebut. Ia akan berupaya menjadi pribadi yang dermawan, pemurah, suka berbagi, dan gemar meringankan kesusahan orang lain.

Di sisi lain, dia juga menyadari sepenuhnya bahwa nikmat yang ia rasakan saat ini semata-mata atas pemberian Allah. Ia bersyukur kepada-Nya karena bila tanpa pemberian-Nya niscaya ia tak akan merasakan kenikmatan dan malah sebaliknya, ia akan sengsara dan terhina.

Tatkala ia melihat orang lain mendapatkan suatu kenikmatan sementara ia tidak, ia juga tidak akan iri sebab ia sangat paham Allah berhak memberi kepada siapapun dan pemberian Allah pastinya sesuai dengan kebijaksanaan-Nya.

Demikian penjelasan singkat mengenai asmaul husna Al-Wahhab.

Al-Razzaq artinya Dzat yang Mahamemberi dan meluaskan rezeki kepada setiap makhluk-Nya. Al-Razzaq mengandung makna perezekian yang terus-menerus, berkesinambungan, tidak berhenti, sesuai dengan jatah masing-masing makhluk yang telah ditetapkan di lauh mahfuzh, sampai ajal kematian makhluk tersebut.

Setiap makhluk yang hidup di dunia ini mendapatkan jatah rezekinya masing-masing setiap hari. Hal ini dapat dipahami bahwa bila suatu makhluk masih dapat menghirup napas kehidupan hari ini maka berarti dia masih punya jatah rezeki untuk hari ini.

Bila jatah rezekinya habis, itu berarti telah tiba ajal kematiannya.

Orang yang memahami makna al-Razzaq akan tenang jiwanya dan yakin bahwa rezeki akan ia dapatkan sebagai sesuatu yang pasti. Ia juga percaya bahwa Allah-lah yang membagi-bagikan rezeki itu. Apa yang ia ikhtiarkan tidak lain hanyalah suatu upaya menelusuri sunnatullah yang ada guna menjemput rezeki tersebut.

Namun bagaimanapun, rezeki untuknya sudah ditetapkan oleh Allah swt. Ia juga akan menjalani hidup dengan lebih optimis sebab percaya akan janji Allah. Setiap hari ia akan selalu memperbarui semangat demi bersiap menjemput rezekinya hari itu.

Orang yang semacam ini akan mengisi hidupnya dengan karya yang lebih banyak dan etos kerja yang lebih tangguh daripada orang yang tidak memahami makna al-Razzaq.

Demikian penjelasan singkat mengenai asmaul husna Ar-Razzaq.

Al-Fattah berarti Allah adalah pembuka segala pintu: pintu rahmat dan rezeki, pintu hidayah, pintu keluar dari permasalahan hidup, pintu kelapangan dari kesulitan hidup, pintu pengetahuan bagi yang ingin mempelajari ilmu. Ini berarti setiap kebaikan yang kita peroleh di dalam kehidupan tiada lain berkat dibukankannya pintunya oleh Allah untuk kita.

Kita bisa mereguk manisnya iman disebabkan Allah membuka pintu hidayah untuk hati kita. Kita dapat menjalani hidup dengan berkecukupan dikarenakan Allah membuka pintu rezeki untuk kita. Kita mempunyai ilmu untuk mengatasi setiap permasalahan hidup disebabkan Allah membuka pintu pengetahuan dan kemudahan untuk kita.

Orang yang memahami makna al-Fattah akan benar penyandaran permasalahan yang dihadapinya. Dia akan menyerahkan penyelesaian segala urusan dan kepada Allah swt.

Dia yakin sepenuhnya bahwa setiap problema adalah dari Allah, maka Allah pula yang punya kekuasaan untuk membukakan pintu solusi atau jalan keluar. Dengan demikian, di samping berikhtiar, dia juga akan bertawakal memohon dibukakan pintu kemudahan oleh Allah atas segala permasalahan hidupnya.

Demikian penjelasan singkat mengenai asmaul husna Al-Fattah.

Allah mengetahui segala hal, yang tampak maupun yang tersembunyi, yang konkret maupun yang abstrak. Dia mengetahui apa yang telah terjadi, apa yang sedang terjadi, bahkan apa yang akan terjadi di masa datang. Ilmu-Nya meliputi segala sesuatu, yang lahir maupun yang batin.

Semua eksistensi di segala zaman berada dalam pengetahuan al-‘Alim. Tak ada hal yang luput, tak seorang pun dapat bersembunyi dari pengetahuannya.

Orang yang memahami makna al-‘Alim akan mendahulukan petunjuk Allah daripada hawa nafsunya. Dia percaya sepenuhnya bahwa Allah paling tahu jalan yang tepat untuk mengatasi permasalahannya, karena ilmu Allah meliputi segala sesuatu, sedangkan ilmu yang ia punya terbatas.

Ia akan berupaya sekuat tenaga untuk selalu merujuk kepada pengetahuan yang bersumber dari Allah dan Rasul-Nya.

Logika dan cara berpikirnya akan diselaraskan sesuai dengan petunjuk dan ilmu dari Allah.

Demikian penjelasan singkat mengenai asmaul husna Al-Alim.

Al-Qabidh artinya Allah menahan harta dengan kelembutan dan hikmah-Nya, dan mengambil ruh saat kematian dengan perintah dan kekuasaan-Nya. Menahan dan mengambil untuk Allah adalah sifat hakiki. Kita tidak mengetahui hakikatnya seperti apa.

Kita hanya mengimaninya apa adanya sesuai yang dikehendaki-Nya dalam al-Quran dan dituntun oleh Rasul-Nya dalam Sunnah. Dia menahan dan mengambil dengan cara yang sesuai dengan kemuliaan dan keagungan-Nya. Kita tidak semestinya menyerupakan cara-Nya itu dengan cara dan sifat hamba.

Orang yang memahami makna al-Qabidh tidak akan mudah bergantung pada sesama manusia. Ia tidak memuji maupun mencela hanya karena seseorang memberinya harta atau tidak.

Karena, ia yakin bahwa Allah-lah yang berkuasa atas pemberian harta. Allah berhak memberikan harta pada seseorang, dan sebaliknya, Dia juga berhak menahan harta agar tidak dimiliki seseorang. Orang yang memahami makna al-Qabidh juga tidak akan takut pada ancaman manusia saat ia menegakkan kebenaran.

Sebab, ia percaya sepenuhnya bahwa yang berkuasa mengambil ruh seseorang hanyalah Allah swt. Sekalipun manusia memusuhinya, dia tidak akan mati jika Allah tidak menghendakinya mati.

Demikian penjelasan singkat mengenai asmaul husna Al-Qabidh.

Al-Basith merupakan kebalikan dari al-Qabidh dalam hal harta. Allah berkuasa membentangkan atau melapangkan rezeki dan harta bagi siapa saja yang dikehendaki-Nya. Al-Basith dan al-Qabidh adalah dua sifat yang saling melengkapi pada Allah. Allah berhak melapangkan, Allah juga berhak menyempitkan.

Semua itu berjalan atas ilmu dan hikmah sempurna yang diketahui oleh Allah swt.

Orang yang memahami makna al-Basith akan hidup dengan hati yang lapang. Jika melihat orang lain berkecukupan bahkan berlimpahkan harta, dia tidak iri sebab tahu bahwa itu semua adalah pemberian Allah. Jika ia hidup dalam keadaan sempit dan sulit, ia yakin bahwa itulah ketetapan Allah atasnya.

Allah menetapkan demikian karena Allah Mahatahu bahwa takdir hidup yang seperti itulah yang cocok untuk dirinya. Kalaupun ia harus meminta, ia akan meminta pada Allah sebab dia sadar hanya Allah yang dapat melapangkan rezeki bagi seseorang. Dengan demikian, rasa ikhlas menerima ketentuan Allah dan rasa tawakalnya sangat tinggi.

Al-Khafidh berarti Allah mampu merendahkan kaum yang zalim. Allah dapat menurunkan kedudukan dan derajat suatu kaum dari sebelumnya yang tinggi. Allah merendahkan seseorang untuk membuatnya sadar bahwa ia telah melakukan penyimpangan, dan ia akan kembali mulia bila mau bertobat, memperbaiki kesalahannya, dan menghabiskan sisa umurnya untuk berbuat kebaikan.

Namun demikian, perlu dipahami bahwa Allah tidak asal-asalan merendahkan seseorang. Allah tidak mungkin menzalimi hamba-Nya, merendahkannya tanpa ia berbuat kesalahan. Seorang hamba direndahkan oleh Allah pastilah karena kesalahan dan kedurhakaan yang telah ia perbuat.

Orang yang memahami makna al-Khafidh akan senantiasa berusaha hidup dalam bingkai ketakwaan kepada Allah. Ia tidak mau mendurhakai-Nya karena tahu risiko kehinaan yang bakal menimpanya bila mendurhakai Allah. Di saat ia terjatuh, terjerembab dalam lubang kerendahan, ia sadar bahwa itu adalah sebab dari kesalahannya.

Maka, ia akan bangkit dengan pertama-tama menempuh jalan tobat, memohon ampun kepada Allah atas kesalahannya. Selanjutnya ia akan memperbaiki diri dan perilakunya, tidak mengulangi kesalahannya, dan mulai memperbanyak amal kebaikan.

Bila hubungannya dengan Allah sudah ia perbaiki, barulah ia menempuh sebab-sebab duniawi yang dapat mengangkat kembali derajatnya.

Ar-Rafi‘ adalah kebalikan dari al-Khafidh. Artinya, Allah berkuasa mengangkat dan meninggikan derajat seseorang. Allah menurunkan maupun meninggikan derajat kita sebanding dengan kadar keimanan kita pada-Nya. Di saat keimanan kita sedang lemah, kita melakukan dosa dan kemaksiatan, maka pada saat itu pula Allah merendahkan dan menghinakan kita.

Pasukan muslimin di masa Rasulullah saw pernah mengalami hal ini. Mereka harus menelan pil pahit dan rasa malu yang dalam sekaligus menghinakan ketika kalah dalam perang Uhud. Itu disebabkan karena mereka terlena dan menyelisihi perintah Rasulullah saw. Tatkala mereka bertobat dan memperbaiki kesalahan, Allah pun mengangkat kembali derajat mereka dengan menganugerahkan berbagai kemenangan peperangan pada mereka.

Orang yang memahami makna asmaul husna ar-Rafi‘ tidak akan mudah berputus asa dalam menjalani kehidupan. Rasa penyesalan tatkala berbuat salah sehingga menyebabkan hidupnya menjadi terhina, adalah keharusan.

Namun bukan berarti penyesalan itu membuat dia terdiam dan tidak berbuat apa-apa lagi. Ia harus berupaya untuk bangkit dari keterhinaan. Ia sadar bahwa hanya Allah yang dapat mengangkat kembali derajatnya. Maka, ia akan memperbaiki hubungannya dengan Allah terlebih dahulu, beristighfar dan bertobat.

Ia juga tidak akan mengulangi kesalahan yang sama yang pernah membuat ia terhina. Selanjutnya ia akan banyak melakukan upaya dalam garis koridor syar‘i untuk kembali mendapatkan pengangkatan derajat dari Allah swt.

Al-Mu‘izz berarti Allah mampu memuliakan siapapun yang Dia kehendaki. Al-Mu‘izz adalah kelanjutan proses dari sifat ar-Rafi‘. Sifat ar-Rafi‘ menunjukkan bahwa Allah mampu mengangkat derajat seorang hamba sehingga kedudukannya menjadi tinggi mengungguli hamba-hamba Allah yang lain.

Namun demikian, tatkala kedudukannya sudah meninggi, belum tentu ia mendapatkan pengakuan dan pemuliaan dari manusia. Sangat banyak orang yang punya jabatan keduniaan tinggi dan harta melimpah namun malah dibenci oleh manusia karena keculasan dan arogansinya.

Maka manusia yang mempunyai kedudukan tinggi perlu juga mendapatkan pertolongan dari sifat al-Mu‘izz-nya Allah. Dengan sifat itu, Allah menjadikan dia mulia dan disegani di hadapan manusia. Dengan bantuan sifat al-Mu‘izz dari Allah, dia menjadi dicintai oleh manusia.

Tentunya untuk mendapatkan itu, dia harus melakukan tindakan agar dia dicintai Allah sehingga Allah sudi memuliakannya.

Ia harus bersyukur pada Allah atas apa yang telah ia raih. Ia musti melipatgandakan kebaikan dan ketakwaannya. Sehingga hasilnya nanti selain dia mulia di hadapan manusia, dia juga mulia di mata Allah. Bila tidak, maka justru kehinaan yang ia dapatkan, bisa jadi kedudukan tinggi yang telah ia peroleh seketika direndahkan oleh Allah serendah-rendahnya.

Orang yang memahami makna dari asmaul husna al-Mu‘izz tidak akan mudah terlena dan lupa diri. Jika ia memperoleh kedudukan tinggi dan harta melimpah, ia sadar sepenuhnya itu semua atas karunia Allah. Dengan karunia tersebut, ia harus melakukan upaya agar ia mendapatkan kemuliaan dari Allah.

Orang yang demikian tidak akan bersikap sombong atas nikmat-nikmat yang ia peroleh.

Lawan dari al-Mu‘izz adalah al-Mudzill, yang berarti Allah berhak menghinakan siapapun yang Dia kehendaki. Sebagaimana hubungan antara al-Mu‘izz dengan ar-Rafi‘, demikian pula hubungan yang terjadi antara al-Mudzill dengan al-Khafidh. Seorang hamba yang diuji oleh Allah dengan kerendahan –atau sebagai hukuman dan penyadaran atas kesalahannya di masa lampau— tidak serta-merta ia terhina.

Alangkah banyak manusia yang menjalani hidup dengan standar rendah, hidup miskin misalnya, namun justru semenjak itu ia dipandang mulia oleh orang-orang. Walau tidak berpunya harta dan kedudukan, ia dinilai sebagai orang yang murah hati, ringan tangan menolong sesama.

Meski menjalani hidup dengan sangat sederhana, bisa jadi dia berubah menjadi orang yang bertakwa dan rajin beribadah pada Allah. Maka orang semacam ini adalah orang yang pernah direndahkan oleh Allah namun tidak sampai dihinakan. Hal itu menunjukkan bahwa sifat al-Khafidh-nya Allah sedang menimpa seseorang.

Namun, sifat al-Mudzill-nya Allah tidak sampai menimpa dia. Sifat al-Mudzill baru menimpa dia jika setelah kerendahan tersebut masih diikuti dengan kehinaan. Hal ini dapat kita lihat pada kaum yang diazab oleh Allah di masa lampau.

Tidak sekadar fisik mereka dibinasakan, nama baik mereka pun menjadi hancur dan tercatat dalam sejarah sebagai orang-orang zalim. Mereka direndahkan sekaligus dihinakan. Jika berkaca pada masa sekarang, sangat banyak orang yang hidup miskin, diliputi kerendahan, rumah tangganya berantakan, anak-anaknya menjadi berandalan, dianya masih pula hidup bergelimang kemaksiatan.

Akibatnya, bukan hanya kerendahan yang ia dapat, kehinaan pun menimpa dia. Dia menjadi buah bibir yang negatif bagi orang-orang. Dia dihina dimana-mana, bahkan terhina di hadapan Allah swt.

Orang yang memahami makna al-Mudzill akan senantiasa takut kepada Allah. Logika berpikirnya akan tetap jernih meski berada pada situasi hidup sesulit apapun. Di saat ia hidup dengan limpahan kenikmatan, dia akan berusaha semaksimal mungkin agar Allah memuliakannya. Dan ketika ia hidup di belantara kerendahan pun, ia masih tetap bersyukur tidak hidup terhina, dan berupaya untuk selalu mendekatkan diri pada Allah agar tidak benar-benar terhina.

Ia sadar bahwa sebagaimana hanya Allah yang bisa menghinakan seseorang, maka hanya Allah pula yang bisa melindungi dia dari keterhinaan dan bahkan mengangkat derajatnya. Dengan demikian ia akan semakin dekat kepada Allah.

Allah mendengar semua yang terucap selirih apapun. Bahkan lintasan-lintasan pikiran pun didengar oleh Allah dengan sangat jelas. Berdesirnya dedaunan ketika ditiup angin, langkah kaki semut, bahkan pergerakan bakteri dan virus, juga pergerakan atom di ruang hampa udara sekalipun semuanya didengar oleh Allah. Tak ada tirai yang menghalangi segala macam suara dari jangkauan-Nya.

Semua suara terdengar jelas oleh-Nya sekalipun dalam satu waktu semua suara di dunia ini yang jumlahnya bertriliunan suara itu berbunyi secara bersamaan. Semuanya dapat dibedakan dengan jelas.

Sifat mendengarnya Allah selalu sempurna dan tidak akan pernah kekurangan. Berbeda dengan makhluk, kemampuan indera pendengarannya akan berkurang pada usia tertentu.

Tidak demikian dengan Allah, kemampuan pendengaran-Nya sempurna selama-lamanya. Sekalipun Allah sudah menugaskan malaikat tertentu untuk mengawasi dan mencatat gerak-gerik manusia, tetap saja Allah mengetahui semuanya melalui pendengaran-Nya.

Orang yang memahami makna al-Sami‘ akan lebih berhati-hati dalam berbuat, berbicara, maupun meniatkan sesuatu. Ia sadar bahwa selirih apapun suara bibir maupun batinnya, Allah pasti mendengar.

Maka, ia tidak akan berbicara atau membatin sesuatu kecuali bila itu merupakan kebaikan. Ia takut bila Allah akan mengazabnya sekalipun hanya karena suara hatinya.

Allah melihat segala hal, yang lahir maupun yang batin. Dia melihat apa yang tersembunyi di dalam dada. Bagi-Nya, rahasia adalah jelas, yang gaib adalah nyata. Dia melihat semut hitam yang merayap di atas batu hitam di malam yang gelap gulita. Dia melihat tali urat dan pembuluh darah tempat mengalirnya makanan di dalam anggota tubuh semut itu.

Orang yang memahami makna al-Bashir akan senantiasa berada dalam keadaan ihsan. Dia sadar akan pengawasan Allah. Dalam menjalankan amal ibadah, dia akan melakukan seikhlas dan sebaik mungkin karena tahu bahwa Allah melihatnya.

Begitu pula ketika akan melakukan perbuatan dosa, dia mengurungkan niatnya karena yakin Allah pasti melihatnya walau ia melakukannya secara sembunyi-sembunyi dari pandangan manusia. Demikian penjelasan mengenai asmaul husna dari al-Bashir.

Allah menetapkan hukum untuk mengatur kehidupan makhluk-Nya, sesuai dengan kebijaksaan dan ilmu-Nya. Hukum yang ditetapkan Allah terhadap makhluk ada dua macam.

Pertama, hukum yang berkaitan dengan pengaturan kauni. Ini terjadi berkaitan dengan kekuasaan-Nya dalam membuat sistem di alam semesta. Hukum kauni atau sunnatullah dibuat agar setiap makhluk mempunyai kesempatan untuk mengais penghidupan. Barangsiapa menempuh hukum kauni secara tepat, maka ia akan dimudahkan untuk menjalani hidup dengan lapang.

Kedua, hukum yang berkaitan dengan pengaturan syar‘i, yaitu hukum taklifi yang bersifat keagamaan. Hukum ini dibuat untuk mengatur kehidupan manusia agar fitrah keimanan mereka terjaga, serta hak dan kewajiban antar sesama mereka terpenuhi. Hukum taklifi dibuat juga demi kemaslahatan manusia, agar tidak ada tindakan penzaliman antara satu manusia dengan manusia lain. Hukum taklifi mengandung konsekuensi berupa pahala atau juga siksa.

Keadilan Allah swt adalah keadilan yang sempurna. Allah memberi kesempatan yang sama kepada manusia untuk memilih jalan menjadi manusia bertakwa ataukah fajir. Kemudian Allah juga memberikan balasan pada masing-masing tepat sesuai dengan pilihan hidupnya.

Tidak ada satu manusia pun yang terzalimi dalam perhitungan Allah swt di akhirat. Barangsiapa disiksa, itu lantaran kesalahan dan dosa yang diperbuatnya, sehingga adil. Sebaliknya, siapa dianugerahi kenikmatan akhirat, itu berkat kemurahan Allah sekaligus upayanya berbuat amal kesalehan semasa hidupnya, sehingga adil pula.

Jika di dunia ini keadilan penguasa dapat dimanipulasi, maka tidak demikian dengan keadilan Allah di alam akhirat. Keadilan Allah tidak bisa ditukar dengan sogokan uang seberapapun. Semuanya diberi balasan secara adil tanpa adanya diskriminasi.

Dengan menyadari sifat al-‘Adl, seseorang akan senantiasa menjaga perilakunya agar tidak mengundang murka Allah. Ia juga akan bersemangat mengerjakan amal kebaikan lantaran tahu bahwa Allah Mahaadil, Allah akan membalas amalnya dengan pahala tanpa kezaliman sedikitpun.

Ia juga akan berusaha sekuat tenaga meneladani sifat adil dengan memberikan keadilan pada sesama manusia. Ia akan bersikap adil terhadap anak-anaknya, bersikap adil pada bawahan-bawahannya, dan seterusnya.

Meskipun keadilan yang coba ia lakukan tidak akan sempurna, sebab keadilan yang sempurna hanya milik Allah, ia tetap mengerahkan upaya yang semaksimal mungkin untuk berlaku adil.

Baca Juga: Apakah Seseorang Masuk Surga karena Amalnya Semata?

Al-Lathif adalah Dzat yang Mahalembut, halus, dan indah. Dia mengetahui bagian terkecil sekalipun dari setiap keindahan. Dia memperlakukan orang-orang beriman dengan halus, lembut, dan baik. Dia menyindir orang-orang yang menyelisihi-Nya untuk kembali, bertobat, dan beristighfar, dengan cara yang lembut.

Allah juga melembutkan segala macam kesulitan sehingga mudah dihadapi oleh orang-orang beriman.

Orang yang memahami makna al-Lathif akan senantiasa bersikap lemah lembut terhadap makhluk Allah yang lain. Ia akan menyayangi manusia, mengasihi binatang, dan merawat tumbuh-tumbuhan, serta menjaga agar alam semesta tidak rusak. Tutur katanya lembut, tindak-tanduknya indah. Orang-orang akan senang berinteraksi dengannya.

Al-Khabir adalah Dzat yang mengetahui segala sesuatu yang telah terjadi, sedang terjadi, dan akan terjadi. Bukan hanya sekadar tahu, Allah juga mengabarkan kejadian-kejadian itu kepada makhluk agar menjadi ibrah juga petunjuk untuk mengambil langkah dan tindakan yang tepat.

Peristiwa-peristiwa penting di masa lalu disampaikan oleh Allah kepada Rasulullah saw dan umatnya agar menjadi ibrah dan pelajaran bagi mereka. Peristiwa-peristiwa penting di masa datang juga Allah beritahukan agar umat muslim dapat mengambil ancang-ancang yang tepat untuk menyikapi perubahan situasi perpolitikan dunia.

Melalui al-Quran, Allah mengabarkan rambu-rambu guna menjalani hidup agar selamat dunia dan akhirat. Orang yang memahami makna al-Khabir akan percaya sepenuhnya dengan apa yang dikabarkan oleh Allah di dalam al-Quran maupun melalui hadits Rasulullah.

Ia yakin bahwa Allah mengabarkannya untuk menjadi rambu-rambu bagi manusia dalam menjalani hidupnya. Dengan demikian, dalam menghadapi setiap permasalahan dan perubahan situasi hidup, orang yang demikian senantiasa mengambil rujukan dari al-Quran dan hadits untuk mengambil sebuah sikap.

Allah adalah Dzat yang mampu menahan amarah. Dia menyikapi pembangkangan makhluk-Nya dengan kelembutan dan ketenangan. Dia tidak langsung menghukum hamba-Nya yang bersalah, namun memberi kesempatan yang luas untuk bertobat dan memohon ampunan-Nya.

Seandainya saja Allah menyegerakan hukuman bagi hamba-hamba-Nya yang berdosa, sungguh tidak ada seorang pun yang selamat lagi hidup di dunia ini, pastilah semua orang sudah binasa. Namun Allah bersabar dan berlemah lembut.

Orang yang memahami makna al-Halim niscaya akan merasakan penyesalan yang mendalam tatkala ia berbuat salah. Bagaimana tidak, sudah semestinya kesalahannya dibalas dengan hukuman, namun Allah masih menyayanginya dan memberinya kesempatan untuk bertobat dan berubah.

Jika dia sadar akan hal ini, pastilah dia tunduk bersimpuh di hadapan Allah menangisi kezaliman dirinya sementara Allah begitu lapang pemaafan-Nya. Orang yang demikian akan berupaya meneladani kelemahlembutan Allah sehingga akan selalu bersikap lemah lembut terhadap sesama makhluk.

Al-‘Azhim berarti kadar-Nya melampaui batas akal manusia karena sangat besar dan agungnya. Allah terlalu besar untuk bisa dibayangkan kadar dan hakikat-Nya. Allah Mahaagung dalam Dzat dan sifat-sifat-Nya. Keagungan Dzat-Nya ditunjukkan oleh luas kursi-Nya yang seluas tujuh lapis langit dan bumi.

Adapun dalam hal keagungan sifat, sifat-sifat Allah adalah yang paling tinggi, yang tidak dapat didekati apalagi disamai oleh makhluk.

Orang yang memahami makna al-‘Azhim pastilah mengagungkan kekuasaan Allah dan hukum-hukum-Nya. Dalam mengagungkan Allah, mereka akan mengambil keteladanan dari Nabi saw sebab beliaulah yang telah mencontohkan bagaimana caranya mengagungkan Allah dengan semestinya.

Secara bahasa Al-Ghafur semakna dengan al-Ghaffar, berarti Dzat yang menutupi dosa-dosa dengan karunia-Nya dan memaafkan kesalahan-kesalahan hamba dengan pengampunan-Nya.

Selama seorang hamba bertauhid, maka dosa-dosanya berada di bawah kehendak dan hukum-Nya; mungkin Dia akan langsung mengampuninya dan memasukkan dia ke surga, atau mungkin akan mensucikan dosa-dosanya terlebih dahulu dengan balasan setimpal.

Namun, secara substansi, al-Ghafur memiliki perbedaan dibandingkan al-Ghaffar. Al-Ghaffar dilihat dari aspek bahwa Allah berkenan memberikan ampunan sebanyak-banyaknya bagi hamba-Nya yang sungguh-sungguh dalam beristighfar dan bertobat. Sementara al-Ghafur memiliki kecenderungan bahwa Allah mengampuni dosa sebesar apapun dosa tersebut.

Dengan demikian, al-Ghaffar berada pada konteks kuantitas, sedangkan al-Ghafur berada pada konteks kualitas.

Walaupun Mahabesar dan Mahakuasa, Allah tidak gengsi untuk berterima kasih kepada makhluk-Nya. Terima kasih-Nya diwujudkan dengan membalas sebuah perilaku baik dengan pahala yang baik pula. Bahkan amalan hamba-Nya yang hanya sedikit bisa jadi dibalasnya dengan ganjaran berlipat ganda sebagai bukti betapa berterimakasihnya Allah terhadap kemauan seorang hamba beramal kesalehan.

Orang yang memahami makna as-Syakur akan merasa dihargai oleh Allah swt. Amat banyak orang yang kecewa bukan kepalang lantaran telah melakukan perbuatan baik dengan segenap tenaganya namun pimpinan, orangtua, maupun sahabat yang telah dibaikinya ternyata tidak berterima kasih sama sekali.

Allah tidak demikian.

Allah senantiasa berterima kasih atas kebaikan hamba sekecil apapun kebaikan tersebut. Dengan merasa dihargai oleh Allah swt, seorang hamba akan semakin bersemangat untuk meningkatkan kuantitas dan kualitas amal kebaikannya.

Al-‘Aliyy artinya Dzat Allah Mahatinggi di atas semua makhluk-Nya. Hal ini tidak berarti bisa dipersepsikan seperti tingginya gunung-gunung, bintang di langit, ketinggian akal, atau dengan orang-orang yang memiliki kedudukan tinggi. Ketinggian Allah tidak dapat diukur menurut batasan-batasan yang dipahami manusia. Tidak pula dipahami bahwa Allah terlalu jauh sehingga tak bisa didekati apalagi dikenal oleh makhluk-Nya. Allah begitu dekat dengan setiap hamba-Nya dengan kedudukan-Nya yang tinggi tersebut.

Orang yang memahami makna al-‘Aliyy akan senantiasa tunduk kepada Allah swt. Ia akan menyadari bahwa dirinya rendah, tidak ada apa-apanya di hadapan Allah. Dengan demikian ia juga tidak akan sombong di hadapan sesama makhluk Allah. Dia akan menjadi orang yang bertawadhuk sehingga disukai oleh teman-teman dan sejawatnya.

Al-Kabir berarti Allah Mahabesar dalam Dzat dan sifat-sifat-Nya. Tidak ada yang menyamai-Nya dan tidak ada yang semisal dengan-Nya. Tidak ada yang menyerupai-Nya dan tidak ada yang sebanding dengan-Nya. Keindahan penciptaan makhluk menjadi bukti atas keagungan dan kebesaran Allah.

Barangsiapa berlaku sombong dengan berusaha menyaingi kebesaran Allah, maka Allah akan menghinakan, menyiksa, dan membinasakannya. Bagi-Nya tidak ada perbedaan berarti antara menciptakan sebutir atom dengan menciptakan alam semesta yang luasnya kelihatan tak terbatas ini. Semua itu mudah saja bagi-Nya karena Dia Mahabesar.

Perwujudan kebesaran-Nya akan meningkatkan rasa takut dan cinta kita kepada-Nya. Dan pada akhirnya kita tidak ingin menjadi apa-apa kecuali hanya menjadi hamba-Nya.

Takut kepada Allah bukanlah rasa takut karena keterpaksaan seperti takutnya orang-orang lemah terhadap kaum tiran. Namun, takut kepada Allah adalah takut yang lahir dari rasa cinta; takut kalau Allah berpaling dan menjauh dari kita, takut kalau Allah tidak lagi mencintai kita. semua rasa takut dan cinta ini lahir karena takjubnya kita akan kebesaran Allah swt.

Al-Hafizh berarti Allah menjaga dan memelihara makhluk-Nya. Tidak ada satu makhluk pun yang luput dari pemeliharaan-Nya. Allah memelihara ciptaan-Nya dari kerusakan dan kekacauan. Itulah sebabnya mengapa semua benda langit berputar dan bereder dengan cepat pada garis orbitnya tanpa saling berbenturan satu sama lain.

Sebagai manifestasi dari al-Hafizh, di dalam setiap ciptaan-Nya Allah menempatkan naluri untuk mempertahankan hidup. Agar mereka bisa pula menjaga dan memelihara diri mereka.

Orang yang memahami makna al-Hafizh akan tunduk sepenuhnya kepada ketentuan-ketentuan yang dibuat oleh Allah. Sebab, ketentuan-ketentuan tersebut diyakininya sebagai perangkat untuk memelihara eksistensinya beserta seluruh makhluk.

Jika dia melanggar ketentuan tersebut, maka berarti dia melemparkan dirinya sendiri dalam jurang kebinasaan. Ia harus mencoba memelihara dirinya dengan mematuhi aturan syariat, niscaya Allah memeliharanya dari kebinasaan dan siksaan.

Allah berkuasa atas segala sesuatu. Milik-Nya-lah kekuasaan yang mutlak dalam memberi makanan dan rezeki kepada makhluk-Nya. Apabila kumpulan makna sifat-sifat mulia ditambahkan kepada kekuasaan mutlak tersebut, maka itu adalah kesempurnaan yang terindah dalam nama dan sifat-Nya. Al-Muqit berarti Allah menciptakan makanan dan menjamin supaya makanan tersebut sampai kepada makhluk-Nya.

Lalu Dia memberi makanan dan rezeki kepada setiap makhluk sesuai dengan yang telah ditetapkan-Nya, dari segi waktu dan tempat atau jumlah dan kualitas, sesuai kehendak dan hikmah-Nya.

Orang yang memahami makna al-Muqit tidak akan resah menjalani hidupnya. Dia senantiasa optimis bahwa Allah menjamin rezekinya setiap hari asalkan dia bertakwa dan mau menempuh sunnatullah yang sesuai untuk menjemput rezeki tersebut. Tidak ada kekhawatiran dalam hatinya bahwa Allah menzaliminya.

Dia tidak takut sedikit pun kalau-kalau sudah bekerja keras namun tidak mendapatkan hasil apa-apa. Dia yakin, setiap tetes keringat yang diperasnya akan dibalas oleh Allah dengan setimpal pula.

Dan dia yakin, selagi dirinya masih diberi hidup, berarti Allah masih menjatahinya rezeki.

Allah memiliki perhitungan yang sempurna. Tidak ada satu hal pun yang luput dari pertimbangan dan perhitungan-Nya. Maka, seluruh penciptaan telah Dia perhitungkan dengan sangat matang sehingga tidak ada yang cacat sedikit pun. Semuanya mewujud sempurna dengan segala hikmah dan kebijaksanaan-Nya.

Allah juga menghitung dengan tepat amalan kebaikan maupun keburukan setiap hamba. Tidak ada hamba yang terzalimi dalam perhitungan Allah. Semuanya dihitung secara adil dan akurat. Dan dibalas pula secara adil dan layak.

Orang yang memahami makna al-Hasib akan lebih berhati-hati dalam bersikap dan bertindak. Sebab, apapun yang dia perbuat akan diperhitungkan secara akurat oleh Allah. Dia tidak bisa menyembunyikan kejahatannya dari Allah. Ia tidak dapat mengelabui Allah dalam perhitungan tersebut.

Meskipun yang Allah hitung sangat banyak jumlahnya, namun tak satu pun dapat luput dari ketelitian-Nya. Maka, ia akan lebih memperbanyak amalan kebaikan dan menjauhi perbuatan dosa.

Allah adalah Tuhan yang Mahaagung. Tidak ada energi, materi, atau apapun yang menyamai keagungan-Nya. Dia agung dalam Dzat, sifat, dan eksistensi-Nya. Keagungan-Nya tak dapat diukur dengan logika manusia yang terbatas. Allah adalah pemilik sifat keagungan. Maka bila seorang hamba ingin menjadi pribadi yang agung dalam kapasitas kehambaan, hendaklah dia memintanya kepada Allah dengan jalan menaati segala aturan-Nya.

Orang yang memahami makna al-Jalil akan senantiasa takjub pada kekuasaan dan keagungan Allah. Setiap kali melihat kedahsyatan yang terjadi di alam, dia teringat akan keagungan Allah yang menciptakan dan menakdirkan semua itu.

Maka, seluruh hidupnya diisi dengan kesyukuran dan ketakjuban serta senantiasa berzikir pada Allah.

Allah mempunyai kemuliaan yang tertinggi dan sempurna. Kemuliaan-Nya tak pernah cacat sehingga meninggalkan cela bagi-Nya. Makhluk yang mulia dan terpandang, suatu saat tertentu pasti mengalami kehinaan. Semulia apapun suatu makhluk, ia tidak luput dari cela. Sehebat apapun prestasi seorang manusia, orang-orang masih tetap mampu mengorek aib dan sisi-sisi negatifnya. Tidak demikian dengan Allah. Kemuliaan-Nya adalah kemuliaan yang sempurna, sehingga Dia tidak bisa dicela. Manusia tak akan pernah mampu mengorek sisi-sisi negatif Allah karena begitu sempurna kemuliaan-Nya.

Orang yang memahami makna al-Karim akan terpacu untuk mereguk kemuliaan dari Dzat yang Mahamulia. Dia percaya bahwa dengan menaati al-Karim, maka dia akan mendapatkan seberkas sinar kemuliaan-Nya walau sedikit. Dengan berkas sinar kemuliaan tersebut, dia bisa menjadi hamba Allah yang mulia baik di mata Allah maupun di mata manusia. Walau sebagai makhluk dia tidak terlepas dari cacat dan kekurangan, setidaknya seberkas kemuliaan yang dia dapat dari Allah telah membantunya menjadi manusia yang terhormat. Orang yang memahami makna al-Karim juga akan menempuh jalan yang benar dan sesuai dengan koridor syariat dalam upayanya merengkuh kemuliaan. Ia tidak akan berbuat curang demi menggapai penghormatan dan pemuliaan di hadapan manusia.

Allah mengawasi semua makhluk-Nya dan semua kejadian yang terjadi di alam semesta. Tidak ada satu hal pun yang luput dari pengawasan Allah. Pengawasan-Nya sempurna, merekam semuanya dengan tepat dan akurat. Kamera CCTV yang paling canggih sekalipun tidak mampu mendekati apalagi menandingi kesempurnaan pengawasan Allah.

Allah mengawasi dan mengamati setiap detail yang terjadi tanpa ada yang terlewat maupun tertukar datanya satu sama lain. Setiap detik Dia mengawasi begitu banyak kejadian dan tingkah laku hamba dengan sangat jeli dan teliti.

Orang yang memahami makna al-Raqib akan memiliki rasa takut yang tinggi untuk berbuat dosa.

Dalam urusan duniawi saja seorang karyawan akan ketakutan untuk melakukan pelanggaran kerja lantaran aktivitasnya diintai oleh CCTV kantor yang super canggih, apalagi untuk urusan ketaatan pada Allah, dia pastinya sangat takut berbuat dosa karena tidak ada satu perbuatan pun yang bisa disembunyikan dari pengawasan Allah.

Ia khawatir jangan-jangan kemaksiatan yang dia lakukan dengan sembunyi-sembunyi sekalipun kelak akan dipertontonkan kepada seluruh makhluk pada hari penghitungan amal sehingga membuatnya malu dan tercela. Dengan demikian orang akan lebih berhati-hati untuk tidak melakukan kemaksiatan.

Allah berkuasa mengabulkan dan memenuhi segala doa dan permintaan hamba-Nya. Allah mengabulkan doa orang yang kesulitan yang memohon agar dikeluarkan dari masa sulit, sehingga bisa menjalani hidup dengan lebih baik. Allah menolong orang yang tertimpa penderitaan bila orang itu mau berdoa pada-Nya.

Allah teramat luas karunia-Nya. Dia memberikan kesempatan seluas-luasnya bagi makhluk untuk berdoa dan memohon pada-Nya dengan jaminan permintaan tersebut akan dikabulkan bila mereka dalam keadaan tulus saat berdoa.

Allah berfirman: “Karena itu mohonlah ampunan-Nya lalu bertobatlah pada-Nya. Sesungguhnya Tuhanku bersifat qarib (amat dekat) dan mujib (maha mengabulkan doa dan permintaan).” (QS. Hud: 61).

Orang yang memahami makna al-Mujib akan senantiasa optimis di tengah kesulitan. Ia memiliki sandaran saat kekuatan insaniahnya sudah tak lagi mampu mengeluarkan dirinya dari kesusahan dan penderitaan. Ia bisa meminta kepada Allah secara tulus agar mendapatkan kemudahan, dan Allah pasti mengabulkan permintaannya. Kesempatan ini Allah berikan agar setiap hamba mau mendekatkan diri pada-Nya.

Sebetulnya tanpa diminta pun Allah sudah tahu apa yang dibutuhkan oleh seorang hamba. Namun, mekanisme doa disediakan sebagai sarana agar terjalin komunikasi yang hidup dan kedekatan yang mesra antara Allah dan hamba-Nya.

Demikian penjelasan mengenai asmaul husna Al-Mujib.

Ilmu Allah Mahaluas meliputi segala hal. Kekuasaan-Nya Mahaluas meliputi semua yang ditakdirkan. Pendengaran-Nya Mahaluas meliputi segala macam suara. Dan rezeki-Nya Mahaluas menyebar kepada seluruh makhluk-Nya. Keluasan Allah tiada mengenal batas.

Orang yang memahami makna al-Wasi‘ akan tunduk bersyukur menyaksikan luasnya kekuasaan Allah. Ia akan terkagum menyaksikan penciptaan Allah yang beragam, tak ada satu pun yang sama persis, menunjukkan luasnya ilmu dan kreasi Allah.

Ia menjadi pribadi yang senantiasa berhusnuzhan kepada Allah lantaran yakin bahwa Allah setiap hari melimpahkan rezeki yang luas bagi makhluk-Nya.

Ia juga akan lebih berhati-hati dari perbuatan dosa karena sadar bahwa pendengaran Allah yang luas meliputi segala yang terjadi bahkan terdetik dalam lubuk hati terdalam.

Allah Mahabijaksana dalam pengetahuan dan perbuatan-Nya. Allah Mahabijaksana dalam ketetapan dan takdir-Nya. Segala yang ditetapkan dan ditakdirkan oleh Allah sejalan dengan kepentingan dan kemaslahatan makhluk-Nya. Allah tiada menzalimi makhluk-Nya. Dia hanya memberikan untuk mereka sesuatu yang cocok dan bermaslahat bagi mereka. Tidak ada perbuatan maupun ketentuan Allah yang sia-sia tanpa hikmah. Segala ketetapan-Nya, yang baik maupun yang buruk, mengandung hikmah bagi keseimbangan alam dan kemaslahatan semua makhluk.

Orang yang memahami makna al-Hakim akan menerima sepenuhnya segala takdir yang ia alami. Ia sadar bahwa itu terjadi karena kebijaksanaan Allah terhadap dirinya. Di balik apa yang tidak mengenakkan baginya, bisa jadi tersimpan sebuah kemaslahatan untuk dirinya. Ia tidak dapat mengetahuinya, tapi Allah Mahatahu. Baginya mungkin suatu takdir adalah kesengsaraan, tapi sejatinya merupakan kemaslahatan sehingga Allah memberikannya kepadanya.

Allah adalah Mahapecinta. Dia mencintai hamba-hamba-Nya yang beriman dan beramal kesalehan. Dia mencintai orang-orang yang sabar dan mengerjakan shalat. Allah mengimplementasikan cinta-Nya dengan cara memberi ampunan bagi mukmin yang khilaf, serta menganugerahkan rahmat bagi orang yang berbuat kebajikan. Allah meridhai amal baik orang-orang beriman dan mengabulkan doa-doa mereka sebagai wujud kecintaan-Nya pada mereka.

Orang yang memahami makna al-Wadud akan selalu berusaha berjalan pada rel kebaikan. Ia akan berusaha mati-matian menjaga agar cinta Allah kepadanya tiada pudar. Ia takut bila berbuat dosa, Allah akan meninggalkannya dan tidak lagi mencintainya. Ia akan menjadikan cintanya kepada Allah sebagai prioritas utama sebab berharap Allah pun membalas cintanya. Dengan begitu, seluruh hidupnya dikerahkan untuk melakukan berbagai macam kesalehan dan menjauhi kemaksiatan.

Al-Majîd artinya Allah Mahatinggi dengan Dzat-Nya di atas segala sesuatu. Dia Mahamulia dalam semua nama, sifat dan perbuatan-Nya. Hakikat ketinggian Allah adalah perkara yang tidak diketahui kecuali oleh Dia sendiri. Ketinggian Allah di dalam sifat-sifat-Nya tidak dapat disamai atau diserupai oleh satu makhluk pun.

Ketinggian Allah adalah ketinggian yang hakiki, sementara ketinggian makhluk adalah palsu dan fana.

Orang yang memahami makna al-Majîd akan senantiasa menjaga perkataan dan perbuatannya. Ia akan menjauhi hal-hal yang aib dan tercela, sebab di hadapan Allah dia tidak ada apa-apanya. Mendapatkan ampunan dan rahmat dari Dzat yang Mahatinggi adalah jaminan baginya untuk bisa hidup bahagia.

Allah adalah Dzat yang berkuasa membangkitkan segala hal yang Dia kehendaki. Allah berkemampuan membangkitkan orang mati. Dia mempunyai kehendak untuk menghidupkan kembali semua makhluk di hari kiamat untuk mempertanggungjawabkan amalan mereka masing-masing.

Membangkitkan adalah perkara yang sangat mudah bagi Allah.

Orang yang memahami makna al-Ba‘its akan terpancang keimanan yang kuat di dalam hatinya. Ia sadar bahwa hidup ini hanyalah sementara. Setelah kehidupan ini masih ada kehidupan yang lebih panjang dan bahkan abadi. Bila ia mati, itu hanya semacam peristirahatan sementara, sebab pada waktunya nanti ia akan dibangkitkan kembali untuk mempertanggungjawabkan segala perbuatannya.

Di dalam keyakinannya sama sekali tidak akan terbetik pemikiran ateisme yang memandang bahwa setelah manusia mati maka segalanya sudah berakhir. Sebaliknya, bila ia mati, maka itu adalah permulaan dari sebuah babak baru kehidupan baginya.

Sebab itu, demi mendapatkan kehidupan yang lebih baik setelah dibangkitkan nanti, ia akan menjadi pribadi yang taat kepada Allah dan rajin beribadah.

Allah adalah saksi atas segala peristiwa dan semua gerak-gerik makhluk. Setiap sepersekian detik Allah senantiasa mengawasi segala yang terjadi di alam semesta dan menyaksikan semua itu dengan jelas.

Tidak ada satu kejadian sekecil dan sesingkat apapun di dunia ini yang tidak disaksikan oleh Allah. Allah menyaksikannya dengan sangat jelas tanpa hijab dan tanpa kesalahan. Allah menyaksikan apa yang terjadi dengan amat akurat.

Orang yang memahami makna al-Syahid akan senantiasa kukuh menggenggam keimanan dan keislamannya. Ia akan selalu berusaha menjauhi dosa dan kemaksiatan.

Ia berharap di hari hisab nanti Allah memberikan persaksian yang menguntungkannya, bukan malah merugikan. Ia akan berjuang mati-matian untuk menggenggam ketauhidannya karena itulah bekal meraih kehidupan yang baik di akhirat kelak.

Sifat al-Haqq Allah berarti Dzat-Nya benar, eksistensi-Nya benar, segala hukum-Nya benar. Hakikat kebenaran-Nya berada pada dimensi ilahiah sehingga tidak dapat dibayangkan maupun dinalar oleh logika makhluk. Setiap mukmin hanya perlu percaya bahwa Dia-lah al-Haqq.

Melakukan ijtihad untuk memahami seperti apa hakikat al-Haqq-nya Allah tidak dilarang. Namun, sebagai makhluk dengan kemampuan yang terbatas, kita tidak mungkin mencapai kesimpulan yang hakiki tentang hakikat Allah. Dengan demikian, sudah selayaknya kita tunduk pada apa yang diterangkan dalam wahyu.

Orang yang memahami makna al-Haqq akan senantiasa berkomitmen terhadap kebenaran dalam segala hal. Dia yakin bahwa apa yang diterangkan oleh Allah dalam al-Quran dan tersampaikan melalui lisan Rasulullah adalah kebenaran, sebab itu berasal dari Dzat yang al-Haqq.

Dengan demikian, dia akan mengikuti petunjuk yang benar itu serta berupaya membelanya dengan harta maupun nyawanya.

Al-Wakil berarti Allah menjamin alam semesta dengan menciptakan dan mengaturnya. Dia menjamin kehidupan makhluk-Nya, dan mengatur serta membagikan rezeki kepada mereka masing-masing. Dia menjamin bahwa orang-orang yang bersandar pada kekuatan dan kekuasaan-Nya akan diberi pertolongan untuk mewujudkan niat baik mereka. Dialah sebaik-baik penolong bagi orang-orang yang beriman.

Orang yang memahami makna al-Wakil akan menyandarkan urusannya pada Allah, bukan pada yang lain. Ia yakin bahwa Allah-lah penolong terbaik bagi permasalahan yang dihadapinya.

Ia yakin bahwa tidak ada daya dan kekuatan kecuali dari Allah. Perilaku orang yang memahami makna al-Wakil adalah seperti gambaran firman Allah:

“Orang-orang yang kepada mereka ada orang-orang yang mengatakan, ‘Sesungguhnya manusia telah mengumpulkan pasukan untuk menyerang kalian, karena itu takutlah kepada mereka,’ maka perkataan itu menambah keimanan mereka dan mereka menjawab, ‘Cukuplah Allah menjadi penolong kami karena dia sebaik-baik al-Wakil.” (QS. Ali Imran: 173).

Allah Mahakuat dan tiada mengenal lelah. Kekuatan-Nya adalah mutlak dan tinggi. Tidak ada yang dapat mengalahkan dan menghalangi-Nya, serta tidak ada yang kuasa menolak ketetapan-Nya. Dia mempunyai kekuatan untuk menyempurnakan perbuatan-Nya dan kuat dalam menyiksa.

Ia menganugerahkan sedikit kekuatan kepada hamba-Nya agar mereka bisa mempermudah kesulitan mereka.

Orang yang memahami makna al-Qawiyy akan terhindarkan dari sifat sombong. Bila ia mampu melakukan sesuatu, ia sadar sepenuhnya itu karena kekuatan yang Allah berikan padanya. Tanpa bantuan kekuatan dari Allah, niscaya dia tidak bisa berbuat apa-apa.

Tatkala dihadapkan pada persoalan, dia akan meminta kepada Allah agar diberi kekuatan untuk mengatasinya.

Dengan demikian, sandarannya adalah kepada Allah, bukan kepada sesama makhluk.

Allah adalah Dzat yang kuat dan kokoh. Kehendak-Nya pun kukuh dan tegas. Dengan demikian tidak ada seorang pun yang dapat menentang dan melawan ketetapan-Nya karena Dia tegas. Tidak satu makhluk pun dapat melemahkan hukum-Nya karena Dia tegas.

Dia menegakkan aturan dan hukum yang adil bagi semua, dan tegas berkomitmen melaksanakan hukum tersebut.

Orang yang memahami makna al-Matin akan teguh iman dan akidahnya. Dia percaya sepenuhnya dan menyerahkan segala urusannya kepada Allah.

Dengan meneladani sepercik sifat al-Matin, dia berupaya menjadi orang yang berpendirian kokoh dan tegas dalam mengambil keputusan. Ia tidak akan plin-plan menjalani kehidupan. Ia menjadi orang yang percaya diri dan berkomitmen dengan apapun yang ia putuskan.

Al-Waliyy berarti Allah mengatur dan menolong seluruh urusan hamba-hamba-Nya. Perwalian Allah atas hamba-Nya ada dua macam.

Pertama, perwalian yang bersifat umum yaitu perwalian Allah dalam mengatur urusan hamba-hamba-Nya. Dia menjamin rezeki mereka, menata kehidupan mereka, dan memberi mereka kemampuan untuk berbuat.

Kedua, perwalian yang bersifat khusus, yaitu perwalian Allah untuk orang-orang beriman dengan menjaga, mengatur, melindungi, mencintai, menolong, dan tentunya meridhai mereka. Syarat untuk mendapatkan perwalian Allah yang bersifat khusus ini adalah iman, ikhlas, dan mengikuti tuntunan sunnah.

Allah menolong hamba-Nya yang saleh. Dihilangkan-Nya kesulitan mereka dan diberikan-Nya mereka bimbingan, rasa tenteram, dan keberhasilan dalam segala urusan mereka di dunia ini dan di akhirat. Dia mengeluarkan mereka dari kegelapan kepada cahaya dan menerangi hati mereka. Tindak lanjutnya, mereka mengenal-Nya, mengakui ketunggalan dan keesaan-Nya.

Orang yang memahami makna al-Waliyy hanya akan memohon pertolongan kepada Allah. Ia akan senantiasa patuh pada Allah, berada di barisan kaum beriman, sehingga ia pun layak mendapatkan perwalian (pertolongan) dari Allah.

Ia akan menyerahkan urusan-urusan peliknya kepada Allah karena tahu bahwa Allah adalah Dzat yang mengatur segalanya, menyelesaikan setiap persoalan dengan baik.

Terhindar dari segala kekurangan dan kerusakan merupakan gambaran dari salah satu nama allah yaitu

Al-Hamid artinya Allah-lah yang pantas dipuji. Dia Mahaterpuji karena telah merancang, mencipta, membina, dan mengatur seluruh alam semesta. Dia menciptakan mudarat dan manfaat. Dia menahan langit agar tidak jatuh menimpa bumi. Semua adalah bukti kekuasaan-Nya yang besar yang tidak tertandingi oleh suatu apapun. Maka, Dialah yang Dzat yang paling berhak mendapatkan pujian.

Orang yang memahami makna al-Hamid hidupnya akan senantiasa dihiasi dengan zikir pada-Nya. Setiap desah nafas kehidupannya tidak lepas dari pujiannya kepada Allah.

Tatkala menyaksikan keindahan alam raya, dia memuji Allah yang telah menciptakannya. Bila melihat sebuah kecelakaan, dia memuji Allah yang berkehendak melakukan apa saja sementara dirinya masih diberi kesempatan untuk selamat. Jika melihat persoalan pelik, dia memuji Allah karena mampu membuat persoalan yang rumit bagi hamba-Nya dengan sangat mudah.

Setiap kejadian, senang maupun susah, selalu membuatnya bisa memuji Allah swt.

Allah melihat dan mengetahui hakikat segala sesuatu. Dia mengetahui segala sesuatu secara analitis, terpisah menurut jenis dan kelompoknya. Ia mengetahui segala hal secara detail dan terperinci. Dia melakukan perhitungan dan analisis dengan pasti dan akurat.

Perhitungan dan analisis-Nya tidak meleset barang sepersekian milimeter. Orang yang memahami makna al-Muhshi akan senantiasa menjaga dirinya untuk tidak melakukan perbuatan yang tercela. Sebab, sekecil apapun perbuatan yang dilakukan, detailnya dapat diketahui oleh Allah.

Bukan hanya hukuman yang didapat, melainkan juga perbuatan tercela itu akan dibeberkan dengan sangat jelas pada yaumul hisab sehingga dirinya akan menanggung malu di hadapan seluruh makhluk.

Allah memulai segalanya. Dia menciptakan tanpa contoh dan bahan. Dia menciptakan tanpa lebih dahulu mempelajari teorinya. Sejak azali, sebelum ada ruang dan waktu, Allah sudah bereksistensi. Allah adalah permulaan segalanya.

Orang yang memahami makna al-Mubdi’ akan mengimani Allah dengan sebenarnya. Ia tidak akan terombang-ambing oleh teori-teori ateistis yang lemah. Ketauhidannya akan terjaga hingga ajal menjelang. Ia tahu bahwa hanya Allah yang pantas dipuja dan disembah lantaran karena Dialah segala sesuatu menjadi ada.

Allah berkuasa mengembalikan sesuatu yang sudah Dia hancurkan. Allah berkuasa mengulang-ulang kembali peristiwa sejarah di muka bumi agar menjadi pelajaran bagi manusia. Allah membuat sistem laksana roda yang berputar.

Suatu umat akan berada pada titik kejayaannya di suatu masa namun kemudian harus berada di bawah pada masa yang lain. Umat itu masih memiliki kesempatan untuk naik lagi ke atas karena Allah bisa saja mengembalikan kejayaannya.

Orang yang memahami makna al-Mu‘id akan percaya sepenuhnya dengan hari berbangkit. Ia percaya semua manusia yang telah mati akan dihidupkan kembali untuk mempertanggungjawabkan segala amalan mereka. Ia juga percaya bahwa dunia ini nantinya akan berakhir, fana, dan tidak kekal selamanya.

Dunia ini dikembalikan oleh Allah kepada keadaannya semula berupa ketiadaan. Ia juga tidak terlena oleh pencapaian prestasi manusia dalam teknologi dan sebagainya, karena ia percaya bahwa siklus teknologi pun akan berputar kembali kepada titik terendahnya.

Mesin-mesin mekanik tercanggih hari ini ada masanya nanti tidak dapat digunakan sehingga kita kembali kepada alat-alat tradisional.

Semua itu karena Allah berkuasa untuk mengembalikan keadaan seperti sedia kala.

Allah adalah yang memberi kehidupan kepada segala sesuatu yang tak berkehidupan. Allah-lah yang menciptakan kehidupan dan kematian. Tidak ada yang lain yang dapat melakukan itu. Allah yang membuat kita menjadi ada, kita menjadi bereksistensi. Semua ini adalah karunia Allah. Maka tatkala kita mampu mengukir prestasi dalam hidup, semestinya kita memuji Dzat yang telah memberi kita hidup.

Orang yang memahami makna al-Muhyi akan bersyukur dengan kehidupan yang telah ia terima. Ia mewujudkan rasa syukurnya ke dalam perbuatan dengan taat beribadah dan berbuat kebaikan. Ia akan membuat hidup yang sudah Allah berikan padanya menjadi “benar-benar hidup” dengan serangkaian amal dan prestasi. Ia tidak akan bermalas-malasan menikmati hidup dengan berleha-leha.

Demikian penjelasan singkat mengenai asmaul husna Al-Muhyi.

Allah adalah pencipta kematian. Semua yang hidup pasti akan mati. Kematian dapat datang setiap saat. Allah telah menentukan waktu bagi setiap makhluk untuk berada dan waktu untuk tiada. Tidak hanya mematikan fisik, Allah juga berkuasa mematikan hati.

Banyak orang sudah “mati” sebelum dia mati, yaitu dengan kematian hatinya. Ia tak lagi dapat memahami ayat-ayat dan bukti-bukti kekuasaan Allah. Ia tak mampu membedakan benar dan salah, baik dan buruk. Ia tidak lagi punya rasa sayang kepada sesama.

Orang yang memahami makna al-Mumit akan senantiasa menjaga hatinya dari kelalaian. Ia tidak ingin hatinya dimatikan oleh Allah, yang berakibat ia akan makin jauh dari kebenaran.

Ia senantiasa melakukan upaya agar hatinya hidup, dapat memahami kekuasaan Allah. Ia juga senantiasa mempersiapkan bekalan untuk menghadapi kematian kapan saja bila kematian itu datang.

Ia sadar Allah berkehendak mematikan siapapun dan kapanpun, maka ia tidak dapat berleha-leha karena siapa tahu ajal kematiannya adalah esok hari.

Al-Hayy artinya Allah hidup kekal dengan Dzat-Nya, dari dahulu dan untuk selama-lamanya. Allah hidup dengan sempurna dan senantiasa hidup. Dia pula sumber kehidupan dari segala yang hidup.

Orang yang memahami makna al-Hayy akan menyadari sepenuhnya bahwa hidup yang ia jalani hari ini berasal dari Dzat yang Mahahidup. Dengan demikian, ia tidak akan seenaknya menjalani hidup. Ia patuh pada ketentuan dari Dzat yang Mahahidup.

Kesadaran ini dicontohkan oleh Rasulullah saw dalam doanya:

“Ya Allah, kepada-Mu aku berserah diri. Kepada-Mu aku beriman. Kepada-Mu aku bertawakal. Dan kepada-Mu aku berinabah. Atas nama-Mu aku memusuhi (musuh-Mu). Ya Allah, aku berlindung dengan keperkasaan-Mu –yang tiada ilah kecuali Engkau— dari ketersesatan. Engkaulah al-Hayy yang hidup kekal dan tidak mati, sedangkan jin dan manusia pasti mati.” (HR. Muslim).

Al-Qayyum artinya Allah berdiri sendiri, kekal dengan kesempurnaan-Nya dan sifat-Nya selama-lamanya. Allah tidak membutuhkan siapapun dan apapun untuk berdiri dan melaksanakan kehendak-Nya.

Allah mengatur seluruh perkara makhluk-Nya dengan kehendak-Nya sendiri. Orang yang memahami makna al-Qayyum akan berkeyakinan bahwa Allah selalu memutuskan sendiri kehendak-Nya dan berlaku adil dalam setiap keputusan tersebut.

Keputusan-Nya bukan atas intervensi siapapun dan tidak direcoki siapapun. Keputusan-Nya mutlak dari kehendak-Nya. Dia juga berkuasa menjalankan langsung dengan sendirinya keputusan tersebut. Maka, orang yang bersangkutan akan tunduk pada kebesaran Allah.

Allah menemukan dan mendapatkan apapun yang dikehendaki-Nya, kapanpun Dia menghendakinya. Allah dapat menemukan makhluk-Nya dengan segera, khususnya ketika Dia akan melaksanakan kehendak-Nya padanya. Tidak ada yang dapat bersembunyi atau mengasingkan diri dari pantauan dan jangkauan-Nya.

Orang yang memahami makna al-Wajid akan senantiasa memuji Allah dalam setiap desah nafasnya. Sebab, ia sadar betapa “canggih”nya Allah dalam memonitor setiap hamba-Nya. Hal itu menunjukkan betapa besar kemampuan dan kekuasaan-Nya, sehingga sudah semestinya Allah mendapatkan pujian yang tiada berkesudahan dari makhluk-Nya.

Allah Mahamulia. Dia memperlihatkan kedermawanan dan kemurahan-Nya kepada orang-orang yang dekat kepada-Nya. Misalnya, dia memberikan kepada kita jauh lebih banyak daripada yang kita butuhkan, dan juga karunia sifat baik dan perilaku baik yang memampukan kita mengerjakan perbuatan-perbuatan baik. Hal itu menunjukkan betapa mulianya Allah.

Betapa Dia berkuasa mewujudkan hal-hal yang membahagiakan makhluk-Nya. Orang yang memahami makna al-Mâjid akan senantiasa takjub pada kemuliaan dan kekuasaan Allah.

Ia akan tersungkur bersimpuh di hadapan Allah menangisi segala kelemahan dan kekurangannya di hadapan Allah yang Mahamulia.

Al-Wahid artinya satu-satunya, berdiri sendiri dan tidak membutuhkan bantuan apa-apa. Allah tidak bersekutu dengan siapa dan apapun dalam mengkreasi dan mengatur alam ini. Semuanya dilaksanakan dan dikuasai-Nya sendiri.

Nama al-Wahid merupakan inti ajaran tauhid yang menunjukkan pengakuan total akan kerububiahan dan keilahiahan Allah. Tidak ada satu makhluk pun yang bersama-sama atau membantu Allah melaksanakan setiap rencana-Nya.

Orang yang memahami makna al-Wahid pastilah benar keimanan dan tauhidnya. Konsepsinya tentang Tuhan tidak akan tersesat. Allah adalah satu-satunya Tuhan dalam pandangannya. Tidak akan muncul konsepsi tiga tuhan seperti halnya pada kaum Nasrani dan Hindu.

Tidak akan pula muncul tuhan yang terpaksa mengubah keputusan-Nya lantaran kalah bergulat dengan makhluk seperti dalam konsepsi Yahudi. Juga tidak akan muncul pemetaan tuhan tertinggi dan tuhan-tuhan bawahan seperti dalam konsep ketuhanan masyarakat Quraisy.

Tuhan dalam pandangan orang yang bertauhid adalah esa dan berkuasa mutlak.

Al-Ahad menunjukkan makna bahwa Allah tunggal dalam Dzat dan sifat-Nya. Allah tidak sama dengan makhluk-Nya. Hakikat Allah berbeda dengan hakikat makhluk-Nya.

Tidak ada satu makhluk pun yang serupa dengan-Nya. Hal ini mengharuskan kita untuk menghindari upaya menganalogikan Allah dengan makhluk-Nya. Begitu juga menghindari upaya memahami Allah dengan membuat gambaran seperti gambaran makhluk-Nya.

Orang yang memahami makna al-Ahad akan mengagungkan Tuhannya dengan pengagungan yang mendorongnya untuk melaksanakan perintah dan membenarkan semua kabar-Nya. Ia juga akan tunduk menyerahkan segala urusannya kepada Allah.

Allah memiliki kesempurnaan yang mutlak. Dia mahakaya, mahaberkuasa, dan maha menyelesaikan persoalan, sehingga seluruh makhluk bergantung kepada-Nya. Allah yang memenuhi semua kebutuhan, dan semuanya membutuhkan Dia.

Dialah satu-satunya penolong, satu-satunya tempat memohon bantuan. Tidak ada manusia yang dapat menyelesaikan persoalannya sendiri atau memenuhi kebutuhannya sendiri, semuanya bergantung pada pertolongan-Nya.

Orang yang memahami makna al-Shamad mempunyai ikatan tawakal yang kuat kepada Allah. Ia tidak akan menyandarkan kebutuhannya pada sesama makhluk, tetapi hanya kepada Allah.

Dengan bergantung dan bersandar diri kepada Allah, dia mempunyai jaminan untuk dapat menyelesaikan persoalannya dengan baik karena Allah adalah sebaik-baik Dzat yang dimintai pertolongan. Ia juga akan terhindar dari perilaku curang dalam upaya memenuhi keperluannya karena yakin bahwa Allah menolongnya jika ia berperilaku saleh dan jujur.

Allah mewujudkan semua yang ditakdirkan-Nya dan menciptakannya sesuai dengan takdirnya. Allah juga berkuasa melakukan apapun yang Dia kehendaki. Allah telah menciptakan alam semesta sebagai cermin untuk memantulkan bukti kekuasaan-Nya. Dia ciptakan alam semesta sendiri tanpa bantuan siapa pun.

Dia maha berkuasa dan maha mampu melakukan apa saja. Kemampuan-Nya yang tidak terbatas, membuat apapun bisa terjadi hanya dengan satu syarat: kehendak-Nya.

Orang yang memahami makna al-Qadir percaya bahwa takdir Allah adalah perkara yang pasti terjadi. Segala sesuatu yang terjadi pada dirinya adalah takdir Allah sehingga ia pun menerimanya dengan lapang dada dan sepenuh ketulusan. Ia tidak menentang sedikit pun ketentuan yang Allah tetapkan pada dirinya.

Allah menciptakan semua kekuatan dan sepenuhnya menguasai semua kekuatan itu. Karena Dia memiliki seluruh kekuatan, Dia dapat menciptakan apa yang dikehendaki-Nya dan memasukkan kekuatan apapun yang dikehendaki-Nya ke dalam makhluk-Nya.

Tanpa energi yang berasal dari Allah, segala sesuatu pastilah lemah tiada daya. Allah memberikan kekuatan terhadap segala sesuatu yang berada di bumi dan di langit dan menggunakannya sesuai dengan ilmu dan kehendak-Nya yang meliputi segala sesuatu.

Semua makhluk diberi kadar kekuatan tertentu oleh al-Muqtadir. Kekuatan ini dibatasi dan dikendalikan oleh-Nya. Orang yang memahami makna al-Muqtadir akan menyadari segala kelemahannya sebagai makhluk, bahwa tanpa kekuatan yang Allah berikan kepadanya niscaya dia tidak dapat melakukan apapun di atas dunia; ia tidak bisa memperjuangkan maisyahnya, tidak mampu menyelesaikan persoalan hidupnya, tak kuasa menghindari bencana, dan sebagainya.

Dengan demikian dia akan semakin tunduk kepada Allah, Dzat yang memberi kekuatan kepada semua makhluk sehingga mereka mempunyai daya.

Allah mendahulukan apa pun sesuai kehendak-Nya. Mendahulukan termasuk dalam pengaturan Allah terhadap makhluk-Nya, baik pengaturan kauny maupun syar‘i.

Dalam permasalahan kauny, Allah mendahulukan penciptaan sesuatu daripada yang lain. Allah membuat urut-urutan penciptaan sesuai dengan ilmu dan kebijaksanaan-Nya. Sedangkan dalam pengaturan syar‘i, Allah berhak mendahulukan keutamaan suatu perbuatan tertentu dibandingkan perbuatan lainnya, menempatkan suatu perbuatan pada urutan lebih tinggi daripada perbuatan lain.

Orang yang memahami makna al-Muqaddim akan terdorong untuk meneladani sifat Allah dalam membuat skala prioritas. Ia akan memilah-milah mana persoalan paling penting, penting, dan kurang penting, dalam hidupnya.

Lalu ia juga akan tahu mana yang musti ia dahulukan. Dengan demikian, kehidupannya menjadi lebih baik dan terarah.

Di samping Allah berhak mendahulukan suatu hal daripada lainnya, Allah juga berhak mengakhirkan suatu perkara daripada lainnya. Allah meletakkan setiap persoalan sesuai pada tempatnya. Mendahulukan suatu hal yang sangat penting, dan mengakhirkan hal lain yang tidak terlalu penting, semua itu Allah lakukan berdasarkan ilmu dan hikmah-Nya.

Selain itu, Allah juga berhak menempatkan seseorang pada urutan terdepan manusia terbaik, lalu meletakkan yang lainnya di belakang. Semua itu atas pengetahuan-Nya yang maha sempurna.

Orang yang memahami makna al-Mu’akhkhir akan termotivasi untuk beramal kesalehan sebaik mungkin agar Allah berkenan menempatkan dirinya sebagai orang yang di depan, bukan di belakang.

Sifat al-Muqaddam dan al-Mu’akhkhir membuka peluang bagi kita untuk berkompetisi menjadi makhluk yang baik dan mulia di mata Allah.

Allah-lah yang pertama. Allah adalah Dzat yang tidak didahului oleh apapun. Allah adalah permulaan segala-galanya. Segalanya bersumber dari Allah, dan sebab Dialah semua yang ada saat ini terjadi.

Dengan meneladani sifat al-Awwal, seorang hamba berusaha menjadi yang terdepan dalam konteks beramal kebaikan. Setiap hamba berusaha menjadi pencetus kebaikan kapanpun dan dimanapun ia berada. Ia berupaya menginspirasi kebaikan bagi semua orang.

Kebalikan dari al-Awwal, Allah pula al-Akhir, yang paling terakhir. Tidak ada sesuatu pun setelah-Nya. Dia Mahakekal tatkala semua makhluk hancur. Makhluk-Nya memiliki kekekalan yang terbatas. Surga, misalnya, kekal selama Allah menghendakinya kekal. Namun bila Allah menghendakinya berakhir, maka surga pun berakhir. Berbeda dengan Allah, kekekalan-Nya sempurna dan Mahaakhir.

Orang yang memahami makna al-Akhir akan menjadikan Allah sebagai satu-satunya tujuan hidup yang tiada tujuan hidup selain-Nya. Ia hanya akan meminta pada Allah, sebab segala kesudahan tertuju pada-Nya.

Allah adalah Dzat yang nyata. Allah adalah realitas. Meski tak dapat dilihat manusia, Allah ada dan wujud dengan senyata-nyatanya. Allah tidak bisa dilihat oleh orang yang menggunakan indera atau imajinasi mereka. Tetapi eksistensi Allah akan disadari oleh orang yang mau mempergunakan khazanah ilmu dan akal sehat untuk memahami-Nya. Allah memancarkan cahaya hikmah-Nya walau Dia tersembunyi di alam gaib. Dia menampakkan pengaruh dan bukti kekuasaan-Nya kepada makhluk di alam nyata. Untuk mengenal-Nya, manusia tak harus melihat-Nya, cukup dengan menyadari segala kedahsyatan yang telah Dia ciptakan di alam raya. Orang yang memahami makna al-Zhahir akan sepenuhnya mengimani eksistensi Allah. Ia “melihat” Allah tampak nyata dalam bukti-bukti penciptaan-Nya. Ia pun mengabdikan diri secara total kepada Dzat yang Mahanyata tersebut.

Kebalikan dari al-Zhahir, Allah adalah al-Bathin, Mahatersembunyi. Allah tak dapat dijangkau oleh indera, logika, dan imajinasi makhluk. Allah terlalu tinggi untuk bisa disentuh oleh makhluk-Nya. Allah cukup menjelaskan eksistensi-Nya dengan menghamparkan bukti-bukti kekuasaan-Nya pada alam semesta.

Orang yang memahami makna al-Bathin akan mengimani Allah secara murni tanpa meminta Allah mewujudkan bentuk-Nya. Ia tidak akan berlaku seperti kaum Nabi Musa yang meminta untuk melihat Allah dengan mata kepala mereka.

Ia tahu, ia tidak akan sanggup melihat Allah di dunia. Maka cukuplah baginya mengimani dalam hati bahwa Allah betul-betul bereksistensi. Kalaupun perlu bukti, bukti-bukti yang dipaparkan alam raya sudah cukup memuaskannya bahwa Allah ada.

Allah-lah satu-satunya pengelola dan pemerintah bagi semua makhluk. Pemerintahan-Nya sangatlah besar sehingga semua makhluk –sejak awal hingga akhir— berada di bawah kehendak dan kekuasaan-Nya. Hanya dengan perintah-Nya, ketiadaan menjadi ada, dan sebaliknya, yang ada menjadi tiada. Hamba yang ingin hidup selamat dunia-akhirat pun harus tunduk pada perintah-Nya.

Orang yang memahami makna al-Wâlî akan tunduk secara totalitas kepada Allah. Baginya, pemimpin-pemimpin di dunia hanyalah kecil. Kepatuhannya yang utuh hanya diperuntukkan kepada Allah, bukan kepada pemimpin-pemimpin dari sesama makhluk.

Al-Muta‘aly artinya Dia berkuasa terhadap hamba-hamba-Nya secara mutlak dan sempurna. Nama ini menunjukkan tingginya keperkasaan dan kekuasaan Allah. Al-Muta‘aly berarti, dengan kekuasaan-Nya, Dia meliputi segala sesuatu sehingga semuanya tunduk kepada kebesaran-Nya. Dia menundukkan dan meliputi segala hal dengan ilmu-Nya.

Orang yang memahami makna al-Muta‘aly akan tunduk merasa fakir dan hina diri di hadapan Allah. Ia selalu merasa butuh kepada Allah karena dia tak mempunyai kekuatan apa-apa. Hanya Allah-lah yang Mahatinggi yang dapat menolong hamba-hamba-Nya.

Al-Barr artinya Allah Mahamengasihi hamba-hamba-Nya dengan kelembutan dan kebajikan-Nya. Dia selalu berbuat baik kepada makhluk dan bermurah hati. Dia berbuat baik kepada seluruh makhluk baik yang ada di bumi maupun di langit.

Tangan-Nya selalu memberi di siang dan malam hari. Semua yang Dia infakkan sejak menciptakan tujuh lapis langit dan bumi hingga nanti kehidupan dunia berakhir, tidak sedikitpun mengurangi kekayaan yang ada di tangan-Nya.

Semua kebaikan dan karunia yang melingkupi kita berasal dari-Nya semata. Dengan memahami makna al-Barr kita akan senantiasa bersyukur kepada-Nya atas limpahan nikmat-Nya pada kita. Kita juga akan termotivasi untuk meneladani kebajikan-Nya yang tiada mengenal pamrih.

Allah Mahamenerima tobat yang dilakukan tulus ikhlas oleh hamba-Nya. Dari waktu ke waktu Allah membuka kesempatan selebar-lebarnya kepada para hamba untuk bertobat atas dosa-dosa mereka, dan tentunya dengan menjamin bahwa tobat mereka akan diterima dan dosa mereka akan terampuni. Allah sangat senang bila seorang hamba mau menyesali kesalahannya lantas bertobat.

Memahami makna al-Tawwab membuat kita tiada berputus asa. Sefatal apapun kesalahan kita, kita sadar bahwa Allah selalu membuka pintu tobat-Nya untuk kita. Dengan demikian, kita menjadi punya tempat untuk kembali. Kita tidak terlantarkan dengan dosa-dosa kita. Lagipula kita kemudian menjadi sangat malu pada Allah. Bagaimana tidak, dosa kita teramat keterlaluan namun Allah dengan murah hati berkenan mengampuninya asal kita mau bertobat.

Allah membalas setiap kejahatan secara adil. Allah menghukum orang-orang yang terus-menerus berbuat maksiat, yang merasa senang terhadap kelalaian dan keangkuhan mereka, membuat kerusakan dan berlaku zalim terhadap makhluk Allah.

Namun demikian Dia tidak langsung membalas saat pertama kali mereka berbuat kedurhakaan. Dia selalu memberi waktu dan kesempatan untuk bertobat. Bila mereka tetap tiada bergeming, barulah Dia membalas kedurhakaan mereka dengan kebinasaan dan kehinaan.

Memahami makna al-Muntaqim membuat kita menjadi hamba Allah yang patuh dan taat. Memahami makna al-Muntaqim kala berbuat dosa, akan membuat kita tersadar dan segera kembali ke jalan tobat. Kita juga tidak akan terlalu tersiksa melihat kedurhakaan orang lain yang mana kita tidak mampu mengatasinya, sebab kita yakin Allah akan membalasnya.

Allah mencintai orang-orang yang memohon ampunan pada-Nya. Maka Dia pun berkenan mengampuni dosa yang sudah mereka sesali sekaligus menutupi keburukan-keburukan tersebut sehingga tidak diketahui oleh makhluk lainnya.

Allah memaafkan orang yang berdosa sebagai bentuk kemurahan dan kebaikan-Nya. Dia membukakan pintu rahmat yang selebar-lebarnya sebagai bentuk karunia dan nikmat-Nya sehingga hilang keputusasaan dari hati orang yang menyesali kesalahannya.

Memahami makna al-‘Afuww membantu seseorang untuk bangkit dari kesalahan dan penyesalan. Ia merasa masih punya kesempatan untuk memohon ampun dan berbuat baik demi menebus kesalahannya. Meneladani sifat al-‘Afuww juga akan membuat seseorang mudah memaafkan kesalahan orang lain, sehingga dengan budaya saling memaafkan manusia akan hidup dalam suasana tenteram dan damai.

Al-Ra’uf artinya Dia mengasihi hamba-hamba-Nya yang beriman. Khusus untuk mereka, Allah menjaga pendengaran, penglihatan, gerak-gerik, dan diam mereka agar senantiasa berada dalam bingkai tauhid dan ketaatan kepada Allah. Al-Ra’uf juga menunjukkan makna mengasihi hamba-hamba-Nya yang berdosa dengan membukakan untuk mereka pintu tobat selama nyawa belum sampai di kerongkongan atau matahari terbit dari arah barat.

Orang yang memahami makna al-Ra’uf akan senantiasa merasakan betapa pemurahnya Allah swt. Ia merasa selama ini dipedulikan dan diperhatikan oleh Allah sehingga setiap gerak langkahnya berada dalam hidayah Allah swt. Tatkala ia berbuat kesalahan, ia juga merasakan betapa rahmat Allah begitu murah dengan dibukakannya pintu tobat lebar-lebar untuknya.

Allah pemilik dan penguasa kerajaan yang kekal dan luas. Dia tidak berbagi kepemilikan, kekuasaan, pemerintahan, atau penjagaan alam semesta dengan siapapun. Sesungguhnya seluruh alam semesta merupakan sebuah kerajaan yang tunduk dalam kekuasaan Allah swt.

Memahami makna Malik al-Mulk akan mendorong seseorang untuk tunduk kepada perintah Allah. Dia akan menyadari bahwa hanya Allah yang berhak dipatuhi dan ditaati. Tidak layak baginya membuat sekutu-sekutu untuk Allah dalam persoalan kepatuhan dan kepemilikan kekuasaan. Dengan demikian tauhidnya menjadi benar karena hanya mau menghambakan diri pada Sang Pencipta.

Allah adalah Tuhan pemilik keagungan dan kemuliaan. Tak ada kesempurnaan yang bukan milik-Nya. Tak ada rahmat atau kemuliaan yang tidak berasal dari-Nya. Allah-lah pemilik semua keagungan. Tak ada satu makhluk pun dapat berdiri sendiri tanpa-Nya, dapat mengais rezeki tanpa pertolongan-Nya.

Menyadari keagungan dan kemuliaan Allah membantu seorang mukmin untuk senantiasa berjalan di atas rambu-rambu syariat, agar dia mendapatkan cinta dan rahmat dari Dzat yang Mahaagung dan Mahamulia.

Allah menyebarkan keadilan dan kejujuran. Allah melakukan tindakan paling adil dan menginspirasi makhluk untuk berbuat adil. Allah menciptakan segala sesuatunya dengan berpasang-pasangan untuk saling melengkapi dan mengimbangi, sehingga terbina sebuah keserasian. Allah menyikapi setiap perbuatan hamba secara adil. Tak ada satu hal pun yang luput dari pengawasan dan penyikapan-Nya.

Memahami makna al-Muqsith akan membuat seseorang tertegun dengan keadilan Allah terhadap semua makhluk. Ia pun kemudian termotivasi untuk meneladani berbuat adil kepada makhluk-makhluk Allah yang lain. Walaupun keadilan yang diperbuatnya tidak sempurna, setidaknya telah turut menyumbangkan kedamaian bagi kehidupan di dunia.

Allah mengumpulkan apa saja yang dikehendaki-Nya dan dimanapun Dia mau mengumpulkannya. Allah mengumpulkan segala sesuatu, baik yang serupa, berbeda, atau bahkan yang berlawanan. Allah telah mengumpulkan di alam semesta ini ruang angkasa, galaksi, bintang-bintang, bumi, lautan, tumbuhan dan hewan, semua benda yang sifat, ukuran, bentuk, dan warnanya berbeda.

Semua itu berpadu dalam sebuah sistem yang rapi dan tidak berbenturan satu sama lain. Pada tubuh suatu makhluk juga dikumpulkan banyak organ dan sel yang menyusun bentuk sekaligus membuatnya dapat bergerak melakukan fungsi-fungsi kehidupan.

Memahami makna al-Jami‘ membuat kita makin kagum terhadap kehebatan dan kekuasaan Allah. Allah dapat mengumpulkan hal-hal yang berbeda dalam sebuah keserasian dan keharmonisan. Kita pun akan termotivasi untuk meneladani hal serupa, yakni tidak membentur-benturkan antara komponen yang berlawanan tetapi bagaimana mempersatukannya dalam heterogenitas nan serasi.

Itu pula yang musti kita lakukan di tengah-tengah masyarakat, bagaimana agar orang-orang dengan beragam watak dan budaya dapat hidup rukun mewujudkan masyarakat yang tenteram dan damai.

Demikian penjelasan asmaul husna Al-Jami’.

Allah Mahakaya dan mencukupi diri-Nya sendiri. Allah juga mampu mencukupi kebutuhan-kebutuhan makhluk-Nya. Kekayaan manusia bersifat relatif dan terbatas, sedangkan kekayaan Allah adalah kekayaan mutlak. Sekaya apapun seorang manusia, ia tetap tidak dapat mandiri dan berbuat sesukanya dengan kekayaan itu. Ia tetap butuh pertolongan Allah agar kekayaannya bermanfaat dan tidak lenyap. Sedangkan Allah, tidak butuh kepada apapun untuk mengelola dan menjaga kekayaan-Nya.

Memahami makna al-Ghaniyy akan membuat seorang hamba bertawadhuk. Ia tidak akan menyombongkan diri sekalipun mempunyai kekayaan melimpah untuk ukuran manusia. Ia sadar sepenuhnya itu semua karunia dan titipan Allah.

Dan itu hanyalah sepercik di tengah samudera kenikmatan Allah yang begitu luas. Orang yang miskin pun tidak akan terhina dengan kesadaran ini. Ia tahu Allah-lah yang Mahakaya sehingga ia hanya memohon pada-Nya untuk mencukupi kebutuhan-kebutuhannya. Ia tidak akan memohon pada makhluk apalagi ditempuh dengan cara yang menyimpang dari ajaran agama.

Demikian penjelasan asmaul husna Al-Ghaniyy.

Allah berkuasa memberi kekayaan pada siapapun. Atas dasar kehendak dan hikmah-Nya, Allah menentukan orang yang menjadi kaya atau menjadi miskin. Sebagian mereka berbahagia karena kekayaan dan sebagian lagi menderita karena kemiskinan. Semua itu ditetapkan karena Allah tahu mana yang terbaik bagi hamba-hamba-Nya.

Orang yang memahami makna al-Mughny akan ridha dengan apapun ketentuan Allah atas dirinya. Ia bersyukur kala Allah menganugerahkan kekayaan padanya. Sebaliknya, ia ridha dan bersabar tatkala Allah memutuskan ia termasuk orang miskin. Semua itu dijalaninya dengan senang hati. Kalaupun dia harus meminta untuk mencukupi kebutuhannya, dia hanya akan meminta pada Allah.

Demikian penjelasan asmaul husna Al-Mughniy.

Allah berkuasa mencegah kejahatan makhluk-Nya. Terbuai oleh godaan duniawi, manusia bisa berubah menjadi jahat. Ia tega menimpakan kecelakaan pada orang lain demi kepentingannya. Dalam keadaan demikian, Allah mempunyai kehendak dan kekuasaan untuk membiarkan maupun mencegah terjadinya kejahatan tersebut. Begitu pula dengan bencana yang disebabkan oleh makhluk yang lain, semua itu bisa dibiarkan maupun dicegah oleh Allah.

Dengan memahami makna al-Mani‘ seseorang akan memiliki rasa kebersandaran yang tinggi kepada Allah. Ia sadar bahwa setiap kali keluar rumah ada banyak bahaya yang mengintainya. Ia tentu tidak akan berada dalam kondisi aman dan selamat bila Allah tidak melindunginya. Maka ia memohon kepada Allah agar melindungi urusan dan perjalanannya serta mencegah segala macam bahaya dan kejahatan yang tertuju padanya.

Demikian penjelasan asmaul husna Al-Mani’.

Allah menciptakan kejahatan dan keburukan sebagaimana Dia menciptakan kebaikan dan kemanfaatan. Itu karena Allah menghendaki sistem yang serasi dan seimbang di alam raya. Manusia pun jadi memiliki keleluasaan untuk memilih: antara menjadi orang baik ataukah orang jahat.

Masing-masing ada konsekuensinya tersendiri. Dengan memahami makna al-Dharr kita menjadi lebih dekat kepada Allah. Sebab, karena Allah yang menciptakan keburukan, tentu Allah pula yang berkuasa untuk mencegah keburukan itu agar tidak menimpa kita. Dengan demikian kita akan senantiasa memohon agar Allah melindungi kita dari segala macam kejahatan dan keburukan.

Demikian penjelasan asmaul husna Ad-Dharr.

Al-Nafi‘ adalah lawan dari nama al-Dharr. Allah menciptakan kemanfaatan agar manusia bisa hidup dengan baik dan nyaman di atas bumi. Barangsiapa mengambil kemanfaatan yang telah Allah ciptakan, niscaya hidupnya akan tertata dengan baik.

Dengan menciptakan kemanfaatan dan keburukan secara berimbang, Allah juga melatih manusia untuk bisa menggunakan logika berpikir sehatnya dalam memilih mana yang bermaslahat bagi dirinya.

Dengan memahami makna al-Nafi‘ kita menjadi bersyukur bahwa ada banyak sekali hal yang bermanfaat bagi kita di dunia ini. Beberapa di antaranya bahkan merupakan kekayaan alam yang tiada habisnya, terus-menerus memberi manfaat pada manusia, semisal oksigen. Dengan demikian kita akan semakin mengakui keagungan dan kekuasaan Allah swt.

Demikian penjelasan asmaul husna An-Nafi’.

Allah adalah cahaya yang memancar ke semua makhluk. Dengan pancaran tersebut mereka dapat melihat terang dan mengambil jalan yang benar. Sebagaimana cahaya dapat membantu seseorang melihat benda-benda di sekelilingnya, cahaya Allah yang terpancar dalam keimanan seseorang membuat ia mampu melihat dengan jelas apa yang dinamakan kebenaran. Ia menjadi bisa membedakan antara benar dan salah, baik dan buruk. Ia pun tertuntun menuju pintu hidayah.

Dengan menyadari kedalaman makna al-Nur, manusia akan senantiasa memohon cahaya dan petunjuk dari Allah. Sebab tanpa cahaya tersebut mereka tak akan selamat hidup di dunia apalagi di akhirat. Hal ini telah disadari jauh hari oleh Rasulullah saw sehingga beliau senantiasa berdoa:

“Ya Allah, jadikanlah cahaya di hatiku, cahaya di lisanku. Jadikanlah cahaya di pendengaranku, cahaya di penglihatanku. Jadikanlah cahaya dari arah belakangku, dan cahaya dari arah depanku. Jadikanlah cahaya dari atasku, dan cahaya dari bawahku. Ya Allah, berilah aku cahaya.” (HR. Muslim).

Demikian penjelasan asmaul husna An-Nur.

Allah adalah Dzat yang menciptakan petunjuk, lantas membimbing hamba-hamba-Nya kepada petunjuk itu. Petunjuk-Nya yang tertinggi adalah membimbing hamba-hamba-Nya yang terbaik untuk mengenal-Nya. Dia membimbing hamba-hamba-Nya untuk melihat dan menyadari bukti-bukti kekuasaan-Nya di alam raya. Dia membimbing setiap makhluk kepada kebutuhan yang dapat menghidupkan eksistensinya, baik jasmaniah maupun rohaniah.

Dengan menyadari sifat Allah sebagai al-Hadi, manusia akan senantiasa berdoa dan memohon bimbingan dari Allah swt. Sebab, ia sadar sepenuhnya, tanpa bimbingan dan petunjuk Allah, kehidupannya tidak akan menjadi baik. Ia butuh petunjuk Allah agar bisa menjalani hidup dengan kualitas yang baik.

Demikian penjelasan asmaul husna Al-Hadi.

Allah adalah sumber segalanya, yang menciptakan semua makhluk dengan kreasi yang baru. Dia mencipta tanpa belajar terlebih dahulu, tanpa meniru atau memodifikasi contoh yang sudah ada. Semua ciptaan-Nya betul-betul orisinil dan baru.

Menyadari makna al-Badi‘, seseorang akan merasakan betapa agungnya kekuasaan Allah, betapa dahsyatnya kemampuan Allah dalam merancang dan melaksanakan penciptaan. Allah mampu menciptakan bertriliun-triliun ciptaan tanpa ada satu pun yang sama persis; semua dicipta dengan bentuk yang berbeda dan kreasi yang betul-betul baru. Hal ini akan membuat kita semakin takjub kepada-Nya dan kian tunduk akan kekuasaan-Nya.

Demikian penjelasan asmaul husna Al-Badi’.

Allah Mahakekal dengan eksistensi-Nya yang abadi sampai kapanpun. Waktu yang terbatas hanya berlaku bagi makhluk; ia bermula dari penciptaan yang dilakukan oleh Allah dan berakhir pada hari kiamat. Sedangkan Allah, ia tidak berakhir. Allah tetap kekal abadi. Penciptaan akan berakhir seiring dengan usainya sang waktu, sementara Allah tetap kekal tiada berkesudahan.

Orang yang memahami makna al-Baqi akan mengisi hidupnya dengan ketaatan dan kebajikan. Itu karena dia sadar bahwa dirinya bukan makhluk yang hidup kekal di dunia. Yang kekal hanya Allah, sedangkan dirinya pasti meninggal. Kesempatannya dibatasi oleh waktu tertentu. Maka ia harus merangkai prestasi mengharumkan nama dirinya dengan berbagai kebajikan.

Demikian penjelasan asmaul husna Al-Baqi secara singkat.

Allah adalah pewaris tertinggi dan tiada berakhir. Ia pula pemilik semuanya secara mutlak. Apa yang ada di tangan makhluk hanyalah titipan belaka. Maka pada akhirnya semua kepemilikan itu akan dikembalikan kepada Allah setelah ditinggal oleh pemilik-pemilik sementaranya yang fana. Setelah berbagai kepemilikan diwariskan bergantian oleh satu orang kepada orang lain, akhirnya setelah semua binasa, seluruh kepemilikan itu “diwariskan” kembali kepada Allah.

Dengan memahami sifat al-Warits, manusia menjadi hidup dengan rasa qanaah. Ia tidak akan rakus terhadap harta duniawi lantaran sadar itu hanya fana dan sementara belaka. Ia sadar segalanya hanyalah titipan Allah semata. Maka bila Allah mengambilnya, ia tidak dapat berbuat apa-apa. Dengan demikian hidupnya menjadi tenang, merasa cukup dengan apa yang Allah anugerahkan kepadanya.

Demikian penjelasan asmaul husna Al-Warits secara singkat.

Allah adalah Mahaguru, Guru terbaik yang membimbing makhluk dengan metode paling tepat sehingga mereka paham banyak hal. Bayi yang baru lahir pun dapat dibimbing oleh Allah sehingga bisa mengekspresikan diri saat lapar dengan menangis, serta mampu menyerap air susu ibunya tanpa ada seorang pun yang mengajarinya. Waktu terus berjalan hingga si anak tumbuh besar dengan bimbingan Allah yang tidak pernah lepas darinya. Allah menganugerahinya akal untuk bisa bertahan hidup.

Dengan menyadari makna al-Rasyid, seseorang tidak akan pernah sombong atas apa yang diketahuinya. Dengan rendah hati dia paham bahwa dia tidak akan tahu apa-apa kalau Allah tidak membimbingnya. Ia pun akan selalu memohon kepada Allah agar senantiasa dibimbing untuk menjalani kehidupannya.

Demikian penjelasan asmaul husna Ar-Rasyid secara singkat.

Dalam melakukan penciptaan, Allah tidak mengulur-ulur waktu seperti yang dilakukan oleh banyak pemalas. Namun juga Allah tidak tergesa-gesa seperti yang diperbuat oleh orang-orang yang tidak sabar. Allah menyelesaikan semuanya dengan perhitungan yang tepat dan cara yang semestinya.

Kesabaran Allah tiada berbilang. Dia tidak segera menghukum makhluk-Nya yang melakukan kedurhakaan, tetapi memberi tenggat waktu agar mau bertobat memohon ampun pada-Nya. Dalam pemberian kesempatan itu Dia masih juga memberikan rezeki dan karunia kepada mereka. Ini bukti bahwa kesabaran Allah adalah kesabaran tertinggi.

Dengan memahami sifat al-Shabur, kita menjadi malu terhadap Allah yang mau menunggu tobatnya orang-orang durhaka.

Kita juga bisa belajar bagaimana caranya memanaje urusan agar memberikan hasil yang memuaskan, tentunya dengan kesabaran. Kita juga dilatih untuk melipatgandakan kesabaran saat menghadapi hal-hal yang tidak mengenakkan. Dengan meneladani sifat sabar Allah, kebaikan hidup niscaya akan kita raih.

Demikian penjelasan asmaul husna Ash-Shabur.

***

Demikian pembahasan mengenai penjelasan asmaul husna yang berjumlah 99. Semoga penjelasan asmaul husna ini dapat membantu siapa pun dari kaum muslimin untuk makin mencintai dan mengenal Allah. Amin.

Terima kasih sudah membaca artikelnya. Yuk segera gabung di beberapa channel inspiratif yang sudah saya buat:

  • Telegram Channel
  • Akun Instagram
  • Channel YouTube

Dapatkan tips-tips menarik seputar dunia bisnis, penulisan, juga tausiyah singkat tentang hidup yang lebih baik. Nah, kalau ingin menjalani hidup sebagai penulis profesional yang dibayar mahal, ikutan saja E-COURSE MENULIS terkeren ini!

Terhindar dari segala kekurangan dan kerusakan merupakan gambaran dari salah satu nama allah yaitu

Ingin menghasilkan ratusan juta dari skill menulis? Baca saja buku terbaru saya ini. Pembahasan super lengkap, dan bakalan bikin kamu yang hobi dan suka menulis, berubah selamanya! KLIK DI SINI atau pada gambar di bawah ini, ya!

Terhindar dari segala kekurangan dan kerusakan merupakan gambaran dari salah satu nama allah yaitu