Tidak bisa bergerak saat tidur tapi sadar

#TantanganGurusiana (hari ke-119)

Mistik Ketindihan Saat Tidur, Ternyata Ini Penyebabnya

Merasa ditindih saat tidur biasanya disertai dengan fenomena mimpi buruk atau halusinasi hal-hal yang menyeramkan. Sehingga fenomena ini selalu diidentikan dengan cerita seram dan hal-hal mistik. Apakah benar merasa ditindih saat tidur (sleep paralysis) karena ditunggangi setan? Berikut paparannya.

Jangan salah, pengalaman tidak bisa bergerak sama sekali padahal terjaga, di belahan dunia manapun adalah hal yang menakutkan. Tapi jangan pikir semuanya berupa gangguan hantu seperti diyakini masyarakat kita. Banyak pengidap sleep paralysis di Amerika Serikat melihat hewan yang menindih mereka, misalnya laba-laba. Ada bule asal AS, malah pernah merasa ketindihan anak kucing. Imut dong!

Satu lagi yang khas dari sleep paralysis, sesuai namanya, adalah kelumpuhan justru akibat fungsi tubuh kita bekerja dengan baik.

Menurut The American Sleep Disolder Association (1990), sleep paralysis atau sering disebut ketindihan adalah ketidakmampuan tubuh dalam mengendalikan otot selama terbangun di antara waktu malam dan pagi (hynopompic).

Berdasarkan sebuah penelitian di berbagai belahan dunia, sebanyak 25-40% responden mengalami ketindihan (Sleep paralysis) yang disertai dengan halusinasi. Namun seringkali fenomena ketindihan ini biasanya dikaitkan dengan kejadian seperti setan yang menduduki tubuh kita di saat terbangun dari tidur. Dimana seakan - akan badan terdiam, kaku tidak dapat digerakkan.

Orang Eskimo percaya bahwa ketindihan (sleep paralysis) sebagai fenomena roh manusia keluar dari raganya dan tidak dapat kembali lagi. Dalam cerita rakyat Georgia, juga digambarkan ketindihan disebabkan oleh mahluk jahat Haq, yang meninggalkan tubuhnya pada malam hari untuk duduk di dada korbannya.

Faktanya, secara ilmiah ketindihan (sleep paralysis) tejadi ketika mekanisme otak dan tubuh yang tidak selaras. Ketindihan atau kelumpuhan tidur adalah perasaan sadar tetapi tidak bisa bergerak. Hal ini terjadi ketika seseorang melewati antara tahap terjaga dan tidur. Selama transisi ini, Anda mungkin tidak dapat bergerak atau berbicara selama beberapa detik hingga beberapa menit. Beberapa orang mungkin juga merasakan tekanan atau rasa tersedak, terasa sulit bernapas, seperti tidak sendirian, merasa bisa 'keluar' dari tubuh, dan sulit kabur. Ketindihan dapat menyertai gangguan tidur lainnya seperti narkolepsi. Narkolepsi adalah kebutuhan tidur yang sangat kuat yang disebabkan oleh ketidakmampuan otak untuk mengatur tidur.

Para peneliti menyimpulkan bahwa, dalam kebanyakan kasus, sleep paralysis (kelumpuhan tidur) atau yang biasa disebut ketindihan hanyalah tanda bahwa tidak terjadi perpindahan yang mulus dalam melewati fase-fase tidur. Ketindihan jarang terkait dengan masalah kejiwaan.

Ketindihan dapat terjadi sewaktu-waktu . Jika itu terjadi ketika tertidur, disebut kelumpuhan tidur hipnagogik atau predormital. Jika itu terjadi ketika bangun, disebut kelumpuhan tidur hipnopompik atau postdormital.

Empat dari setiap 10 orang pernah mengalami ketindihan. Umumnya ketindihan terjadi pertama kali pada masa remaja. Namun pria dan wanita dari segala golongan usia dapat mengalaminya. Kelumpuhan tidur juga dapat terjadi pada satu keluarga.

Kebanyakan orang tidak memerlukan perawatan untuk kelumpuhan tidur.

Tidak perlu takut dengan setan atau hantu. Jika mengalami gejala ketindihan sesekali, Anda dapat mengambil langkah-langkah di rumah untuk mengendalikan gangguan ini. Mulailah dengan memastikan Anda cukup tidur. Lakukan hal yang bisa dilakukan untuk menghilangkan stres terutama sesaat sebelum tidur. Coba posisi tidur baru jika terbiasa untuk tidur telentang. Pastikan untuk mengunjungi dokter jika kelumpuhan tidur terjadi secara rutin.

Dalam tahap tidur ada dua hal mimpi yang khas, pertama adanya mimpi yang muncul sebagai halusinasi, yang khas munculnya sosok lain di dekat kita, tergantung latar belakang kebudayaan. Makanya setiap kebudayaan punya mitos sendiri-sendiri.

Sementara konsep ketindihan di Indonesia yang berkembang sampai sekarang adalah pewarisan mitologi yang turun temurun. Sederhananya, masyarakat lebih menyukai mitos daripada alasan ilmiah ketika memahami berbagai peristiwa.

@home, 16 Mei 2020

Marlina, S.Pd.

Guru SDN Dabasah 3 Bondowoso

#MenujuGurusiana365

#Stay@Home

#WorkFomHome

#LearnFromHome

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

The Nightmare, karya Henry Fuseli (1781) adalah salah satu penggambaran klasik yang berkaitan dengan kepercayaan kelumpuhan tidur akibat "ditindih" setan.

Sleep paralysis atau kelumpuhan tidur atau ketindihan merujuk pada keadaan ketidakmampuan bergerak ketika sedang tidur ataupun ketika bangun tidur. Seseorang yang mengalami kelumpuhan tidur biasanya akan mengalami masalah untuk menggerakkan anggota badan, tidak bisa mengeluarkan suara dan sebagainya. Kelumpuhan tidur biasanya juga disertai dengan halusinasi seram atau mimpi buruk.

Kelumpuhan tidur terjadi dalam keadaan si penderita sedang setengah tidur, sedang tertidur lelap, ataupun dalam keadaan terjaga sewaktu mengalami kelumpuhan tidur. Kondisi ini umumnya terjadi bila si penderita tidur menelentang atau menghadap ke atas, yang ditandai dengan merasa sesak napas seperti dicekik, dada sesak, badan tidak bisa bergerak dan sulit bersuara.

Kelumpuhan tidur diyakini terjadi akibat terganggunya fase tidur REM, yang menyebabkan terjadinya atonia otot lengkap yang mencegah seseorang untuk bertindak di luar mimpi mereka. Kelumpuhan tidur telah dikaitkan dengan gangguan lainnya seperti narkolepsi, migrain, gangguan kecemasan, dan apnea tidur obstruktif.[1][2]

Klasifikasi[sunting | sunting sumber]

Kelumpuhan tidur bisa diklasifikasikan menjadi dua, yakni kelumpuhan tidur terisolasi (ISP) dan kelumpuhan tidur terisolasi berulang (RISP). Dari kedua tipe tersebut, ISP lebih umum terjadi jika dibandingkan dengan RISP.[2] ISP terjadi dengan durasi yang pendek, sekitar satu menit. Kelumpuhan tidur ISP terjadi setidaknya sekali dalam seumur hidup seseorang.[2] Sedangkan RISP bisa digolongkan ke dalam kondisi kronis. Individu mengalami kelumpuhan tidur yang terjadi berulang kali di sepanjang hidupnya.[2] Salah satu perbedaan antara ISP dan RISP adalah durasinya; RISP bisa berlangsung hingga satu jam atau lebih, dan penderita mengalami kejadian di luar pengalaman tubuh yang lebih tinggi, sedangkan ISP terjadi dengan durasi yang pendek (biasanya tidak lebih dari satu menit) dan kejadiannya hanya sebatas mimpi buruk atau halusinasi incubus.[2] Selain itu, dalam kondisi RISP, penderita bisa mengalami kelumpuhan tidur berulang kali pada malam yang sama, sedangkan dalam ISP tidak.

Agak sulit untuk membedakan antara katapleksi yang disebabkan oleh narkolepsi dan kelumpuhan tidur, karena kedua fenomena ini secara fisik tidak dapat dibedakan.[2] Cara terbaik untuk membedakan antara keduanya adalah dengan cara mencatat waktu ketika terjadinya serangan. Narkolepsi umumnya terjadi ketika individu sedang terjaga, sedangkan ISP dan RISP umumnya berlangsung saat individu sedang tertidur.[3]

Prevalensi[sunting | sunting sumber]

Kelumpuhan tidur terisolasi umumnya dialami oleh pasien yang didiagnosis mengidap narkolepsi. Sekitar 30-50% orang-orang yang didiagnosis dengan narkolepsi telah mengalami kelumpuhan tidur sebagai gejala tambahan.[1][4] Prevalensi kelumpuhan tidur di antara populasi umum adalah sekitar 6,2%. Mayoritas individu-individu yang telah mengalami kelumpuhan tidur mengalaminya sekali sebulan hingga sekali setahun. Sedangkan 3% dari individu telah mengalami kelumpuhan tidur yang terjadi berulang setiap malamnya; seperti yang disebutkan sebelumnya, orang-orang ini didiagnosis menderita RISP.[1] Kelumpuhan tidur umumnya bisa terjadi baik pada pria maupun wanita. Namun, kelompok usia tertentu bisa menjadi lebih rentan mengalami kelumpuhan tidur. Sekitar 36% dari individu yang telah mengalami kelumpuhan tidur berasal dari kelompok usia antara 25-44 tahun, dan usia rata-rata orang pertama kali mengalami gangguan tidur ini adalah 14-17 tahun.[1]

Tanda dan gejala[sunting | sunting sumber]

Patofisiologi kelumpuhan tidur belum diidentifikasi secara konkret, namun ada beberapa teori mengenai apa yang menyebabkan seseorang bisa mengalami kelumpuhan tidur. Yang pertama berasal dari pemahaman bahwa kelumpuhan tidur adalah parasomnia yang disebabkan oleh tidak sejalannya fase REM dan bangun tidur, dengan kata lain, otak masih dalam kondisi tidur tetapi tubuh ingin bangun, sehingga tubuh tidak bisa digerakkan.[5] Studi polisomnografi menemukan bahwa seseorang yang mengalami kelumpuhan tidur memiliki masa tidur REM yang lebih pendek dari biasanya.[6] Studi ini juga menyatakan bahwa tidak teraturnya pola tidur dapat memicu terjadinya kelumpuhan tidur, karena malafungsi tidur REM biasanya terjadi saat pola tidur terganggu.

Selain itu, penelitian lainnya menemukan bahwa kurang tidur juga bisa menyebabkan terjadinya kelumpuhan tidur. Berdasarkan gelombang otak, tidur terbagi dalam 4 tahapan. Tahapan itu adalah tahap tidur paling ringan (masih setengah sadar), tahap tidur yang lebih dalam, tidur paling dalam dan tahap REM. Pada tahap REM inilah mimpi terjadi. Saat kondisi tubuh terlalu lelah atau kurang tidur, gelombang otak tidak mengikuti tahapan tidur yang seharusnya; dari keadaan sadar ke tahap tidur paling ringan, kemudian langsung melompat ke tahap REM. Oleh sebab itu, ketika otak tiba-tiba terbangun dari tahap REM tetapi tubuh belum, di sinilah kelumpuhan tidur terjadi. Individu merasa sangat sadar, tetapi tubuh tak bisa bergerak. Ditambah lagi dengan adanya halusinasi munculnya sosok lain yang sebenarnya merupakan karakteristik dari mimpi.[7]

Kelumpuhan tidur sering diiringi oleh halusinasi seram (hipnopompik atau hipnagogik) dan perasaan takut yang teramat sangat.[8] Ketakutan penderita terhadap kelumpuhan tidur terutama berasal dari jelasnya halusinasi yang dialaminya. Elemen halusinasi saat mengalami kelumpuhan tidur membuat seseorang cenderung menafsirkan pengalaman tersebut sebagai mimpi, karena objek-objek yang tidak masuk akal mungkin muncul di dalam kamar dalam pandangan mata kasar seseorang.[9]

Ada gagasan bahwa kelumpuhan tidur ini bersifat genetik.[10] Penelitian terhadap sepasang anak kembar menunjukkan bahwa jika salah satunya mengalami kelumpuhan tidur, maka yang satunya lagi juga berkemungkinan mengalaminya.[10]

Beberapa faktor telah diidentifikasi sebagai hal-hal yang menyebabkan terjadinya kelumpuhan tidur. Faktor ini termasuk insomnia dan kurang tidur, jadwal tidur yang tidak teratur, tidur dengan posisi terlentang, stres, terlalu sering menggunakan stimulan, kelelahan fisik, serta penggunaan obat-obatan tertentu untuk mengobati ADHD.[2] Tidur dalam posisi terlentang dikatakan sebagai faktor utama yang memicu terjadinya kelumpuhan tidur.[11] Kelumpuhan tidur bisa juga merupakan pertanda narkolepsi (serangan tidur mendadak tanpa tanda-tanda mengantuk), apnea tidur (mendengkur), kecemasan, atau depresi.

Dalam budaya[sunting | sunting sumber]

Saat kelumpuhan tidur terjadi, seseorang sering mengalami halusinasi, seperti melihat sosok atau bayangan hitam di sekitar tempat tidur. Oleh sebab itu, fenomena ini sering dikaitkan dengan hal-hal mistis.

  • Di Finlandia dan Swedia, kelumpuhan tidur diyakini disebabkan oleh mare, makhluk supernatural yang berkaitan dengan incubi dan succubi. Menurut kepercayaan setempat, mare adalah seorang wanita yang dikutuk dan tubuhnya dibawa secara misterius saat ia tidur dan tanpa ia sadari. Ia kemudian mengunjungi penduduk desa dan menduduki tulang iga mereka saat mereka tertidur, yang menyebabkan mereka mengalami mimpi buruk.[12]
  • Dalam cerita rakyat Newfoundland, South Carolina dan Georgia, digambarkan bahwa kelumpuhan tidur disebabkan oleh makhluk jahat hag, yang meninggalkan tubuh fisiknya pada malam hari, dan duduk di dada korbannya. Korban biasanya bangun dengan perasaan teror, sulit bernapas karena dadanya ditindih oleh hag.
  • Di Fiji, fenomena ini disebut dengan kana tevoro, "dimakan" oleh setan. Setan ini dipercaya sebagai kerabat seseorang yang baru meninggal dunia dan datang kembali untuk menyelesaikan beberapa urusannya yang belum selesai.
  • Di Turki, kelumpuhan tidur disebut dengan karabasan, versi lain dari cerita mengenai kunjungan setan saat tidur.
  • Di Thailand, diyakini bahwa kelumpuhan tidur disebabkan oleh hantu dari cerita rakyat Thailand yang dikenal dengan nama Phi Am (bahasa Thai: ผีอำ).[13]
  • Di Indonesia dan Malaysia, kelumpuhan tidur dikenal dengan kena tindih atau ketindihan (setan).
  • Di budaya Meksiko, disebut se me subio el muerto dan dipercaya sebagai kejadian adanya arwah orang meninggal yang menempel pada seseorang.
  • Di budaya Jepang, disebut kanashibari, yang secara literatur diartikan mengikat sehingga diartikan seseorang diikat oleh makhluk halus.

Lihat juga[sunting | sunting sumber]

  • Amitriptyline
  • Hypnagogia
  • Hypnopompic

Referensi[sunting | sunting sumber]

  1. ^ a b c d Ohayon, M.; Zulley, J.; Guilleminault, C.; Smirne, S. (1999). "Prevalence and pathologic associations of sleep paralysis in the general population". Neurology. 52: 1194–2000.
  2. ^ a b c d e f g Terrillon, J.; Marques-Bonham, S. (2001). "Does Recurrent Isolated Sleep Paralysis Involve More Than Cognitive Neurosciences?". Journal of Scientific Exploration. 15: 97–123.
  3. ^ Sharpless, B.; McCarthy, K.; Chambless, D.; Milrod, B.; Khalsa, S.; Barber, J. (2010). "Isolated sleep paralysis and fearful isolated sleep paralysis in outpatients with panic attacks". Journal Of Clinical Psychology. 66: 1292–1306.
  4. ^ Dauvilliers, Y.; Billiard, M.; Montplaisir, J. (2003). "Clinical aspects and pathophysiology of narcolepsy". Clinical Neurophysiology. 114: 2000–2017.
  5. ^ Goldstein, K. (2011). "Parasomnias". Dis Mon. 57: 364–88.
  6. ^ Walther, B.; Schulz, H. (2004). "Recurrent isolated sleep paralysis: Polysomnographic and clinical findings". Somnologie - Schlafforschung und Schlafmedizin. 8: 53–60.
  7. ^ Cheyne, J.; Rueffer, S.; Newby-Clark, I. (1999). "Hypnagogic and Hypnopompic Hallucinations during Sleep Paralysis: Neurological and Cultural Construction of the Night-Mare". Consciousness and Cognition. 8: 319–337.
  8. ^ Hersen, Turner & Beidel. (2007) Adult Psychopathology and Diagnosis. p. 380
  9. ^ Hersen Turner & Beidel. (2007) Adult Psychopathology and Diagnosis
  10. ^ a b Sehgal, A.; Mignot, E. (2011). "Genetics of Sleep and Sleep Disorders". Cell. 146: 194–207.
  11. ^ Cheyne, J. (2002). "Situational factors affecting sleep paralysis and associated hallucinations: position and timing effects". Journal Of Sleep Research. 11: 169–177.
  12. ^ Bjursell, Aurore (13 December 2010). "Interview with director Filip Tegstedt, about Marianne". Diakses tanggal 13 May 2011.
  13. ^ ผีอำ[pranala nonaktif permanen]

Pranala luar[sunting | sunting sumber]

  • Sleep information and links Diarsipkan 2016-03-06 di Wayback Machine. from Stanford University
  • Sleep Paralysis and Associated Hypnagogic and Hypnopompic Experiences Diarsipkan 2003-06-05 di Wayback Machine. from University of Waterloo
  • Waking Up to Sleep Paralysis
  • Sleep Paralysis Visions: Demons, Succubi, and the Archetypal Mind by Ryan Hurd
  • film and cross platform resource exploring the phenomenon by Carla MacKinnon

Apa penyebab badan tidak bisa bergerak saat tidur?

Ada beberapa hal yang bisa menyebabkan seseorang mengalami sleep paralysis, antara lain: Kurang tidur. Sering begadang dan jadwal tidur yang berubah-ubah akibat jet-lag misalnya dapat memicu terjadinya sleep paralysis. Gangguan mental.

Apa yang harus dilakukan saat mengalami sleep paralysis?

Cara Mengatasi Sleep Paralysis.
Pastikan waktu tidur tercukupi..
2. Lakukan meditasi..
Perbaiki posisi tidur..
Kurangi stres..
Kurangi konsumsi minuman berkafein..
6. Hindari konsumsi minuman beralkohol..
7. Ciptakan ruang tidur yang nyaman..

Apakah sleep paralysis itu berbahaya?

Melansir dari Medical News Today, sleep paralysis tidak mengancam jiwa, tetapi dapat menyebabkan kecemasan. Kecemasan inilah yang bisa membahayakan mental seseorang. Kondisi ini bisa terjadi bersamaan dengan gangguan tidur lainnya, seperti narkoleps.

Apakah false awakening berbahaya?

Meski enggak berbahaya dan terkesan menakjubkan, false awakening bisa jadi indikasi bahwa pola dan kualitas tidurmu terganggu. Jika hal ini terus berlanjut dan berulang untuk waktu yang cukup lama, kamu mungkin perlu mencoba mencari tahu apa yang jadi beban pikiran yang mengganggu tidur nyenyakmu, nih, Kids.