Tuliskan ayat Alquran yang menerangkan bahwa Allah SWT yang menciptakan alam semesta

Bumi. Foto: Pixabay

Surat Al Qamar ayat 49 menerangkan bahwa Allah SWT telah menciptakan segala sesuatu yang ada di alam ini sesuai dengan ukurannya. Selain itu, Dia juga menetapkan takdir kepada semua makhluknya.

Allah menciptakan semuanya itu dengan cepat, tepat, serasi, dan indah. Semua yang diciptakan telah disesuaikan dengan fungsi dan manfaatnya masing-masing. Allah SWT berfirman dalam Alquran:

اِنَّا كُلَّ شَىۡءٍ خَلَقۡنٰهُ بِقَدَرٍ

Artinya: “Sungguh, Kami menciptakan segala sesuatu menurut ukuran.” (QS. Al Qamar: 49).

Melansir Tafsir Kementrian Agama Republik Indonesia, ayat tersebut menjelaskan bahwa seluruh makhluk diciptakan-Nya sesuai ketentuan dan hukum-hukum yang telah ditetapkan-Nya. Rasulullah SAW bersabda: “Segala sesuatu telah ditetapkan ukurannya bahkan kelemahan dan kecerdasan.” (HR. Ahmad dan Muslim dari Ibnu Umar).

Asbabun Nuzul Surat Al Qamar Ayat 49

Gandum. Foto: Pixabay

Mengutip Buku Pintar Al-Qur`an karya Abu Nizhan, pada suatu hari orang-orang kafir Quraisy mendatangi Rasulullah SAW dengan maksud untuk berbantahan masalah takdir. Allah pun kemudian menurunkan surat Al Qamar ayat 47 yang artinya: “Sesungguhnya orang-orang yang berdosa berada dalam kesesatan (di dunia) dan dalam neraka.” Setelah itu, Allah menurunkan surat Al Qamar ayat 49. (HR. Muslim dan Tirmidzi).

Harjan Syuhada dan Fida’ Abdilah menerangkan dalam buku Akidah Akhlak Madrasah Tsanawiyah Kelas XI, Allah SWT menciptakan dunia ini lengkap dengan takdirnya. Misalnya umur, bahagia dan sengsara, sehat dan sakit, serta takdir lainnya.

Hal ini harus diyakini oleh setiap umat Islam karena takdir Allah SWT tidak dapat dielakkan oleh makhluknya. Semua merupakan rahasia Allah yang tidak bisa diketahui oleh manusia maupun makhluk yang lain, kecuali qada dan qadar yang telah terjadi dalam kenyataan.

Diterangkan pula dalam buku Sekelumit Kandungan Isi Al Qur’an oleh Ahmad Hamid, jika Allah juga menciptakan segala makhluk hidup sesuai ukurannya. Perhatikanlah rambut manusia, ada yang hitam, ada yang pirang, ada yang lurus, bergelombang, dan keriting. Kaki binatang ada yang dua, empat, seribu, ada pula yang tidak berkaki.

Planet. Foto: Pixabay

Selain itu, Allah juga memberikan karunia-Nya dalam penciptaan bumi dan matahari. Sebagaimana dikutip dari buku Alquran dan Sains karya Ridwan Abdullah Sani, jika jarak bumi terlalu dekat dengan matahari, maka suhu bumi akan tinggi dan semua air yang ada di bumi akan menguap. Namun, jika jarak bumi dan matahari terlalu jauh, suhu bumi akan rendah dan air yang ada di bumi akan menjadi es.

Variasi sedikit saja pada jarak matahari ke bumi akan menyebabkan dampak yang luar biasa pada iklim, musim, dan cuaca di bumi. Kemiringan bumi sebesar 23,5 derajat saja menyebabkan perbedaan musim di bumi, yang dekat dengan matahari mengalami musim panas dan yang jauh dari matahari mengalami musim dingin.

Ukuran kemiringan tersebut merupakan sebuah anugerah yang Allah berikan bagi kehidupan bumi. Oleh sebab itu, umat Islam harus mengakui keesaan-Nya dan selalu bersyukur atas semua karunia-Nya.

Al-Qur’an yang terdiri dari 6.236 ayat,[1] menguraikan berbagai persoalan hidup dan kehidupan. Yaitu mengenai ke-Esa-an Allah, manusia, ayat-ayat alam semesta dan fenomenanya, dan lain sebagainya. Uraian-uraian tentang alam semesta sering disebut ayat-ayat kauniyah. Syaikh Jauhari Thanthawi (Guru Besar Universitas Kairo) mengatakan dalam tafsirnya Al-Jawahir yang telah dikutip oleh Agus Purwanto bahwa lebih dari 750 ayat yang secara tegas menerangkan tentang alam semesta tersebut (belum termasuk yang tersirat).[2] Oleh karena itu, dalam makalah ini kami akan membahas tentang penafsiran ayat-ayat QS. Al-Hijr: 85/ QS. Al-Anbiya: 16 dan 30/ QS. Al-Mulk: 3/ QS. Fushilat: 53/ QS. Ali Imron: 191.

  1. Awal Penciptaan Alam Semesta

وَمَا خَلَقْنَا السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ وَمَا بَيْنَهُمَا إِلَّا بِالْحَقِّ ۗ وَإِنَّ السَّاعَةَ لَآتِيَةٌ ۖ فَاصْفَحِ الصَّفْحَ الْجَمِيلَ

Artinya: “Dan tidaklah Kami ciptakan langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya, melainkan dengan benar. Dan sesungguhnya saat (kiamat) itu pasti akan datang, maka maafkanlah (mereka) dengan cara yang baik.”

Ayat diatas menyatakan bahwa: “Dan tidaklah kami ciptakan langit  dengan ketinggian dan luasnya serta aneka bintang dan planet yang menghiasinya, dan tidak juga kami cipatkan bumi dengan segala makhluk yang ada di permukaan atau perutnya, dan demikian juga apa yang ada diantara keduanya, yakni langit dan bumi, baik yang telah diketahui manusia maupun belum atau tidak akan dapat diketahui, tidak kami ciptakan itu semua melainkan dengan haq, yakni selalu disertai dengan kebenaran dan bertujuan benar, bukan permainan atau kesia-siaan. Dan sesungguhnya kiamat, dimana masing-masing manusia akan dimintai pertanggung jawaban serta diberi balasan dan ganjaran yang “haq”, pasti akan datang. Hal itu demikian demi tegaknya al-haq dan keadilan yang merupakan tujuan penciptaan.

Maka karena itu, wahai Nabi Muhammad, jangan hiraukan kecaman dan makian siapa yang mendustakanmu, tetapi maafkanlah mereka dengan pemaafan yang baik. Itu semua karena sesungguhnya Tuhanmu yang selalu berbuat baik dan membimbingmu, Dia-lah Yang Maha Pencipta secara berulang-ulang lagi Maha Mengetahui segala sifat, ciri, kelakuan, dan isi hati ciptaan-ciptaan-Nya.

Kata (الْحَقَّ) mengandung makna bahwa al-haq/ kebenaran tertanam pada diri setiap makhluk, dan pada akhirnya akan tampak jelas ke permukaan, bahwa Allah SWT. Menetapkan sistem yang haq lagi sesuai dengan hikmah kebijaksanaan.

Kata(الصّفح) ash-shafh sebenarnya tidak tepat diterjemahkan dengan pemaafan, yakni sinonim dari kata (العَفْو) al-‘afwu atau pemaafan, karena ash-shafh adalah sikap memaafkan disertai dengan tidak mengecam kesalahan pihak lain. Thabathaba’i memahami kata pemaafan yang baik adalah melaksanakan keempat hal yang akan disebutkan dalam ayat 88 dan 89, berikut yaitu:

  1. Larangan memberi perhatian yang besar karena takjub dan ingin meraih kenikmatan duniawi.
  2. Larangan sedih karena pengingkaran kaum musyrikin.
  3. Perintah berendah hati dan melakukan hubungan harmonis sambil bersabar dan melindungi kaum mukminin.
  4. Menyampaikan peringatan-peringatan Allah SWT.

وَمَا خَلَقْنَا السَّمَاءَ وَالْأَرْضَ وَمَا بَيْنَهُمَا لَاعِبِينَ

Artinya: “Dan tidaklah Kami ciptakan Iangit dan bumi dan segala yang ada di antara keduanya dengan bermain-main.”

Dalam ayat ini Allah SWT. menjelaskan bahwa Dia menciptakan langit dan bumi serta semua yang terdapat di antaranya, tidaklah untuk maksud yang percuma atau main-main, melainkan dengan tujuan yang benar, yang sesuai dengan hikmah dan sifat-sifat-Nya yang sempurna.

Pernyataan ini merupakan tangkisan terhadap sikap dan perbuatan kaum kafir yang mengingkari kenabian Muhammad SAW, serta kemukjizatan Al-Qur’an. Karena. tuduhan-tuduhan yang mereka lemparkan kepadanya yaitu, bahwa Al-Qur’an adalah buatan Muhammad, bukan wahyu dan mukjizat yang diturunkan Allah kepadanya adalah berarti bahwa mereka tidak mengakui ciptaan Allah dan seakan-akan Allah menciptakan sesuatu hanya untuk main-main dan tidak mempunyai tujuan yang benar dan luhur. Padahal Allah menciptakan langit dan bumi dan seisinya dan yang ada di antaranya, adalah agar manusia menyembah-Nya dan berusaha untuk mengenal-Nya melalui ciptaan-Nya itu. Akan tetapi maksud tersebut barulah dapat tercapai dengan sempurna apabila penciptaan alam itu disusuli dengan penurunan Kitab yang memberikan petunjuk dan dengan mengutus para Rasul untuk membimbing manusia. Dan Al-Qur’an, selain menjadi petunjuk bagi manusia, juga berfungsi sebagai mukjizat terbesar bagi Muhammad SAW, untuk membuktikan kerasulannya. Oleh sebab itu, orang-orang yang mengingkari kerasulan Muhammad dengan sendirinya berarti mereka menganggap bahwa Allah menciptakan alam ini dengan sia-sia, tanpa adanya tujuan dan hikmah yang luhur, tanpa ada manfaat dan kegunaannya.

Apabila manusia mau memperhatikan apa-apa yang di bumi ini, baik yang terdapat di permukaannya, maupun yang tersimpan dalam perut bumi itu, niscaya ia akan menemukan banyak keajaiban yang menunjukkan kekuasaan Allah. Dan jika ia yakin, bahwa kesemuanya itu diciptakan Allah untuk kemaslahatan dan kemajuan hidup manusia sendiri, maka ia akan merasa bersyukur kepada Allah dan meyakini bahwa semuanya itu diciptakan Allah berdasar tujuan yang luhur karena semuanya memberikan faedah yang tak terhitung banyaknya. Bila manusia sampai kepada keyakinan semacam itu, sudah pasti ia tidak akan mengingkari Al-Qur’an dan tidak akan menolak kerasulan Nabi Muhammad SAW. Senapas dengan isi ayat ini, Allah telah berfirman dalam ayat-ayat yang lain.

وَمَا خَلَقْنَا السَّمَاءَ وَالْأَرْضَ وَمَا بَيْنَهُمَا بَاطِلًا ۚ ذَٰلِكَ ظَنُّ الَّذِينَ كَفَرُوا ۚ فَوَيْلٌ لِلَّذِينَ كَفَرُوا مِنَ النَّارِ

Artinya: “Dan Kami tidak menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada antara keduanya tanpa hikmah, yang demikian itu adalah anggapan orang-orang kafir maka celakalah orang-orang kafir itu, karena mereka akan masuk neraka.” (QS.Saad | ayat: 27)

Dan firman Allah lagi:

مَا خَلَقْنَاهُمَا إِلَّا بِالْحَقِّ وَلَٰكِنَّ أَكْثَرَهُمْ لَا يَعْلَمُونَ

Artinya:  “Kami tidak menciptakan keduanya melainkan dengan hak.” (QS.Ad Dukhan | ayat: 39)

Al-Maraghiy mengemukakan, Pengadaan seluruh alam, terutama jenis insani dan pengangkatannya sebagai khalifah di muka bumi, didasarkan atas hikmah yang rapi dan tujuan yang agung, yang tampak jelas oleh orang-orang berakal. Sebagian hikmah dan tujuan itu telah diketahui oleh orang-orang yang memperhatikan alam dengan segala keajaibannya dan diberi pengetahuan yang benar, sehingga mereka mengetahui sebagian rahasianya dan dapat mengambil manfaat dari apa yang disimpan di dalam perut bumi maupun yang tampak pada permukaannya, yang membawa kemajuan bagi umat manusia. Hingga kini, setiap hari ilmu pengetahuan senantiasa melahirkan keajaiban dan keanehaan yang disimpannya.[3] :

وَيَسْأَلُونَكَ عَنِ الرُّوحِ ۖ قُلِ الرُّوحُ مِنْ أَمْرِ رَبِّي وَمَا أُوتِيتُمْ مِنَ الْعِلْمِ إِلَّا قَلِيلًا

Artinya: “Dan mereka bertanya kepadamu tentang roh. Katakanlah: “Roh itu termasuk urusan Tuhan-ku, dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit”. (QS. Al Isra’ | ayat : 85)

  1. Fungsi dan Manfaat Alam Semesta bagi Manusia.

أَوَلَمْ يَرَ الَّذِينَ كَفَرُوا أَنَّ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ كَانَتَا رَتْقًا فَفَتَقْنَاهُمَا ۖ وَجَعَلْنَا مِنَ الْمَاءِ كُلَّ شَيْءٍ حَيٍّ ۖ أَفَلَا يُؤْمِنُونَ

Artinya: “Dan apakah orang-orang yang kafir tidak mengetahui bahwasanya langit dan bumi itu keduanya dahulu adalah suatu yang padu, kemudian Kami pisahkan antara keduanya. Dan dari air Kami jadikan segala sesuatu yang hidup. Maka mengapakah mereka tiada juga beriman?”

Ayat di atas menjelaskan bahwa orang kafir dan musyrik Makkah sebelumnya tidak memperhatikan, bahkan tidak peduli dengan fenomena-fenomena alam yang terjadi.[4] Nalar mereka digugah dan diajak untuk berfikir melalui firman-Nya,                                                                        أَوَلَمْ يَرَ الَّذِينَ كَفَرُوا

“Dan apakah orang-orang kafir tidak mengetahui”

Apakah orang-orang yang mengingkari Allah (yang berhak diibadahi dengan benar) dan orang-orang yang menyembah selain Allah tidak mengetahui, bahwa hanya Allah yang menciptakan dan mengatur segala ciptaan-Nya? Lalu, jika mereka mengetahui, bagaimana mungkin belum juga percaya bahwa tidak ada satu pun dari makhluk yang terdapat di langit dan di bumi yang wajar dipertuhankan?.[5]

Tidakkah mereka melihat yakni menyaksikan dengan mata hati dan pikiran sejelas pandangan mata                                              أَنَّ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ كَانَتَا رَتْقًا

“Bahwasanya langit dan bumi itu dahulu adalah sesuatu yang padu (menyatu).” Maksudnya, pada langit dan bumi seluruhnya saling berkaitan dan tersusun antara sebagian dengan sebagian yang lain. Kemudian dia memisahkan bagian yang satu dengan bagian lainnya.[6]

Sufyan ats-Tsauri mengatakan dari bapaknya dari ‘Ikrimah bahwa dia mengatakan, “Ibnu ‘Abbas r.a pernah ditanya, “mana yang lebih dulu malam atau siang?”  Dia menjawab, “Bukankah kamu mengetahui bahwa ketika langit bumi dulu masih bersatu, tidak ada keduanya kecuali kegelapan? Itu agar kamu mengetahui bahwa malam itu telah ada sebelum siang.”[7]

Tentang cara Allah memisahkan keduanya, beberapa ulama’ tafsir banyak berbeda pendapat. Sebagian mengatakan bahwa pada awalnya langit dan bumi ini menyatu, kemudian Allah mengangkat langit ke atas dan membiarkan bumi tetap di tempatnya berada di bawah lalu memisahkan keduanya dengan udara.[8] Sebagian berpendapat bahwa pemisahan langit dan bumi melalui penciptaan angin. Sebagian lagi berpendapat pemisahan langit dengan hujan dan bumi dengan tumbuh-tumbuhan. Sedangkan para ilmuwan modern mengemukakan bahwa telah terjadi big bang yaitu dentuman besar dari Singularity sampai terpisahnya Gaya Gravitasi dari Gaya Tunggal (superforce) dan ruang-waktu mulai memisah. Pemisahan selanjutnya adalah terjadinya planet dan bintang-bintang.[9]

Sebenarnya akal manusia mempunyai kesiapan untuk megkaji berbagai keajaiban adan fenomena alam. Nabi Muhammad SAW juga telah menjelaskan hal ini. Namun, kaumnya dan umat semasa mereka tidak mau memikirkannya hingga dapat membuktikan bahwa penjelasan itu adalah wahyu yang disampaikan kepada beliau dari Tuhan Yang Maha Tahu. Kalau saja mereka tidak ingkar, dan hati mereka tidak buta, niscaya penjelasan ini saja sudah cukup bagi mereka untuk segera mempercayai beliau dan beriman kepada risalahnya:

فَإِنَّهَا لَا تَعْمَى الْأَبْصَارُ وَلَٰكِنْ تَعْمَى الْقُلُوبُ الَّتِي فِي الصُّدُورِ

“Karena sesungguhnya bukanlah mata itu yang buta, tetapi yang buta ialah hati yang di dalam dada.” (QS.Al Hajj: 46)[10]

Lalu langit menurunkan hujan, sehingga bumi pun dapat menumbuhkan tanaman. Oleh karena itu Allah berfirman,

وَجَعَلْنَا مِنَ الْمَاءِ كُلَّ شَيْءٍ حَيٍّ

“Dan dari air kami jadikan segala sesuatu yang hidup. Maka mengapakah mereka tidak juga beriman?”

bahwa semua makhluk hidup di alam ini memerlukan air untuk kelangsungan hidupnya. Baik manusia, hewan, maupun tumbuh-tumbuhan. Tanpa air, makhluk hidup akan mati.

Quraish Shihab, sebagaimana yang ia kutip dari pendapat para pengarang Tafsir al-Muntakhab mengemukakan ayat di atas telah dibuktikan kebenarannya melalui penemuan beberapa cabang ilmu pengetahuan, antara lain:[11]

  1. Sitologi (ilmu tentang susunan dan fungsi sel)

Air adalah komponen terpenting dalam pembentukan sel yang merupakan satuan bangunan pada setiap makhluk hidup, baik hewan maupun tumbuhan.

Air adalah unsur yang sangat penting pada setiap interaksi dan perubahan yang terjadi di dalam tubuh makhluk hidup. Air dapat berfungsi sebagai media, faktor pembantu, bagian dari proses interaksi, atau bahkan hasil dari sebuah proses interaksi itu sendiri.

  1. Fisiologi (ilmu cabang biologi yg berkaitan dng fungsi dan kegiatan kehidupan atau zat hidup (organ, jaringan, atau sel))

Air sangat dibutuhkan agar masing-masing organ dapat berfungsi dengan baik. Hilangnya fungsi tersebut akan berarti kematian.

Menurut para ilmuan, sebagaimana yang dikemukakan dalam Tafsir ‘Ilmi, ada tiga pandangan yang berhubungan dengan kehidupan yang dimulai dari adanya air, antara lain:[12]

  • Kehidupan dimulai dari dalam air yaitu di laut.
  • Peran air bagi kehidupan dapat di ekspresikan dalam bentuk semua makhluk hidup, terutama kelompok hewan. Firman Allah QS.An-Nur: 45

وَاللَّهُ خَلَقَ كُلَّ دَابَّةٍ مِنْ مَاءٍ ۖ

“Dan Allah telah menciptakan semua jenis hewan dari air.”

  • Unsur air merupakan bagian yang sangat penting bagi kehidupan makhluk. Pada kenyataannya, dua pertiga dari bagian tubuh makhluk hidup ini mengandung air.

الَّذِي خَلَقَ سَبْعَ سَمَاوَاتٍ طِبَاقًا ۖ مَا تَرَىٰ فِي خَلْقِ الرَّحْمَٰنِ مِنْ تَفَاوُتٍ ۖ فَارْجِعِ الْبَصَرَ هَلْ تَرَىٰ مِنْ فُطُورٍ

Artinya: “Yang telah menciptakan tujuh langit berlapis-lapis. Kamu sekali-kali tidak melihat pada ciptaan Tuhan Yang Maha Pemurah sesuatu yang tidak seimbang. Maka lihatlah berulang-ulang, adakah kamu lihat sesuatu yang tidak seimbang?”

الَّذِي خَلَقَ سَبْعَ سَمَاوَاتٍ طِبَاقًا

Dialah yang telah mengadakan tujuh langit yang sebagiannya di atas sebagian yang lain di udara yang kosong, tanpa tiang dan tanpa pengikat yang mengikatnya, serta keistimewaan setiap langit dengan cakupan tertentu, dan dengan sistem yang tetap tidak berubah-ubah. Bahkan dengan sistem daya tarik yang indah di antara benda bumi dan langit, sebagaimana firman-Nya : [13]

اللَّهُ الَّذِي رَفَعَ السَّمَاوَاتِ بِغَيْرِ عَمَدٍ تَرَوْنَهَا ۖ ثُمَّ اسْتَوَىٰ عَلَى الْعَرْشِ ۖ وَسَخَّرَ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ ۖ كُلٌّ يَجْرِي لِأَجَلٍ مُسَمًّى ۚ يُدَبِّرُ الْأَمْرَ يُفَصِّلُ الْآيَاتِ لَعَلَّكُمْ بِلِقَاءِ رَبِّكُمْ تُوقِنُونَ

Artinya: “Allah-lah Yang meninggikan langit tanpa tiang (sebagaimana) yang kamu lihat, kemudian Dia bersemayam di atas ´Arasy, dan menundukkan matahari dan bulan. Masing-masing beredar hingga waktu yang ditentukan. Allah mengatur urusan (makhluk-Nya), menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya), supaya kamu meyakini pertemuan(mu) dengan Tuhanmu.” (QS:Ar-Ra’d | Ayat: 2)

Disebutkan juga dalam QS. Luqman | Ayat: 10

خَلَقَ السَّمَاوَاتِ بِغَيْرِ عَمَدٍ تَرَوْنَهَا ۖ وَأَلْقَىٰ فِي الْأَرْضِ رَوَاسِيَ أَنْ تَمِيدَ بِكُمْ وَبَثَّ فِيهَا مِنْ كُلِّ دَابَّةٍ ۚ وَأَنْزَلْنَا مِنَ السَّمَاءِ مَاءً فَأَنْبَتْنَا فِيهَا مِنْ كُلِّ زَوْجٍ كَرِيمٍ

Artinya: Dia menciptakan langit tanpa tiang yang kamu melihatnya dan Dia meletakkan gunung-gunung (di permukaan) bumi supaya bumi itu tidak menggoyangkan kamu; dan memperkembang biakkan padanya segala macam jenis binatang. Dan Kami turunkan air hujan dari langit, lalu Kami tumbuhkan padanya segala macam tumbuh-tumbuhan yang baik.

Tujuh langit berlapis-lapis atau bertingkat-tingkat jangan dipahami adanya lapisan-lapisan langit. Tujuh langit bermakna jumlah yang sangat banyak, tak terhingga, benda-benda langit di jagat raya. Berlapis-lapis atau bertingkat-tingkat bermakna jaraknya yang berbeda-beda, ada yang dekat (masih di lingkungan bumi dan tata surya, termasuk atmosfer bumi) dan ada yang jauh. Semua nampak sederhana, namun Allah menunjukkan kekuasaannya yang luar biasa.[14]

Kemudian, Dia menyebutkan bukti-bukti ilmu pengetahuan-Nya. Dia berfirman :

مَا تَرَىٰ فِي خَلْقِ الرَّحْمَٰنِ مِنْ تَفَاوُتٍ ۖ فَارْجِعِ الْبَصَرَ هَلْ تَرَىٰ مِنْ فُطُورٍ

Wahai orang yang melihat, engkau tidak akan melihat kekacauan dan ketidak seimbangan, sehingga tidak ada satu pun dari ciptaan-Nya yang melampaui batas yang telah ditentukan bagi-Nya, baik dengan menambah maupun mengurangi. Hal ini sesuai dengan QS. Al-A’la: 2-3 dan QS. Yasiin: 38-40, setiap sesuatu selain Allah itu mempunyai ukuranya masing-masing. Jika suatu ciptaan melanggar hukumnya dan melampaui ukurannya, maka alam semesta menjadi kacau.[15] Allah menyuruh kita untuk terus melihat dan memperhatikannya, sehingga jelas dan tidak ada lagi keraguan dalam membuktikan keserasian dan keselamatan dari kekacauan dan keretakan di antara semua itu.

فِي خَلْقِ الرَّحْمَٰنِ مِنْ تَفَاوُتٍ

Tidak dikatakan فيها , karena untuk mengagungkan ciptaan-ciptaan itu, dan untuk memperingatkan sebab keselamatannya dari kekacauan dan keretakan, di samping semua itu adalah ciptaan Ar-Rahman. Ar-Rahman telah menciptakan semua itu dengan cemerlang qudrah-Nya dan keluasan rahmat-Nya, merata sebagai karunia dan kemurahan-Nya di seluruh alam semesta.[16]

سَنُرِيهِمْ آيَاتِنَا فِي الْآفَاقِ وَفِي أَنْفُسِهِمْ حَتَّىٰ يَتَبَيَّنَ لَهُمْ أَنَّهُ الْحَقُّ ۗ أَوَلَمْ يَكْفِ بِرَبِّكَ أَنَّهُ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ شَهِيدٌ

Artinya: “Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kekuasaan) Kami di segala wilayah bumi dan pada diri mereka sendiri, hingga jelas bagi mereka bahwa Al Quran itu adalah benar. Tiadakah cukup bahwa sesungguhnya Tuhanmu menjadi saksi atas segala sesuatu?”

Ayat di atas menjelaskan bahwa orang musyrik ragu-ragu kepada Al-Qur’an dan Rasulullah. Mereka akan melihat dengan mata kepala mereka bukti-bukti kebenaran ayat-ayat Allah SWT di segala penjuru dunia dan pada diri mereka sendiri. Sebagaimana janji Allah akan memperlihatkan kepada mereka peristiwa-peristiwa yang Kami timbulkan di negeri-negeri sekitar Makkah dan di Makkah sendiri lewat kedua tangan Nabi Kami, dan lewat kedua tangan para Khalifah-Nya dan para sahabatnya.[17]

Mereka melihat dan menyaksikan sendiri kaum muslimin dalam keadaan lemah dan tertindas selama berada di Makkah, kemudian Rasulullah dan para sahabat hijrah ke Madinah meninggalkan kempung halaman yang mereka cintai. Rasulullah selama di Madinah bersama kaum Muhajirin dan Anshorin membentuk dan membina masyarakat Islam. Masyarakat baru itu semakin lama semakin kuat dan berkembang. Hal ini dirasakan oleh kaum musyrik di Makkah, karena itu mereka pun selalu berusaha agar kekuatan baru itu dapat segera dipatahkan. Kekuatan Islam dan kaum muslimin pertama kali dirasakan oleh kaum musyrik adalah ketika perang Badar dan kemudian ketika mereka mencerai-beraikan dalam perang Khandaq. Yang terakhir ialah pada waktu Rasulullah dan kaum muslimin menaklukkan kota Makkah tanpa perlawanan dari orang-orang musyrik. Akhirnya mereka menyaksikan manusia berbondong-bondong masuk Islam, termasuk orang-orang musyrik, keluarga, dan teman mereka sendiri. Semua itu merupakan bukti-bukti kebenaran ayat Allah SWT.

Quraish Shihab mengutip pernyataan Sayyid Quthub, bahwa Allah telah membuktikan kebenaran janji-Nya. Allah telah mengungkap buat manusia ayat-ayat-Nya di ufuk sepanjang empat belas abad sejak penyampaian janji ini, dan sampai kini masih saja Allah mengungkapkannya karena setiap saat lahir suatu penemuan hakikat baru yang belum dikenal sebelumnya. Demikian Sayyid Quthub yang lebih jauh mengungkap sedikit dari penemuan-penemuan menyangkut alam.[18]

أَوَلَمْ يَكْفِ بِرَبِّكَ أَنَّهُ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ شَهِيدٌ

Allah SWT menegaskan dalam firman tersebut شَهِيدٌ, dapat dipahami sebagai pelaku, bahwa Dia menyaksikan segala perilaku hamba-hambaNya, baik berupa perkataan, perbuatan, atau tingkah laku dan Dia Maha Mengetahui segala isi hati manusia. Dapat pula sebagai objek yakni Allah Maha Disaksikan kapan, di manapun dan kapanpun mata kita memandang atau pikiran kita tertuju, maka di sanalah kita menemukan bukti tentang wujud dan ke-Esa-an-Nya.[19]

Banyak orang yang mengatakan bahwa dengan mempelajari alam, termasuk diri kita sendiri, dapat membawa kepada pemahaman tantang adanya Tuhan. Alam adalah buku yang menanti untuk dipalajari. Akan tetapi, harapan Tuhan dalam menurunkan ayat di atas tidak selalu dipahami manusia. QS. Yunus: 101 adalah salah satu diantara banyak ayat yang memberitahu kita bahwa hanya ilmuwan yang memiliki keimananlah yang dapat memahami Tuhan dengan mempelajari alam.

الَّذِينَ يَذْكُرُونَ اللَّهَ قِيَامًا وَقُعُودًا وَعَلَىٰ جُنُوبِهِمْ وَيَتَفَكَّرُونَ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ رَبَّنَا مَا خَلَقْتَ هَٰذَا بَاطِلًا سُبْحَانَكَ فَقِنَا عَذَابَ النَّارِ

Artinya: “(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): “Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka.”

Ayat di atas menjelaskan tentang ciri-ciri orang berakal.[20] Yaitu, orang yang senantiasa mengingat Allah,[21] berusaha mematuhi segala perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Di setiap aktivitasnya, baik saat ia berdiri, berjalan, berlari, duduk, berbaring, tiduran atau bahkan saat tidak melakukan apa-apa. Selalu tenggalam dalam kesibukan mengoreksi diri secara sadar bahwa Allah selalu mengawasi makhluk-Nya.

Hal tersebut masih belum cukup untuk menjamin hadirnya hidayah. Tetapi perlu diimbangi dengan memikirkan keindahan ciptaan dan rahasia-rahasia ciptaan-Nya.                                                  وَيَتَفَكَّرُونَ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ

Mereka mau memikirkan tentang kejadian langit dan bumi beserta rahasia-rahasia dan manfaat-manfaat yang terkandung di dalamnya yang menunjukkan pada ilmu yang sempurna, hikmah yang tinggi, dan kemampuan yang utuh.[22]

رَبَّنَا مَا خَلَقْتَ هَٰذَا بَاطِلًا سُبْحَانَكَ

Orang mukmin yang mau menggunakan akal pikirannya, selalu menghadap Allah dengan doa dan ibtihal semacam ini. Tuhan kami, tidak sekali-kali Engkau menciptakan alam yang di atas dan yang di bumi yang kami saksikan tanpa arti, dan Engkau tidak menciptakan semuanya dengan sia-sia. Maha suci Engkau dari segala yang tidak berarti dan sia-sia.[23] Semua ciptaan Allah tidak sia-sia, semua bermanfaat bagi kehidupan manusia.

Sesudah ia melihat bukti-bukti yang menunjukkan kepada keindahan hikmah, ia pun luas pengetahuannya tentang detail-detail alam semesta yang menghubungkan manusia dengan tuhannya.                                                                                                  فَقِنَا عَذَابَ النَّارِ

Seraya memohon pertolongan Allah agar bisa melakukan amal saleh melalui pemahaman tentang bukti-bukti alam semesta, sehingga terpelihara dari siksaan neraka.[24]

DAFTAR PUSTAKA

Al-Maraghiy, Ahmad Mushthafa, Tafsir Al-Maraghiy, Semarang: PT Karya Toha Putra, 1993.

Al-Maraghiy, Ahmad Mushthafa, Tafsir al-Maraghiy, Semarang: Thoha Putra, 1989.

Al-Mubarakfuri, Syaikh Shafiyyurrahman, Shahih Ibnu Katsir Jilid 6, Jakarta, Pustaka Ibnu Katsir, 2010.

Kementrian Agama RI, Penciptaan Bumi dalam Prespektif Al-Qur’an dan Sains (Tafsir ‘Ilmi), Jakarta: Kementrian Agama RI, 2012.

Purwanto, Agus, Ayat-ayat Semesta Sisi-sisi Al-Qur’an yang Terlupakan, Bandung: Mizan Pustaka, 2008.

Rahman, Fadzlur, Tema Pokok Al-Qur’an, diterjemahkan oleh Anas Mahyuddin dari “Major Themes of the Qur’an”, Bandung: PUSTAKA, 1996.

Shihab, M. Quraish, Membumikan Al-Qur’an, Bandung: MIZAN, 2013.

Shihab, M. Quraish, Tafsir Al-Mishbah, Jakarta: Lentera Hati, 2002.

[1] Jumlah ini adalah yang paling populer di samping jumlah 6666 ayat. Tapi masih ada pendapat-pendapat lain. Lihat M. Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur’an (Bandung: MIZAN. 2013)

[2] Agus Purwanto, Ayat-ayat Semesta Sisi-sisi Al-Qur’an yang Terlupakan (Bandung: Mizan Pustaka. 2008), hlm.24

[3] Ahmad Mushthafa al-Maraghiy, Tafsir Al-Maraghiy Juz XVII (Semarang: PT Karya Toha Putra. 1993), hlm 23

[4] Kementrian Agama RI, Penciptaan Bumi dalam Prespektif Al-Qur’an dan Sains (Tafsir ‘Ilmi) (Jakarta: Kementrian Agama RI. 2012), hlm. 84

[5] M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah vol. 8 (Jakarta: Lentera Hati. 2002), hal. 442

[6] رَتْقًا adalah bentuk masdar dari kata kerja رَتَقَ-يَرْتُقُ-رَتْقاً artinya menyatu atau bergabung, baik secara ciptaan maupun secara buatan. Sedangkan فَفَتَقْناَ هُماَ terambil dari kata فَتَقَ yang berarti terbelah/terpisah. Yaitu pemisahan dua perkara yang melekat.

[7] Syaikh Shafiyyurrahman al-Mubarakfuri, Shahih Ibnu Katsir Jilid 6(Jakarta, Pustaka Ibnu Katsir, 2010), hal. 21

[8] M. Quraish Shihab, op. cit., hal. 443

[9] Kementrian Agama RI, op. cit.,

[10] Ahmad Mushthafa al-Maraghiy, op. cit., hlm. 40-41

[11] M. Quraish Shihab, loc. cit., hlm. 445

[12] Kementrian Agama RI, loc. cit.,

[13] Ahmad Mushthafa al-Maraghiy, Tafsir al-Maraghi juz XXIX (Semarang: Thoha Putra. 1989), hal. 6

[14] Kementrian Agama RI, op. cit., hlm. 6

[15] Fadzlur Rahman, Tema Pokok Al-Qur’an, diterjemahkan oleh Anas Mahyuddin dari “Major Themes of the Qur’an” (Bandung: PUSTAKA. 1996), hlm. 98

[16] Ahmad Mushthafa Al-Maraghiy. op. cit, hlm. 8

[17] Ahmad Musthafa Al-Maraghiy, Tafsir Al-Maraghiy juz XXV (Semarang: Toha Putra. 1989), hal. 13

[18] M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah vol. 12 (Jakarta: Lentera Hati. 2002), hal. 440-441

[19] Ibid.,hlm. 441

[20] Kementrian Agama RI, loc. cit., hlm. 9

[21]Dzikir disini hanyalah mengenai makhluk Allah dan larangan memikirkan dzat-Nya, karena mustahil seseorang akan bisa sampai pada hakikat Dzat sifat-sifat-Nya. Al-Ashbahani dari Abdullah bin salam, bahwa Rasulullah SAW pernah pergi keluar bersama sahabatnya, sedangkan waktu itu mereka sedang bertafakkur. Kemudian Rasulullah bersabda:                                                                                        تَفَكَّرُوْا فِى الْخَلْقِ اللّه وَلاَ تَتَفَكَّرُوْا فِى الْخاَلِقِ

“Pikirkanlah oleh kalian tentang makhluk, dan janganlah sekali-kali kalian memikirkan Allah SWT” lihat, Ahmad Musthafa Al-Maraghiy, Tafsir Al-Maraghiy juz IV (Semarang: Toha Putra. 1989), hal. 292

[22] Ahmad Musthafa Al-Maraghiy, op.cit., hal. 291

[23] Ibid., hlm. 292-293

[24] Ibid.