Untuk mempersatukan Gereja di indonesia yang diperlukan adalah
Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia, disingkat PGI (bahasa Inggris: Council of Churches in Indonesia (CCI); dulu disebut "Dewan Gereja-Gereja di Indonesia" - DGI[1]), didirikan pada 25 Mei 1950 di Jakarta sebagai perwujudan dari kerinduan umat Kristen di Indonesia untuk mempersatukan kembali Gereja sebagai Tubuh Kristus yang terpecah-pecah. Oleh karena itu, PGI menyatakan bahwa tujuan pembentukannya adalah "Mewujudkan Gereja Kristen Yang Esa di Indonesia."
Jumlah anggota Ketua Umum Sekretaris Umum Telepon Posel Nama sebelumnya Pada tanggal 6-13 November 1949 diadakan: ‘Konferensi Persiapan Dewan Gereja-Gereja di Indonesia.” Seperti diketahui sebelum Perang Dunia II telah diupayakan mendirikan suatu Dewan yang membawahi pekerjaan Zending; namun karena pecahnya PD II maksud tersebut diundur. Setelah PD II berdirilah tiga buah Dewan Daerah, yaitu: “Dewan Permusyawaratan Gereja-Gereja di Indonesia, berpusat di Yogyakarta (Mei 1946) ; “Majelis Usaha bersama Gereja-Gereja di Indonesia bagian Timur”, berpusat di Makasar (9 Maret 1947) dan “Majelis Gereja-Gereja bagian Sumatra” (awal tahun 1949), di Medan.
Ketiga dewan daerah ini didirikan dengan maksud membentuk satu Dewan Gereja-Gereja di Indonesia, yang melingkupi ketiga dewan tersebut. Pada tanggal 21-28 Mei 1950 diadakan Konferensi Pembentukan Dewan Gereja-Gereja di Indonesia (DGI), bertempat di Sekolah Theologia Tinggi (sekarang Sekolah Tinggi Teologi Jakarta). Hadir dalam konferensi tersebut adalah:
Manifes Pembentukan DGISalah satu agenda dalam konferensi tersebut adalah pembahasan tentang Anggaran Dasar DGI. Pada tanggal 25 Mei 1950, Anggaran Dasar DGI disetujui oleh peserta konferensi dan tanggal tersebut ditetapkan sebagai tanggal berdirinya Dewan Gereja-Gereja di Indonesia (DGI) dalam sebuah naskah “Manifes Pembentoekan DGI”: Naskah versi asli:
Naskah versi EYD:
Demikianlah DGI telah menjadi wadah berhimpun Gereja-Gereja di Indonesia. Anggotanya pun semakin bertambah dari waktu ke waktu. Dengan makin berkembangnya jumlah anggota, maka makin menunjukkan semangat kebersamaan untuk menyatu dalam gerakan oikoumene di Indonesia. Dalam wadah PGI, gereja-gereja di Indonesia yang memiliki keragaman latar belakang teologis, denominasi, suku, ras, tradisi budaya dan tradisi gerejawi, tidak lagi dilihat dalam kerangka perbedaan yang memisahkan, melainkan diterima sebagai harta yang berharga dalam memperkaya kehidupan gereja-gereja sebagai Tubuh Kristus. Seiring dengan perkembangan dan semangat kebersamaan itu pulalah yang turut mendasari perubahan nama “Dewan Gereja-Gereja di Indonesia” menjadi “Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia” sebagaimana diputuskan pada Sidang Raya X di Ambon tahun 1984. Perubahan nama itu terjadi atas pertimbangan: “bahwa persekutuan lebih bersifat gerejawi dibanding dengan perkataan dewan, sebab dewan lebih mengesankan kepelbagaian dalam kebersamaan antara gereja-gereja anggota, sedangkan persekutuan lebih menunjukkan keterikatan lahir-batin antara gereja-gereja dalam proses menuju keesaan". Dengan demikian, pergantian nama itu mengandung perubahan makna. Persekutuan merupakan istilah Alkitab yang menyentuh segi eksistensial, internal dan spiritual dari kebersamaan umat Kristiani yang satu. Sesuai dengan pengakuan PGI bahwa Yesus Kristus adalah Tuhan dan Juruselamat dunia serta Kepala Gereja, sumber Kebenaran dan Hidup, yang menghimpun dan menumbuhkan gereja sesuai dengan Firman Allah, maka sejak berdirinya PGI, gereja-gereja berkomitmen untuk menyatakan satu gereja yang esa di Indonesia. Keesaan itu ditunjukkan melalui kebersamaan dalam kesaksian dan pelayanan, persekutuan, saling menolong dan membantu. Oleh karena itu PGI tidaklah bermaksud untuk menyeragamkan gereja-gereja di Indonesia, dan PGI juga bukanlah hendak menjadi suatu super church yang mendominasi gereja-gereja anggota, melainkan keesaan yang dimaksud adalah keesaan dalam tindakan, artinya keesaan yang makin lama makin bertumbuh dan berkembang ketika melakukan kegiatan-kegiatan bersama dalam visi dan misi bersama. Sampai pada tahun 2009, PGI telah menghimpun 88 gereja anggota dan lebih dari 15 juta anggota jemaat yang tersebar dari Merauke – Sabang dan dari Rote – Talaud. Keanggotaan PGI mewakili 80 persen umat Kristen di Indonesia. Dengan lambang “oikoumene” gereja-gereja anggota PGI optimistis berkarya dan melayani di Indonesia dan dunia. Di samping merekatkan hubungan di antara gereja-gereja anggotanya, PGI juga terpanggil untuk bekerjasama dan membangun kemitraan dengan gereja-gereja dan lembaga oikoumene lainnya, dan antaragama, baik tingkat nasional maupun internasional. Hubungan kemitraan ini dimaksudkan untuk menciptakan kerukunan umat beragama serta kesejahteraan manusia di Indonesia pada khususnya dan dunia pada umumnya. PGI berusaha terus mengembangkan persatuan atau keesaan di kalangan gereja-gereja di Indonesia. Oleh karena itu, pada Sidang Raya XII PGI di Jayapura tanggal 21-30 Oktober 1994, disahkanlah Lima Dokumen Keesaan Gereja (LDKG). Perumusan dan pengesahan LDKG ini merupakan bentuk dari kesadaran bersama gereja-gereja untuk menggumuli dan menyepakati bersama hal-hal pokok yang saling berkaitan. Kelima dokumen tersebut adalah sebagai berikut:
Kegiatan sehari-hari PGI ditangani oleh Majelis Pekerja Harian yang terdiri atas Ketua Umum, beberapa ketua, Sekretaris Umum, Wakil Sekretaris Umum, Bendahara, dan Wakil Bendahara, serta sejumlah anggota. Roda organisasi juga dibantu oleh Badan Pemeriksa Perbendaharaan (BPP) dan Majelis Pertimbangan (MP). Pada Sidang Raya XVI PGI di Nias pada 11-17 November 2014, PGI mencatat sejarah baru dengan memilih seorang perempuan untuk menjabat Ketua Umum PGI periode 2014-2019 yakni Pdt. Dr. Henriette Tabita Hutabarat-Lebang dari Gereja Toraja, sementara jabatan Sekretaris Umum dipegang oleh Pdt. Gomar Gultom, M.Th. dari Huria Kristen Batak Protestan (HKBP).[2] Jabatan Ketua Umum PGI untuk periode 2019-2024 dipegang oleh Pdt. Gomar Gultom, M.Th. dari Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) dan Sekretaris Umum dijabat oleh Pdt. Jacklevyn Frits Manuputty dari GPM.[3] Dalam menjalankan roda organisasinya, MPH PGI dibantu oleh sejumlah Bidang dan Biro, yaitu Bidang Keesaan dan Pembaharuan Gereja (Koinonia), Bidang Keadilan dan Perdamaian (Koinonia), dan Bidang Kesaksian dan Keutuhan Ciptaan (Marturia). Adapun biro yang membantu adalah Biro Perempuan dan Anak, Biro Pemuda dan Remaja, dan Biro Penelitian dan Pengembangan (Litbang), serta Biro Hubungan Masyarakat (Humas). Dalam pergerakan ekumenis, PGI juga dibantu oleh Yayasan Komunikasi Masyarakat (Yakoma), yang membantu PGI dalam hal publikasi, media, dan pengembangan sumber teknologi. PGI mempunyai dua jenis anggota, yaitu Sinode-sinode Gereja dan PGI Wilayah Sinode Gereja-Gereja Anggota PGISaat ini terdapat 95 sinode gereja (yang terus bertambah) di bawah PGI, yang berkembang dari 26[4][5][6][7]
PGI WilayahSaat ini terdapat 27 Majelis Pekerja Harian (Cabang) PGI Wilayah[8]
Selain menjadi wadah nasional Gereja-Gereja di Indonesia, PGI juga menjadi anggota Dewan Gereja-Gereja Asia (CCA) dan Dewan Gereja-Gereja Sedunia (WCC) Syarat-syarat KeanggotaanBerikut adalah syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk menjadi Anggota PGI:
Ketua Umum: Pdt. Gomar Gultom, M.Th. (HKBP) Ketua:
Sekretaris Umum: Pdt. Jackvelyn Frits Manuputty, S.Th., S.Fil., M.A. (GPM) Wakil Sekretaris Umum: Pdt. Krise Anki Rotti–Gosal, S.Th. (GMIM) Bendahara Umum: Pdt. Dr. Jacub Sutisna (GBIS) Wakil Bendahara Umum: Drs. Arie Moningka (Gereja Kemah Injil Indonesia) Anggota:
BPP MPH PGIKetua: Pdt. Kumala Setiabrata, M.Th. (Gereja Kristus) Sekretaris: St. Gonti Manalu (HKI) Anggota: Pnt. Katarina Tombi, S.E. (Gereja Toraja) Majelis Pertimbangan PGIKetua: Pdt. Dr. Henriette Tabita Hutabarat-Lebang, M.A. (Gereja Toraja) Wakil Ketua: Pdt. Andrikus Mofu, M.Th. (GKI Tanah Papua) Sekretaris: Pdt. Dr. Zakaria Jusuf Ngelow (GKSS) Anggota:
Diperoleh dari "https://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Persekutuan_Gereja-Gereja_di_Indonesia&oldid=20971717" |