Vaksin meningitis yang tidak mendapatkan sertifikasi halal dari mui adalah

Hi farmasetikers!
Kini telah bertambah produk vaksin yang dinyatakan halal oleh Majelis Ulama Indonesia yakni Vaksin BCG. Sebelumnya, vaksin meningitis dan influenza telah dinyatakan halal.

Alhamdulilah, Vaksin BCG Kini Kantongi Sertifikasi Halal MUI

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Vaksin Bacillus Calmette–Guérin [BCG] produksi Badan Usaha Milik Negara [BUMN] penghasil vaksin Bio Farma resmi mengantongi sertifikasi halal dari Majelis Ulama Indonesia [MUI]. Sertifikat halal tersebut diperoleh per 18 April 2019.

Sekretaris Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia [MUI], Asrorun Niam Sholeh mengatakan, sebelumnya Kementerian Kesehatan [Kemenkes] mendorong Bio Farma mengajukan sertifikasi. Akhirnya lembaga tersebut mengajukan proses sertifikasi halal vaksin BCG.

“Kemudian per 18 April 2019 atau sehari setelah Pemilu 2019, MUI sudah melakukan pembahasan dan menetapkan fatwa halal vaksin BCG dari Bio Farma,” ujarnya saat berbicara di Peringatan dan pelaksanaan PID di Indonesia tahun 2019 bertema ‘Imunisasi Lengkap Indonesia Sehat’, di Kementerian Kesehatan, di Jakarta, Selasa [23/4].

Ia mengakui, pengajuan sertifikasi halal vaksin ini membutuhkan waktu. Karena pihak Bio Farma baru mengajukan sertifikasi pada pihaknya.

Sementara itu, Direktur Jenderal [Dirjen] Pencegahan dan Pengendalian Penyakit [P2P] Kemenkes Anung Sugihantono bersyukur, sertifikasi halal vaksin ini akhirnya keluar setelah melewati proses yang sangat panjang. “Ini menjadi keberhasilan dari sisi teknologi dan manajemen,” katanya.

Dengan terjaminnya kehalalan vaksin ini, ia optimistis anak-anak Indonesia sebagai calon generasi bangsa bisa terlindung. Tak hanya itu, ia berkomitmen vaksin-vaksin lain juga secara bertahap mendapatkan sertifikasi halal dari MUI.

Sementara itu, Sekretaris Satuan Tugas [satgas] Imunisasi IDAI Soedjatmiko menambahkan, imunisasi terbukti penting, bermanfaat, dan aman. “Termasuk imunisasi BCG yang bermanfaat untuk mencegah penyakit tuberkulosis [TB] otak dan paru yang menyebabkan kematian pada bayi dan remaja,” ujarnya.

Karena itu, ia menyebut negara-negara lain telah menerapkan imunisasi ini pada warganya. Tak sekadar memberikan imunisasi, ia menyebut lembaga pengawas juga memantau penggunaan imunisasi kemudian melaporkan kepada pemangku kepentingan.

“Sementara di Indonesia, Badan Pengawas Obat dan Makanan [BPOM] yang mengawasi vaksin ini kemudian melaporkannya,” ujarnya.

Sumber : republika.co.id

MUI: Baru Ada 3 Vaksin Halal di Indonesia

Jakarta – Kontroversi soal halal dan haram vaksin masih terjadi di Indonesia. Majelis Ulama Indonesia [MUI] sendiri memastikan bahwa saat ini, baru ada tiga vaksin yang mempunyai sertifikat halal dari MUI.

Dua dari tiga vaksin tersebut adalah vaksin meningitis ‎Menveo Meningococcal buatan Novartis dan Mevac ACYW135 buatan Tianyuan. Sedangkan satu sisanya merupakan vaksin diare untuk balita dengan merek Rotarix buatan pabrik obat GSK.

Anggota komisi fatwa MUI, Dr Hamdan Rasyid, MA, memastikan bahwa baru tiga vaksin itu saja yang mempunyai label halal. Sementara vaksin-vaksin lainnya yang ada di Indonesia belum memiliki sertifikat tersebut.

“Iya baru tiga itu saja,” ujarnya singkat saat ditemui detikHealth usai temu media soal perkembangan imunisasi di Indonesia, di Departemen Parasitologi FK UI, Jl Salemba Raya, Jakarta Timur, Rabu [4/4/2015].

Hamdan mengatakan bahwa sesuai dengan UU nomoe 23 tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal, seluruh produk makanan, minuman, obat, pakaian dan lain lain yang berhubungan dengan masyarakat harus mempunyai sertifikat‎ halal. Karena itu sudah sepatutnya seluruh produsen obat mendaftarkan produk mereka untuk diteliti halal dan haramnya oleh LP-POM.

Sehingga, sedikitnya vaksin yang memiliki sertifikat halal bukan dikarenakan MUI tidak mau memberikan sertifikat tersebut, melainkan produsen obat yang belum atau menunda pendaftaran produk untuk dikaji lebih dalam oleh MUI.

“Ya kan kita menunggu. Kalau produsennya tidak mendaftarkan tentunya kita nggak bisa tiba-tiba kasih dia sertifikat halal. Karena harus diteliti lebih dalam oleh LP-POM MUI,” tegasnya.

Prosesnya pun tidak lama, hanya memakan waktu kurang lebih satu bulan. Karena itu ia menyarankan agar para produsen obat segera mendaftarkan obat mereka ke LP-POM MUI.

“Sesuai dengan UU 33 tahun 2014 tentang jaminan produk halal tadi, seharusnya memang semua obat mendapat sertifikat halal. Kalau nggak ada sertifikatnya nanti masyarakat bisa ragu dan akhirnya menghambat program imunisasi sendiri,” tandasnya lagi.

Pria yang juga dosen di Universitas Islam Jakarta tersebut kembali menegaskan bahwa agama Islam mewajibkan imunisasi sebagai bentuk menjaga kesehatan dan pencegahan penyakit. Namun yang harus diperhatikan adalah apakah vaksin untuk imunisasi tersebut menggunakan zat haram atau minimal pernah bersinggungan‎ dengan zat haram.

‎”Kalau pernah bersinggungan dengan enzim babi berarti haram. Tapi kalau memang belum ditemukan vaksin lain untuk penyakit itu, maka ini berarti kondisi darurat dan mengancam nyawa, sehingga untuk sementara hukumnya halal,” ‎tutupnya.

Daftar Vaksin Bersertifikat Halal MUI

HALALCORNER.ID, Jakarta. Obat-obatan, termasuk vaksin memang masih sedikit yang bersertifikat halal. Namun begitu, terdapat beberapa vaksin yang telah disertifikasi halal oleh LPPOM MUI, antara lain :

Vaksin Meningitis

Formenin [meningococcal polysaccharide vaccine], Yuxi Walvax Biotechnology co ltd [Produsen],

Menveo [meningococcal conjugate vaccine], Smethkline Beecham Pharmaceuticals PT [Produsen]

Vaksin Influenza

Spit Virion [Inactivated Influenza Vaccine], Hualan Biological Bacterin co ltd.

Selain daftar diatas belum ada bersertifikat halal oleh LPPOM MUI. semoga kedepannya industri farmasi lebih mengedepankan aspek halal yang sering dipertanyakan masyarakat.

Sumber ; halalcorner.id

WAKIL Presiden Ma’ruf Amin mengatakan vaksin yang tidak berlabel halal bisa digunakan oleh masyarakat, namun harus mendapatkan ketetapan dari Majelis Ulama Indonesia [MUI].

“Andai kata suatu ketika itu ternyata belum ada yang halal, maka bisa digunakan walau tidak halal secara darurat tetapi dengan penetapan oleh lembaga. Bahwa iya ini boleh digunakan karena keadaannya darurat, itu harus ada ketetapan yang dikeluarkan oleh MUI,” kata Ma’ruf Amin dalam Dialog bersama Reisa Broto Asmoro yang disiarkan dalam akun media sosial Sekretariat Presiden, Jumat sore.

Ma’ruf menyinggung ketika vaksin meningitis pada tahun 2010 tersedia di Indonesia belum mendapatkan sertifikasi kehalalan.

Baca juga: Vaksin Merah Putih Jadi Prioritas pada 2022

Saat itu, MUI menetapkan keputusan haram terhadap vaksin meningitis buatan Glaxo Smith Kline dari Belgia.

“Seperti [vaksin] meningitis itu ternyata belum ada yang halal, tetapi kalau itu tidak ada atau kalau tidak digunakan vaksin akan timbul kebahayaan akan timbulkan penyakit berkepanjangan, maka bisa digunakan secara darurat,” tambahnya.

Apabila ketika nanti dilakukan sertifikasi oleh MUI, vaksin COVID-19 dinyatakan halal, maka hal itu tidak akan menimbulkan persoalan, tambah Ma’ruf.

“Kalau soal kehalalan itu, apabila itu halal itu tidak akan menjadi masalah, tetapi harus ada sertifikatnya oleh lembaga yang memiliki otoritas dalam hal ini MUI,” ujarnya.

Tim dari MUI akan ikut bersama tim dari Pemerintah ke China untuk melakukan audit kehalalan vaksin COVID-19 buatan Sinovac.

Sebelumnya, Ma’ruf Amin melalui Juru Bicara Wapres Masduki Baidlowi mengatakan bahwa proses sertifikasi halal tidak akan menghambat proses pendistribusian vaksin COVID-19 kepada masyarakat di Indonesia.

"Itu tidak akan menjadi hambatan apa-apa, karena kalau halal alhamdulillah, prosesnya akan begitu saja nggak ada problem apa-apa. Tapi, kalau misalnya nggak halal pun juga nggak masalah, karena kondisi darurat sehingga diperbolehkan," tegas Masduki yang juga Ketua Bidang Informasi dan Komunikasi MUI.

Rencana keterlibatan tim dari MUI tersebut sudah disampaikan Wakil Presiden Ma'ruf Amin kepada Menteri Koordinator bidang Maritim dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan, selaku koordinator penanganan COVID-19 di Indonesia.[Ant/OL-4]

Sejumlah Calon Jemaah Haji [CJH] yang sudah mendapatkan vaksin meningitis dipastikan belum bisa berangkat ke tanah suci sebelum mendapatkan stempel resmi dari kantor kesehatan pelabuhan Probolinggo, sebagai bukti bahwa mereka benar-benar sudah di-vaksin.

Didik Djumanto, Kasi Pemberantasan Penyakit [P2] Dinas Kesehatan daerah Kota Blitar, saat dikonfirmasi di sela-sela kesibukannya Selasa [21/9] siang menjelaskan, imunisasi meningitis diberikan untuk mencegah penularan kerusakan selaput otak saat melakukan ibadah haji di tanah suci. Karena jika sampai terjangkit virus meningokokus, CJH bersangkutan bisa mengalami kelumpuhan bahkan sampai kematian.

Menurut Didik, setelah mendapat bukti imunisasi meningitis berupa tanda tangan petugas di buku kesehatan, CJH bersangkutan masih belum dipastikan bisa berangkat ke tanah suci, melainkan harus mendapatkan stempel resmi dari Kantor Kesehatan Pelabuhan [KKP]. Kota Blitar berada di bawah naungan KKP Probolinggo.

Hal itu dibenarkan Dr. Bambang Budiharto, kepala KKP Probolinggo. Pihaknya akan membubuhkan stempel jika CJH bersangkutan benar-benar telah mendapatkan vaksinasi meningitis. Selain juga isi dari buku kesehatan masing-masing CJH telah sempurna.

Sementara di sisi lain, Dra.Tutik F. Msi, MM, salah seorang CJH yang beralamat di Jl. Riau Kecamatan Sananwetan Kota Blitar mengaku sempat was-was ketika harus mendapatkan vaksinasi. Pasalnya, beberapa tahun sebelumnya masih muncul pro-kontra perihal kehalalan vaksin meningitis. Namun seiring dikeluarkannya sertifikat halal oleh MUI, ia menjadi lega.

Tahun ini, CJH di Kota Blitar sebanyak 160 orang. 62 orang diantaranya tercatat sebagai warga Kecamatan Sukorejo, 56 orang dari Kecamatan Sananwetan, serta 42 orang lainnya dari Kecamatan Kepanjenkidul.[ram]

Video yang berhubungan

Bài Viết Liên Quan

Bài mới nhất

Chủ Đề