Wali songo yang menjabat sebagai panglima perang kesultanan Demak adalah

Sunan Kudus dilahirkan dengan nama Jaffar Shadiq. Dia adalah putra dari pasangan Sunan Ngudung, adalah panglima perang Kesultanan Demak, dan Syarifah, adik dari Sunan Bonang. Sunan Kudus diperkirakan wafat pada tahun 1550.

ilustrasi Sunan Kudus

Sunan Kudus pernah menjabat juga sebagai panglima perang Kesultanan Demak, dan dalam masa pemerintahan Sunan Prawoto, dia ikut bertempur melawan Arya Penangsang.

Pada tahun 1530, Sunan Kudus mendirikan sebuah mesjid di desa Kerjasan, Kudus Kulon, yang kini terkenal dengan nama Masjid Kudus.

Rencana biografi berkaitan orang Indonesia ini ialah rencana tunas. Anda boleh membantu Wikipedia dengan mengembangkannya.

  • l
  • b
  • s

Diambil daripada "//ms.wikipedia.org/w/index.php?title=Sunan_Kudus&oldid=5439228"

Sunan Kudus adalah ulama yang dimasukkan dalam daftar Wali Songo. Nama lahirnya adalah Ja'far Shodiq. Ia adalah putra Sayyid Utsman Haji[1] dengan Siti Syari'ah [Putri Sunan Ampel].

Sunan Kudus

Kaligrafi Sunan Kudus

Data pribadiLahir

Ja'far Ṣadiq


Kudus, MajapahitWafat1550

Kudus, masa Kesultanan Demak

AgamaIslamPasangan

  • Dewi Ruhil
  • Putri Pangeran Pecat Tandha Terung

Anak

  • Amir Hasan
  • Nyi Ageng Pembayun
  • Panembahan Palembang
  • Panembahan Mekaos Honggokusumo
  • Panembahan Qodhi
  • Panembahan Karimun
  • Panembahan Joko
  • Ratu Pakojo
  • Prodobinabar

Orang tua

  • Sunan Ngudung [ayah]
  • Siti Syari'ah [ibu]

DenominasiSunniDikenal sebagaiWali Sanga

Pada tahun 1530, Sunan Kudus mendirikan sebuah mesjid di desa Kerjasan, Kota Kudus, yang kini terkenal dengan nama Masjid Agung Kudus dan masih bertahan hingga sekarang. Sekarang Masjid Agung Kudus berada di alun-alun kota Kudus Jawa Tengah.

Peninggalan lain dari Sunan Kudus adalah permintaannya kepada masyarakat untuk tidak memotong hewan kurban sapi dalam perayaan Idul Adha untuk menghormati masyarakat penganut agama Hindu dengan mengganti kurban sapi dengan memotong kurban kerbau, pesan untuk memotong kurban kerbau ini masih banyak ditaati oleh masyarakat Kudus hingga saat ini.

Pada tahun 1550, Sunan Kudus meninggal dunia saat menjadi Imam sholat Subuh di Masjid Menara Kudus, dalam posisi sujud. kemudian dimakamkan di lingkungan Masjid Menara Kudus.

  • Ibrahim, Zahrah. 1986. Sastera Sejarah Interpretasi dan Penilaian. Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka Kementrian Pelajaran Malaysia.
  • Purwadi dan Enis Niken H. 2007. Dakwah Wali Songo: Penyebaran Islam Berbasis Kultural di Tanah Jawa. Yogyakarta: Panji Pustaka.
  • Said, Nur. 2009. Pendidikan Multikultural Warisan Kanjeng Sunan Kudus. Kudus: CV Brillian Media Utama.
  • Sutrisno, Budiono Hadi. 2007. Sejarah Wali Songo: Misi Pengislaman di Jawa. Yogyakarta: Graha Pustaka.
  • Wahyudi, A, Khalid, A. Kisah Wali Songo Para Penyebar Agama Islam Di Tanah Jawa. Surabaya : Karya Ilmu.
  • [Indonesia] Sejarah Sunan Kudus dan Sunan Ngudung Diarsipkan 2008-08-13 di Wayback Machine.
  • [Indonesia] Dongeng tentang Sunan Kudus Diarsipkan 2010-12-14 di Wayback Machine.
  • [Indonesia] Silsilah Wali

 

Artikel bertopik biografi Indonesia ini adalah sebuah rintisan. Anda dapat membantu Wikipedia dengan mengembangkannya.

  • l
  • b
  • s

  1. ^ Azmatkhan, Shohibul Faroji [2011]. Ensiklopedi Nasab Imam Al-Husain. Penerbit Walisongo Center. hlm. 30. ISBN 9789798451164. 

Diperoleh dari "//id.wikipedia.org/w/index.php?title=Sunan_Kudus&oldid=21379169"

Sunan Kudus atau yang bernama Ja'far Shadiq adalah salah satu dari Wali Songo. Ia lahir pada 9 September 1440 M dan merupakan bangsawan dari Kesultanan Demak Selain menjadi penyebar agama Islam, Sunan Kudus juga pernah menduduki jabatan penting di kesultanan Demak yaitu sebagai qadhi atau hakim di Kesultanan Demak, Imam Besar Masjid Agung Demak, dan senopati atau panglima perang.

Dengan demikian, tiga jabatan penting yang pernah diduduki oleh Sunan Kudus adalah sebagai Senopati atau Panglima Perang Kesultanan Demak, Imam Besar Masjid Agung Demak, dan Qadhi atau Hakim Kesultanan Demak.

Sunan Kudus.

ITULAH sepenggal kisah dari kanjeng Sunan Kudus. Diketahui saat itu masyarakat Kudus banyak yang beragama Hindu. Sunan Kudus pun, dalam melakukan siar Islamnya, sampai tembus ke wilayah Sragen dan Gunung Kidul, tlatah Mataraman di wilayah Jawa Tengah yang saat itu terkenal dengan tanahnya yang tandus.

Cara dakwah yang ditempuh saat di Kudus, cukup unik sekaligus mengedepankan sikap toleran dan kompromi terhadap agama lain, yakni Hindu yang saat itu cukup dominan di Kudus. Kanjeng Sunan Kudus menghias seekor sapi, hewan itu dirias secantik mungkin laksana putri keraton dan dinamai Kebo Gumarang.

Hewan berkaki empat itu, kemudian ditambatkan pada sebuah patok di sepan masjid. Nah, saat itulah, setiap orang yang lewat menyempatkan mampir untuk melihat lantaran sapi oleh masyarakat setempat adalah satu dari sekian banyak hewan yang dikeramatkan.
Manakala orang sudah banyak yang berkumpul untuk melihat dari dekat sosok Kebo Gumarang, kanjeng Sunan Kudus mulai berdakwah dengan gaya bahasa yang santun dan mudah dipahami oleh masyarakat. Gaya dan cara berdakwah Kanjeng Sunan Kudus dengan bercerita yang dibuat dengan cara bersambung, hingga membuat masyarakat semakin terpikat untuk terus mengikuti kelanjutan sambungan dari dakwah yang disampaikan.

Ilmu agama yang dikuasainya bersumber dari banyak guru, lantaran beliau banyak berguru pada para wali yang telah lebih dulu dikenal ilmu ketauhidtannya. Di antaranya, Kanjeng Sunan Kalijaga, Kanjeng Sunan Giri dan Kanjeng Sunan Ampel. Layaknya para wali yang telah dicecep ilmunya oleh kanjeng Sunan Kudus, pada akhirnya beliau pun dikenal sebagai sosok wali yang pinunjul sekaligus menep ilmunya.
Sunan Kudus, layaknya Kalijaga, juga sangat toleran terhadap budaya lokal dan adat istiadat atau kebiasaan warga masyarakat setempat dimana beliau sedang singgah. Hingga dakwah agama yang disiarkan, lambat tapi pasti menjadi lebih diserap akan kandungan ilmu kebenarannya oleh penduduk.

Hal lain, Sunan Kudus sangat pintar memanfaatkan simbol-simbol Hindu dan Budha yang kala itu sangat kuat melekat di masyarakat. Itu tergambar dari bestek masjid Kudus, dimana bentuk menara, gerbang dan pancuran untuk berwudlu atau padasan, semua mengadopsi dari wujud candi sang Budha atau delapan jala sang Budha. Itulah bentuk kompromi dari kanjeng Sunan Kudus, terhadap Hindu dan Budha yang pengaruhnya sangat kuat di masayarakat kala itu.

PANGLIMA PERANG
Tak hanya menguasai ilmu agama, Sunan Kudus juga tercatat sebagai panglima perang di Kasultanan Demak Bintoro, sekaligus sebagai panglimanya Wali Sanga. Beliau putra pasangan Sunan Ngudung dan Nyai Syarifah, nama kecilnya Jaffar Shadiq. Adapun sang ibu, adalah adik dari kanjeng Sunan Bonang, yang dimakamkan di Tuban, Jatim.

Sunan Ngudung sendiri, ditengarai seorang putra sultan asal negeri Mesir yang berkelana hingga ke tlatah pulau Jawa hingga akhirnya diangkat sebagai panglima perang di Kasultanan Demak. Sebab itu, tidaklah heran kalau sang putra Jaffar Shadiq mengikuti jejaknya. Sunan Kudus sendiri, miliki tak kurang 1001 ilmu kesaktian. Beliau dalam suatu pertempuran, berhasil membunuh Ki Ageng pengging alias Kebo Kenonggo, murid kinasih dari Syekh Siti Jenar yang juga dikenal sebagai tokoh sakti mandraguna. Kharomah yang dimiliki Sunan Kudus, menjadikan sosok yang disegani oleh lawan-lawannya dikala itu. Demikian dengan ilmu Tauhidnya, membuat Sunan Kudus dihormati sesama ulama pada zamannya.

Saat ini, keberadaan makamnya tak pernah sepi dari peziarah yang sengaja datang dari berbagai daerah. Beragam doa yang disampaikan peziarah. Dengan harapan, lumantaran kanjeng sunan Kudus, apa yang menjadi keinginan atau nadar di hati bisa terkabul.*

  • Sunan Kudus, Panglima Perang di Demak
  • Kanjeng Sunan Muria, Pemikirannya Satukan Umat
  • Sunan Drajat, Lantunan Gending untuk Berdakwah

Video yang berhubungan

Bài mới nhất

Chủ Đề