Wilayah kepulauan riau memiliki potensi bencana gempa bumi tektonik yang sangat rendah karena

Wilayah kepulauan riau memiliki potensi bencana gempa bumi tektonik yang sangat rendah karena
Struktur tebing di amfiteater Geopark Ciletuh-Palabuhanratu yang terbentuk dari aktivitas tektonik di kawasan tersebut. (Foto: Dadan Triawan)*

[Kanal Media Unpad] Peristiwa gempa bumi yang terjadi akhir-akhir ini di selatan Jawa menjadi pengingat bahwa Indonesia berada pada kawasan lempeng yang terus bergerak. Pergerakan lempeng tektonik menjadi pemicu terjadinya gempa bumi.

Dosen Departemen Geologi Sains Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran Dr. Iyan Haryanto, Ir., M.T., menjelaskan, secara ilmu geologi, Indonesia berada pada batas-batas lempeng yang satu sama lain terus bergerak. Di sebelah barat, batas lempeng tersebut mulai dari sebelah barat Sumatera, lalu menerus ke selatan Jawa, Bali, Nusa Tenggara, hingga Maluku.

Beberapa daerah di wilayah tersebut dekat dengan zona subduksi, atau batas lempeng tektonik yang sifatnya menunjam antara lempeng oseanik dengan lempeng kontinen. Batas pertemuan dari dua lempeng ini merupakan kawasan yang aktif secara tektonik.

“Jadi jelas kalau Sumatera dan Jawa rawan terhadap peristiwa gempa tektonik, karena berada pada batas lempeng yang aktif,” ujar Iyan.

Selain berada pada zona subduksi, Pulau Sumatera dan Jawa banyak memiliki struktur sesar aktif. Pergerakan sesar aktif juga memicu terjadinya gempa tektonik atau gempa bumi yang terjadi karena aktivitas tektonik.

Karena itu, kata Iyan, peristiwa gempa tektonik di Sumatera dan Jawa pada khususnya diakibatkan oleh pergerakan aktivitas lempeng di zona subduksi atau berkaitan dengan aktivitas sesar aktif, atau pula kombinasi di antara keduanya.

Sesar aktif di daratan juga berperan mempercepat rambatan getaran akibat gempa di lautan. Hal ini yang menjadi faktor mengapa suatu gempa bumi bisa terasa hingga wilayah yang cukup jauh dari titik gempanya.

Prisma Akresi

Lebih lanjut Iyan memaparkan, kawasan Banten selatan beberapa hari lalu diguncang gempa tektonik berturut-turut. Jika dilihat dari pusat gempanya, posisinya berada di kawasan yang disebut prisma akresi.

Prisma akresi merupakan wilayah yang rawan terjadi gempa bumi karena berada di atas pusat-pusat gempa.

Wilayah ini merupakan kumpulan dari sesar-sesar naik, atau sesar yang mengangkat akibat proses penumbukan/penunjaman yang terjadi. Jika salah satu patahan menunjam ke bawah, maka di sisi satunya akan terangkat akibat proses penunjaman tersebut.

Salah satu wilayah Indonesia yang berada di kawasan sesar akresi adalah Pulau Nias di Sumatera Utara. “Jika di Sumatera, prisma akresi ini munucl menjadi pulau, kalau di selatan Jawa belum membentuk pulau,” kata Iyan.

Mitigasi Diperkuat

Berada pada kawasan rawan gempa tektonik, pengetahuan masyarakat akan mitigasi kebencanaan harus diperkuat. Minimnya pengetahuan mitigasi bencana akan berdampak fatal saat bencana terjadi.

“Masyarakat yang ada di Pulau Jawa, khususnya, tidak bisa terhindar dari banyaknya peristiwa gempa bumi,” kata Iyan.

Sosialisasi mengenai pengetahuan sesar hingga tindakan perlindungan dasar ketika bencana terjadi harus terus digalakkan kepada masyarakat. “Termasuk ketika gempa bumi yang diikuti tsunami, misalnya, masyarakat harus memahami tanda-tanda akan terjadinya tsunami itu,” pungkasnya.*

Wilayah kepulauan riau memiliki potensi bencana gempa bumi tektonik yang sangat rendah karena

Bencana dapat disebabkan oleh kejadian alam (natural disaster) maupun oleh ulah manusia (man-made disaster). Faktor-faktor yang dapat menyebabkan bencana antara lain :

Bahaya alam (natural hazards) dan bahaya karena ulah manusia (man-made hazards) yang menurut United Nations International Strategy for Disaster Reduction (UN-ISDR) dapat dikelompokkan menjadi bahaya geologi (geological hazards), bahaya hidrometeorologi (hydrometeorological hazards), bahaya biologi (biological hazards), bahaya teknologi (technological hazards) dan penurunan kualitas lingkungan (environmental degradation) Kerentanan (vulnerability) yang tinggi dari masyarakat, infrastruktur serta elemen-elemen di dalam kota/ kawasan yang berisiko bencana Kapasitas yang rendah dari berbagai komponen di dalam masyarakat

Secara geografis Indonesia merupakan negara kepulauan yang terletak pada pertemuan empat lempeng tektonik yaitu lempeng Benua Asia, Benua Australia, lempeng Samudera Hindia dan Samudera Pasifik. Pada bagian selatan dan timur Indonesia terdapat sabuk vulkanik (volcanic arc) yang memanjang dari Pulau Sumatera ? Jawa – Nusa Tenggara ? Sulawesi, yang sisinya berupa pegunungan vulkanik tua dan dataran rendah yang sebagian didominasi oleh rawa-rawa. Kondisi tersebut sangat berpotensi sekaligus rawan bencana seperti letusan gunung berapi, gempa bumi, tsunami, banjir dan tanah longsor. Data menunjukkan bahwa Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki tingkat kegempaan yang tinggi di dunia, lebih dari 10 kali lipat tingkat kegempaan di Amerika Serikat (Arnold, 1986).

Gempa bumi yang disebabkan karena interaksi lempeng tektonik dapat menimbulkan gelombang pasang apabila terjadi di samudera. Dengan wilayah yang sangat dipengaruhi oleh pergerakan lempeng tektonik ini, Indonesia sering mengalami tsunami. Tsunami yang terjadi di Indonesia sebagian besar disebabkan oleh gempa-gempa tektonik di sepanjang daerah subduksi dan daerah seismik aktif lainnya (Puspito, 1994). Selama kurun waktu 1600-2000 terdapat 105 kejadian tsunami yang 90 persen di antaranya disebabkan oleh gempa tektonik, 9 persen oleh letusan gunung berapi dan 1 persen oleh tanah longsor (Latief dkk, 2000). Wilayah pantai di Indonesia merupakan wilayah yang rawan terjadi bencana tsunami terutama pantai barat Sumatera, pantai selatan Pulau Jawa, pantai utara dan selatan pulau-pulau Nusa Tenggara, pulau-pulau di Maluku, pantai utara Irian Jaya dan hampir seluruh pantai di Sulawesi. Laut Maluku adalah daerah yang paling rawan tsunami. Dalam kurun waktu tahun 1600-2000, di daerah ini telah terjadi 32 tsunami yang 28 di antaranya diakibatkan oleh gempa bumi dan 4 oleh meletusnya gunung berapi di bawah laut.

Wilayah Indonesia terletak di daerah iklim tropis dengan dua musim yaitu panas dan hujan dengan ciri-ciri adanya perubahan cuaca, suhu dan arah angin yang cukup ekstrim. Kondisi iklim seperti ini digabungkan dengan kondisi topografi permukaan dan batuan yang relatif beragam, baik secara fisik maupun kimiawi, menghasilkan kondisi tanah yang subur. Sebaliknya, kondisi itu dapat menimbulkan beberapa akibat buruk bagi manusia seperti terjadinya bencana hidrometeorologi seperti banjir, tanah longsor, kebakaran hutan dan kekeringan. Seiring dengan berkembangnya waktu dan meningkatnya aktivitas manusia, kerusakan lingkungan hidup cenderung semakin parah dan memicu meningkatnya jumlah kejadian dan intensitas bencana hidrometeorologi (banjir, tanah longsor dan kekeringan) yang terjadi secara silih berganti di banyak daerah di Indonesia. Pada tahun 2006 saja terjadi bencana tanah longsor dan banjir bandang di Jember, Banjarnegara, Manado, Trenggalek dan beberapa daerah lainnya. Meskipun pembangunan di Indonesia telah dirancang dan didesain sedemikian rupa dengan dampak lingkungan yang minimal, proses pembangunan tetap menimbulkan dampak kerusakan lingkungan dan ekosistem. Pembangunan yang selama ini bertumpu pada eksploitasi sumber daya alam (terutama dalam skala besar) menyebabkan hilangnya daya dukung sumber daya ini terhadap kehidupan mayarakat. Dari tahun ke tahun sumber daya hutan di Indonesia semakin berkurang, sementara itu pengusahaan sumber daya mineral juga mengakibatkan kerusakan ekosistem yang secara fisik sering menyebabkan peningkatan risiko bencana.

Pada sisi lain laju pembangunan mengakibatkan peningkatan akses masyarakat terhadap ilmu dan teknologi. Namun, karena kurang tepatnya kebijakan penerapan teknologi, sering terjadi kegagalan teknologi yang berakibat fatal seperti kecelakaan transportasi, industri dan terjadinya wabah penyakit akibat mobilisasi manusia yang semakin tinggi. Potensi bencana lain yang tidak kalah seriusnya adalah faktor keragaman demografi di Indonesia. Jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2004 mencapai 220 juta jiwa yang terdiri dari beragam etnis, kelompok, agama dan adat-istiadat. Keragaman tersebut merupakan kekayaan bangsa Indonesia yang tidak dimiliki bangsa lain. Namun karena pertumbuhan penduduk yang tinggi tidak diimbangi dengan kebijakan dan pembangunan ekonomi, sosial dan infrastruktur yang merata dan memadai, terjadi kesenjangan pada beberapa aspek dan terkadang muncul kecemburuan sosial. Kondisi ini potensial menyebabkan terjadinya konflik dalam masyarakat yang dapat berkembang menjadi bencana nasional.

Pasca-Putusan MK Tolak Ganja Medis, Masih Terbuka Peluang Legalisasi?

Oleh Liputan6.com pada 07 Agu 2018, 12:00 WIB

Diperbarui 07 Agu 2018, 12:00 WIB

Wilayah kepulauan riau memiliki potensi bencana gempa bumi tektonik yang sangat rendah karena

Perbesar

Gempa Lombok: Badan SAR Nasional (Basarnas) melakukan evakuasi sekitar 700 orang yang berada di Gili Trawangan, Nusa Tenggara Barat (NTB). (Ilustrasi: iStockphoto)

Liputan6.com, Jakarta - Belum lama ini wilayah Lombok diguncang gempa selama beberapa kali hingga mencapai kekuatan 7.0 Skala Ritcher, hingga berpotensi tsunami. Munculnya gempa ini membuat banyak orang bersimpati, apalagi bencana alam tersebut juga memakan puluhan korban.

Indonesia sendiri merupakan negara yang rawan terjadi gempa. Hal ini terjadi akibat posisi geologis Indonesia pada pertemuan empat lempeng utama dunia, yakni lempeng Benua Asia, lempeng Benua Australia, lempeng Samudra Hindia, dan lempeng Samudra Pasifik.

Hanya Pulau Kalimantan yang dianggap aman dari gempa. Berikut lima wilayah di Indonesia yang rawan terjadi gempa.

Wilayah kepulauan riau memiliki potensi bencana gempa bumi tektonik yang sangat rendah karena

Perbesar

Tsunami Aceh 2004 (AFP)

Aceh pernah dilanda gempa dengan kekuatan 9,1 sampai 9,3 SR pada Desember 2004. Gempa ini mengakibatkan tsunami yang menyapu seluruh Kota Aceh. Gempa juga dirasakan hingga Bangladesh, India, Malaysia, Myanmar, Thailand, Singapura, dan Maladewa.

Patahan splay atau "patahan muncul" sekunder menyebabkan sebagian dasar laut yang panjang dan sempit naik dalam hitungan detik. Peristiwa tersebut segera menambah ketinggian dan kecepatan gelombang, sehingga terjadi kehancuran total di Kota Lhoknga, Indonesia.

Terbaru pada 5 Agustus 2018, Aceh juga diguncang gempa berkekuatan 4,4 SR. Gempa ini tak menyebabkan tsunami.

Saksikan Video Pilihan di Bawah ini:

Wilayah kepulauan riau memiliki potensi bencana gempa bumi tektonik yang sangat rendah karena

Perbesar

Tugu Golong Gilig, sebagai ikon Kota Yogyakarta

Gempa di Jogjakarta adalah peristiwa gempa bumi tektonik kuat pada 2006. Gempa tersebut berkekuatan 5,9 SR. Namun, United States Geological Survey melaporkan bahwa gempa terjadi sebesar 6,2 pada Skala Richter. Gempa ini terjadi beberapa hari setelah Gunung Merapi meletus.

Wilayah kepulauan riau memiliki potensi bencana gempa bumi tektonik yang sangat rendah karena

Perbesar

Bupati Sukabumi mengingatkan warga untuk tidak berharap pemda membantu membangun kembali rumah yang rusak karena gempa secara utuh. (Liputan6.com/Mulvi Mohammad)

Pada 23 Januari 2018, Banten diguncang gempa berkekuatan 6,1 SR. Gempa ini terasa hingga ke Jakarta dan Jawa Barat. Keesokan harinya, gempa susulan berkekuatan 5,1 SR juga mengguncang Banten, dan getaran terasa hingga Jakarta.

Adalah Pantai Selatan Banten berpotensi gempa bumi, bahkan tsunami. Sebab, letaknya berada pada pertemuan tiga lempeng atau kerak bumi aktif. Ketiga lempeng aktif itu adalah Lempeng Indo-Australia, Lempeng Eurasia dan Lempeng Pasifik.

Wilayah kepulauan riau memiliki potensi bencana gempa bumi tektonik yang sangat rendah karena

Perbesar

Masjid di Lading Lading roboh setelah diguncang gempa Lombok. (@Sutopo_PN)

Nusa Tenggara Barat juga sering diguncang gempa. Seperti beberapa hari lalu, NTB diguncang gempa 7 Skala Richter (SR), Minggu (5/8/2018) pukul 19.46 Wita. Gempa ini membuat warga panik lantaran informasi terjadinya tsunami. Gempa ini terasa hingga Situbondo, Malang, dan Pulau Bali. Pusat gempa terletak di 8,3 Lintang Selatan, 116,48 Bujur Timur Kabupaten Lombok Utara dengan kedalaman 15 kilometer.

Gempa susulan terjadi kemarin, dengan kekuatan 5,4 SR pukul 07.28 Wita. Pusat gempa berada di 12 km barat daya Lombok Utara. Kedalaman gempa terpantau di 10 Km dan gempa tak berpotensi tsunami.

Wilayah kepulauan riau memiliki potensi bencana gempa bumi tektonik yang sangat rendah karena

Perbesar

Warga melintas di depan bangunan yang rusak akibat gempa Tsunami, Padang (10/10/2009). Kini ilmuwan Indonesia dan AS tengah mengembangkan alat pendeteksi Tsunami yang lebih canggih. (AP Photo/ Achmad Ibrahim)

Padang pernah diguncang gempa berkekuatan 5,0 SR pada 29 Maret 2018. Tak ada korban jiwa setelah getaran gempa. Selang empat bulan kemudian, tepatnya pada 5 Agustus 2018, Padang kembali diguncang gempa berkekuatan 5,5 SR. Tak ada korban jiwa akibat gempa tersebut.

Reporter:

Fellyanda Suci Agiesta

Sumber: Merdeka.com

Lanjutkan Membaca ↓

Wilayah kepulauan riau memiliki potensi bencana gempa bumi tektonik yang sangat rendah karena

TOPIK POPULER

POPULER

  • 1
  • 2
  • 3
  • 4
  • 5
  • 6
  • 7
  • 8
  • 9
  • 10

Berita Terbaru

Berita Terkini Selengkapnya