Apa tujuan dibuatnya hoax penculikan anak

  • home
  • nasional
  • Sejumlah warga yang tergabung dalam Masyarakat Anti Hoax Yojomase [Yogyakarta, Magelang dan sekitarnya] mendeklarasikan gerakan masyarakat sipil stop perseberan berita hoax di titik nol kilometer, Yogyakarta, 22 Januari 2017. Aksi kampanye tersebut diakhiri dengan deklarasi anti hoax dan mengajak masyarakat bersama-sama memerangi persebaran informasi hoax. TEMPO/Pius Erlangga

    TEMPO.CO, Bangkalan -- Polisi menduga pelaku penyebaran video hoax penculikan anak secara sengaja menyebarkannya untuk menimbulkan ketakutan masyarakat.Melihat pola penyebaran video penculikan itu, Kepala Polres Bangkalan, Ajun Komisaris Besar Anisullah M Ridha menduga kuat penyebaran video tersebut sudah direncanakan sedemikian rupa. "Untuk menyerang pemerintah, menciptakan opini publik seolah-olah pemerintah tidak berdaya dan tak bisa berbuat apa-apa," katanya Jumat 24 Maret 2017.

    Agar masyarakat percaya, kata Anis, para penyebar memasukkan obrolan dalam video itu dengan bahasa daerah di wilayah yang disebarkan. Misalnya akan disebar ke Madura, maka obrolan dalam video pakai bahasa Madura, bila disebarkan ke Aceh pakai bahasa Aceh. Termasuk juga muncul video serupa versi bahasa daerah Papua. "Saya yakin ini setingan, sudah dirancang, adanya obrolan bahasa daerah menunjukkan pelaku niat banget," ujar dia.


    Baca: Marak Hoax Penculikan Anak, Polisi Bangkalan Keliling Masjid Kepala Kepolisian Resor Kota Kediri Ajun Komisaris Besar Anthon Haryadi mengancam akan mempidanakan pelaku penyebaran berita hoax di wilayahnya. Anthon Haryadi menyatakan anggotanya telah menelusuri penyebaran pesan media sosial melalui WhatsApp tentang terjadinya penculikan anak di salah satu kecamatan di Kediri. Hasilnya polisi tidak menemukan adanya peristiwa itu. “Tidak pernah ada kasus penculikan seperti yang tertulis dalam pesan tersebut,” kata Anthon, Kamis 23 Maret 2017.Pembuat pesan diindikasi sengaja menciptakan situasi tidak aman kepada masyarakat dengan memanfaatkan penggunaan teknologi informasi yang bersifat massal.“Polisi akan menindak tegas kepada pelaku penyebaran informasi hoax,” tegasnya.

    Siswanto, salah satu anggota Kepolisian Sektor Ngancar, Kabupaten Kediri mengaku banyak mendapat pertanyaan terkait kabar penculikan anak dari masyarakat. Sebab salah satu pesan tersebut menyebut lokasi penculikan berada di wilayah kerjanya. “Saya pastikan tidak ada kasus itu,” katanya.


    Baca: Soal Ide Mobil Kepresidenan, Apa Kabar Nasib Esemka Kini? Kepala Dinas Pendidikan Kota Kediri Siswanto meminta peran aktif media massa untuk tak membantu menyebarluaskan kabar tersebut. Dalam diskusi yang diselenggarakan organisasi Persatuan Wartaran Indonesia [PWI] Kediri, Siswanto menyatakan tingkat penyebaran berita hoax kian parah. “Hanya media massa yang bisa melawan kabar tak jelas itu,” katanya.Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia [KPAI] Arsrorun Niam Sholeh meminta masyarakat tak membesar-besarkan informasi yamg terkait dengan modus penculikan anak. Isu munculnya beragam modus penculikan sedang marak tersebar, dan tak jarang berpotensi menimbulkan tindakan main hakim sendiri."Kami sampaikan dalam pengawasan KPAI, itu kasusnya ada yang benar, tapi banyak yang hoax," ujar Asrorun di kantornya, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa, 21 Maret 2017.

    Dia pun mengimbau masyarakat tak menjadikan kasus penculikan anak sebagai viral di media sosial. Sebab, isu yang dibuat viral akan memicu ketakutan yang berlebihan pada masyarakat.


    Lihat: ni Wajah Asli Pemeran Karakter Hantu dalam Film Horor


    "Kalau ada ya laporkan saja pada aparat penegak hukum. Kami imbau masyarakat memberi perhatian dalam proses pengasuhan dan pengawasan anak, jangan abai," ujar dia.

    MUSTOFA BISRI | HARI TRI | PASKALIS




    Kepala Divisi Hubungan Masyarakat Polri Inspektur Jenderal Setyo Wasisto di Markas Besar Polri, Jakarta Selatan pada Kamis, 11 Oktober 2018 [Andita Rahma]

    TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Divisi Hubungan Masyarakat Polri Inspektur Jenderal Setyo Wasisto mengatakan pihaknya sedang menelusuri pembuat konten berita bohong atau hoaks mengenai penculikan anak yang marak beredar beberapa waktu lalu.

    Baca: Polri Tangkap 12 Tersangka Hoax Penculikan Anak dan Lion Air

    "Kami sedang telusuri juga siapa pembuat kontennya," ujar Setyo saat dikonfirmasi, Selasa, 6 November 2018.

    Sebelumnya, Polri telah menangkap 10 tersangka penyebaran berita bohong atau hoaks terkait penculikan anak. Meski motif 10 tersangka bermaksud baik, yakni agar masyarakat waspada, tetapi Setyo mengatakan menyebarkan suatu berita yang dapat menimbulkan keresahan. Penyebar hoaks dapat dikenakan Pasal 14 ayat [2] Undang-Undang No. 1/1946 tentang Peraturan Hukum Pidana atau Pasal 28 Ayat 1 dalam Undang- Undang Informasi dan Transaksi Elektronik [UU ITE].

    Baca: Bareskrim Tangkap 6 Pemilik Akun Penyebar Hoax Penculikan Anak

    Setyo pun kembali mengingatkan tentang budaya saring sebelum sharing [berbagi]. "Ini suatu pembelajaran juga bagi yang lain. Gunakan saja medsos, WA untuk yang baik-baik saja. Tahan jempolnya. Saring dulu baru sharing atau think before posting," kata dia. "Kalau merasa tidak yakin, jangan ikut menyebarluaskan," ujar Setyo melanjutkan.

    Adapun 10 tersangka penyebaran hoaks penculikan anak itu adalah Tintin Kartini [34], Darmawan [41], El Wanda [31], Rahmat Azis [33], Jefri Hasiholan [31], Nurdin [23], Oktavianti [30], Dina Nurma Lestari [20], Nurmiyati [34] dan Usman [28].

    Perbesar

    Ilustrasi Penculikan Anak

    Bila melihat ke belakang, Kapolri Jenderal Tito Karnavian sudah jauh-jauh hari memastikan, isu penculikan anak yang tersebar di media sosial adalah hoax.

    "Saya sudah cek ke Manado, cek juga ke Polda Metro Jaya, karena ini berkembang juga di Jakarta, itu kita cek, hoax," ucap Tito di Gedung Majelis Ulama Indonesia [MUI], Jakarta Pusat, Selasa 21 Maret.

    Tito bahkan menuding ada pihak-pihak yang sengaja memunculkan isu penculikan anak tersebut. Tujuannya, tak lain adalah membuat resah masyarakat.

    "Jadi mungkin ada pihak ketiga yang sengaja menaikkan isu-isu provokatif untuk menimbulkan keresahan," kata dia.

    Mantan Kapolda Metro Jaya ini menduga, isu-isu semacam itu sengaja dimunculkan guna mengganggu pelaksanaan pilkada serentak yang saat ini masih berlangsung.

    "Untuk mendelegitimasi wibawa pemerintah," ucap Tito.

    Dia mengimbau kepada seluruh masyarakat agar tidak khawatir dengan adanya isu-isu negatif dan provokatif tersebut. Yang terpenting, masyarakat bisa lebih teliti mencerna informasi.

    "Tidak perlu khawatir, lakukan kegiatan seperti biasa. Sambil kita meningkatkan kewaspadaan, jangan terlalu percaya pada berita hoax, meskipun penting untuk meningkatkan pengamanan keluarga, anak, tapi jangan over-reaktif dan panik. Karena itu klarifikasi dengan kepolisian," Tito menandaskan.

    Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia [KPAI] Asrorun Ni'am Sholeh menuturkan, beberapa isu yang tersebar di media sosial kebanyakan hoax sehingga tak layak menjadi viral.

    "Perlu kami sampaikan, termasuk konten yang di media sosial. Ada beberapa yang benar, ada yang tidak layak diviralkan. Banyak hoax," kata dia di kantornya, baru-baru ini.

    Asrorun mengatakan, isu ini harus segera dihentikan karena bisa menimbulkan ketakutan masyarakat. Dia mengimbau, jika memang ada penculikan sebaiknya langsung dilaporkan ke kepolisian.

    "Isu kasus penculikan anak, ini menyebabkan ketakutan. Kalau ada kasus, dilempar saja ke penegak hukum," tutur dia.

    Asrorun menambahkan, peran orangtua dalam pengawasan anak sangat diperlukan dalam mencegah terjadinya penculikan anak. Karena itu, jangan pernah abai dalam pengawasan anak.

    "Orangtua harus memberikan perhatian yang lebih dalam pengawasan anak. Jangan pernah abai," Asrorun menandaskan.

    Sementara, Komnas Perlindungan Anak [Komnas PA] menyesalkan sikap kepolisian yang cepat menyimpulkan isu penculikan anak untuk penjualan organ manusia hoax.

    "Harusnya Polri tidak terburu-buru menyatakan informasi penculikan yang mengincar organ tubuh anak adalah hoax. Perlu penelusuran dan pendalaman lebih terhadap sebaran info tersebut," ujar Ketua Komnas Perlindungan Anak [PA] Arist Merdeka Sirait di kantornya, Pasar Rebo, Jakarta Timur, Jumat 24 Maret 2017.

    Karena kalau langsung dianggap hoax, kata dia, nanti mengundang orang yang punya niatan menjual organ akan menjadi tenang.

    Arist mengakui, untuk membongkar atau menemukan kasus penculikan anak dengan tujuan penjualan organ sulit dilakukan. Namun, pihaknya berharap kepolisian jangan lalai usai menyatakan sebaran informasi tersebut hoax.

    Sebab, kata Arist, bukan tidak mungkin kasus itu benar ada. Karena biasanya kasus penjualan organ dimainkan oleh jaringan profesional.

    "Seperti kasus Babe [Baekuni] ada tiga mayat yang organ tubuhnya hilang. Kemudian kami dapat iklan harga penjualan organ di Malaysia. Dan lima tahun lalu kasus ini juga sempat menjadi isu internasional, tanda-tandanya sudah ada," ujar Arist.

    Dia berharap kejahatan sadis tersebut tidak pernah hadir di Indonesia. Ia mengaku memiliki informasi dari beberapa negara seperti Nepal, India, Thailand, dan Bangladesh soal penjualan organ.

    Untuk itu, Arist juga mengajak orangtua untuk waspada dan menjaga anaknya. "Ini perlu diwaspadai. Untuk itu masyarakat juga perlu waspada. Tapi jangan sampai menjadi paranoid juga," kata dia.

    Arist juga berharap agar isu penculikan anak tersebut tidak sengaja dimunculkan untuk mengalihkan isu yang sedang ramai saat ini.

    Video yang berhubungan

    Bài mới nhất

    Chủ Đề