Apa yang membedakan obligasi dengan saham?

Selain saham, sebenarnya masih ada banyak instrumen investasi lain yang bisa Sobat Klikasuransiku pilih, salah satunya adalah obligasi. Sayangnya, masih banyak orang yang belum memahami apa itu obligasi. Padahal, keuntungan yang bisa kamu dapatkan dari obligasi juga terbilang menjanjikan lho.

Maka dari itu, kenali lebih lanjut dan apa saja perbedaannya dengan saham. Artikel ini akan menjelaskannya secara lengkap. Dengan begitu, akan memiliki pandangan mana yang ingin investor gunakan.


Obligasi adalah surat utang yang berasal dari perusahaan atau instansi pemerintah. Fungsinya sebagai bentuk peminjaman uang. Kemudian, nanti pembayarannya sesuai jumlah pokok utang dan bunganya. Sebutan atau nama lainnya adalah kupon.

Jadi, perinciannya adalah penerbit obligasi sebagai pihak berhutang. Sedangkan, pemegang obligasi sebagai pihak yang berpiutang. Adanya sistem ini bertujuan untuk menghimpun dana dari masyarakat untuk sumber pendanaan.

Salah satu pembiayaan dari dana tersebut adalah pada sebagian defisit anggaran belanja dalam APBN. Obligasi juga bisa diproses untuk transaksi jual beli sama halnya dengan saham. Namun, yang menjadi perbedaan ialah transaksi obligasi terjadi ketika pemerintah membuka pembelian.

Pihak penerbit obligasi biasanya merilisnya dengan sistem lelang, penerbitan khusus, atau penjaminan emisi. Pada umumnya, pembuatan obligasi dilakukan ketika sebuah perusahaan membutuhkan dana.

Rincian besar dana bisa perusahaan sendiri yang menentukan. Begitu pun dengan tanggal jatuh tempo, besar kupon atau bunga, dan lain sebagainya. Kupon tersebut yang nantinya dipegang oleh pemilik obligasi.

Investor bisa menikmati hasilnya dengan adanya kupon tersebut. Bahkan, mulai dari tahun pertama sampai tanggal waktu tempo berakhir. Sedangkan, bagi obligasi ritel, bisa menjual kupon di pasar sekunder yang tercatat di BEI.

Namun, investor tidak dapat memperoleh kupon, jika belum memberikan sejumlah dana yang ditetapkan. Adanya bunga termasuk sebagai ucapan terima kasih karena telah meminjamkan dana untuk proyek perusahaan.

Contoh Obligasi


Ada beberapa contoh obligasi yang umum digunakan. Baik itu perusahaan yang menerbitkannya ataupun instansi pemerintah. Contoh dari obligasi diantaranya adalah Surat Utang Negara [SUN], kemudian obligasi perusahaan yang bisa berasal dari perusahaan swasta nasional, contohnya BUMN.

ORI [Obligasi Ritel Indonesia] juga adalah bentuk dari Surat Berharga Negara [SBN] yang juga termasuk obligasi. Yang terakhir adalah SBSN [Surat Berharga Syariah Negara]. Surat ini biasanya pemerintah yang menerbitkan dengan dasar syariah Islam.

Perbedaan Obligasi dengan Saham


Obligasi dan saham sama-sama dokumen penting yang perusahaan terbitkan. Keduanya juga membawa keuntungan bagi investor maupun bagi perusahaan sendiri. Namun, tentu terdapat perbedaan yang sangat jelas antara keduanya. Berikut penjelasan lengkap mengenai perbedaan obligasi dan saham.

1. Fungsi

Jika surat saham merupakan bukti sah kepemilikan perusahaan, berbeda dengan obligasi. Sebab, fungsi surat obligasi hanya sebagai bukti piutang saja. Jadi, bukan tanda kepemilikan sah porsi perusahaan.

Dengan begitu, tentu manfaat dan keuntungan untuk investor juga berbeda. Jika pada saham, berarti investor memiliki sebagian dari perusahaan tersebut. Jadi,  keuntungannya berasal dari kinerja dan hasil perusahaan. Sedangkan, pada obligasi hanya dari bunga utang.

2. Masa Berlaku

Surat obligasi memiliki tanggal jatuh tempo, sehingga masa berlakunya hanya sampai tanggal tersebut. Setelah perusahaan mengembalikan uang atau utangnya kepada investor sesuai tanggal jatuh tempo. Maka, keuntungan investor peroleh juga sampai di sana.

Berbeda dengan masa berlaku pada saham, yaitu tidak ada batasnya. Selama investor tidak menjual sahamnya, maka kepemilikan tetap di tangannya. Keuntungan juga terus diperoleh selama saham masih tersimpan.

3. Harga Transaksi Jual Beli

Adanya inflasi, gejolak kondisi ekonomi, atau perubahan kondisi politik bisa mempengaruhi harga jual saham. Naik turunnya harga saham memang sangat bergantung pada kondisi tertentu. Dengan begitu, risiko yang investor hadapi cukup besar.

Berbeda halnya dengan harga obligasi yang tidak terpengaruh terhadap kondisi keuangan. Investor tetap memperoleh keuntungan berdasarkan ketentuannya sebelumnya. Jadi, obligasi termasuk memiliki risiko yang kecil.

4. Besarnya Keuntungan

Obligasi dan saham memiliki nilai keuntungan yang berbeda. Keuntungan saham lebih besar, karena berasal dari jumlah saham yang investor miliki. Selain itu, juga mendapatkan dari hasil laba perusahaan.

Jadi, jika sebuah perusahaan memperoleh laba sangat besar dari bisnisnya. Maka, investor juga mendapatkan pembagian keuntungannya. Namun, risikonya juga lebih besar daripada obligasi. Terutama ketika perusahaan mengalami penurunan.

Sedangkan, keuntungan dari obligasi terpaku pada ketentuan bunga pada surat obligasi. Dalam kondisi keuangan seperti apa pun, jumlahnya yang perusahaan berikan kepada investor tetap sama.

5. Pembagian Keuntungan

Seperti penjelasan sebelumnya, bahwa keuntungan obligasi berasal dari bunga. Perusahaan tentu wajib melunasi bunga tersebut kepada investor. Baik perusahaan penerbit obligasi mengalami peningkatan ataupun penurunan.

Sedangkan pada saham, investor akan memperoleh dividen. Arti dari dividen adalah persentase keuntungan yang didasarkan pada 2 hal. Yakni jumlah saham dan pendapatan perusahaan.

Jadi, semakin besar jumlah saham yang investor miliki pada sebuah perusahaan, maka keuntungan juga lebih besar. Namun, mengenai jumlahnya tergantung laba keuntungan perusahaan dalam periode tertentu.

6. Pajak

Investor pemegang saham harus membayar pajak, karena adanya dividen termasuk jenis pendapatan. Namun, pembayarannya tidak investor lakukan sendiri. Melainkan sudah terpotong otomatis dari dividen. Berbeda halnya dengan obligasi yang pajaknya termasuk dalam biaya perusahaan. Dengan begitu, seakan-akan tidak ada pajak yang harus investor bayar.

7. Hak Campur Tangan Perusahaan

Disebabkan pemegang saham termasuk dari bagian pemilik perusahaan, maka juga memiliki hak suara. Hak campur tangan tersebut termasuk dalam menentukan kebijakan perusahaan dalam rapat.

Sedangkan, bagi investor pemegang obligasi tidak memiliki hak apa-apa mengenai kebijakan perusahaan. Sebab, surat obligasi bukan termasuk tanda kepemilikan sebagian porsi perusahaan.

8. Kebijakan Ketika Likuidasi

Likuidasi adalah proses pembubaran perusahaan dan penyelesaian urusannya. Mulai dari menjual harta perusahaan, melunasi hutang, menagih hutang ke rekan bisnis, hingga pembagian sisa harta. Pemilik obligasi akan menjadi prioritas jika kondisi perusahaan sudah pailit.

Dengan begitu, dana investor beserta bunganya tetap terlunasi sesuai dengan ketentuan awal. Sedangkan, pemilik saham akan memperoleh pembagian setelah utang-utang perusahaan lunas. Jadi, nilai keuntungannya tidak menentu, apakah besar atau kecil.

9. Kemungkinan Resiko yang Harus Dihadapi Investor

Investor harus memahami risiko apa yang kemungkinan terjadi, baik pada saham maupun obligasi. Pada obligasi, kemungkinan terbesar adalah perusahaan gagal bayar. Penyebabnya bisa dari perputaran uang perusahaan yang tidak bagus. Dengan begitu, pembayarannya bisa melewati jatuh tempo. Tentu hal itu akan merugikan investor, sebab tidak ada pengembalian utang secara pasti.

Sedangkan, resiko yang kemungkinan terjadi pada pemilik saham ialah tidak menerima dividen. Penyebabnya bisa karena kondisi perusahaan yang mengalami kerugian. Selain itu, juga terdapat risiko suspend. Dimana perusahaan tersebut diberhentikan oleh OJK dan BEI. Baik dalam waktu sementara atau jangka panjang.

Biasanya, karena ketahuan melakukan kecurangan, seperti menaikkan harga saham dengan cara fiktif. Perusahaan yang sering melakukan skandal negatif juga bisa diberhentikan.

Demikianlah, penjelasan tentang apa itu obligasi serta perbedaannya dengan saham. Perbedaan yang cukup signifikan tersebut bisa menjadi pertimbangan bagi para investor untuk memilih instrumen mana yang paling sesuai dengan kebutuhan dan finansial kamu. 

Page 2

Sebuah survei yang dilakukan oleh GoBankingRates pada bulan Februari 2018 lalu, ditemukan fakta bahwa semakin banyak generasi milenial tidak memiliki tabungan sama sekali. GoBankingRates menemukan bahwa anak muda di AS yang berusia 18-24 tahun memiliki saldo tabungan kurang dari US$1.000 atau hanya sekitar Rp 14,6 juta. Bahkan yang tidak memiliki tabungan sama sekali ada hampir separuh di antara mereka. Survei juga menemukan bahwa tak hanya mereka yang berusia 18-24 tahun yang kesulitan menabung, tapi mereka yang berusia antara 25-34 tahun pun kesulitan dalam menyisihkan uang untuk ditabung.

Lalu bagaimana untuk memulai menabung agar masa depan terjamin? Pernah mendengar metode 50/20/30? Metode ini terkenal efisien bagi mereka yang merasa susah menyisihkan penghasilan tiap bulan. Metode ini dipopulerkan oleh Elizabeth Warren, seorang senator Amerika yang juga pakar keuangan. Secara prinsip, cara menabung metode ini membagi pengeluaran menjadi sebagai berikut:

  1. 50% PENGHASILAN UNTUK KEBUTUHAN POKOK
    Setiap bulannya setelah menerima gaji, sebanyak 50 persennya dialokasikan untuk pengeluaran kebutuhan pokok, seperti cicilan kredit rumah atau sewa rumah, atau biaya kostan; belanja bulanan; cicilan kredit kendaraan [bila ada]; tagihan listrik, Internet, uang sampah, uang sekolah anak, dan lain sebagainya.

  2. 20% PENGHASILAN UNTUK TUJUAN FINANSIAL Bagi yang sudah memiliki anak, menyisihkan 20 persen dari penghasilan untuk menabung menjadi sebuah keharusan karena tentunya banyak tujuan yang ingin dicapai, seperti biaya kesehatan anak dan biaya sekolah anak. Dana tersebut dapat digunakan dalam bentuk investasi, seperti logam mulia atau tabungan saham.

    Namun, bagi yang memiliki hutang, maka sebaiknya alokasi 20 persen tersebut digunakan untuk melunasinya. Setelah lunas, barulah pos tabungan dan investasi bisa dipenuhi. Idealnya, tabungan dan investasi bisa dilakukan berbarengan demi kesehatan finansial dan masa depan cemerlang.


  3. 30% UNTUK KEBUTUHAN PRIBADI
    Setiap orang pasti butuh hiburan, seperti makan di luar, belanja baju, atau nonton film di bioskop. Jadi tak salah untuk mengalokasikan 30 persen penghasilan untuk kebutuhan pribadi. Namun, alokasi 30 persen adalah pos yang paling fleksibel. Artinya, setiap pengeluaran dalam kategori ini bisa dikurangi atau bahkan dihapuskan. Misal, dana belanja dikurangi atau nonton film di bioskop hanya sekali dalam sebulan.
  4. Membuat perencanaan keuangan memang bukan hal yang mudah. Tapi, berbagai pengorbanan perlu dilakukan agar kondisi keuangan tetap sehat. Sudah siap menabung hari ini?


Buat kamu generasi milenial, Apakah kamu merasa perlu untuk memiliki asuransi jiwa? Ternyata sekarang waktunya kamu peduli dengan asuransi jiwa!

Selengkapnya

Sebuah survei yang dilakukan oleh GoBankingRates pada bulan Februari 2018 lalu, ditemukan fakta bahwa semakin banyak generasi milenial tidak memiliki tabungan sama sekali. GoBankingRates menemukan bahwa anak muda di AS yang berusia 18-24 tahun memiliki saldo tabungan kurang dari US$1.000 atau hanya sekitar Rp 14,6 juta. Bahkan yang tidak memiliki tabungan sama sekali ada hampir separuh di antara mereka.

Selengkapnya

Semua orang tentu ingin memperoleh kebebasan finansial. Sebagian orang mencapai tujuan itu dengan menjadi pemilik bisnis atau investor. Jenis investasi apa yang bisa dilakukan saat ini?

Selengkapnya

Video yang berhubungan

Bài mới nhất

Chủ Đề