Apakah yang menyebabkan seseorang dipilih menjadi pemimpin suatu tim olahraga di sekolah
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik Semua berawal dari ketika saya masuk sekolah di SMK Mutiara Bangsa (Al-Huda). Dimana pada saat itu saya memasuki kenaikan kelas XI (sebelas) dan pengalaman ini tidak bisa saya lupakan ketika di pilih menjadi seorang pemimpin kelas (ketua kelas). Singkat cerita, ketika semua siswa/wi sudah memperkenal kan dirinya masing-masingdi depan kelas. Maka wali kelas kami pun mengadakan pembentukan struktur organisasi kelas yang meliputi seperti : ketua kelas, wakil ketua kelas, sekretaris kelas, bendara kelas, seksi keamanan, seksi kebersihan, dll. Dimana saat itu teman-teman menunjuk saya sebagai calon ketua kelas dan sampai akhirnya saya lah yang terpilih menjadi ketua kelas. Jujur saja, saat itu saya merasa senang dan bangga, akan tetapi tidak lah mudah menjadi seorang ketua kelas karena banyak tanggung jawab yang saya harus hadapi, mulai dari mengatur kelas sampai membuat jadwal piket, dll. Suka duka yang saya hadapi ketika menjadi ketua kelas, yaitu: 1.Ketika teman-teman bisa menghargai dengan peraturan kelas yang saya buat. 2.Disaat teman-teman tidak bisa diatur, saya lah yang akan mendapatkan teguran oleh guru. 3.Ketika saya diharuskan menjadi contoh teladan bagi yang lain. 4.Harus sabar setiap saat, ketika mendapat kritikan atau complain oleh guru. 5.Dekat dengan guru. Contohnya: saya bisa leluasa menanyakan tugas yang saya tidak mengerti. Ya, kesimpulannya yaitu menjadi seorang ketua kelas adalah hal yang menyenangkan sekaligus merepotkan. Pada intinya, menjadi ketua kelas itu harus dengan hati yang ikhlas. Jika ia tidak ikhlas dalam menjalankan tugasnya, maka petaka lah untuknya. Petaka dalam artian, akan menjadi beban untuk dirinya. Namun jika ia mengerjakan tugas seorang ketua kelas dengan ikhlas, ia akan merasa tugasnya adalah tugas yang ringan.
Sekolah sebagai pendidikan formal bertujuan
membentuk manusia yang berkepribadian, dalam mengembangkan intelektual peserta
didik dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Kepala sekolah sebagai
pemimpin pendidikan perannya sangat penting untuk membantu guru, murid dan
seluruh komponen sekolah. Didalam kepemimpinnya kepala harus dapat memahami,
mengatasi dan memperbaiki kekurangan-kekurangan yang terjadi di lingkunagn
sekolah. Sebelum membahas lebih jauh tentang kepemimpinan sekolah, berikut referensi tentang pengertian pemimin atau kepemimpinan menurut para ahli,
Terkait pengertian kepemimpinan sekolah, ada baik kita juga melihat macam pengertian kepemimpinan kepala sekolah menurut para ahli, diantaranya.
Pemimpin pada hakekatnya adalah seseorang yang mempunyai kemampuan untuk mempengaruhi perilaku orang lain di dalam kerjanya dengan menggunakan kekuasaan. Kekuasaan adalah kemampuan untuk mengarahkan bawahan sehubungan dengan tugas-tugas yang harus dilaksanakannya. Menurut Stoner (1986:88) semakin banyak jumlah sumber kekuasaan yang tersedia bagi pemimpin, akan makin besar potensi kepemimpinan yang efektif. Jenis pemimpin ini bermacam-macam, ada pemimpin formal, yaitu yang terjadi karena pemimpin bersandar pada wewenang formal. Ada pula pemimpin informal, yaitu terjadi karena pemimpin tanpa wewenang formal berhasil mempengaruhi perilaku orang lain. Sebagaimana telah diungkap oleh Mulyasa “ kekuasaan itu bersumber pada imbalan, paksaan, keahlian, acuan, hukum, kharisma/kekuatan pribadi yang berdasarkan pada bawahan atau orang menerima atau tidak menerima atas segala sesuatu yang harus dilakukan. Dalam kehidupan manusia sebagai makhluk sosial tidak terlepas dari usaha kerja sama dalam mencapai tujuan hidupnya. Kerja sama ini dilakukan oleh beberapa orang dalam berbagai kegiatan untuk memudahkan dalam pencapaian tujuan daripada bekerja sendiri. Keseluruhan proses kerja sama itu disebut organisasi. Dalam suatu organisasi apa pun bentuknya pasti ada seseorang sebagai pemimpin atau pimpinan yang diberi kepercayaan untuk memimpin. Wirawan (2002:65) mengemukakan “ Pemimpin adalah orang yang dikenal oleh dan berusaha mempengaruhi para pengikutnya untuk merealisir visinya”. Kepemimpinan terjadi jika ada pemimpin mempengaruhi pengikutnya. Pemimpin merupakan unsur esensial dari kepemimpinan, tanpa pemimpin tidak ada kepemimpinan. Pemimpin dapat berupa seorang individu atau dalam kepemimpinan kolektif pemimpin berupa kelompok individu. Pemimpin juga dapat dikelompokkan menjadi pemimpin formal dan pemimpin informal. Pemimpin Formal adalah pemimpin yang menduduki posisi atau jabatan formal dalam suatu organisasi karena dipilih dan diangkat oleh mereka yang mempunyai hak untuk itu. Sedangkan Pemimpin Informal adalah pemimpin suatu masyarakat yang tidak menduduki jabatan formal dalam organisasi masyarakat tapi mempunyai pengaruh terhadap anggota dan organisasi masyarakat. Sejalan dengan pendapat di atas Siagian (1995:20) mengemukakan bahwa pemimpin atau pimpinan adalah “seorang kepala sekaligus seorang atasan dari sekelompok orang”. Sekolah adalah suatu organisasi yang terdiri dari kumpulan orang yang tentunya mempunyai pimpinan, yang lazim disebut kepala sekolah. Jadi yang dimaksud dengan pimpinan sekolah atau kepala sekolah adalah seorang kepala sekaligus seorang atasan dari suatu sekolah. Pengertian lain pimpinan, dapat diartikan sederhana sebagai pembimbing, penuntun atau pembina (yang dituakan), yang memperlihatkan hubungan antara orang yang memimpin dengan orang yang dipimpin demikian eratnya seolah-olah menyatu. Mereka bukan saja menyatu antar mereka akan tetapi juga menyatu dengan tugas dan seluruh asset organisasi. Kepala Sekolah sebagai pemimpin pendidikan, di lihat dari status dan cara pengangkatan tergolong pemimpin resmi, formal leader, atau status leader. Status leader bisa meningkat menjadi functional leader. Tergantung dari prestasi dan kemampuan didalam memainkan peranannya sebagai pemimpin pendidikan sebagai sekolah yang telah diserahkan pertanggungjawaban kepadanya. Pimpinan sekolah yang efektif mampu memberikan pengarahan terhadap usaha semua pekerjaan guru dalam pencapaian tujuan. Tanpa pimpinan atau bimbingan, hubungan antar individu dengan tujuan organisasi suatu situasi dimana para individu bekerja untuk mencapai tujuannya sendiri, sementara keseluruhan organisasi berada dalam keadaan tidak efisien dalam pencapaian tujuan. Kepemimpinan merupakan suatu hal yang sangat penting dalam manajemen berbasis sekolah. Kepemimpinan berkaitan dengan masalah kepala sekolah dalam meningkatkan kesempatan untuk mengadakan pertemuan secara efektif dengan para guru dalam situasi yang kondusif. Perilaku kepala sekolah arus mendapat mendorong kinerja para guru dengan menunjukkan rasa bersahabat, dekat, dan penuh pertimbangan terhadap para guru, baik sebagai individu dan sebagai kelompok. Perilaku instrumental merupakan tugas-tugas yang diorientasikan dan secara langsung diklarifikasi dalam peranan dan tugas-tugas para guru, sebagai individu dan sebagai kelompok. Perilaku pemimpin yang positif dapat mendorong kelompok dalam mengarahkan dan memotivasi individu untuk bekerja sama dalam kelompok dalam rangka mewujudkan tujuan organisasi. Mulyasa (2002:10) mengemukakan bawa kepemimpinan dapat diartikan sebagai kegiatan untuk mempengaruhi orang-orang yang diarahkan terhadap pencapaian tujuan organisasi. Sejalan dengan pendapat di atas Sutisna (1993:25) merumuskan kepemimpinan sebagai proses mempengaruhi kegiatan seseorang atau kelompok dalam usaha ke arah pencapaian tujuan dalam situasi tertentu. Sementara Soepardi (1988:56) mendefinisikan kepemimpinan sebagai kemampuan untuk menggerakkan, mempengaruhi, memotivasi, mengajak, mengarahkan, menasehati, membimbing, menyuruh, memerintah, melarang, dan bahkan menghukum (kalau perlu) serta membina dengan maksud agar mau bekerja dalam rangka mencapai tujuan administrasi secara efektif. Hal tersebut menunjukkan bahwa kepemimpinan sedikitnya mencakup tiga hal yang saling berhubungan, yaitu adanya pemimpin dan karakteristiknya; adanya pengikut; serta adanya situasi kelompok tempat pemimpin dan pengikut berinteraksi. Davis dalam Hicks dan G. Ray (1995:492) mengatakan bahwa : … tanpa pimpinan, suatu organisasi akan merupakan campur aduknya manusia dan peralatan. Kepemimpinan merupakan kecakapan untuk meyakinkan orang-orang agar mengusahakan secara tegas tujuan-tujuannya dengan penuh semangat. Hal ini merupakan faktor manusia yang mengikat suatu kelompok untuk bersama-sama dan mendorongnya terhadap tujuan. Aktivitas manajemen seperti halnya perencanaan, pengaturan dan pengambilan keputusan merupakan kepompong yang tidak aktif sampai pimpinan menyelenggarakan daya pendorong dan membimbingnya terhadap berbagai tujuan. Pimpinan mengimplementasikan ke dalam kenyataan. Ini merupakan suatu perbuatan yang pokok yang membawa kepada keberhasilan seluruh potensi yang terdapat dalam suatu organisasi dan orang-orangnya. Jadi pimpinan atau kepala sekolah sangat diperlukan jika suatu sekolah diharapkan mencapai keberhasilan penuh. Bahkan para guru yang baik perlu mengetahui bagaimana mereka dapat memberi sumbangan untuk tujuan sekolah/organisasi, dan para guru yang kurang antusias memerlukan pimpinan yang memberikan motivasi kerja. Biasanya motivasi dari pimpinan dikenal sebagai motivasi eksternal, untuk mempertahankan tujuan-tujuan yang sesuai dengan apa yang menjadi tujuan organisasi/sekolah. “Seorang pemimpin dituntut untuk mampu menggerakkan para karyawannya dalam bekerja, terutama dalam cara bekerja yang efektif, efisien, ekonomis dan produktif”. Seorang pimpinan juga diharapkan mampu mengarahkan orang lain dan yang bertanggung jawab atas pekerjaan tersebut. Dengan kata lain, seorang pimpinan diharapkan mampu mengarahkan bawahannya untuk bersikap disiplin William (1972:6) menyatakan bahwa atasan hendaknya mengetahui kekuatan atau kelebihan yang dimiliki oleh bawahannya dan dapat memanfaatkannya seoptimal mungkin. Sebaliknya bawahan hendaknya sadar akan berbagai keberhasilan dan kegagalan dalam bekerja, dan berupaya untuk menganalisis sebab-sebab keberhasilan dan kegagalan, dan belajar dari keduanya untuk meningkatkan kinerja supaya menjadi lebih baik. Atasan hendaknya memberi petunjuk tentang bagian-bagian mana dari kinerja yang harus dikembangkan. Atasan hendaknya menegaskan kembali perannya dalam melaksanakan bimbingan kepada bawahan sehingga dapat menghasilkan kinerja tinggi. Lee (1990:30) menegaskan tugas pemimpin adalah menjelaskan dan menterjemahkan visi organisasi untuk masa yang akan datang. Memimpin sekolah pada hakikatnya adalah menciptakan lingkungan sekolah yang kreatif, memberdayakan guru, dan merekayasa mereka menjadi tenaga yang berkualitas. Pimpinan hendaknya dapat menyadari bahwa keberhasilan pimpinan turut ditentukan oleh tingkat kinerja yang ditunjukkan oleh seluruh guru yang ada di bawah wewenang dan tanggung jawabnya. Kerja sama yang didasarkan pada kemitraan akan membawa kinerja sekolah menjadi lebih baik. Dapat disimpulkan bahwa dalam tubuh sekolah, kepemimpinan hendaknya dikembangkan diantara semua guru, di semua tingkatan. Semua guru hendaknya berpartisipasi dalam mengembangkan visi dan misi sekolah menghadapi era masa depan. Semua anggota kelompok organisasi hendaknya rela menerima tanggung jawab baru, mengambil resiko, membina konsensus, dan saling percaya mempercayai diantara kolega. Pemimpin harus yakin bahwa semua orang memiliki keterampilan memimpin yang ada di dalam diri masing-masing, dan keterampilan tersebut dapat dikembangkan. Kepemimpinan bukan sesuatu yang mistik, akan tetapi terdiri atas sejumlah keterampilan yang dapat dilatih dan dikembangkan, walaupun disadari bahwa ada faktor bakat alami tertentu yang melekat pada setiap orang. Robin (1986:263) berpendapat bahwa keberhasilan dan kegagalan organisasi banyak ditentukan oleh keberhasilan dan kegagalan pemimpin dalam memainkan perannya. Peranan pemimpin dalam menggerakkan anggota memiliki peranan yang strategik. Secara umum dapat dikatakan bahwa seorang pemimpin pada tingkat apapun hendaknya memiliki wawasan yang luas dan menjangkau ke masa depan, mampu membuat keseimbangan, keserasian, dan keserasian dalam membuat keputusan untuk menggerakkan anggotanya dalam mewujudkan sasaran dan mencapai tujuan organisasi. Pemimpin harus berperan sebagai individu teladan (to do the right things), sebagai komandan, sebagai guru yang bertugas menyiapkan kader, sebagai seorang bapak yang bijak, seorang sahabat yang penuh pengertian dan berjiwa karsa.
Dalam kehidupan berorganisasi, pemimpin
memegang peranan yang sangat penting, bahkan sangat menentukan dalam usaha
mencapai tujuan organisasi. Seorang pemimpin dalam melakukan aktivitasnya
memerlukan sekelompok orang lain yang disebut bawahan. Selain bawahan, pemimpin juga membutuhkan
sarana dan prasarana dalam rangka memperlancar tugasnya sebagai pemimpin.
Pemimpin Juga dituntut untuk membina hubungan baik dan menyenangkan dengan
bawahan dalam usaha mencapai tujuan organisasi. Pemimpin dalam organisasi mempunyai fungsi memperdayakan para bawahannya. Keberhasilan kepemimpinannya tergantung pada kemampuan kerja. Seorang pemimpin yang berhasil adalah seorang pemimpin yang memiliki kemampuan pribadi tertentu, mampu membaca keadaan bawahannya dan lingkungannya. Faktor yang harus diketahui dari bawahannya adalah kematangan mereka, sebab ada kaitannya dengan gaya kepemimpinan. Hal ini dimaksudkan agar pemimpin dapat bekerja dengan tepat menerapkan pengaruhnya pada bawahan sehingga pemimpin memperoleh ketaatan memadai. Keberadaan pemimpin yang efektif dan dinamis dalam struktur organisasi sangat strategis. Karena dengan adanya komitmen yang tinggi seorang pemimpin untuk meningkatkan kualitas para bawahannya, maka diharapkan akan meningkat pula kualitas bawahannya. Pemimpin yang efektif dan dinamis akan mampu mengendalikan, mengarahkan dan memotivasi bawahannya ke arah tercapainya produktivitas kerja pegawai, seperti yang diharapkan oleh pemimpin dalam suatu organisasi. Agar organisasi dapat berjalan dengan baik, salah satunya unsur yang berperan adalah kepemimpinan. Kepemimpinan sebagai proses mempengaruhi interprestasi para pengikut terhadap suatu peristiwa, memilih tujuan kelompok atau organisasi, pengorganisian dan aktivitas-aktivitas kerja, memotivasi para pengikut untuk mencapai sasaran, pemeliharaan hubungan kerja sama dan kerja kelompok, serta perolehan dukungan dan kerja sama dari orang-orang yang berada di luar kelompok atau organisasi. Definisi ini memberikan pengertian yang sangat jelas, bahwa pihak atasan (pemimpin) yang mempengaruhi kegiatan para pengikut melalui proses komunikasi ke arah tindakan mencapai tujuan. Kepemimpinan adalah pengaruh dan tindakan tingkah laku kepercayaan dan perasaan dari seseorang dalam sebuah sistem sosial dengan orang lain, dengan harapan adanya kerja sama dari orang yang sedang dipengaruhi. Kepemimpinan merupakan tingkah laku seorang individu untuk mengarahkan aktivitas-aktivitas kelompok ke arah pencapaian tujuan organisasi. Pendapat tersebut menunjukkan bahwa kepemimpinan mengacu kepada tingkah laku seorang pemimpin dalam memberikan bimbingan, arahan kepada para bawahannya dalam rangka mencapai tujuan organisasi. Jadi, keberhasilan seorang pemimpin ditentukan oleh perilaku dari pemimpin tersebut. Kepemimpinan manajerial sebagai proses mengarahkan dan mempengaruhi aktivitas yang berkaitan dengan tugas dari para anggota kelompok. Ada tiga implikasi penting dari batasan tersebut : Kepemimpinan harus melibatkan orang lain, bawahan atau pengikut. Karena kesediaan mereka menerima pengarahan dari pimpinan, anggota kelompok membantu menegaskan status pemimpin dan memungkinkan proses kepemimpinan. Tanpa bawahan, semua sifat-sifat kepemimpinan seorang manajer akan menjadi tidak relevan. Kepemimpinan mencakup distribusi kekuasaan yang tidak sama diantara pemimpin dan anggota kelompok, yang tidak dapat dengan cara yang sama mengarahkan aktivitas pemimpin. Meskipun demikian anggota kelompok jelas akan mempengaruhi aktivitas tersebut dengan sejumlah cara. Di samping secara sah mampu memberikan bawahan atau pengikutnya. Perintah atau pengarahan, pemimpin juga dapat mempengaruhi bawahan dengan berbagai cara lain. Shermerhorn, Hunt dan Obson menyatakan kepemimpinan adalah suatu proses penggunaan kekuatan untuk memperoleh pengaruh manusia. Mengacu kepada pendapat tersebut bahwa kepemimpinan dinyatakan sebagai proses, artinya kepemimpinan itu berlangsung dalam kurun waktu cukup lama yang dimulai dari membuat perencanaan (Planning) pengorganisasian (Organizing), pembimbingan (Directing), Pengawasan (Controlling) dan kembali lagi kepada pembuatan perencanaan untuk kegiatan selanjutnya. Kepemimpinan merupakan proses mempengaruhi aktivitas seseorang atau kelompok orang untuk mencapai suatu tujuan dalam situasi tertentu. (Blanchard, 1995:99) Definisi di atas menunjukkan bahwa situasi apapun jika seseorang berusaha mempengaruhi perilaku orang lain atau kelompok, maka pada saat itu sedang berlangsung proses kepemimpinan. Setiap saat seorang berusaha mempengaruhi perilaku orang lain, maka orang itu adalah pemimpin potensial dan orang yang dipengaruhi adalah pengikut potensial. Oleh karena itu posisi seseorang tidak menjadi penghalang orang itu adalah atasan, rekan sejawat, bawahan, kawan atau sanak keluarga. Menurut teori seorang pemimpin tidak harus menjadi manajer dalam suatu organisasi atau perusahaan tertentu. Kepemimpinan merupakan kecakapan untuk meyakinkan orang-orang agar mengusahakan secara tegas tujuan-tujuannya dengan penuh semangat. Hicks, and Gullet. (1996: 492) Dalam pernyataan tersebut nampak adanya faktor manusia yang mengikat suatu kelompok secara bersama-sama dan mendorongnya ke arah tujuan. Secara umum dapat dikatakan, bahwa kepemimpinan merupakan kemampuan dan keterampilan mempengaruhi perilaku orang lain, dalam hal ini para anggota kelompok, sedemikian rupa sehingga perilaku tersebut diwujudkan dalam pola tindak orang yang bersangkutan yang memungkinkannya memberikan yang terbaik pada dirinya dalam menyelesaikan tugas bersama. Definisi tersebut menjelaskan bahwa kepemimpinan merupakan kemampuan dan keterampilan yang dapat dipelajari dan ditumbuh kembangkan, misalnya melalui pendidikan dan latihan. Artinya kepemimpinan seseorang bukan hanya bisa tumbuh dan berkembang lantaran adanya bakat dari seseorang yang dibawa sejak lahir, tetapi bisa dididik dan dilatih. Ada teori yang mengatakan bahwa kepemimpinan didefinisikan sebagai kemampuan untuk mempengaruhi suatu kelompok ke arah tercapainya tujuan. Definisi ini menggambarkan bahwa kepemimpinan mencakup suatu proses pengaruh. Banyak sifat-sifat dan gaya-gaya yang dilakukan oleh seorang pemimpin dalam mempengaruhi bawahannya. Hal ini memerlukan kesiapan dan kemampuan seorang pemimpin dalam mempengaruhi, mendorong, mengajak, menggerakkan orang lain untuk mencapai tujuan. Dalam pengertian yang paling mendasar, kepemimpinan berarti berada di barisan paling depan, menggunakan badan, gerakan mau dan keterampilan komunikasi anda untuk memberi arahan kepada orang lain, jalan mana yang harus ditempuh. Selanjutnya dijelaskan bahwa kepemimpinan yang berhasil menurut Hicks, and Gullet. (1996: 492) paling sedikit memiliki delapan sifat, yaitu :
Pemimpin yang baik idealnya adalah memiliki kombinasi dari sifat-sifat tersebut di atas. Kepemimpinan sebagaimana dikatakan oleh Hadari Nawawi juga diartikan kemampuan menggerakkan, memberikan motivasi dan mempengaruhi orang-orang agar tersedia melakukan tindakan-tindakan yang terarah pada pencapaian tujuan melalui keberanian mengambil keputusan tentang kegiatan yang harus dilakukan. Pendapat tersebut menunjukkan bahwa kepemimpinan mengacu pada perilaku seorang pemimpin. Ia memberi pengarahan, bimbingan, tuntunan kepada para bawahan dalam rangka mencapai tujuan organisasi. Dalam hal ini, keberhasilan seorang pemimpin ditentukan oleh perilaku si pemimpin tersebut. Merujuk kepada teori-teori tersebut, maka secara sederhana dapat disimpulkan bahwa pemimpin adalah kemampuan yang dimiliki oleh seseorang (pemimpin) untuk mempengaruhi orang lain (bawahan) dalam rangka untuk mencapai tujuan organisasi. Tead (1935:31-34) menyatakan bahwa syarat kepemimpinan pendidikan adalah: a. Memiliki kesehatan jasmaniah dan rohaniah yang baik. b. Berpegang teguh pada tujuan yang hendak dicapai. c. Bersemangat d. Jujur e. Cakap dalam memberi bimbingan f. Cepat serta bijaksana dalam mengambil keputusan g. Cerdas h. Cakap dalam hal mengajar dan menaruh kepercayaan kepada yang baik dan berusaha mencapainya Komaruddin. (1993:35) menyatakan bahwa kepemimpinan harus mengandung unsur-unsur :
Gaya seorang pemimpin dapat digambarkan dalam berbagai cara, misalnya pemimpin tersebut murah hati, keras kepala dan terus terang, meyakinkan. Menurut Hersey. (1994:29), Gaya Kepemimpinan adalah pola tingkah laku (kata-kata dan tindakan) dari seorang pemimpin yang dirasakan oleh orang lain. Kepemimpinan bukan hanya sekedar penampilan lahiriah saja, tetapi juga bagaimana cara mereka mendekati orang yang ingin dipengaruhi. Corak atau gaya seorang pemimpin akan sangat berpengaruh terhadap efektivitas pemimpin. Pemilihan gaya kepemimpinan yang tepat akan memberikan motivasi kerja kepada bawahan, sehingga bawahan akan merasa puas. Sebaliknya tidak arang kesalahan dalam pemilihan gaya kepemimpinan berakibat kegagalan kepemimpinan seseorang dalam organisasi tersebut. Adapun gaya atau tipe kepemimpinan yang pokok atau juga disebut ekstrem ada tiga tipe atau bentuk kepemimpinan yaitu:
Kepemimpinan otoriter adalah kepemimpinan yang bertindak sebagai diktor terhadap anggota-anggota kelompoknya. Baginya memimpin adalah menggerakkan dan memaksa kelompok. Apa yang diperintahnya harus dilaksanakan secara utuh, ia bertindak sebagai penguasa dan tidak dapat dibantah sehingga orang lain harus tunduk kepada kekuasaanya. Ia menggunakan ancaman dan hukuman untuk menegakkan kepemimpinannya. Kepemimpian otoriter hanya akan menyebabkan ketidakpuasan dikalangan guru.
Bentuk kepemimpinan ini merupakan kebalikan dari kepemimpinan otoriter. Yang mana kepemimpinan laissez faire menitik beratkan kepada kebebasan bawahan untuk melakukan tugas yang menjadi tanggung jawabnya. Pemimpin lasses faire banyak memberikan kebebasan kepada personil untuk menentukan sendiri kebijaksanaan dalam melaksanakan tugas, tidak ada pengawasan dan sedikit sekali memberikan pengarahan kepada personilnya.
Bentuk kepemimpinan demokratis menempatkan
manusia atau personilnya sebagai factor utama dan terpenting. Hubungan antara
pemimpin dan orang-orang yang dipimpin atau bawahannya diwujudkan dalam bentuk
human relationship atas dasar prinsip saling harga-menghargai dan hormat-menghormati. Dalam melaksanakan tugasnya, pemimpin demokratis mau menerima dan bahkan mengharapkan pendapat dan saran-saran dari bawahannya, juga kritik-kritik yang membangun dari anggota diterimanya sebagai umpan balik atau dijadikan bahan pertimbangan kesanggupan dan kemampuan kelompoknya. Kepemimpinan demokratis adalah kepemimpinan yang aktif, dinamis, terarah yang berusaha memanfaatkan setiap personil untuk kemajuan dan perkembangan organisasi pendidikan. Menurut Handoko.(1987:293) Gaya kepemimpinan adalah suatu cara pemimpin untuk mempengaruhi bawahannya. Jika kepemimpinan terjadi dalam suatu organisasi dan seorang pemimpin perlu mengembangkan staf dan membangun iklim motivasi yang menghasilkan gaya kepemimpinannya. Dalam hal ini usaha menyelaraskan persepsi diantara orang yang akan mempengaruhi perilaku dengan orang yang perilakunya akan dipengaruhi menjadi amat penting kedudukannya. Kepemimpinan dapat akan menjadi efektif jika gaya kepemimpinan yang dilakukan sesuai dengan lingkungan yang ada dalam organisasi, baik karyawan, sarana prasarana, lingkungan sosial dan sebagainya. Hines (1993:122) menggolongkan gaya kepemimpinan ke dalam tiga golongan yaitu otokratis, demokratis dan kembali bebas. Secara relative menurut Ronald Lipiit. (1987:294) ada tiga macam gaya kepemimpinan yang berbeda, yaitu: otokratis, demokratis atau partisipatif, dan laisser faire. Selanjutnya ketiga gaya tersebut dijelaskan dalam tabel berikut. Tabel 2.1 Gaya Kepemimpinan
Sumber : Ralph White dan Ronald Lipiit. 1987. Autocracy and Democracy. Dalam Sukanto Reksohadiprojo, T. Hani Handoko. Organisasi Perusahaan. Yogyakarta : BPFE, h. 294. Hersey dan Blanchard (1993:289) mengemukakan bahwa gaya kepemimpinan adalah pola perilaku konsisten yang mereka terapkan dalam bekerja dengan dan melalui orang lain, seperti yang dipersepsikan orang-orang itu. Menurut Hadari. (1995:83-84) Gaya kepemimpinan memiliki tiga pola dasar, yaitu : Gaya kepemimpinan yang berpola mementingkan pelaksanaan tugas secara efektif dan efisien, Gaya kepemimpinan yang berpola mementingkan pelaksanaan hubungan kerja sama, dan Gaya kepemimpinan yang berpola mementingkan hasil yang dapat dicapai Teori Gaya Kepemimpinan Teori Path Goal Menurut Hani Handoko.(1997:290)Teori Path Goal ini menganalisis pengaruh (dampak ) kepemimpinan terutama perilaku terhadap motivasi bawahan, kepuasan dan pelaksanaan kerja. Teori ini memasukkan empat tipe atau gaya pokok perilaku pemimpin, yakni :
Pemimpin memberikan perintah-perintah khusus kepada bawahan dan tidak ada peran serta bawahan dalam pembuatan keputusan.
Pemimpin selalu bersedia menjelaskan, sebagai teman, mudah didekati dan menunjukkan diri sebagai orang sejati bagi bawahan. Pemimpin bersahabat dan tertarik pada bawahan sebagai manusia.
Pemimpin meminta dan menggunakan saran-saran bawahan untuk membuat keputusan. Kebanyakan studi dalam organisasi industri manufaktur menyimpulkan bahwa dalam tugas-tugas yang tidak rutin karyawan lebih luas di bawah pemimpin yang partisipatif dari pada pemimpin yang non partisipatif.
Pemimpin mengajukan tantangan-tantangan dengan tujuan yang menarik bagi bawahan dan merangsang bawahan untuk mencapai tujuan tersebut serta melaksanakannya dengan baik. Kunci penting teori ini adalah cara pemimpin mempengaruhi jalur antara perilaku bawahan dan sasaran. Likert dengan melibatkan kelompok Michigan (Thoha, 1995:34) dalam melakukan penelitian selama bertahun-tahun, mengemukakan empat sistem atau gaya dasar kepemimpinan organisasional Secara ringkas keempat gaya tersebut dapat diuraikan, sebagai berikut :
Manajer mengambil semua keputusan yang berkaitan dengan pekerjaan, memerintahkan dan biasanya mengeksploitasi bawahan untuk melaksanakannya.
Manajer menentukan perintah-perintah kerja, tetapi bawahan diberi keleluasan (fleksibilitas) dalam melaksanakannya dengan suatu cara paternalistik. Pimpinan menggunakan gaya konsultatif. Pimpinan ini meminta masukan dan menerima partisipasi dari bawahan, tetapi tetap menahan hak untuk membuat keputusan final.
Pimpinan memberikan berbagai pengarah kepada
bawahan, tetapi memberikan kesempatan partisipasi total dan keputusan dibuat
atas dasar konsensus dan prinsip mayoritas. Gaya kepemimpinan adalah cara yang dipergunakan pemimpin dalam mempengaruhi para pengikutnya. Menurut Thoha (1995) gaya kepemimpinan menurut norma perilaku yang digunakan seseorang pada saat orang tersebut mencoba mempengaruhi perilaku orang lain seperti yang ia lihat. Dalam hal ini usaha menselaraskan persepsi di antara orang yang akan mempengaruhi perilaku dengan yang akan dipengaruhi menjadi amat penting kedudukannya. Gaya kepemimpinan merupakan suatu pola perilaku seseorang pemimpin yang khas pada saat mempengaruhi anak buahnya, apa yang dipilih oleh pemimpin untuk dikerjakan, cara pemimpin bertindak dalam mempengaruhi anggota kelompok membentuk gaya kepemimpinan, namun gaya mana yang terbaik tidak mudah untuk ditentukan. Untuk memahami gaya kepemimpinan, sedikitnya dapat dikaji dari tiga pendekatan utama, yaitu pendekatan sifat, perilaku dan situasional. Pendekatan sifat Pendekatan sifat mencoba menerangkan sifat-sifat yang membuat seseorang berhasil. Pendekatan ini bertolak dari asumsi bahwa individu merupakan pusat kepemimpinan. Kepemimpinan dipandang sebagai suatu yang mengandung lebih banyak unsur individu, terutama pada sifat-sifat individu. Penganut pendekatan ini berusaha mengidentifikasikan sifat-sifat kepribadian yang dimiliki oleh pemimpin yang berhasil dan yang tidak berhasil. Pendekatan perilaku Setelah pendekatan sifat kepribadian tidak mampu memberikan jawaban yang memuaskan, perhatian para pakar berbalik dan mengarahkan studi mereka kepada perilaku pemimpin. Studi ini memfokuskan dan mengindentifikasi perilaku yang khas dari pemimpin dalam kegiatannya mempengaruhi orang lain (pengikut). Pendekatan perilaku kepemimpinan banyak membahas keefektifan gaya kepemimpinan yang dijalankan oleh pemimpin. Pendekatan Situasional Pendekatan situasional hampir sama dengan pendekatan perilaku, keduanya menyoroti perilaku kepemimpinan dalam situasi tertentu. Dalam hal ini kepemimpinan lebih merupakan fungsi situasi dari pada sebagai kualitas pribadi, dan merupakan suatu kualitas yang timbul karena interaksi orang-orang dalam situasi tertentu. Nanang Fatah (1996 ) Pendekatan situasional berpandangan bahwa keefektifan kepemimpinan bergantung pada kecocokan antara pribadi, tugas, kekuasaan, sikap dan persepsi. Keberhasilan Suatu organisasi atau lembaga dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik faktor yang datang dari dalam maupun yang datang dari lingkungan. Dari berbagai faktor tersebut, motivasi merupakan suatu faktor yang cukup dominan dan dapat menggerakkan faktor-faktor lain ke arah efektivitas kerja. Dalam hal tertentu motivasi sering disamakan dengan mesin dan kemudi mobil, yang berfungsi sebagai penggerak dan pengarah. Setiap bawahan memiliki karakteristik khusus, yang satu sama lain berbeda. Hal tersebut memerlukan perhatian dan pelayanan khusus pula dari pemimpinnya, agar mereka dapat memanfaatkan waktu untuk meningkatkan kinerjanya. Perbedaan pegawai tidak hanya dalam bentuk fisik, tetapi juga dalam psikisnya, perlu diupayakan untuk membangkitkan motivasi bawahan dan faktor-faktor lain yang mempengaruhinya. Faktor-faktor yang mempengaruhi efektivitas pemimpin. Menurut H. Jodeph Reitz (1981) faktor-faktor yang mempengaruhi efektivitas pemimpin meliputi : 1) Kepribadian (personality) pengalaman masa lalu dan harapan pemimpin, 2) harapan dan perilaku atasan, 3) karakteristik harapan dan perilaku bawahan, dan 4) Harapan dan perilaku rekan. Usaha menciptakan disiplin kerja dapat dilakukan melalui perhatian dan kerja sama dari pemimpin, yaitu perilaku kepemimpinan yang menciptakan hubungan kerja dengan karyawan yang didasari rasa saling menghormati dan menghargai. Sondang P. Siagian (1979:26) menyatakan, “Setiap orang dalam organisasi bagaimana pun rendahnya pendidikan dan kedudukannya ingin dihargai oleh atasan, rekan setingkat dan organisasi lainnya. Pendapat tersebut di atas didukung oleh James J. Cribbin (1990:136) yang menyatakan bahwa jika para pemimpin bersikap egoistis, tidak mau bersikap kooperatif, tidak mau berkorban, cuma ingin mencari untung melulu maka organisasi akan menjadi kacau berantakan dan tujuan tidak akan tercapai. Pemimpin demikian akan banyak menebarkan ketakutan, keresahan, kecemasan, kesedihan, kesengsaraan di tengah anak buahnya. Dari kedua pendapat di atas jelas bahwa pemimpin hendaknya memperlakukan bawahan sebaik-baiknya sebagai rekan kerja, dalam hal pekerjaan maupun secara moral seperti kejujuran, kesederhanaan, tidak egois akan tetapi segala tindakannya untuk kepentingan anggota. Dengan menciptakan suasana yang sehat dan menyenangkan akan membentuk moral yang tinggi. Dengan moral staff yang tinggi akan dapat dikembangkan potensi-potensi sehingga disiplin diri akan tumbuh serta karyawan akan memberikan segala kemampuannya untuk bekerja seoptimal mungkin. Untuk menjaga konsistensi disiplin kerja perlu adanya keteladanan yakni pimpinan harus dijadikan panutan atau contoh. “Untuk lebih mengefektifkan peraturan yang dikeluarkan dalam menegakkan kedisiplinan perlu adanya teladan pimpinan.” Pendapat ini didukung oleh Paul Hersey yang menyatakan bahwa jalan baik untuk mendisiplinkan bawahan atau rakyat banyak ialah pemimpin-pemimpin harus memberikan kecintaan, pengorbanan dan teladan, kejujuran dan kesederhanaan sesuai ucapan dan tingkah lakunya, mau bekerja keras untuk kesejahteraan anggota dan bukan untuk kemakmuran dirinya sendiri. Senada dengan pendapat di atas Bill Greech (1996:346) dalam terjemahan Alexander Sudiro mengatakan, “Pimpinlah dengan memberi contoh-contoh yang positif bukan menetapkan peraturan lewat teror, ancaman, omong besar dan intimidasi.” Dengan keteladanan dari pihak pimpinan, disiplin karyawan dapat dibina sehingga kedisiplinan yang muncul tidak sekedar karena takut akan tetapi muncul dari kesadaran. Adapun fungsi kepemimpinan pendidikan menurut Soekarto Indrafachrudi (1993:33) adalah pada dasarnya dapat dibagai menjadi dua yaitu: a) Fungsi yang bertalian dengan tujuan yang hendak dicapai
b) Fungsi yang bertalian dengan suasana pekerjaan yang sehat dan menyenangkan
Berdasarkan penjelasan di atas, maka yang dimaksud kepemimpinan kepala sekolah yaitu proses pemahaman seorang guru dalam memberikan arti mengenai kepemimpinan yang dijalankan oleh kepala sekolah berdasarkan pengamatan, pengalaman, perhatian dan kepercayaan yang terseleksi selama menjadi guru. DAFTAR PUSTAKA Alex S. Nitisamito. 1982. Manajemen Personalia. Jakarta: Ghalia Indonesia Bill Greech & Alexander Sudiro. 1996. Manajemen Mutu Terpadu. Jakarta: Bina Rupa Aksara. Camilia, Gladys and Margery. 1974. Educational Organization and Administration: Concepts, Practices and Issues. USA : Prentice Hall, Inc, Chriss Lee. 1990. “Beyond Team Work”, Training: The Magazine of Human Resource Development, edition June. Daniel C. Fieldman and Hugh J. Arnold. 1983. Managing Individual and Group Behaviors in organization. New York : McGraw-Hill Book Company. Hadari Nawawi, Martini Hadari. 1985. Kepemimpinan yang Efektif. Yogyakarta: Gajah Mada University Press Hadari Nawawi. 1996. Administrasi Pendidikan. Jakarta : Gunung Agung. Herbert G. Hicks, G. Ray Gullet. 1996. Organisasi : Teori dan Tingkah Laku. Terjemahan G. Kartasapoetra dan A.G. Kartasapoetra. Jakarta: Bumi Aksara. Herbert G. Hicks dan G. Ray Gullet. 1995. Organisasi, Teori dan Tingkah Laku. Jakarta: Bumi Aksara. Gary K. Hines. 1993. Kepemimpinan. Terjemahan Susanto Budidharmo. Jakarta: PT. Gramedia. Gary Yukl. 1944. Leadership in Organization. Englewood Cliffs, New Jersey: Prentice Hall, Jusuf Suit dan Almasdi. 1996. Aspek Sikap Mental dalam sumber Daya manusia. Jakarta: Ghalia Indonesia. James A.F Stoner. 1986. Manajemen. Terjemahan Nanang Fatah. Jakarta; Intermedia. James J. Cribbin. 1990. Kepemimpinan: Mengefektifkan Strategi Organisasi. Jakarta: Pustaka Binaman Presindo. Jonh R, Schermerhorn, Jr, James G. Hunt, and Richard N Osborn. 1985. Management Organizational Behaviors. USA: Jonh Willey and Sons, Inc. Komaruddin. 1993. Ensiklopedi Manajemen. Bandung: Alumni. M.R. William.1972. Performance Appraisal in Management. London: Heineman Mulyasa. 2002. Manajemen Berbasis Sekolah. Bandung:; Rosdakarya. Paul Hersey and Ken Blanchard. 1993. Management of Organization Behavior. New Jersey: Prentice-Hall International, Inc Paul Hersey. 1994. Kunci Sukses Pemimpin Situasional. Terjemahan Dwi Astuty. Jakarta: Delaratase. Paul Hersey, Ken Blanchard. 1995. Manajemen Perilaku Organisasi: Pendayagunaan Sumber Manusia. Terjemahan Agus Dharma. Jakarta: Erlangga. Ralph White & Ronald Lipiit. 1987. Autocracy and Democracy. Dalam Sukanto Reksohadiprodjo, T. Hani Handoko, Organisasi Perusahaan . Yogyakarta: BPPE. Rodman L, Drake. 1993. Seri Ilmu dan seni Manajemen Bisnis, Kepemimpinan. Terjemahan Susanto Budidharmo. Jakarta : PT. Gramedia. Sondang P. Siagian. 1979. Bunga Rampai Manajemen Modern. Jakarta: Gunung Agung. Sondang P. Siagian. 1997. Teori dan Praktek Pengambilan keputusan. Jakarta: PT. Gunung Agung. Sondang P. Siagian. 1995. Organisasi Kepemimpinan dan Perilaku Administrasi. Jakarta: Haji Masagung. Sukanto Reksohadiprodjo dan T. Hani Handoko. 1997. Organisasi Perusahaan. Yogyakarta: BPFE. Sutisna. 1993. Administrasi Pendidikan: Dasar Teoritis dan Praktek. Bandung; Aksara Soepardi. 1988. Dasar-dasar Administrasi Pendidikan. Jakarta; P2LPTK Stephen P. Robbins. 1996. Perilaku Organisasi. Terjemahan Hadyana Pujaatmaka. Jakarta: PT Prenhallindo. Stephen P. Robbins. 1986. Organizational Behavior; Concepts Controversies, and Applications, 3rd edition. Englewood Cliffs, New Jersey: Prentice Hill Thoha. 1995. Kepemimpinan Dalam Manajemen. Jakarta: Rajawali. Wirawan. 2002. Kapita selekta Teori Kepemimpinan. Jakarta: Uhamka Press. |