Bagaimana cara cara dakwah yang tepat di zaman sekarang?

Jakarta - Saya pernah menyaksikan debat dua wartawan, yang satu ingin siaran langsung [live], satu lagi maunya siaran tunda [taping]. Saya khawatir narasumbernya kepleset lidah, begitu pertimbangan pengusul siaran tunda, yang akhirnya disetujui keduanya. Begitulah kehati-hatian media memproduksi konten. Dulu siaran langsung ribet sekali, membawa mobil besar berparabola dilengkapi jenset super berat. Sekarang bermodal sebatang HP, setiap orang bisa melakukan siaran langsung. Dalam pengajian keagamaan, kadang sang penceramah tidak tahu di antara jamaahnya ada yang merekam atau menyiarkan secara langsung ceramahnya.Sebab itu kesadaran akan kemajemukan warga Indonesia dan dunia harus tertanam dalam diri pendakwah. Ia juga perlu mengingatkan jamaah untuk bijak menggunakan HP. Berikut 10 tips dakwah di era digital untuk pendakwah dari agama apapun: PERTAMA. Pendakwah harus baper [bawa perasaan]. Maksudnya mesti membawa perasaan atau melibatkan hati kecilnya sebelum berceramah. Pendakwah harus merasa-rasakan betul, apakah yang disampaikannya pantas. Bapernya pun bukan baper biasa, tapi baper ilmiah. Untuk mencapai baper ilmiah ini, pendakwah sebaiknya membaca berbagai penelitian, buku sejarah tentang Indonesia dan dunia. Intinya pendakwah wajib memahami kemajemukan NKRI yang di dalamnya hidup 6 agama, 187 kelompok penghayat kepercayaan, 1331 suku, 652 bahasa daerah, 431.465 organisasi kemasyarakatan. Ingat, pertahanan sebuah bangsa di antaranya kerukunan dan kekompakan masyarakatnya. Kita semua serta pendakwah apapun agamanya wajib menjaganya.

KEDUA. Memakan konten dari banyak sumber. Jika pendakwah hanya mengkonsumsi konten yang diterbitkan satu golongan saja, ia bisa dirasuki kecintaan luar biasa pada A dan kebencian berbahaya pada B. Hal sama juga bisa terjadi pada siapapun yang mendengar satu pendakwah saja.

KETIGA. Punya akun resmi, di situ setiap video diunggah utuh. Sehingga jika ada potongan video yang dirasa kurang pas, masyarakat bisa merujuk ke video utuh di akun resmi tersebut.

KEEMPAT. Hati-hati dengan politik dalam negeri dan luar negeri. Jangan diperalat partai politik dalam negeri atau Anda bekerja untuk kepentingan negara lain. Mari kita mengarusutamakan kepentingan nasional di atas kepentingan golongan apalagi pribadi.

KELIMA. Dakwah di era digital itu kerja tim. Penceramah seperti frontman, di belakang mereka harus ada litbang, tim teknis, dan lain-lain. Produksi konten berdasarkan riset, dan sebarkan sesuai target. Resapi respons masyarakat di kolom komentar medsos, pemberitaan media, masukan para pakar, dll. Tim ini juga harus mampu membedakan hater, lover dan yang objektif. Medsos itu intinya; produksi, distribusi dan interaksi. Konten ceramah akan abadi di internet, karenanya produksi harus benar-benar serius, sebagaimana media mainstream memproduksi konten. Waspadai juga akun palsu pengadudomba antarumat beragama di internet.

KEENAM. Pendakwah harus jujur menyampaikan latar belakang pendidikannya, disiplin ilmu yang dikuasai. Tidak memaksakan menjawab pertanyaan yang belum diketahui. Masyarakat juga harus diberikan cara belajar agama, direkomendasikan buku, kitab yang perlu dibaca.

KETUJUH. Pengelolaan data. Video ceramah sebaiknya disimpan di website yang dibuat sendiri, karena media sosial rentan hilang akunnya karena dihack, atau media sosialnya bermasalah sehingga dilarang beroperasi. Atau bisa juga di back-up di hardisk atau sarana penyimpanan online lainnya yang terpercaya.

KEDELAPAN. Banyak sorotan masyarakat terkait kesesuaian perkataan dan perbuatan pendakwah. Kemudian godaan politik dalam berbagai pemilihan langsung. Rayuan popularitas dan persaingan antarsesama pendakwah. Jauhi fanatisme berlebihan kepada pendakwah, di sini pendakwah sebaiknya mengingatkan masyarakat, bahwa manusia tempatnya kesalahan, lalu mengatakan "saya adalah manusia". Antarpendakwah sebaiknya menjaga etika saat mengkritik pendakwah lain, untuk menghindari kubu-kubuan di masyarakat.

KESEMBILAN. Ada masanya pendakwah harus puasa ceramah, waktu itu dapat digunakan untuk memperdalam ilmu, evaluasi, meningkatkan pemahaman terhadap karakter dan perilaku audience, membaca berbagai hasil penelitian, perkembangan ekonomi, sosial budaya, dll. Setelah itu mereka dapat kembali.

KESEPULUH. Pertimbangkan melakukan siaran langsung, sebaiknya siaran tunda. Ingatkan jamaah yang hadir agar menggunakan alat perekam suara dan HP dengan bijaksana. Nah tak kalah pentingnya, bacalah UU No 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran, UU RI Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, Kode Etik Jurnalistik, UU ITE 2008, UU RI Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, P3SPS, Peraturan penggunaan setiap media sosial, dll

KESEBELAS. Bagi siapapun yang ingin menjadi pendakwah harus menguasai, memahami bahasa asli dari kitab suci mereka. Jika Islam yang harus paham bahasa arab, ilmu hadist, dll. Baca juga riwayat hidup para pendakwah, di situ terlihat betapa lamanya mereka belajar, menghafal, dll. Tidak ada jalur cepat menjadi pendakwah. Menyampaikan firman Tuhan itu perlu ilmu, penalaran, metodologi, dll.

Bagaimana jika ada pendakwah mengingatkan pemerintah?. Boleh saja, misalnya mengingatkan tentang kesenjangan ekonomi, korupsi, bahaya radikalisme, separatisme, merawat lingkungan dll. Yang penting tidak mengembangkan kebencian terhadap keyakinan orang, pemerintah apalagi Negara. Hindari fitnah, pelecehan SARA, menyampaikan sesuatu di luar kapasitas Anda.Sedikit melebar, kritik dari pendakwah salahsatunya disebabkan semakin langkanya kritik dari kampus, kaum intelektual terhadap pemerintah. Dugaan saya, jika para anggota DPR/DPRD, DPD, Profesor, Doktor, para Dosen di kampus aktif menjadi penyambung lidah rakyat, maka para pendakwah tidak akan lagi mewakili peran mereka yang digaji untuk mengawasi pemerintahan tersebut.Wijayanto dan Fajar Nursahid dari LP3ES [Center for Media and Democracy] pernah menulis artikel berjudul "Masalah-Masalah Demokrasi Kita Hari Ini" [detik.com. 3 Agutus 2019]. Menurut mereka, baru kali ini sejak era Reformasi kampus begitu berlomba-lomba merapat kepada kekuasaan. Keduanya menyoroti semakin langkanya kritik pada pemerintah, padahal kritik itulah yang menyelamatkan demokrasi.

Hariqo Wibawa Satria


Pengamat Media Sosial dari Komunikonten, Penulis Buku Seni Mengelola Tim Media Sosial. Co Founder Global Influencer School [erd/erd]

Para dai perlu dibekali dengan pengetahuan soal teknologi informasi di era new normal

Ahad , 28 Jun 2020, 13:36 WIB

Tangkapan layar akun instagram idrusjufrie.

Strategi dakwah di era new normal. Foto: Habib Idrus bin Salim Al Jufri

Red: Muhammad Hafil

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pandemi covid-19 yang masih terjadi di era new normal saat ini seharusnya tidak menghalangi gerakan dakwah. Justru sebaliknya, ini dijadikan kesempatan bagi para dai untuk semakin kreatif dalam berdakwah.Ketua Himpunan Da'i Muda Indonesia, Habib Idrus Bin Salim Al-Jufri, Lc., MBA mengatakan, pada dasarnya setiap Muslim adalah dai. Apapun profesinya, tetapi sejatinya Allah memerintahkan setiap Muslim untuk menyeru kepada kebaikan. Menurut Habib Idrud, dakwah sendiri memiliki metode. Ada enam metode yang bisa digunakan untuk berdakwah.

Pertama, dakwah fardiyah yaitu dakwah seseorang kepada orang lain dalam jumlah yang sedikit. Kedua, dakwah ammah yaitu dakwah yang dilakukan seseroang dengan lisan yang ditujukan kepada banyak orang yang dimaksukan untuk menanamkan pengaruh.

Ketiga, dakwah bil lisan yaitu penyampaian secara lisan melalui ceramah dan komunikasi langsung dengan objek dakwah. Keempat, dakwah bil hal yaitu melalui perbuatan. Ini bisa dilihat bagaimana Nabi Muhammad dan para sahabat.

Misalnya, bagaimana ketika Mushab bin Umair, ketika menjadi duta dakwah di Madinah. Di sana, dakwahnya banyak diminati karena cara dakwah Mushab menarik banyak orang karena Mushab memwakai wewangian dan penampilan yang menarik.

Kelima, dakwah bil tadwin yaitu melalui tulisan. Baik itu buku, koran, atau tulisan yang mengandung pesan dakwah. Keenam, dakwah bil hikmah. Yaitu, dakwah dengan cara arif dan bijaksana. Sehingga, membuat objek dakwah tertarik dengan materi dakwah tanpa ada tekanan dan konflik.

 Namun, lanjut Habib Idrus, semenjak dunia dilanda pandemi virus covid-19 beberapa bulan terakhir ini, maka terjadi banyak perubahan. Dan ini berdampak pada aktivitas dakwah. Tabligh akbar, seminar dakwah, pengajian, dilarang. Sementara, pandangan orang tentang dakwah itu adalah tabligh akbar. Dan hal itu saat ini tak bisa dilakukan sebagai bagian dari pencegahan penyebaran virus corona.Karena itulah, di masa pandemi covid-19 ini, dan penerapan new normal sebagai salah satu upaya pencegahan penyebaran covid-19, maka ini bisa menjadi kesempatan di kalangan dakwah.

"Kondisi ini seharusnya tidak membuat aktivitas dakwah terhenti. Justru seharusnya membuat aktivitas dakwah kita menjadi terasah," kata Habib Idrus dalam gelar wicara bertajuk Strategi Dakwah di Era New Normal yang diselenggarakan oleh Mualaf Center BAZNAS, Ahad [28/6]. 

Baca Juga

Apalagi, sekarang muncul kebijakan new normal sebagai upaya mempercepat penanganan ekonomi, kesehatan, yang terdampak akibat pandemi covid-19. Maka, lanjut Habib Idrus,  dakwah secara virtual menjadi pilihan terbaik saat ini. Terutama, untuk mencegah perluasan virus covid-19.

"Dakwah virtual ini atau di linimasa medsos ini sifatnya low cost, tidak mahal," kata Habib Idrus.

Di mana, dakwah virtual ini tidak membutuhkan sejumlah hal seperti halnya dakwah tabligh akbar seperti konsumsi ataupun biaya tak terduga lainnya. Dalam dakwah virtual, orang hanya butuh kuota internet dan kemauan. 

Karena itu, Habib Idrus seraya tersenyum mengatakan, metode dakwah yang ketujuh adalah dakwah bil internet. Karena platform teratas untuk media dakwah terbaik di masa pandemi covid-19 ini adlaah melalui youtube, dan medsos seperti facebook, instagram, dan twitter.

"Dan sekarang ada live streaming melalui zoom, google meeting. Ini marak di masyarakat," kata Habib Idrus.Habib Idrus mengatakan, bahwa seorang dai saat ini perlu dibekali pengetahuan dan keterampilan tentang penguasaan teknologi informasi. Sangat disayangkan, jika seorang dai yang memiliki ilmu tetapi tidak tersampaikan kepada masyarakat di masa pandemi covid-19 ini."Mungkin Baznas bisa dimintakan tolong memberikan pelatihan dakwah virtual pada dai," kata Habib Idrus.Namun, untuk hal ini, Habib Idrus juga mengatakan tak bisa dipaksakan seorang dai yang berilmu harus menguasai dakwah virtual. Jika memang di daerahnya, terutama di pedesaaan, yang masyarakatnya juga belum akrab dengan teknologi informasi, dan juga adalah zona aman dari covid-19, mungkin masih bisa menerapkan metode dakwah melalui tatap muka.

"Dilihat situasi dan keadaannya. Kalau masyarakatnya juga tidak punya gadget ya tidak bisa dipaksa. Tidak ada paksaan dalam agama apalagi paksaan dalam segi teknologi. Dakwah itu kan fleksibel. Tidak mesti pakai gadget juga," kata Habib Idrus.

Misalnya, seorang dai bisa berdakwah, dengan menggerakkan pemberian bantuan sosial kepada masyarakat. Selain itu, seorang dai di wilayah ini bisa memberikan contoh teladan yang baik kepada keluarga maupun khalayak ramai. Di mana, jika dai tersebut dekat dengan masyarakat, bisa membawa perubahan ke arah yang lebih baik kepada masyarakat."Maka berikan hikmah, bukan hanya kata-kata saja. Tetapi juga perbuatan baik yang bisa dicontoh. Sehingga, orang tahu mana perbuatan baik dan buruk," kata Habib Idrus. Direktur Penerangan Agama Islam di Ditjen Bimas Islam Kemenag, Dr H Juraidi Malkan MA mengatakan, dalam kondisi apapun, dakwah mesti berjalan. Karena, dakwah itu adalah perubahan ke arah yang lebih baik.

"Dakwah never ending, perintah Alquran juga begitu," kata Juraidi.

Dalam Alquran disebutkan, "Orang beriman, berimanlah!". Perintah ini bertarti bahwa kita harus selalu disuruh bergerak. Yaitu, bahwa tugas dakwah harus selalu bergerak.

Meski dakwah harus terus bergerak, namun Juraidi berpesan tetap dakwah itu harus dipikirkan metodenya. Salah satunya adalah memikirkan dakwah yang efektif.

Para dai atau pegiat dakwah harus diberitahu tentang teknologi informasi. Misalnya, pelatihan untuk membuat film-film pendek yang bersifat dakwah. karena, ini bisa menarik kalangan milenial untuk menandingi konten-konten yang kurang positif.

Sedangkan anggota BAZNAS dan Ketua IKADI Pusat, Prof Dr KH Achmad Satori Ismail mengatakan, di era new normal ini, seharusnya dakwah bisa lebih digencarkan lagi. "Dai kita harus terus lebih dipacu lagi. Karena problematika kehidupan ini semakin banyak maka harus semakin rajin sesuai dengan tantangannya," kata Kiai Satori.

Kiai Satori berharap, para dai lebih kreatif lagi dalam berdakwah. Di mana, tujuannya adalah untuk menciptakan masyarakat Islam yang indah, damai, dan tidak saling memusuhi.

Dan, ciri dakwah yang berhasil menurut Kiai Satori adalah dakwah menciptakan generasi muslim yang baik yang bisa mengamalkan ajaran Islam dengan baik. Kemudian, mewujudkan pribadi muslim yang saling saling tolong menolong dalam kebersamaan.

Video yang berhubungan

Bài mới nhất

Chủ Đề