Bagaimana upaya pemerintah untuk menumpas pemberontakan di/tii di sulawesi selatan?

Assalammualaikum, Selamat datang di Kelas IPS. Disini Ibu Guru akan membahas tentang pelajaran Sejarah yaitu Tentang “Pemberontakan DI/TII“. Berikut dibawah ini penjelasannya:

Latar Belakang Pemberontakan DI/TII

Darul Islam ataupun Negara Islam Indonesia dapat dikatakan menjadi salah satu peristiwa yang mengiringi Indonesia pada masa pasca kemerdakaan, 17 Agustus 1945. Gerakan yang muncul oleh adanya Perjanjian Renville dan memaksa Tentara Indonesia hijrah dari Jawa Barat oleh karena kekalahan Indonesia dari pihak Belanda. Gerakan ini memberi dampak besar bagi pemerintahan Indonesia merdeka yang masih belia bukan hanya di Jawa Barat namun juga telah menyebar ke provinsi lain di Jawa bahkan di luar Jawa.

Hal ini tidak terlepas dari peran R. M. Kartosuwiryo sebagai pimpinan gerakan Darul Islam sekaligus Imam dan Presiden Negara Islam Indonesia yang juga merupakan politikus terkemuka di masa sebelum perang terutama di Partai Serikat Islam Indonesia [PSII] dan sifat fanatiknya terhadap agama dan pandangannya mengenai politik hijrah. Darul Islam bukan hanya menjadi musuh bagi pemerintahan baru Indonesia dan tentara nasional, tetapi juga bagi rakyat sipil yang tidak lepas dari dampak kerusuhan dan kekacauan yang dilakukan oleh anggota Darul Islam.

Meskipun pemberontakan ini didominasi oleh para mantan gerilyawan perang dari beragam daerah namun mereka tetap dipersatukan di bawah bendera Negara Islam Indonesia dan tetap bersatu oleh hasutan Kartosuwiryo yang menyadarkan bahwa para mantan gerilyawan dan rakyat, terutama di Jawa Barat, telah ditinggalkan oleh pihak Tentara Nasional ketika mereka merasa masih membutuhkan perlindungan dari pihak Belanda oleh penandatanganan Perjanjian Renville oleh Amir Syariffudin.

Hingga 1961 kerusuhan terus berlanjut, korban terus berjatuhan, dan semakin banyak pula aksi yang gencar dilakukan oleh pihak  pemberontak dan pihak Tentara Republik. Perlawanan terhadap Darul Islam dipersulit dengan adanya Tentara Islam dan Angkatan Bersenjata Islam yang berhasil mereka bentuk sebagai tenaga penjaga keamanan Negara Islam Indonesia dan sebagai senjata utama dalam memerangi pihak Indonesia. Hingga pada 1962 Kartosuwiryo ditangkap dan dijatuhi hukuman mati yang mengawali runtuhnya Negara Islam terutama di Jawa Barat , tetapi setelah lima belas tahun berlalu gerakan Darul Islam dinyatakan masih tetap ada.

Kronologi Pemberontakan DI/TII

Gerakan ini bertujuan menjadikan Republik Indonesia yang saat itu baru saja diproklamasikan kemerdekaannya dan ada di masa perang dengan tentara Kerajaan Belanda sebagai negara teokrasi dengan agama Islam sebagai dasar negara. Dalam proklamasinya bahwa “Hukum yang berlaku dalam Negara Islam Indonesia adalah Hukum Islam”, lebih jelas lagi dalam undang-undangnya dinyatakan bahwa “Negara berdasarkan Islam” dan “Hukum yang tertinggi adalah Al Quran dan Hadits”.

Proklamasi Negara Islam Indonesia dengan tegas menyatakan kewajiban negara untuk membuat undang-undang yang berlandaskan syari’at Islam, dan penolakan yang keras terhadap ideologi selain Alqur’an dan Hadits Shahih, yang mereka sebut dengan “hukum kafir”, sesuai dalam Qur’aan Surah 5. Al-Maidah, ayat 50.

Dalam perkembangannya, DI menyebar hingga di beberapa wilayah, terutama Jawa Barat [berikut dengan daerah yang berbatasan di Jawa Tengah], Sulawesi Selatan dan Aceh. Setelah Kartosoewirjo ditangkap TNI dan dieksekusi pada 1962, gerakan ini menjadi terpecah, namun tetap eksis secara diam-diam meskipun dianggap sebagai organisasi ilegal oleh pemerintah Indonesia.

Penyebab Pemberontakan DI/TII

Berikut ini terdapat dua penyebab pemberontakan di/tii, yaitu sebagai berikut:

1. Sebab Umum Pemberontakan DI/TII

  1. Kekosongan kekuatan di Jawa Barat.
  2. Kartosuwirjo / rakyat menolak kalau Jawa Barat itu diserahkan kepada belanda begitu saja.
  3. Rasa tdk puas dg keputusan perjanjian yg mengharuskan TNI keluar dr daerah
    kantong dan masuk ke wilayah RI .

2. Sebab Khusus Pemberontakan DI/TII

Pemerintah RI menandatangani Perjanjian Renville yang mengharuskan pengikut RI mengosongkan wilayah Jawa Barat dan pindah ke Jawa Tengah , hal ini dianggap Kartosuwirjo sebagai bentuk pengkhianatan Pemerintah RI terhadap perjuangan rakyat Jawa Barat [karena ada beberapa komandan TNI yang menjanjikan akan meninggalkan  semua persenjataannya di Jawa Barat jika mereka hijrah nanti. ].

Artikel Terkait:  Konferensi Meja Bundar

Bersama kurang lebih 2000 pengikutnya yang terdiri atas laskar Hizbullah dan Sabilillah, Kartosuwirjo menolak hijrah dan mulai merintis usaha mendirikan Negara Islam Indonesia [NII].

Jalannya Pemberontakan DI/TII

Berikut ini terdapat beberapa jalannya pemberontakan di/tii di indonesia, yaitu sebagai berikut:

A. Pemberontakan DI/TII Jawa Barat

Pemberontakan DI/TII di Jawa Barat berawal dengan ditandatanganinya Persetujuan Renville pada 17 Januari 1948. Sekar Marijan Kartosuwiryo mendirikan Darul Islam [DI] bersama pasukannya yang terdiri atas Hizbullah dan Sabillah [kurang lebih sebanyak 4000 orang . Ia menolak untuk membawa pasukannya ke Jawa Tengah dan tidak mengakui lagi keberadaan RI. dan tujuannya juga menentang penjajah Belanda di Indonesia.

Akan tetapi, setelah makin kuat, S.M.Kartosuwiryo memproklamasikan berdirinya Negara Islam Indonesia [NII] pada tanggal 17 Agustus 1949 di Desa Cisayong,Jawa Barat dan tentaranya dinamakan Tentara Islam Indonesia [TII] saat itu lah tidak sedikit rakyat yang menjadi korban. Upaya pemerintah untuk menghadapi gerakan DI/TII pemerintah bekerja sama dengan rakyat setempat.Dan dijalankan lah taktik dan strategi baru yang disebut Perang Wilayah. Pada 1 April 1962 dilancarkan Operasi Bharatayuda yaitu operasi penumpasan gerakan DI/TII.

engan taktis Pagar Betis. Pada tanggal 4 juni 1962, S.M.Kartosuwiryo beserta para pengikutnya berhasil ditanggap oleh pasukan Siliwangi di Gunung Geber, Majalaya, Jawa Barat.Ia sempat mengajukan grasi kepada Presiden,tetapi di tolak. Akhirnya S.M.Kartosuwiryo dijatuhi hukuman mati di hadapan regu tembak dari keempat angkatan bersenjata RI 16 Agustus 1962.

B. Pemberontakan DI/TII Jawa Tengah

Gerakan DI/TII di Jawa Tengah yang dipimpin oleh Amir Fatah dan Kyai Sumolangu di bagian utara, yang bergerak di daerah Tegal, Brebes dan Pekalongan. Inti kekuataanya adalah pasukan Hizbullah yang dibentuk di Tegal,1946 dan pada 23 Agustus 1949, Amir Fatah memproklamasikan berdirinya Darul Islam dan menyatakan brgabung dengan DI/TII S.M.kartosuwiryo.Pasukannya dinamakan Tentara Islam Indonesia [TII] dengan sebutan Batalion Syarif Hidayat Widjaja Kusuma[SHWK].

Untuk menghancurkan gerakan ini, Januari 1950 dibentuk Komando Gerakan Banteng Negara [GBN] dibawah Letkol Sarbini. Pemberontakan di Kebumen dilancarkan oleh Angkatan Umat Islam [AUI] yang dipimpin oleh Kyai Moh. Mahfudh Abdurrahman [Kyai Sumolanggu] Gerakan ini berhasil dihancurkan pada tahun 1957 dengan operasi militer yang disebut Operasi Gerakan Banteng Nasional dari Divisi Diponegoro.

Gerakan DI/TII itu pernah menjadi kuat karena pemberontakan Batalion 426 di Kedu dan Magelang/ Divisi Diponegoro. Didaerah Merapi-Merbabu juga telah terjadi kerusuhan-kerusuhan yang dilancarkan oleh Gerakan oleh Gerakan Merapi-Merbabu Complex [MMC]. Gerakan ini juga dapat dihancurkan. Untuk menumpas gerakan DI/TII di daerah Gerakan Banteng Nasional dilancarkan operasi Banteng Raiders.

C. Pemberontakan DI/TII Sulawesi Selatan

Gerakan DI/TII di Sulawesi Selatan dipimpin oleh Kahar Muzakar.Latar belakang pemberontakan ini berbeda dari yang terjadi di Jawa barat dan Jawa tengah. Pada tanggal 30 April 1950 Kahar Muzakar mengirim surat kepada Pemerintah pusat untuk membubarkan Kesatuan Gerilya Sulawesi Selatan [KGSS] dan anggotanya disalurkan ke dalam APRIS. Tenyata Kahar Muzakar menuntut agar Kesatuan Gerilya Sulawesi Selatan dan kesatuan gerilya lainnya dimasukkan delam satu brigade yang disebut Brigade Hasanuddin di bawah pimpinanya.

Tuntutan itu ditolak karena banyak diantara mereka yang tidak memenuhi syarat untuk dinas militer. Pemerintah mengambil kebijaksanaan menyalurkan bekas gerilyawan itu ke Corps Tjadangan Nasional [CTN]. Pada saat dilantik sebagai Pejabat Wakil Panglima Tentara dan Tetorium VII, Kahar Muzakar beserta para pengikutnya melarikan diri ke hutan dengan membawa persenjataan lengkap dan mengadakan pengacauan serta pada tahun 1952, ia menyatakan bahwa wilayah Sulawesi Selatan menjadi bagian dari Negara Islam Indonesia pimpinan S.M.Kartosuwiryo di Jawa Barat pada tanggal 7 Agustus 1953.

Penumpasan pemberontakan Kahar Muzakar memakan waktu lebih dari 14 tahun. Faktor yang menjadi penyebab lamanya adalah rasa kesukuan yang ditanamkan dan gerombolan ini telah berakar di Hati rakyat Kahar Muzakar dan gerombolannya mengenal sifat rakyat dan memanfaatkan lingkungan alam yang sangat dikenalnya. Tanggal 3 Februari 1965, Kahar Muzakar tertembak mati dalam sebuah kontak senjata dengan pasukan RI.

Artikel Terkait:  Perang Jawa [1741-1743]

D. Pemberontakan DI/TII Aceh

Adanya berbagai masalah antara lain masalah otonomi daerah, pertentangan antargolongan, serta rehabilitasi dan modernisasi daerah yang tidak lancar menjadi penyebab meletusnya pemberontakan DI/TII di Aceh.Daerah Aceh sebelumnya menjadi daerah istimewa diturunkan statusnya menjadi daerah Karasidenan di bawah provinsi Sumatera Utara.

Gerakan DI/TII di Aceh dipimpin oleh Tengku Daud Beureueh yang pada tanggal 21 September 1953 memproklamasikan daerah Aceh sebagai bagian dari Negara Islam Indonesia dibawah pimpinan S.M.Kartosuwiryo dan memutuskan hubungan dengan Jakarta. Pemberontakan DI/TII di Aceh diselesaikan dengan diadakannya musyawarah Kerukunan Rakyat Aceh pada tanggal 17 – 28 Desember 1962 atas inisiatif Pangdam I Bukit Barisan, Kolonel Jasin. Dalam musyawarah ini, dibicarakan berbagai permasalahan yang dihadapi dan kesalahpahaman yang terjadi.Akhirnya dari musyawarah bersama tersebut ialah pulihnya kembali keamanan di daerah Aceh.

E. Pemberontakan DI/TII Kalimantan Selatan

Pada akhir tahun 1950,Kesatuan Rakyat Jang Tertindas[KRJT] melakukan penyerangan ke pos-pos TNI di Kalimantan Selatan. KRJT dipimpin seorang mantan Letnan dua TNI yang bernama Ibnu Hadjar alias Haderi alias Angli.Ibnu Hadjar sendiri kemudian menyerahkan diri. Akan tetapi , setelah merasa kuat dan memperoleh peralatan perang, ia kembali membuat kekacauan dengan bantuan Kahar Muzakar dan S.M. Kartosuwiryo.

Pada tahun 1954, Ibnu Hadjar diangkat sebagai panglima TII wilayah Kalimantan. Akhirnya, Pemerintah melalui TNI berhasil mengatasi gerakan yang dilakukan oleh Ibnu Hadjar pada tahun 1959 dan Ibnu Hadjar berhasil ditangkap dan pada 22 maret 1965 dan ia dijatuhkan hukuman mati oleh pengadilan militer.

Tokoh Pemberontakan DI/TII

Berikut ini terdapat beberapa tokoh pemberontakan di/tii, yaitu sebagai berikut:

Sekar Marijan Kartosuwiryo mendirikan Darul Islam [DI] dengan tujuan menentang penjajah Belanda di Indonesia. Akan tetapi, setelah makin kuat, Kartosuwiryo memproklamasikan berdirinya Negara Islam Indonesia [NII] pada tanggal 17 Agustus 1949 dan tentaranya dinamakan Tentara Islam Indonesia [TII].Upaya penumpasan dengan operasi militer yang disebut Operasi Bharatayuda. Dengan taktis Pagar Betis. Pada tanggal 4 juni 1962, Kartosuwiryo berhasil ditanggap oleh pasukan Siliwangi di Gunung Geber, Majalaya, Jawa Barat. Akhirnya Kartosuwiryo dijatuhi hukuman mati 16 Agustus 1962.

Ibnu Hadjar alias Haderi bin Umar alias Angli adalah seorang bekas Letnan Dua TNI yang kemudian memberontak dan menyatakan gerakannya sebagai bagian DI/TII Kartosuwiryo. Dengan pasukan yang dinamakannya Kesatuan Rakyat Yang Tertindas, Ibnu Hadjar menyerang pos-pos kesatuan tentara di Kalimantan Selatan dan melakukan tindakan-tindakan pengacauan pada bulan Oktober 1950. Untuk menumpas pemberontakan Ibnu Hajar ini pemerintah menempuh upaya damai melalui berbagai musyawarah dan operasi militer.

Pada saat itu pemerintah Republik Indonesia masih memberikan kesempatan kepada Ibnu Hadjar untuk menghentikan petualangannya secara baik-baik, sehingga ia menyerahkan diri dengan kekuatan pasukan beberapa peleton dan diterima kembali ke dalam Angkatan Perang Republik Indonesia. Tetapi setelah menerima perlengkapan Ibnu Hadjar melarikan diri lagi dan melanjutkan pemberontakannya. Pada akhir tahun 1954, Ibnu Hajar membulatkan tekadnya untuk masuk Negara Islam.

Ibnu Hajar diangkat menjadi panglima TII wilayah Kalimantan. Perbuatan ini dilakukan lebih dari satu kali sehingga akhirnya Pemerintah memutuskan untuk mengambil tindakan tegas menggempur gerombolan Ibnu Hadjar. Pada akhir tahun 1959 pasukan gerombolan Ibnu Hadjar dapat dimusnahkan dan lbnu Hadjar sendiri dapat ditangkap. Gerakan perlawanan baru berakhir pada bulan Juli 1963. Ibnu Hajar dan anak buahnya menyerahkan diri secara resmi dan pada bulan Maret 1965 Pengadilan Militer menjatuhkan hukuman mati kepada Ibnu Hajar.

Teungku Muhammad Daud Beureu’eh [lahir di Beureu’eh, kabupaten Pidie, Aceh, 17 September 1899, meninggal di Aceh, 10 Juni 1987 pada umur 87 tahun] atau yang nama lengkapnya adalah Teungku Muhammad Daud Beureu’eh adalah mantan Gubernur Aceh, pendiri NII di Aceh dan pejuang kemerdekaanIndonesia. Ketika PUSA [Persatuan Ulama Seluruh Aceh] didirikan untuk menentang pendudukan Belanda, Daud Beureu’eh terpilih sebagai ketuanya. Pada masa perang revolusi, Daud Beureu’eh menjabat sebagaiGubernur Militer Aceh.

Artikel Terkait:  Perkembangan Pergerakan Kebangsaan Indonesia

Sejak 21 September 1953 sampai dengan 9 Mei 1962, ia melakukan pemberontakan kepada pemerintah dengan mendirikan NII akibat ketidakpuasannya atas pemerintahan Soekarno. Namun akhirnya ia kembali ke pangkuan Republik Indonesia setelah dibujuk kembali oleh Mohammad Natsir.

Abdul Kahar Muzakkar [ada pula yang menuliskannya dengan nama Abdul Qahhar Mudzakkar; lahir diLanipa, Kabupaten Luwu, 24 Maret 1921, meninggal 3 Februari 1965 pada umur 43 tahun; nama kecilnya Ladomeng] adalah seorang figur karismatik dan legendaris dari tanah Luwu, yang merupakan pendiriTentara Islam Indonesia di Sulawesi. Ia adalah seorang prajurit Tentara Nasional Indonesia [TNI] yang terakhir berpangkat Letnan Kolonel atau Overste pada masa itu. Ia tidak menyetujui kebijaksanaan pemerintahan presiden Soekarno pada masanya, sehingga balik menentang pemerintah pusat dengan mengangkat senjata.

Ia dinyatakan pemerintah pusat sebagai pembangkan dan pemberontak. Pada awal tahun 1950-an ia memimpin para bekas gerilyawan Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tenggara mendirikan TII [Tentara Islam Indonesia] kemudian bergabung dengan Darul Islam [DI], hingga di kemudian hari dikenal dengan nama DI/TII di Sulawesi Selatan dan Tenggara. Pada tanggal 3 Februari 1960, melalui Operasi Tumpas, ia dinyatakan tertembak mati dalam pertempuran antara pasukan TNI dari satuan Siliwangi 330 dan anggota pengawal Kahar Muzakkar di Lasolo.

Namun tidak pernah diperlihatkan pusaranya, mengakibatkan para bekas pengikutnya mempertanyakan kebenaran berita kejadiannya. Menurut kisah, jenazahnya dikuburkan di Kilometer 1 jalan raya Kendari,sulawesi tengara. Tapi sampai saat ini banyak yang tidak percaya atas kepergiannya karena belum ada bukti nyata tentang keberadaannya di sana.

Amir Fatah bernama lengkap Amir Fatah Wijaya Kusumah, adalah salah satu pimpinan Hizbullah Fisabilillah di daerah Besuki, Jawa Timur sebelum bergolaknya pemberontakan DI/TII di Jawa Tengah. Ketika Perjanjian Renville ditanda tangani oleh pihak Belanda dan Indonesia, maka semua kekuatan Republik diharuskan hijrah ke Jawa Tengah, termasuk kesatuan Hizbullah dan Fisabilillah yang dipimpinnya.

Pada tahun 1950, ia memproklamirkan wilayahnya merupakan bagian DI/TII Kartosuwiryo. Melalui operasi yang dilakukan oleh TNI untuk sementara waktu kekuatan mereka melemah tetapi akibat ada pembelot, kekuatan DI/TII Amir Fatah kembali kuat. Pada akhirnya pasukan Amir Fatah dapat ditaklukkan di perbatasan Pekalongan – Banyumas.

Upaya Penumpasan Pemberontakan DI/TII

Untuk menumpas pemberontakan ini pada bulan Januari 1950 pemerintah melakukan operasi kilat yang disebut “Gerakan Banteng Negara” [GBN] di bawah Letnan Kolonel Sarbini [selanjut-nya diganti Letnan Kolonel M. Bachrun dan kemudian oleh Letnan Kolonel A. Yani]. Gerakan operasi ini dengan pasukan “Banteng Raiders.”

Sementara itu di daerah Kebumen muncul pemberontakan yang merupakan bagian dari DI/ TII, yakni dilakukan oleh “Angkatan Umat Islam [AUI]” yang dipimpin oleh Kyai Moh. Mahudz Abdurachman yang dikenal sebagai “Romo Pusat” atau Kyai Somalangu. Untuk menumpas pemberontakan ini memerlukan waktu kurang lebih tiga bulan.

Pemberontakan DI/TII juga terjadi di daerah Kudus dan Magelang yang dilakukan oleh Batalyon 426 yang bergabung dengan DI/TII pada bulan Desember 1951. Untuk menumpas pemberontakan ini pemerintah melakukan “Operasi Merdeka Timur” yang dipimpin oleh Letnan Kolonel Soeharto, Komandan Brigade Pragolo.

Daftar Pustaka:

Demikian Penjelasan Pelajaran IPS-Sejarah Tentang Latar Belakang Pemberontakan DI/TII: Kronologi, Penyebab, Jalannya, Tokoh & Upaya Penumpasan

Semoga Materi Pada Hari ini Bermanfaat Bagi Siswa-Siswi, Terima Kasih !!!

Baca Artikel Lainnya:

Video yang berhubungan

Bài mới nhất

Chủ Đề