Berikut yang bukan syarat busana muslim yang diperintahkan bagi muslimah yaitu

Pakaian Muslimah

Barangkali masih banyak di antara para ukhti yang bertanya, bagaimanakah yang disebut pakaian yang syar’i yang diperintahkan oleh syari’at ajaran agama?? bagi para ukhti yang sudah mengetahui serta mengikuti pakaian syar’i yang diperintahkan dalam ajaran agama, Alhamdulillah jika ukhti sudah mengikuti sebagaimana yang diperintahkan. Namun sangat menyedihkan sekali mode-mode pakaian wanita di negeri Indonesia kita yang tercinta ini yang Alhamdulillah mayoritas muslim, namun justru para muslimah lebih menyukai trend fashion dan mode ala barat biar dibilang sexy atau lebih tepatnya dapat dikatakan mengundang sex-pent [baca Disini] Sexy-y=Sex, untuk itu bagi para ukhti yang hatinya masih cenderung pada kebaikan berikut adalah syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam pakaian syar’i:

1. Menutupi seluruh tubuh selain yang dikecualikan

Lihat surat an Nuur: 31, Ayat ini menegaskan kewajiban bagi para wanita mukminah untuk menutup seluruh perhiasan, tidak memperlihatkan sedikitpun kepada orang-orang yang bukan mahromnya kecuali perhiasan yang biasa nampak.
2. Tidak ketat sehingga menggambarkan bentuk tubuh

Saudariku…Perhatikanlah pesan putri Rosululloh shollallohu alaihi wa sallam, Fatimah binti Rosullulloh shollallohu alaihi wa sallam.. Beliau pernah berpesan kepada Asma’ : “Wahai Asma’ ! Sesungguhnya aku memandang buruk perilaku kaum wanita yang memakai pakaian yang dapat menggambarkan tubuhnya…]” [Dikeluarkan Abu Nu’aim dalam Al-Hilyah dan Baihaqi]

3. Kainnya harus tebal, dan tidak tembus pandang sehingga tidak nampak kulit tubuh.

4. Tidak menyerupai pakaian laki-laki

Ada hadits nih, Dari Ibnu Abbas rodhiyallohu anhu berkata :“Rosululloh shollallohu alaihi wa sallam melaknat pria yang memakai pakaian wanita dan wanita yang memakai pakaian pria” [HR. Abu Daud, Ibnu Majah, Hakim dan Ahmad dengan sanad shohih]

5. Tidak mencolok dan berwarna yang dapat menarik perhatian

Tabarruj adalah perilaku wanita yang menampakkan perhiasan dan kecantikannya serta segala sesuatu yang mestinya ditutup karena hal itu dapat membangkitkan syahwat kaum lelaki.

Sungguh aneh tapi nyata, banyak para wanita apabila keluar rumah berdandan berjam-jam dengan sedemikian moleknya, tapi kalau di dalam rumah, di depan sang suami yang seharusnya mendapatkan pelayanan yang menyenangkan, justru biasa-biasa saja bahkan kerap kali rambutnya acak-acakan, bau badan tak sedap dianggap tidak masalah, penampilan menjengkelkan sudah hal yang lumrah, demikian seterusnya. Ini memang kenyataan yang tak bisa dipungkiri lagi. Semoga Alloh subhanahu wa ta’ala menunjukkan kita semua ke jalan yang benar.

Tapi jangan difahami penjelasan di atas secara dangkal, sehingga timbul suatu pemahaman bahwa pakaian wanita harus hitam saja sebagaimana difahami sebagian wanita komitmen.

6. Tidak menyerupai pakaian wanita kafir

Rosululloh shollallohu alaihi wa sallam pernah bersabda : من تشبه بقوم فهو منهم

“Siapa yang menyerupai suatu kaum maka ia termasuk dari kaum tersebut.” [HR. Abu Daud dan Ahmad dengan sanad shohih]

Betapa sedih hati kita melihat kaum hawa sekarang ini begitu antusias menggandrungi mode-mode busana ala barat baik melalui majalah, televisi dan foto-foto tata rias para artis dan bintang film. Setiap kali ada mode busana baru ala barat yang mereka dapati, serentak itu juga mereka langsung mencoba dan menikmatinya. Laa Haula Walaa Quwwata illaa BIllahi

7. Bukan pakaian untuk mencari popularitas

Hal ini berdasarkan hadits Ibnu Umar rodhiyallohu anhu yang berkata : Rosululloh shollallohu alaihi wa sallam bersabda : مَنْ لَبِسَ ثَوْبَ شُهْرَةٍ فِي الدُّنْيَا أَلْبَسَهُ اللَّهُ ثَوْبَ مَذَلَّةٍ يَوْمَ الْقِيَامَةِ ثُمَّ أَلْهَبَ فِيهِ نَارًا

Barang siapa mengenakan pakaian syuhroh [untuk mencari popularitas] di dunia, niscaya Alloh mengenakan pakaian kehinaan kepadanya pada hari kiamat, kemudian membakarnya dengan api neraka. [HR. Abu Daud dan Ibnu Majah dengan sanad hasan]

Maksud pakaian syuhroh adalah setiap pakaian dengan tujuan meraih popularitas di tengah-tengah orang banyak, baik pakaian tersebut mahal, yang dipakai dengan tujuan berbangga-bangga dengan dunia, maupun pakaian yang bernilai rendah yang dipakai seorang dengan tujuan menunjukkan kezuhudannya dan riya’.

8. Tidak diberi parfum atau wangi-wangian

Dari Abu musa Al-Asy’ari rodhiyallohu anhu bahwasanya ia berkata : Rosululloh shollallohu alaihi wa sallam bersabda : أَيُّمَا امْرَأَةٍ اسْتَعْطَرَتْ فَمَرَّتْ عَلَى قَوْمٍ لِيَجِدُوا مِنْ رِيحِهَا فَهِيَ زَانِيَةٌ

“Siapapun perempuan yang memakai wewangian, lalu ia melewati kaum laki-laki agar mereka mendapatkan baunya, maka ia adalah pezina.” [HR.Tirmidzi, Abu Daud, Ahmad,dll dengan sanad shohih]

Dari Abu Huroiroh rodhiyallohu anhu ia berkata : Rosululloh shollallohu alaihi wa sallam bersabda : أَيُّمَا امْرَأَةٍ أَصَابَتْ بَخُورًا فَلَا تَشْهَدْ مَعَنَا الْعِشَاءَ الْآخِرَةَ

“Siapapun perempuan yang memakai bakhur [wewangian sejenis kemenyan-pent], maka janganlah ia menyertai kita dalam menunaikan sholat isya’ yang akhir. [HR.Muslim, Abu Awanah,dll]

Ibnu daqiq Al-“Ied mengatakan : “Hadits tersebut menunjukkan haramnya wewangian bagi wanita yang hendak keluar menuju masjid, karena hal itu akan dapat membangkitkan nafsu birahi kaum laki-laki.”

Itulah larangan agama yang diterjang habis-habisan oleh sekian banyak wanita. Coba perhatikan secara seksama, Jikalau ke masjid saja dilarang, lalu bagaimana pendapat ukhti dengan tempat-tempat lainnya seperti pasar, supermarket, terminal dan sebagainya. Tentu lebih dahsyat dosanya. Sungguh, terasa tidak pernah sepi suatu bus kota dari bau parfum yang campur dengan keringat.

//tausyah.wordpress.com

3.585242 98.675598

1. Menutup Seluruh Badan

Dalam hal ini ada perbedaan, tentang wajah dan dua telapak tangan yang diwajibkan untuk ditutupi :

A. Yang Mewajibkan Tutup Muka [Niqab]

Mereka yang mewajibkan setiap wanita untuk menutup muka [memakai niqab] berangkat dari pendapat bahwa wajah itu bagian dari aurat wanita yang wajib ditutup dan haram dilihat oleh lain jenis non mahram.

Dalil-dalil yang mereka kemukakan antara lain :
a. Ayat Hijab [Surat Al-Ahzab : 59]

يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ قُلْ لِأَزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَاءِ الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِنْ جَلَابِيبِهِنَّ ذَلِكَ أَدْنَى أَنْ يُعْرَفْنَ فَلَا يُؤْذَيْنَ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَحِيمًا
“Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mu’min: “Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka”. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” [QS. Al-Ahzab : 59].

Diperintahkan kepada Rasulullah saw agar istri-istrinya, anak-anaknya dan wanita muslimah seluruhnya, untuk menjulurkan jilbab mereka. Dengan tujuan, sebagai pembeda antara wanita jahiliyah dan wanita mu’minat. Mereka mengutip pendapat para mufassirin terhadap ayat ini bahwa Allah mewajibkan para wanita untuk menjulurkan jilbabnya keseluruh tubuh mereka, termasuk kepala, muka dan semuanya, kecuali mata untuk melihat, Pengertian جَلَابِيبِ َ dalam tafsir Ibnu Katsir adalah pakaian yang terletak diatas kerudung. Dalam tafsir At-thobroniَ جَلَابِيبِ adalah pakaian yang lebih besar dari pada kerudung , yaitu pakaian yang menutupi seluruh badan.

Ali bin Abi Tholhah dari Ibnu Abbas berkata ; “Alloh telah memerintahkan kepada wanita mu’minat apabila mereka keluar dari rumahnya untuk memenuhi kebutuhan, hendaknya mereka menutup wajahnya dari atas kepala dengan jilbabnya dan hanya menampakkan satu mata .”

Muhammad bin Sirin berkata ; Aku telah bertanya kepada Ubaidah Assalmani tentang ayat يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِنْ جَلَابِيبِهِنّ maka ia menjawab; menutup wajah dan kepalanya, dan menampakkan mata kirinya.

b. Surat Al-Ahzab : 53

وَإِذَا سَأَلْتُمُوهُنَّ مَتَاعًا فَاسْأَلُوهُنَّ مِنْ وَرَاءِ حِجَابٍ ذَلِكُمْ أَطْهَرُ لِقُلُوبِكُمْ وَقُلُوبِهِنَّ وَمَا كَانَ لَكُمْ أَنْ تُؤْذُوا رَسُولَ اللَّهِ وَلَا أَنْ تَنْكِحُوا أَزْوَاجَهُ مِنْ بَعْدِهِ أَبَدًا إِنَّ ذَلِكُمْ كَانَ عِنْدَ اللَّهِ عَظِيمًا “Apabila kamu meminta sesuatu kepada mereka , maka mintalah dari belakang tabir. Cara yang demikian itu lebih suci bagi hatimu dan hati mereka. Dan tidak boleh kamu menyakiti Rasulullah dan tidak diperbolehkan mengawini isteri-isterinya selama-lamanya sesudah ia wafat. Sesungguhnya perbuatan itu adalah amat besar di sisi Allah.”[QS. Al-Ahzab : 53 ]

Para pendukung yang mewajibkan niqab juga menggunakan ayat ini, untuk menguatkan pendapat bahwa wanita wajib menutup wajah mereka. Karena wajah termasuk bagian dari aurat wanita. Mereka mengatakan bahwa meski khitab ayat ini kepada istri Nabi saw, namun kewajibannya juga terkena kepada semua wanita mu’minah, karena para istri Nabi itu adalah teladan dan contoh yang harus diikuti. Selain itu bahwa mengenakan niqab itu alasannya adalah untuk menjaga kesucian hati, baik bagi laki-laki yang melihat ataupun buat para istri Nabi saw. Sesuai dengan firman Allah dalam ayat ini bahwa cara yang demikian itu lebih suci bagi hatimu dan hati mereka [istri istri Nabi saw ].

c. Alqur’an surat An – Nuur ayat 60 :

وَالْقَوَاعِدُ مِنَ النِّسَاءِ اللَّاتِي لَا يَرْجُونَ نِكَاحًا فَلَيْسَ عَلَيْهِنَّ جُنَاحٌ أَنْ يَضَعْنَ ثِيَابَهُنَّ غَيْرَ مُتَبَرِّجَاتٍ بِزِينَةٍ وَأَنْ يَسْتَعْفِفْنَ خَيْرٌ لَهُنَّ وَاللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ “Dan perempuan-perempuan tua yang telah berhenti [dari haid dan mengandung] yang tiada ingin kawin [lagi], tiadalah atas mereka dosa menanggalkan pakaian mereka dan tidak [bermaksud] menampakkan perhiasan, dan berlaku sopan adalah lebih baik bagi mereka. Dan Alloh Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.”

Alloh meniadakan dosa dari wanita-wanita tua ini jika mereka menanggalkan pakaiannya dengan syarat yang demikian itu tidak dimaksudkan untuk menampakkan perhiasannya. Pakaian yang dibolehkan untuk ditanggalkan adalah pakaian yang menutup seluruh tubuh. Pengkhususan hukum terhadap wanita-wanita tua ini merupakan dalil bahwa para gadis yang masih mengharapkan nikah berbeda dengan mereka dalam hukumnya.

d. Dari Aisyah Radhiallahu’anhu bahwa ia berkata :

كان الركبان يمرون بنا ونحن مع رسول الله صلى الله عليه وسلم محرمات, فإذا خاذوا بنا أسدلت إحدانا جلبابها من رأسها على وجهها , فإذا جاوزونا كشفناه
“Adalah para pengendara melewati kami sedangkan kami bersama Rasulullah saw, sedang ber-ihrom. Maka jika mereka lewat di samping kami, maka salah satu diantara kami melabuhkan jilbabnya dari kepalanya agar menutupi wajahnya. Dan tatkala mereka telah berlalu, kami pun membukanya kembali.”

e. Hadits Larangan Berniqab bagi Wanita Muhrim

عن ابن عمر أن النيى صلى الله عليه وسلم قال : لا تنتقب المرأة المحرمة ولا تلبس القفازين “ Hendaklah para wanita melepaskan niqab / cadarnya saat ber-ihram, dan juga melepaskan sarung tangannya “. Para pendukung kewajiban menutup wajah bagi muslimah menggunakan mafhum mukhalafah dari hadits tersebut diatas. Yaitu larangan Rasulullah SAW bagi muslimah untuk menutup wajah ketika ihram.

Dengan adanya larangan ini, menurut mereka lazimnya para wanita itu memakai niqab dan menutup wajahnya, kecuali saat berihram. Sehingga perlu bagi Rasulullah SAW untuk secara khusus melarang mereka. Seandainya setiap harinya mereka tidak memakai niqab, maka tidak mungkin beliau melarangnya saat berihram.

f. Hadits bahwa Wanita itu Aurat Diriwayatkan oleh At-Tirmidzi marfu`an bahwa, ”Wanita itu adalah aurat, bila dia keluar rumah, maka syetan akan memperbaguskannya”. Menurut At-Tirmidzi hadits ini kedudukannya hasan shahih.

Oleh para pendukung pendapat ini maka seluruh tubuh wanita itu adalah aurat, termasuk wajah, tangan, kaki dan semua bagian tubuhnya. Pendapat ini juga dikemukakan oleh sebagian pengikut Asy-Syafi`iyyah dan Al-Hanafiyah.

B. Pendapat Bahwa Wajah Wanita Bukan Aurat

Sedangkan mereka yang mendukung pendapat bahwa wajah bukan termasuk aurat wanita menggunakan dalil-dalil sebagai berikut ;

a. Surat annuur ayat 31 :

وَقُلْ لِلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلَى جُيُوبِهِن

Para ulama berbeda pendapat tentang ayat : وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا مَا ظَهَرَ مِنْهَا Berkata Sa’id bin Jabir, Ad-Dhohak dan Al-Auza’i : Yang boleh ditampakkan adalah wajah dan telapak tangan. Dan Ibnu mas’ud berkata : yang dimaksud dengan وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ adalah gelang kaki, anting-anting, kalung dan gelang tangan. Dan yang boleh ditampakkan adalah baju.

Syeikh Albani mengatakan bahwa pendapat yang paling mendekati kebenaran adalah yang mengatakan ; “Yang dimaksudkan adalah wajah dan dua telapak tangan.” Dengan demikian, hal itu juga meliputi celak cincin gelang dan inai. Alasan Syeikh Albani mengemukakan pendapat tersebut karena bersepakat bahwa setiap orang yang melaksanakan sholat berkewajiban untuk menutup auratnya, dan bahwa wanita diperbolehkan untuk membuka wajah dan telapak tangannya di dalam sholat, dan berkewajiban untuk menutup seluruh bagian tubuh selain itu.

َPara ulama yang tidak mewajibkan niqab mengatakan bahwa ayat ini sama sekali tidak bicara tentang wajibnya menutup muka bagi wanita, baik secara bahasa maupun secara `urf [kebiasaan]. Karena yang diperintahkan justru menjulurkan kain ke dadanya, bukan ke mukanya..Mereka berdalil dengan perkataan Ibnu Hazm : “Maka Allah memerintahkan para wanita untuk menjulurkan kerudungnya ke dada-dada mereka, dan ayat ini menunjukan menutupi aurat leher dan dada, dan dalam ayat ini menunjukan dibolehkannya menampakkan wajah.”

b.Hadist Asma’ binti Abu bakar

حدثنا الوليد عن سعيد بن بشير عن قتادة عن خالد قال يعقوب بن دريك عن عائشة أن اسمأ بنت ابى بكر, دخلت على رسول الله صلى الله عليه وسلم وعليها ثياب رقاق, فأعرض عنها رسول الله صلى الله عليه وسلم وقال : ” يا اسمأ إن المرأة إذا بلغت المحيض لم يصلح أن يرى منها إلا هذا وهذا .” وأشار إلى وجهه وكفيه. رواه أبو داود
Berkata kepada kami Alwalid dari Sa’id bin Basyir dari Qotadah dari Kholid – Ya’qub – bin Duraik dari Aisyah, sesungguhnya Asma’ binti Abu Bakar pernah masuk kerumah Rasulullah saw, dengan memakai baju yang sangat tipis, maka Rasullulah berpaling darinya dan berkata ;” Wahai Asma’ sesungguhnya seorang wanita bila sudah haid, maka tidak boleh terlihat dari dirinya kecuali ini dan ini .”Dan beliau menunjukan kearah wajah dan kedua telapak tangan. [HR. Abu Daud ].

Dari periwayatan hadits diatas, maka hadits ini adalah dhoif, dilihat dari dua segi ; 1. Terputusnya antara Aisyah dengan Kholid bin Duraik yang telah meriwayatkan hadits ini, bahwa ia tidak pernah mendengar dari Aisyah. 2. Dalam sanadnya ada Said bin Basyir. Dia telah didhoifkan oleh Imam Ahmad, Ibnu Muin dan lain-lainnya.

Adapun hadits Asma` binti Abu Bakar yang dianggap dhaif, ternyata tidak berdiri sendiri, karena ada qarinah yang menguatkan melalui riwayat Asma` binti Umais yang menguatkan hadits tersebut. Sehingga ulama modern sekelas Nasiruddin Albani sekalipun meng-hasankan hadits tersebut sebagaimana tulisan beliau ‘hijab wanita muslimah’.

c. Hadits Ibnu Abbas [ Al-Fadhl bin Abbas ]

Bahwa seorang wanita dari Khats’am meminta fatwa kepada Nabi saw pada waktu Haji Wada’ [di hari Nahar], sedangkan Al-Fadhl bin Abbas berada dibelakang Rasulullah saw, lalu Nabi saw pun berhenti dihadapan orang-orang untuk menyampaikan fatwa kepada mereka. Kemudian Al-Fadhl menoleh kepada wanita itu, dan ternyata ia adalah wanita yang cantik. Dalam raiwayat yang lain disebutkan bahwa Al-Fadhl memandang wanita tersebut karena kecantikannya amat menarik hatinya, sementara wanita itupun memandang Al-Fadhl. Akhirnya Rasulullah saw memegang dagu Al-Fadhl dan memalingkan wajahnya itu kearah yang lain. [ Termaktub dalam riwayat Ahmad, diriwayatkan dari Al-Fadhl sendiri ]. فكنت أنظر إليها فنظر إلي النبى صلىالله عليه وسلم فقلب وجهي عن وجهها, ثم أعدت النظر فقلب وجهي عن وجهها حتى فعل ذلك ثلاثا وأنا لا أنتهى “Lalu aku pun memandang wanita itu, namun kemudian Nabi salallohu’alaihi wasalam melihatku sehingga beliau memalingkan wajahku dari [melihat] wajahnya, sehingga Nabi saw melakukan hal itu tiga kali namun aku belum juga berhenti .”

Hadits ini adalah hasan shohih, dan permohonan fatwa wanita dari Khats’am dilakukan pada waktu nahar setelah usai dari melempar jumroh, artinya permohonan itu terjadi setelah tahalul dari ihrom. Dan hadits ini menunjukan bahwa wajah bukanlah aurat yang tidak wajib untuk menutupnya.

d. Hadits yang dikeluarkan oleh Bukhori dan yang lainnya dari hadits Jabir bin Abdullah tentang tata cara sholat ‘iednya Nabi salallohi’alaihi wasalam. Disebutkan bahwa beliau menasehati manusia dan memperingatkan kepada mereka. Setelah selesai, beliau mendatangi kaum wanita, kemudian beliau menasehati dan memperingatkan mereka; ” Wahai sekalian kaum wanita, bersedekahlah karena sesungguhnya aku melihat mayoritas diantara kalian menjadi penghuni neraka.” Ada seorang perempuan berdiri dari tengah-tengah barisan kaum wanita –yang kedua pipinya berwarna hitam kemerah-merahan- bertanya ; “Apa yang menyebabkan mayoritas diantara kami penghuni neraka?”

Perowi hadits ini melihat kedua pipi wanita tersebut. Hal ini menunjukan bahwa perempuan tersebut tidak memakai cadar. Tapi dalam hadits ini tidak mencantumkan kapan waktu terjadinya.

Orang-orang yang mewajibkan hijab menyanggah hal ini karena mungkin saja wanita tersebut adalah wanita yang sudah tua yang tidak lagi memiliki keinginan untuk menikah. Atau kalau tidak, hadits itu sebelum di syariatkannya hijab, karena ayat yang mewajibkan hijab [surat Al-Ahzab] turun pada tahun kelima hijriyah, sedangkan sholat ‘ied sudah disyariatkan sejak tahun kedua hijriyah.

e. Perintah kepada laki-laki untuk menundukkan pandangan.

Allah Ta’ala telah memerintahkan kepada laki-laki untuk menundukkan pandangan [ghadhdhul bashar]. Hal itu karena para wanita muslimah memang tidak diwajibkan untuk menutup wajah mereka. “Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandanganya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat”. [ QS. An-Nuur : 30]. Dalam hadits Rasulullah salallohi’alaihi wasalam kepada Ali ra. disebutkan bahwa, “Janganlah kamu mengikuti pandangan pertama [kepada wanita] dengan pandangan berikutnya. Karena yang pertama itu untukmu dan yang kedua adalah ancaman atau dosa”. HR. Ahmad, Abu Daud, Tirmizy dan Hakim. Bila para wanita sudah menutup wajah, buat apalagi perintah menundukkan pandangan kepada laki-laki. Pendapat yang menyatakan bahwa wajah bukanlah aurat yang wajib ditutupi merupakan madzhab kebanyakan ulama’, sebagaimana dikatakan oleh Ibnu Rusyd, Asy-Syafi’i, Abu Hanifah, Malik dan Ahmad dalam kitab Al-Majmu’. Syeikh Nasiruddin Albani menyatakan dalam kitabnya ” Jilbab Al-mar’ah Al-muslimah ” ; “Namun seyogyanya dalam hal ini di-“ikat” oleh pengertian, bahwa pada wajah maupun kedua telapak tangan yang tidak terdapat pada keduanya perhiasan, berdasarkan keumuman ayat; وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ “Dan janganlah mereka menampakkan perhiasanya” …maka jika ia menampakkan perhiasannya , harus ditutupi. Lebih-lebih di zaman sekarang ini di mana banyak kaum wanita yang terfitnah dengan me-make up wajah dan menghiasi tangan mereka dengan berbagai macam hiasan dan make up yang tidak diragukan lagi keharamannya, kecuali celak dan inai. Dan Allah swt pun telah menjelaskan hikmah dari mengulurkan hijab melalui firmannya ; ذَلِكَ أَدْنَى أَنْ يُعْرَفْنَ فَلَا يُؤْذَيْنَ “Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu [disakiti ].” [ Al-ahzab : 59 ]

Yakni, bahwa wanita yang diselimuti oleh jilbab, maka dapatlah dimengerti bahwa dia adalah wanita yang bersih, terjaga dan berperilaku baik. Sehingga orang-orang fasik tidak berani mengganggu atau menyakiti dengan kata-kata yang tidak pantas. Dan orang yang mengenakan hijab itu lebih mulia dan lebih utama dari pada tidak mengenakan hijab.”

Perdebatan yang begitu rumit yang diperdebatkan oleh para ulama dahulu maupun sekarang, dan sama-sama memakai dalil yang kuat, tidak diwajibkannya memakai hijab terdapat dalilnya, meskipun kelompok yang mewajibkan hijab beranggapan bahwa semua dalil-dalil yang membolehkan menampakkan wajah dan dua telapak tangan turun sebelum ayat tentang hijab. Dan ini pun terbantah dengan hadits tentang baiat wanita mu’minat yang di wakilkan kepada Umar, yang mana ayat yang menyatakan tentang baiat pada surat Al-mumtahanah ayat 12 turun pada hari Fathul Makkah dan turun setelah ayat imtihan, dan ayat imtihan turun pada hari Hudaibiah tahun 6 Hijriyah. Adapun ayat yang menyatakan tentang hijab turun pada tahun 3 hijriyah. Ada yang mengatakan pula tahun 5 hijriah, ketika Rosululloh menikah dengan Zainab binti Jahsy. Begitu juga terbantah dengan kisahnya wanita Khats’am yang terjadi di haji Wada’ yang terjadi pada tahun 10 hijriah. Dan Disyareatkannya hijab bagi wanita sudah terbukti kebenarannya dengan banyaknya dalil bahwa para istri Raasululloah saw mengenakan hijab. Apalagi di zaman sekarang yang begitu banyak fitnah dikarenakan banyaknya wanita yang keluar dari rumahnya dalam keadaan bertabarruj dan berikhtilat sehingga ia membawa fitnah dan menyebabkan munculnya fitnah.
Adapun kelompok ketiga yang menyatakan bahwa wanita yang mengenakan hijab adalah bid’ah, itu tidak benar dan sangat melenceng dari dalil-dalil yang ada.

2. Bukan Berfungsi Sebagai Perhiasan

وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا مَا ظَهَرَ مِنْهَا “Dan janganlah mereka menampakkan perhiasanya”

Secara umum kandungan ayat ini juga mencakup pakaian yang biasa, jika dihiasi dengan sesuatu, yang menyebabkan laki-laki melirik pandangan kepadanya.

3.Kainnya Harus Tebal, Tidak Tipis Rasulullah salallohi’alaihi wasalam bersabda ; سيكون فى اخر أمتى نساء كاسيات عاريات, على رؤوسهن كأسنمة البخت, إلعنوهن فإنهن ملعونات

“Pada akhir umatku nanti akan ada wanita-wanita yang berpakaian namun [hakekatnya] telanjang. Diatas kepala mereka seperti terdapat bongkol [punuk] onta. Kutuklah mereka karena sebenarnya mereka itu adalah kaum wanita yang terkutuk .”

Didalam hadits lain terdapat tambahan : لايدخلن الجنة ولا يجدن ريحها, وإن ريحها لتوجد من مسيرة كذاوكذا

“Mereka tidak akan masuk syurga dan juga tidak adan memperoleh baunya, padahal baunya surga itu dapat dicium dari perjalanan [jarak] sekian dan sekian [500 tahun].

4. Harus Longgar Tidak Ketat, Sehingga Tidak Dapat Menggambarkan Sesuatu Dari Tubuhnya

Dalam hadits Rasulullah salallohi’alaihi wasalam bersabda ; صنفان من أهل النار من أمتي لم أرهما بعد : كاسيات عاريات مائلات مميلات, على رؤوسهن مثل كأسنمة البخت, لابدخلن الجنة ولابجدن ريحها, ورجال معهم سياط مثل أذناب البقر, يضربون بها عباد الله

“Ada dua golongan penduduk neraka yang ada ditengah-tengah umatku, tetapi aku belum melihat keduanya : Wanita-wanita yang berpakaian tetapi telanjang; yang berlenggak-lenggok dan memiringkan kepala mereka seperti punuk onta. Juga sekelompok laki-laki yang membawa cemeti seperti seekor sapi, yang mereka gunakan untuk memukuli hamba-hamba Alloh.”

5. Tidak diberi wewangian atau parfum

Dari Abu Musa Al-Asy’ari bahwasanya ia berkata; Rasulullah salallohi’alaihi wasalam bersabda : أيما امرأة استعطرت فمرت على قوم لبجدوا من ريحها,فهي زانية

“Siapapun perempuan yang memakai wewangian, lalu ia melewati kaum laki-laki agar mereka mendapatkan baunya , maka ia adalah pezina.”

عن أبى هريرة رضي الله عنه قال: لقيته امرأة شم منها ريح الطيب, ولذيلها إعصار فقال: ياأمة الجبار ! جئت من المسجد ؟ قالت : نعم. قال لها: تطيب ؟ قالت : نعم. قال : إني سمعت حبي أبا القاسم صلى الله عليه وسلم يقول : ” لابقبل الله صلاة امرأة طبيت لهذا المسجد, حتى ترجع, فتغسل غسلها من الجنابة. رواه أبو داود وابن ماجه
Dari Abu Hurairah Rodiaullohu’anhu berkata ;”Bahwa seorang wanita berpapasan dengannya dan bau wanginya menerpa tercium semerbak. Maka Abu Hurairah berkata ;” Wahai hamba Allah! Apakah kamu hendak kemasjid?” ia menjawab ; “Ya!” Kemudian Abu Hurairah berkata lagi ; “Pulanglah saja lalu mandilah! Karena sesungguhnya aku mendengar Raasulullah saw bersabda : ” Jika seorang wanita keluar menuju masjid sedangkan bau wewangiannya menghembus maka Alloh tidak menerima sholatnya “. Akhirnya wanita itu pulang lagi menuju rumahnya lalu mandi-sebagaimana mandi besar- [baru kemudian ia sholat kemasjid]”. HR Abu Daud dan Ibnu Majah.

6. Tidak Menyerupai Pakaian Laki-Laki

عن أبي هريرة رضي الله عنه قال : لعن رسول الله صلىالله عليه وسلم الرجل الذي يلبس لبسة المرأة , المرأة تلبس لبسة الرجل. أخرجه أبو داود.
Dari Abu Hurairah berkata ; ” Rosululloh salallohu’alaihi wasalam melaknat pria yang memakai pakaian wanita dan wanita yang memakai pakain pria.” HR. Abu Daud.

Dari Abdullah bin Umar ia berkata, Rasulullah salallohu’alaihi wasalam bersabda; ثلاث لايدخلون الحنة ولاينظر الله إليهم يوم القيامة : العاق والديه , والمرأة المترجلة المتشبهة بالرجال , والديوث.

” Tiga golongan yang tidak akan masuk surga dan Alloh tidak akan memandang mereka pada hari kiamat’ Orang yang durhaka kepada orang tuanya, wanita yang bertingkah kelaki-lakian dan menyerupai diri dengan laki-laki, dan dayyuts [ orang yang tidak memiliki rasa cemburu ] “.

7. Bukan Pakaian Syuhrah

Berdasarkan hadits Ibnu Umar yang berkata ; Rasulullah salallahu’alaihi wasalam bersabda

وَعَنْ ابْنِ عُمَرَ قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : { مَنْ لَبِسَ ثَوْبَ شُهْرَةٍ فِي الدُّنْيَا أَلْبَسَهُ اللَّهُ ثَوْبَ مَذَلَّةٍ يَوْمَ الْقِيَامَةِ } . رَوَاهُ أَحْمَدُ وَأَبُو دَاوُد وَابْنُ مَاجَهْ . ” Barang siapa mengenakan pakaian syuhroh [untuk mencari popularitas] di dunia, niscaya Allah mengenakan pakaian kehinaan kepadanya pada hari kiamat, kemudian membakarnya dengan api neraka.” HR. Ahmad, Abu Daud, Ibnu Majah. Libas syuhroh adalah setiap pakaian yang di pakai dengan tujuan meraih popularitas di tengah-tengah orang banyak, baik pakaian itu mahal, yang dipakai oleh seseorang untuk berbangga di dunia dan perhiasannya, maupun pakaian yang bernilai rendah, yang dipakai oleh seseorang untuk menampakkan kezuhudannya dengan tujuan riya’ .

Ibnul Atsir berkata : Syuhroh artinya terlihatnya sesuatu. Maksud dari libas syuhroh adalah pakaiannya terkenal di kalangan orang-orang, hingga mengangkat pandangan mereka kepadanya. Ia berbangga terhadap orang lain dengan sikap angkuh dan sombong.

8. Tidak Menyerupai Pakaian Wanita-Wanita Kafir

Sebab, dalam syariat islam telah ditetapkan bahwa kaum muslimin –baik laki-laki maupun perempuan- tidak boleh bertasyabuh kepada orang-orang kafir, baik dalam ibadah, ikut merayakan hari raya, dan berpakaian khas mereka.

Kepada siapakah wanita boleh menampakkan Aurotnya?

Sebagaimana yang kita ketahui dalam surat Annuur ayat 31 dan Annisa ayat 23, maka bisa disimpulkan bahwa diperbolehkannya wanita menampakkan aurot kepada mahromnya; 1. Suami 2. – Mahrom karena hubungan keturunan 1. saudara kandung 2. anak kandung 3. keponakan dari saudara kandung 4. saudara-saudara kandung dari ibu dan bapak 5. saudara sesusu – Mahrom karena hubungan pernikahan 1. Mertua 2. Anak tiri istri yang sudah digauli, termasuk juga cucu dari anak tiri 3. Menantu, termasuk juga menantu dari cucu 4. istri dari bapak 3. Wanita-wanita muslimah 4. Budak-budak yang dimiliki 5. Oramg tua yang sudah tidak memiliki keinginan uantuk menikah

6. Anak kecil yang belum mengerti dengan aurot wanita.

Referensi : 1. Al-Mutabarrijat, oleh Azzahro’ Fatimah binti Abdulloh 2. Sohih Fiqh Sunah jilid 3 , oleh Abu Malik Kamal bin Assayid Salim 3. Tafsir Ibnu Katsir 4. Jilbab Al-Mar’ah Al-Muslimah, oleh Syaikh Muhammad Nasiruddin Al-Albani

5. Risalatul Hijab, oleh Syaikh Muhammad bi9n Shalih Al-‘Utsaimin

Video yang berhubungan

Bài Viết Liên Quan

Bài mới nhất

Chủ Đề