Dibawah ini adalah hikmah yang dirasakan oleh umat Islam dari peristiwa perang salib yaitu

Oleh : Asadullah Syamil S. [Mahasiswa Istanbul 29 Mayis University]

Islam agama yang datang dengan tujuan menyampaikan wahyu Allah subhanahu wata’ala dimana salah satu pokok isinya adalah menghidupkan keadilan untuk seluruh dunia serta juga membebaskan semua bangsa tertindas dari cengkereman penjajah menghadapi fase yang mengglobal.

Pada era Kristen Romawi, Suriah, Mesir dan Afrika utara ada dibawah penjajahan. Setelah Rasulullah shallallahu alaihi wassalam wafat, Khulafaur Rasyidin banyak melebarkan ekspansi Islam dan dibebaskanlah bangsa – bangsa tersebut dari pemerintahan yang zhalim. Salah satunya adalah Baitul Maqdis yaitu yang dikenal sebagai Yerusalem.

Yerusalem yang merupakan kota suci dari 3 agama besar di dunia yaitu Islam, Kristen dan Yahudi memang seringkali menjadi isu yang sangat sensitif. Berabad – abad Yerusalem telah berganti penguasa, terakhir sebelum Perang Salib I umat Islam berhasil memfutuhkan Yerusalem pada zaman Khalifah Umar bin Khattab radhiyallahu anhu. Sejak saat itu hingga era Daulah Fatimiyah, Yerusalem ada dalam genggaman Islam.

Walaupun Perang Salib muncul dengan pemicu yang sangat beragam termasuk keinginan balas dendam umat Kristen atas pertempuran Manzikert yang dimenangkan Umat Islam[1], penulis ingin membahas tentang salah satu pemicu yang muncul dari “Umat Islam” itu sendiri tepatnya juga pada masa pemerintahan Daulah Fatimiyah.

Daulah Fatimiyah yang juga merupakan negara Syi’ah[2] berdiri di Mesir pada tahun 298 Hijriyyah saat itu menguasai Yerusalem. Ketika itu Peter the Hermit, seorang pendeta asal Prancis menceritakan pengalamannya diperlakukan tidak layak ketika mendatangi Baitul Maqdis. Ketika al – Hakim Biamrillah, khalifah dari Daulah Fatimiyah yang menghancurkan Gereja Makam Suci di Baitul Maqdis, berita ini meluas di seantero Eropa di negara – negara seperti Jerman, Prancis dan Belgia yang disambangi oleh Peter the Hermit sendiri. Maka setelah Konsili Clermont diadakan, dicetuskanlah Perang Salib untuk pertama kalinya oleh Paus Urbanus II.

Padahal Allah subhanahu wata’ala telah berfirman,

وَلَا يَحِيقُ ٱلْمَكْرُ ٱلسَّيِّئُ إِلَّا بِأَهْلِهِ                                                             

“..Rencana yang jahat itu tidak akan menimpa selain orang yang merencanakannya sendiri.” [Q.S Fathir [35] : 43]

Setelah Pasukan Salib berhasil menguasai Yerusalem pada Juli tahun 1099, terjadilah pembantaian yang menimpa kaum muslimin di sana. Sejarawan Arab, Ibnu al-Atsir : “Di Masjidil Aqsa [di ujung selatan Haram asy-Syarif] orang – orang Frank membantai 70.000 orang lebih, termasuk banyak sekali imam dan ulama Muslim, orang-orang taat dan bertakwa..” Maka benarlah Allah atas segala firman-Nya.

Terlepas dari kekejaman kaum Salibis kepada umat Islam, namun kita tentu dari sini bisa menyimpulkan, bahwa umat Islam diharuskan untuk berlaku adil kepada bangsa-bangsa dan umat non-muslim sekalipun dalam kondisi konflik bahkan angkat senjata. Allah subhanahu wata’ala juga berfirman, 

            وَقَاتِلُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ الَّذِينَ يُقَاتِلُونَكُمْ وَلَا تَعْتَدُوا ۚ إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ الْمُعْتَدِينَ                                    

“Dan perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kamu, [tetapi] janganlah kamu melampaui batas, karena sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas.” [Q.S Al – Baqarah [2] : 190]

[1] Bin Abdullah Al-Maghluts, Sami - Atlas Perang Salib Hal. 16 [Penerbit Almahira] Agustus 2009

[2] Nicolle, David – Perang Salib I 1096 – 99 Hal. 24 [Kepustakaan Populer Gramedia] November 2010


Perang Badar merupakan peperangan antara kaum Muslim dan kaum Quraisy. Sumber foto: kisahmuslim.com

Perang Badar merupakan hari bersejarah bagi umat Islam yang dinilai sebagai tonggak kejayaan. Namun, seiring dengan perkembangan zaman kini mahasiswa kurang mengetahui sejarah tersebut yang jatuh pada 13 Maret. Peristiwa tersebut dapat dijadikan pembelajaran berharga karena pada saat itu Rasulullah rela perjuangkan untuk agama Allah pada puasa Ramadhan.

Mahasiswa Fakultas Adab dan Humaniora [FAH], jurusan Sejarah Peradaban Islam [SPI], semester empat, Muhammad Iqbal Akmaludin menuturkan, Perang Badar merupakan perang yang memperjuangkan antara hak dan batil yang terjadi pada 17 Ramadhan tahun kedua hijriah.

“Keunikan dan hikmah dari perang tersebut yaitu tidak menggunakan strategi apapun dan menjadi titik awal bangkitnya umat Islam serta wujud pertolongan Allah untuk menunjukkan kekuasaanNya,” jelasnya.

Dirinya menambahkan, umat Islam pada saat Ramadhan diuji kesabarannya dengan terjadi peperangan. Perang tersebut merupakan suatu yang penting diketahui lantaran pada saat itu umat Islam menyaksikan perjuangan Rasulullah dalam membela agama dan hukum perang yang benar.

“Mempelajari ilmu sejarah tentang perang tersebut merupakan fardu kifayah, namun sebaiknya umat Islam mengetahui sejarah Perang Badar tersebut karena dapat menjadi cermin umat Islam untuk disiplin dan sabar dalam menghadapi masalah, serta selalu mensyiarkan agama Islam.” ungkapnya.

Mahasiswa Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi [FDIKOM], jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam [KPI], semester dua, Zahra Nuriza Wulan Maharani menjelaskan, Perang Badar adalah pertempuran pertama antara kaum muslim yang dipimpin oleh Nabi Muhammad SAW, dengan kaum Quraisy yang dipimpin oleh Abu Jahal.

“Perang Badar terjadi pada 17 Ramadhan tahun dua Hijriah atau pada 13 Maret 624 Masehi dan jumlah kaum muslim hanya 313 orang sedangkan kaum kafir Quraisy berjumlah seribu orang,” jelasnya.

Dirinya menjelaskan, penyebab Perang Badar yang pertama yaitu kebencian Abu Jahal kepada Nabi Muhammad SAW, kedua yaitu harta kaum muslim dirampas oleh kaum Quraisy, ketiga yaitu penindasan yang dilakukan oleh kaum Quraisy. Namun, akhirnya perang tersebut dimenangkan oleh kaum muslim.

“Hikmah dari perang tersebut dalam kehidupan sehari-hari yaitu mendahulukan niat, kemudian menyerahkan segala urusan kepada Allah, serta senantiasa mengingatNya. Doa merupakan senjata paling kuat yang dimiliki oleh seorang muslim,” pungkasnya.

[Falah Aliya]

Tentara Salib membunuh pasukan Muslim dengan sangat sangat keji.

Kamis , 03 Sep 2020, 05:58 WIB

wikipedia

Tentara Salib membunuh pasukan Muslim dengan sangat sangat keji. Suasana perang salib memperebutkan Yerusalem.

Red: Nashih Nashrullah

REPUBLIKA.CO.ID, Perang Salib diawali saat Paus Ur banus II [1099 M] mengumumkan Perang untuk membebaskan Yerusalem pada 1095. Seruan Paus itu mendapat sambutan hangat di wilayah Prancis dan sekitarnya.

Ceramah Paus, menurut Edward Gibbon di dalam History of the Decline and Fall of the Roman Empire, telah “menyentuh syaraf perasaan yang sangat halus” dari masyarakat Eropa. Dengan dipimpin oleh beberapa pendeta dan bangsawan, mereka kemudian berangkat melalui jalur darat, melewati Konstan tinopel, menuju ke Yerusalem [al-Quds].

Wilayah Asia Minor [kini Turki], Suriah, dan Palestina yang saat itu berada di bawah kendali Muslim satu per satu jatuh ke tangan tentara salib. Tentara dan masyarakat Muslimin berusaha mempertahankan kota-kota tempat tinggal mereka dari serangan orangorang Frank—sebutan untuk orang-orang Prancis atau Eropa Barat ketika itu—tetapi pada Perang Salib yang pertama ini mereka lebih sering gagal daripada berhasil.

Pada pertengahan 1099, tentara salib tiba di Yerusalem [al-Quds]. Se telah mengepungnya selama lima pekan pada 15 Juli Kota Yerusalem jatuh ke tangan tentara salib. Orang-orang Frank sama sekali tidak punya rasa belas kasihan terhadap orang-orang yang ditaklukkannya. Mereka melakukan pembunuhan terhadap masyarakat Muslim dan Yahudi.

Seorang saksi sejarah di pihak Frank, yaitu Fulk of Chartes, mengatakan, “Sungguh, jika kalian berada di sana, kalian akan melihat kaki-kaki kami ber warna [merah] hingga ke lutut disebab kan darah korban .... Tak satu pun dari mereka yang dibiarkan hidup; tak satu pun perempuan dan anak-anak yang disisakan ....” Sementara Ibn al-At hir menulis, ”Selama satu pekan orang-orang Frank terus menyembelih kaum Muslimin.” Tujuh puluh ribu Muslim menjadi korban dalam peristiwa itu.

Meskipun satu amal mulia, tapi tanpa kemuliaan pelakunya, kemuliaan jihad akan sirna. Jumlah besar juga tidak banyak membantu tercapainya ke menangan. Jihad baru berfungsi dengan baik serta mampu menampakkan ke agungannya saat para pelakunya telah melakukan jihad ke atas dirinya sendiri [jihad al-nafs].

Dengan begitu, mereka dapat tampil ke atas panggung sejarah dengan kebersihan jiwa dan ketulusan pada Tuhannya. Inilah yang kemudian terjadi di dunia Islam dan memungkin kan mereka untuk melakukan perubahan besar pada masa-masa berikutnya.

Adalah Imam Abu Hamid al-Ghazali [w. 1111], salah satu ulama yang berperan penting dalam melakukan inisiatif ini. Ia berusaha meluruskan penyimpangan- penyimpangan yang terjadi di dunia Islam serta berusaha menunjukkan jalan yang perlu diambil oleh kaum Muslimin.

Al-Ghazali kemudian memilih jalan para sufi yang pada esensinya mengajak pada jihad al-nafs. Ia tidak menyerukan jihad untuk berperang dengan musuh karena tampaknya ia menyadari bahwa tanpa adanya kesuksesan dalam jihad al-nafs, kemuliaan jihad militer akan sulit untuk dicapai.

Apa yang dilakukan al-Ghazali ini pada dekade-dekade berikutnya bergulir menjadi gerakan perbaikan [islah] yang mencapai puncaknya pada satu generasi berikutnya, yaitu pada era Syekh Abdul Qadir al-Jilani [w. 1166].

Pada era tersebut, kebanyakan ulama menyatukan fikih dan kezuhudan di dalam dirinya, perpecahan mazhab telah digantikan oleh ukhuwah Islamiyah, serta berdiri banyak madrasah yang melahirkan generasi baru, generasi yang kemudian melahirkan tokoh seperti Shalahuddin al-Ayyubi [w 1193].

Hal ini dijelaskan dengan sangat baik oleh Dr Majid Irsan al-Kilani di dalam bukunya, Hakadza Dzahara Jilu Shalahuddin. Generasi baru yang dilahirkan  gerakan islah itu kemudian menjalankan fungsi jihad dengan baik dan efektif serta mampu menampilkan wajah Islam yang rahmatan lil ’alamin. Semua itu bermula dari jihad al-nafs.

Perang Salib - [londontimesnews.blogspot.com]

Perubahan yang terjadi sejak era al- Ghazali berlangsung secara gradual dan relatif lama. Namun, dampaknya juga lebih panjang dan berkesan. Perubahan itu mulai terasa saat terjadi Perang Salib II pada tahun 1147-1148.

Saat itu kaum Muslimin kembali bersatu. Orang-orang Frank justru mulai saling menjegal. Pada masa ini muncul seorang pemimpin yang saleh dan adil di Suriah, yaitu Nuruddin Mahmud Zanki [w 1174]. Ia merupakan buah gerakan islah para ulama, dan pada gilirannya meneruskan gerakan perbaikan itu di wilayah yang dipimpinnya. Ia adalah atasan sekaligus pendahulu Shalahuddin.

Sebagai Muslim yang taat, Nuruddin memandang jihad sebagai sesuatu yang penting. Ia menyadari, jihad tidak akan berhasil tanpa didukung masyarakat yang baik agamanya serta para pemim pin yang mau bersatu dan bersungguhsungguh dalam jihad.

Maka ia pun membangun hubungan sangat baik dengan para ulama dan para zahid; membangun banyak madrasah dan zawiyah serta bersama-sama dengan para ulama menyebarkan nilai-nilai Islam di tengah masyarakat.

Bagi Nuruddin, doa-doa para ahli ibadah di malam hari lebih penting dan lebih efektif dalam menjamin kemenangan dibandingkan panah-panah tentaranya. Upaya memperbaiki keadaan in ternal umat Islam dilakukan melalui jihad al-nafs, yang tidak kalah pentingnya dibandingkan upaya mempertahankan dan membebaskan wilayah Muslim dengan jihad. Bahkan, yang pertama ini lebih penting karena dengan inilah perkara yang berikutnya dapat berjalan dengan baik.

Perjuangan Nuruddin diteruskan Shalahuddin al-Ayyubi. Di kemudian hari, Shalahuddin bukan hanya berhasil, tetapi jihad yang ia lakukan juga mampu menampakkan belas kasih yang bukan hanya dirasakan oleh kaum Muslimin, tetapi juga diakui musuh-musuhnya dari pihak tentara salib. Saat berhasil merebut kembali Kota Yerusalem, Shalahuddin sama sekali tidak melakukan pembalasan kepada orang-orang Frank di kota itu.

Mereka boleh pergi dengan selamat dengan membayar sedikit uang tebusan. Karena itu, Stanley Lane-Poole mengatakan di dalam bukunya, Saladin and the Fall of the Kingdom of Jerusalem, “Sekiranya pengambilalihan Yerusalem merupakan satu-satunya fakta yang diketahui tentang Shalahuddin, maka itu sudah cukup untuk membuktikan dirinya sebagai penakluk yang paling kesatria dan paling berjiwa besar pada eranya, dan barangkali pada era lainnya.”

*Naskah ini merupakan cuplikan artikel berjudul Sukses Jihad dalam Perang Salib, karya Alwi Alatas yang diterbitkan Harian Republika, pada 2015

sumber : Harian Republika

Video yang berhubungan

Bài Viết Liên Quan

Bài mới nhất

Chủ Đề