Berikut yang tidak gugur dalam pertempuran melawan pasukan romawi di mutah adalah

Singkatnya, pasukan Islam yang berjumlah 3000 personel diberangkatkan. Ketika mereka sampai di daerah Ma’an, terdengar berita bahwa Heraklius mempersiapkan 100 ribu pasukannya. Selain itu, kaum Nasrani dari beberapa suku Arab pun telah siap dengan jumlah yang sama. Mendengar kabar demikian, sebagian sahabat mengusulkan supaya meminta bantuan pasukan kepada Rasulullah atau beliau memutuskan suatu perintah.

Abdullah bin Rawahah lantas mengobarkan semangat juang para Sahabat pada waktu itu dengan perkataannya, “Demi Allah, sesungguhnya perkara yang kalian tidak sukai ini adalah perkara yang kamu keluar mencarinya, yaitu syahadah [gugur di medan perang di jalan Allah Subhanahu wa Ta’ala]. Kita itu tidak berjuang karena jumlah pasukan atau kekuatan. Kita berjuang untuk agama ini yang Allah Subhanahu wa Ta’ala telah memuliakan kita dengannya. Bergeraklah. Hanya ada salah satu dari dua kebaikan: kemenangan atau gugur [syahid] di medan perang.”

Orang-orang menanggapi dengan berkata, “Demi Allah, Ibnu Rawahah berkata benar.”

Zaid bin Haritsah, panglima pertama yang ditunjuk Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, kemudian membawa pasukan ke wilayah Mu’tah. Dua pasukan berhadapan dengan sengit. Komandan pertama ini menebasi anak panah-anak panah pasukan musuh sampai akhirnya tewas terbunuh di jalan Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Bendera pun beralih ke tangan Ja’far bin Abi Thalib. Sepupu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ini berperang sampai tangan kanannya putus. Bendera beliau pegangi dengan tangan kiri, dan akhirnya putus juga oleh senjata musuh. Dalam kondisi demikian, semangat beliau tak mengenal surut, saat tetap berusaha mempertahankan bendera dengan cara memeluknya sampai beliau gugur oleh senjata lawab. Berdasarkan keterangan Ibnu Umar, salah seorang saksi mata yang ikut dalam perang itu, terdapat tidak kurang 90 luka di bagian tubuh depan beliau baik akibat tusukan pedang dan maupun anak panah.

Giliran Abdullah bin Rawahah pun datang. Setelah menerjang musuh, ajal pun menjemput beliau di medan peperangan.

Tsabit bin Arqam mengambil bendera yang telah tak bertuan itu dan berteriak memanggil para sahabat Nabi agar menentukan pengganti yang memimpun kaum muslimin. Maka, pilihan mereka jatuh pada Khalid bin Walid. Dengan kecerdikan dan kecemerlangan siasat dan strategi –setelah taufik dari Allah Subhanahu wa Ta’ala—kaum muslimin berhasil memukul Romawi hingga mengalami kerugian banyak.

Jumlah syuhada perang Mu’tah

Menyaksikan peperangan yang tidak seimbang antara kaum muslimin dengan kaum kuffar, yang merupakan pasukan aliansi antara kaum Nashara Romawi dan Nashara Arab, secara logis, kekalahan bakal dialami oleh para Sahabat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Imam Ibnu katsir mengungkapkan ketakjubannya terhadap kekuasaan Allah Subhanahu wa Ta’ala melalui hasil peperangan yang berakhir dengan kemenangan kaum muslimin dengan berkata, “Ini kejadian yang menakjubkan sekali. Dua pasukan bertarung, saling bermusuhan dalam agama. Pihak pertama pasukan yang berjuang di jalan Allah Subhanahu wa Ta’ala, dengan kekuatan 3000 orang. Dan pihak lainnya, pasukan kafir yang berjumlah 200 ribu pasukan. 100 ribu orang dari Romawi dan 100 ribu orang dari Nashara Arab. Mereka saling bertarung dan menyerang. Meski demikian sengitnya, hanya 12 orang yang terbunuh dari pasukan kaum muslimin, padahal, jumlah korban tewas dari kaum musyirikin sangat banyak.” Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

“Orang-orang yang meyakini bahwa mereka akan menemui Allah berkata, “Berapa banyak terjadi golongan yang sedikit dapat mengalahkan golongan yang banyak dengan izin Allah? Dan Allah beserta orang-orang yang sabar.” [Q.S. Al-Baqarah: 249]

Para ulama sejarah tidak bersepakat pada satu kata mengenai jumlah syuhada Mu’tah. Namun, yang jelas jumlah mereka tidak banyak. Hanya berkisar pada angka belasan, menurut hitungan yang terbanyak. Padahal, peperangan Mu’tah sangat sengit. Ini dapat dibuktikan bahwa Khalid bin Walid menghabiskan 9 pucuk pedang dalam perang tersebut. Kesembilan pedang itu patah. Hanya satu pedang yang tersisa, hasil buatan Yaman.

Khalid berkata, “Telah patah sembilan pedang di tanganku. Tidak tersisa kecuali pedang buatan Yaman.” [HR. Al-Bukhari 4265-4266]

Menurut Imam Ibnu Ishaq – imam dalam ilmu sejarah Islam –, syuhada perang Mu’tah hanya berjumlah 8 sahabat saja. Secara terperinci, yaitu Ja’far bin Abi Thalib, dan mantan budak Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam Zaid bin Haritsah Al-Kalbi, Mas’ud bin Al-Aswad bin Haritsah bin Nadhlah Al-Adawi, Wahb bin Sa’d bin Abi Sarh.

Sementara dari kalangan kaum Anshar, Abdullah bin Rawahah, Abbad bin Qais Al-Khazarjayyan, Al-Harits bin an-Nu’man bin Isaf bin Nadhlah an-Najjari, Suraqah bin Amr bin Athiyyah bin Khansa Al-mazini.

Di sisi lain, Imam Ibnu Hisyam dengan berlandaskan keterangan Az-Zuhri, menambahkan empat nama dalam deretan Sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang gugur di medan perang Mu’tah. Yakni, Abu Kulaib dan Jabir. Dua orang ini saudara sekandung. Diitambah Amr bin Amir putra Sa’d bin Al-Harits bin Abbad bin Sa’d bin Amir bin Tsa’labah bin Malik bin Afsha. Mereka juga berasal dari kaum Anshar. Dengan ini, jumlah syuhada bertambah menjadi 12 jiwa.

Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala memudahkan kita untuk meneladani semangat juang mereka di jalan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Meskipun kondisi berat lantaran jumlah personel yang sedikit, namun hal itu tidak mengendurkan langkah mereka untuk terus berjihad di jalan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Wallahu a’lam.

Sumber: Majalah As-Sunnah, Edisi 10 Tahun XII 1430 H / 2009

Artikel www.KisahMuslim.com

Pertempuran Mu'tahPihak yang terlibatKomandanDayaKorban
Bagian dari the Perang Arab-Bizantium
TanggalLokasiHasil
629
Tidak jauh Karak, Yordania
kemenangan Muslim [menurut Ibnu Katsir], kemenangan Bizantium[1]
atau imbang[2][3]
Arab MuslimKekaisaran Romawi Timur [Bizantium]
Arab Kristen
Zaid bin Haritsah,Ja'far bin Debu Thalib,

Abdullah bin Rawahah

Heraclius,Theodorus,Syurahbil bin ‘Amr al-Ghassani,

Malik bin Zafilah

3,000 [Ibnu Qayyim dan Ibnu Hajar][4][5][5][6]200,000 [sumber Muslim][3]
12 [sumber Muslim, mungkin lebih][5]20,000 [sumber Muslim, mungkin kurang] [5]

Pertempuran Mu'tah [bahasa Arab: معركة مؤتة , غزوة مؤتة] terjadi pada 629 M atau 5 Jumadil Awal 8 Hijriah[5]], tidak jauh kampung yang bernama Mu'tah, di sebelah timur Sungai Yordan dan Al Karak, sela pasukan Khulafaur Rasyidin yang dikirim oleh Nabi Muhammad dan tentara Kekaisaran Romawi Timur [Bashra].

Latar belakangan

Setelah Akad Hudaibiyyah disepakati, Rasullulah mengirimkan surat-surat dakwah sekaligus berdiplomasi untuk para penguasa negeri yg bersamaan batasnya dengan jazirah arab, termasuk untuk Heraklius. Pada Tahun 7 hijriah atau 628 AD, Rasulullah menugaskan al-Harits bin ‘Umair untuk mengirimkan surat dakwah untuk Gubernur Syam [Irak] bernama Hanits bin Abi Syamr Al-Ghassani yg baru diangkatkan oleh Kekaisaran Romawi. Dalam Perjalanan, di kawasan sekitar Mut'ah, al-Harits bin ‘Umair dicegat dan dibunuh oleh penguasa setempat bernama Syurahbil bin ‘Amr al-Ghassani pimpinan dari suku Ghassaniyah [Pada ketika itu yang berkuasa di wilayah Palestina dan sekitarnya].[7] [8][9][10] Dan Pada tahun yg sama Utusan Rasulullah pada Banu Sulayman dan Dhat al Talh kawasan di sekitar negeri Syam [Irak] juga dibunuh oleh penguasa sekitar.[11] Sebelumnya, tak pernah seorang utusan dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dibunuh dalam misinya.

Sedangkan menurut sumber-sumber Barat modern, pertempuran ini yaitu upaya penaklukan yang gagal terhadap bangsa Arab di sebelah timur Sungai Jordan.[12]. Tentunya hal ini dikritisi karena tak bisa menjelaskan secara logis latar belakangan pertempuran, sela pasukan muslim yg bahkan belum mempersatukan jazirah Arab dan belum menguasai Makkah yang berani menentang kekuasaan bangsa adidaya Romawi di kawasan utara yang sangat jauh dari Madinah.

Pertempuran

Sebelum pasukan islam berangkat untuk menegakkan panji La ilaha Illallah, Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam telah menunjuk tiga orang sahabat sekaligus mengemban amanah komanda secara bergantian bila komandan sebelumnya gugur dalam tugas di ajang peperangan sampai mengakibatkan tak bisa meneruskan kepemimpinan. Suatu keputusan yang belum pernah dia lakukan sebelumnya. Mereka itu yaitu Ja'far bin Abi Thalib, Zaid bin Haritsah [berasal dari kaum muhajirin] dan seorang sahabat dari Anshar, Abdullah bin Rawahah, penyair Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam.[13]

Singkatnya, pasukan islam yang berjumlah 3000 personel diberangkatkan. Ketika mereka sampai di kawasan Ma’an, terdengar berita bahwa Heraklius mempersiapkan 100 ribu pasukannya. Selain itu, kaum Nasrani dari beberapa suku Arab pun telah siap dengan jumlah yang sama. Mendengar kabar yang demikian, beberapa sahabat radhiyallahu ‘anhum mengusulkan supaya meminta bantuan pasukan untuk Rasulullah atau dia memutuskan suatu perintah.

‘Abdullah bin Rawanah radhiyallahu ‘anhu lantas mengobarkan semangat juang para sahabat radhiyallahu ‘anhum pada ketika itu dengan perkataannya , “Demi Allah, sesungguhnya perkata yang kalian tak sukai ini yaitu perkata yang kamu keluar mencarinya, yaitu syahadah [gugur dimedan perang dijalan Allah Azza wa Jalla]. Kita itu tak berjuang karena karena jumlah pasukan atau daya. Kita berjuang untuk agama ini yang Allah Azza wa Jalla telah memuliakan kita dengannya. Bergeraklah. Hanya benar salah satu dari dua kebaikan : kemenangan atau gugur [syahid] di ajang perang.”

Orang-orang menanggapi dengan berkata, “ Demi Allah, Ibnu Rawanah berkata benar”.

Zaid bin Haritsah radhiyallahu ‘anhu, panglima pertama yang ditunjuk Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam, kemudian membawa pasukan ke wilayah Mu’tah. Dua pasukan berhadapan dengan sengit. Komandan pertama ini menebasi anak panah-anak panah pasukan musuh sampai akhirnay tewas terbunuh di jalan Allah Azza wa Jalla.

Bendera pun berpindah ke tangan Ja’far bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu. Sepupu Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam ini bertempur sampai tangan kanannya putus. Bendera dia pegangi dengan tangan kiri, dan kemudiannya putus juga oleh tangan musuh. Dalam kondisi demikian, semangat dia tak mengenal surut, kala tetap berusaha mempertahankan bendera dengan cara memeluknya sampai dia gugur oleh senjata lawan. Berdasarkan keterangan Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhu, salah seorang saksi mata yang ikut serta dalam perang itu, terdapat tidakkurang 90 luka di bagian tubuh depan dia patut dampak tusukan pedang dan maupun anak panah.[14]

Gilirang ‘Abdullah bin Rawanah radhiyallahu ‘anhu pun datang. Setelah menerjang musuh, ajal pun memjemput dia di ajang peperangan.

Tsabit bin Arqam radhiyallahu ‘anhu mengambil bendera yang telah tak bertuan itu dan berteriak memanggil para Sahabat Nabi supaya menentukan pengganti yang memimpin kaum muslimin. Maka, pilihan mereka jatuh pada Khalid bin Walid radhiyallahu ‘anhu. Dengan kelicikan dan kecemerlangan siasat dan strategi – setelah taufik dari Allah Azza wa Jalla – kaum muslimin sukses memukul Romawi sampai merasakan kerugian yang banyak.

Setelah pertempuran

Menyaksikan peperangan yang tak seimbang sela kaum muslimin dengan kaum kuffar, yang yaitu pasukan aliansi sela kaum Nashara Romawi dan Nashara Arab, secara logis, kekalahan bakal di alami oleh para sahabat Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam.

Imam Ibnu Katsir rahimahullah mengungkapkan ketakjubannya terhadap kekuasaan Allah Azza wa Jalla melewati hasil peperangan yang kemudiannya dengan kemenangan kaum muslimin dengan berkata : “Ini peristiwa yang menakjubkan sekali. Dua pasukan bertarung, saling bermusuhan dalam agama. Pihak pertama pasukan yang berjuang dijalan Allah Azza wa Jalla, dengan daya 3000 orang. Dan pihak lainnya, pasukan kafir yang berjumlah 200 ribu pasukan. 100 ribu orang dari Romawi dan 100 ribu orang dari Nashara Arab. Mereka saling bertarung dan menyerang. Meski demikian sengitnya, hanya 12 orang yang terbunuh dari pasukan kaum muslimin. Padahal, jumlah korban tewas dari kaum musyirikin sangat banyak”.[15]

Allah Azza wa Jalla berfirman :

Orang-orang yang menyakini bahwa mereka akan menemui Allah berkata, “Berapa banyak terjadi golongan yang sedikit bisa mengalahkan golongan yang banyak dengan izin Allah? Dan Allah beserta orang-orang yang sabar”. [Al-Baqarah 2:249]

Para ulama sejarah tak bersepakat pada satu kata tentang jumlah syuhada Mu’tah. Namun, yang jelas jumlah mereka tak banyak. Hanya berkisar pada angka belasan, menurut hitungan yang paling banyak. Padahal, peperangan Mu’tah sangat sengit. Ini bisa dibuktikan bahwa Khalid bin Walid rahimahullah menghabiskan 9 pucuk pedang dalam perang tersebut. Hanya satu pedang yang tersisa, hasil hasil pekerjaan Yaman.

Khalid rahimahullah berkata, “Telah patah Sembilan pedang ditanganku, tak tersisa kecuali pedang hasil pekerjaan Yaman.[16]

Menurut Imam Ibnu Ishaq seorang Imam dalam ilmu sejarah Islam, syuhada perang Mu’tah hanya berjumlah 8 Sahabat saja. Secara terperinci yaitu Ja’far bin Abi Thalib, dan mantan budak Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam Zaid bin Haritsah al-Kalbi, Mas’ud bin al-Aswad bin Haritsah bin Nadhlah al-‘Adawi, Wahb bin Sa’d bin Abi Sarh radhiyallahu ‘anhum.

Sementara dari kalangan kaum anshar, ‘Abdullah bin Rawahah, ‘Abbad bin Qais al-Khozarjayyan, al-Harits bin an-Nu’man bin Isaf bin Nadhlah an-Najjari, Suraqah bin ‘Amr bin Athiyyah bin Khansa al-Mazini radhiyallahu ‘anhum.

Di bidang lain, Imam Ibnu Hisyam rahimahullah dengan berdasarkan keterangan az-Zuhri rahimahullah, menambahkan empat nama dalam deretan Sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam yang gugur di ajang perang Mu’tah. Yakni, Debu Kulaib dan Jabir. Dua orang ini saudara sekandung. Ditambah ‘Amr bin ‘Amir putra Sa’d bin Tsa’labah bi Malik bin Afsha. Mereka juga berasal dari kaum anshar. Dengan ini, jumlah syuhada lebih menjadi 12 jiwa.[17]

Pustaka

Catatan kaki

  1. ^ F. Donner, The Early Islamic Conquests, p.105
  2. ^ Ibnu Ishaq dan Ibnu Hisyam melaporkan imbang untuk kedua belah pihak, patut Muslim maupun Romawi. Sedangkan Ibnu Katsir melaporkan kemenangan Muslim.
  3. ^ a b Muhammad Husayn Haykal, The Life of Muhammad [Allah's peace and blessing be upon him], Diartikan oleh Isma'il Razi A. al-Faruqi, 1976, American Trust Publications ISBN 0-89259-002-5
  4. ^ Ibn Qayyim Al-Jawziyya. Zad al-Ma'ad 2/155.
  5. ^ a b c d e Saif-ur-Rahman Mubarakpuri, ar-Raheeq al-Makhtoom, "The Sealed Nectar", Islamic University of Medina, Dar-us-Salam publishers ISBN 1-59144-071-8
  6. ^ Ibnu Hajar. Fath al-Bari 7/511.
  7. ^ //www.dakwatuna.com/2008/peperangan-di-masa-rasulullah-bagian-4/
  8. ^ //www.salaam.co.uk/books/show_comm_review.php?commreview_id=18
  9. ^ Kelengkapan Tarikh Edisi Lux Jilid 2 Oleh Moenawar Chalil, K.H. hal 483
  10. ^ Fathul Baari [9/368]
  11. ^ //lsinsight.org/articles/2001/peace-war/ch3.htm
  12. ^ Buhl, F. "Mu'ta". In P.J. Bearman, Th. Bianquis, C.E. Bosworth, E. van Donzel and W.P. Heinrichs. Encyclopaedia of Islam Online Edition. Brill Academic Publishers. ISSN 1573-3912. 
  13. ^ Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam bersabda : “Bila Zaid meninggal, makan [pemimpin kalian adalah] Ja’far. Bila Ja’far meninggal, karenanya [pemimpin kalian adalah] ‘Abdullah bin Rawanah [Hadits riwayat Imam Bukhari no.4260-4261]
  14. ^ Hadits riwayat Imam Bukhari no.4261
  15. ^ Lihat al-Bidayah wan Nihayah [4/214]
  16. ^ Hadits riwayat Imama Bukhari 4265-4266.
  17. ^ Menurut penulis as-Sirah ash-Shahihah [hal.468] jumlah Sahabat yang gugur 13 orang.


edunitas.com

Page 2

Pertempuran Mu'tahPihak yang terlibatKomandanKekuatanKorban
Babak dari the Perang Arab-Bizantium
TanggalLokasiHasil
629
Tidak jauh Karak, Yordania
kemenangan Muslim [menurut Ibnu Katsir], kemenangan Bizantium[1]
atau imbang[2][3]
Arab MuslimKekaisaran Romawi Timur [Bizantium]
Arab Kristen
Zaid bin Haritsah,Ja'far bin Abu Thalib,

Abdullah bin Rawahah

Heraclius,Theodorus,Syurahbil bin ‘Amr al-Ghassani,

Malik bin Zafilah

3,000 [Ibnu Qayyim dan Ibnu Hajar][4][5][5][6]200,000 [sumber Muslim][3]
12 [sumber Muslim, mungkin lebih][5]20,000 [sumber Muslim, mungkin kurang] [5]

Pertempuran Mu'tah [bahasa Arab: معركة مؤتة , غزوة مؤتة] terjadi pada 629 M atau 5 Jumadil Awal 8 Hijriah[5]], tidak jauh kampung yang bernama Mu'tah, di sebelah timur Sungai Yordan dan Al Karak, antara pasukan Khulafaur Rasyidin yang dikirim oleh Nabi Muhammad dan tentara Kekaisaran Romawi Timur [Bashra].

Latar belakangan

Sesudah Akad Hudaibiyyah disepakati, Rasullulah mengirimkan surat-surat dakwah sekaligus berdiplomasi untuk para penguasa negeri yg bersamaan batasnya dengan jazirah arab, termasuk untuk Heraklius. Pada Tahun 7 hijriah atau 628 AD, Rasulullah menugaskan al-Harits bin ‘Umair untuk mengirimkan surat dakwah untuk Gubernur Syam [Irak] bernama Hanits bin Abi Syamr Al-Ghassani yg baru dibawa ke atas oleh Kekaisaran Romawi. Dalam Perjalanan, di kawasan sekitar Mut'ah, al-Harits bin ‘Umair dicegat dan dibunuh oleh penguasa setempat bernama Syurahbil bin ‘Amr al-Ghassani pemimpin dari suku Ghassaniyah [Pada waktu itu yang berkuasa di wilayah Palestina dan sekitarnya].[7] [8][9][10] Dan Pada tahun yg sama Utusan Rasulullah pada Banu Sulayman dan Dhat al Talh kawasan di sekitar negeri Syam [Irak] juga dibunuh oleh penguasa sekitar.[11] Sebelumnya, tak pernah seorang utusan dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dibunuh dalam misinya.

Sedangkan menurut sumber-sumber Barat modern, pertempuran ini adalah upaya penaklukan yang gagal terhadap bangsa Arab di sebelah timur Sungai Jordan.[12]. Tentunya hal ini dikritisi karena tak bisa menjelaskan secara logis latar belakangan pertempuran, antara pasukan muslim yg bahkan belum mempersatukan jazirah Arab dan belum menguasai Makkah yang berani menentang kekuasaan bangsa adidaya Romawi di kawasan utara yang sangat jauh dari Madinah.

Pertempuran

Sebelum pasukan islam berangkat untuk menegakkan panji La ilaha Illallah, Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam sudah menunjuk tiga orang sahabat sekaligus mengemban amanah komanda secara bergantian bila komandan sebelumnya gugur dalam tugas di ajang peperangan sampai mengakibatkan tak dapat meneruskan kepemimpinan. Sebuah keputusan yang belum pernah dia lakukan sebelumnya. Mereka itu adalah Ja'far bin Abi Thalib, Zaid bin Haritsah [berasal dari kaum muhajirin] dan seorang sahabat dari Anshar, Abdullah bin Rawahah, penyair Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam.[13]

Singkatnya, pasukan islam yang berjumlah 3000 personel diberangkatkan. Ketika mereka sampai di kawasan Ma’an, terdengar berita bahwa Heraklius mempersiapkan 100 ribu pasukannya. Selain itu, kaum Nasrani dari beberapa suku Arab pun sudah siap dengan jumlah yang sama. Mendengar kabar yang demikian, sebagian sahabat radhiyallahu ‘anhum mengusulkan supaya meminta bantuan pasukan untuk Rasulullah atau dia memutuskan suatu perintah.

‘Abdullah bin Rawanah radhiyallahu ‘anhu lantas mengobarkan semangat juang para sahabat radhiyallahu ‘anhum pada waktu itu dengan perkataannya , “Demi Allah, sesungguhnya perkata yang kalian tak sukai ini adalah perkata yang kamu keluar mencarinya, yaitu syahadah [gugur dimedan perang dijalan Allah Azza wa Jalla]. Kita itu tak berjuang karena karena jumlah pasukan atau kekuatan. Kita berjuang untuk agama ini yang Allah Azza wa Jalla sudah memuliakan kita dengannya. Bergeraklah. Hanya ada salah satu dari dua kebaikan : kemenangan atau gugur [syahid] di ajang perang.”

Orang-orang menanggapi dengan bercakap, “ Demi Allah, Ibnu Rawanah bercakap benar”.

Zaid bin Haritsah radhiyallahu ‘anhu, panglima pertama yang ditunjuk Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam, akhir membawa pasukan ke wilayah Mu’tah. Dua pasukan berhadapan dengan sengit. Komandan pertama ini menebasi anak panah-anak panah pasukan musuh sampai akhirnay tewas terbunuh di jalan Allah Azza wa Jalla.

Bendera pun berpindah ke tangan Ja’far bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu. Sepupu Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam ini bertempur sampai tangan kanannya putus. Bendera dia pegangi dengan tangan kiri, dan yang belakang sekalinya putus juga oleh tangan musuh. Dalam kondisi demikian, semangat dia tak mengenal surut, saat tetap berupaya mempertahankan bendera dengan cara memeluknya sampai dia gugur oleh senjata lawan. Berlandaskan keterangan Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhu, salah seorang saksi mata yang ikut serta dalam perang itu, terdapat tidakkurang 90 luka di babak tubuh depan dia patut dampak tusukan pedang dan maupun anak panah.[14]

Gilirang ‘Abdullah bin Rawanah radhiyallahu ‘anhu pun datang. Sesudah menerjang musuh, ajal pun memjemput dia di ajang peperangan.

Tsabit bin Arqam radhiyallahu ‘anhu mengambil bendera yang sudah tak bertuan itu dan berteriak memanggil para Sahabat Nabi supaya menentukan pengganti yang memimpin kaum muslimin. Maka, pilihan mereka jatuh pada Khalid bin Walid radhiyallahu ‘anhu. Dengan tipu daya dan kecemerlangan siasat dan strategi – sesudah taufik dari Allah Azza wa Jalla – kaum muslimin sukses memukul Romawi sampai mengalami kerugian yang banyak.

Sesudah pertempuran

Menyaksikan peperangan yang tak seimbang antara kaum muslimin dengan kaum kuffar, yang merupakan pasukan aliansi antara kaum Nashara Romawi dan Nashara Arab, secara logis, kekalahan bakal di alami oleh para sahabat Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam.

Imam Ibnu Katsir rahimahullah mengungkapkan ketakjubannya terhadap kekuasaan Allah Azza wa Jalla menempuh hasil peperangan yang habis dengan kemenangan kaum muslimin dengan berkata : “Ini perihal jadinya yang menakjubkan sekali. Dua pasukan bertarung, saling bermusuhan dalam agama. Pihak pertama pasukan yang berjuang dijalan Allah Azza wa Jalla, dengan kekuatan 3000 orang. Dan pihak lainnya, pasukan kafir yang berjumlah 200 ribu pasukan. 100 ribu orang dari Romawi dan 100 ribu orang dari Nashara Arab. Mereka saling bertarung dan menyerang. Meski demikian sengitnya, hanya 12 orang yang terbunuh dari pasukan kaum muslimin. Padahal, jumlah korban tewas dari kaum musyirikin sangat banyak”.[15]

Allah Azza wa Jalla berfirman :

Orang-orang yang menyakini bahwa mereka akan menemui Allah bercakap, “Berapa banyak terjadi golongan yang sedikit dapat mengalahkan golongan yang banyak dengan izin Allah? Dan Allah beserta orang-orang yang sabar”. [Al-Baqarah 2:249]

Para ulama sejarah tak bersepakat pada satu kata mengenai jumlah syuhada Mu’tah. Namun, yang jelas jumlah mereka tak banyak. Hanya berkisar pada angka belasan, menurut hitungan yang paling banyak. Padahal, peperangan Mu’tah sangat sengit. Ini dapat dibuktikan bahwa Khalid bin Walid rahimahullah menghabiskan 9 pucuk pedang dalam perang tersebut. Hanya satu pedang yang tersisa, hasil hasil pekerjaan Yaman.

Khalid rahimahullah bercakap, “Sudah patah Sembilan pedang ditanganku, tak tersisa kecuali pedang hasil pekerjaan Yaman.[16]

Menurut Imam Ibnu Ishaq seorang Imam dalam ilmu sejarah Islam, syuhada perang Mu’tah hanya berjumlah 8 Sahabat saja. Secara terperinci yaitu Ja’far bin Abi Thalib, dan mantan budak Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam Zaid bin Haritsah al-Kalbi, Mas’ud bin al-Aswad bin Haritsah bin Nadhlah al-‘Adawi, Wahb bin Sa’d bin Abi Sarh radhiyallahu ‘anhum.

Sementara dari kalangan kaum anshar, ‘Abdullah bin Rawahah, ‘Abbad bin Qais al-Khozarjayyan, al-Harits bin an-Nu’man bin Isaf bin Nadhlah an-Najjari, Suraqah bin ‘Amr bin Athiyyah bin Khansa al-Mazini radhiyallahu ‘anhum.

Di sisi lain, Imam Ibnu Hisyam rahimahullah dengan berlandaskan keterangan az-Zuhri rahimahullah, menambahkan empat nama dalam deretan Sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam yang gugur di ajang perang Mu’tah. Yakni, Abu Kulaib dan Jabir. Dua orang ini saudara sekandung. Ditambah ‘Amr bin ‘Amir putra Sa’d bin Tsa’labah bi Malik bin Afsha. Mereka juga berasal dari kaum anshar. Dengan ini, jumlah syuhada lebih menjadi 12 jiwa.[17]

Referensi

Catatan kaki

  1. ^ F. Donner, The Early Islamic Conquests, p.105
  2. ^ Ibnu Ishaq dan Ibnu Hisyam melaporkan imbang untuk kedua belah pihak, patut Muslim maupun Romawi. Sedangkan Ibnu Katsir melaporkan kemenangan Muslim.
  3. ^ a b Muhammad Husayn Haykal, The Life of Muhammad [Allah's peace and blessing be upon him], Diartikan oleh Isma'il Razi A. al-Faruqi, 1976, American Trust Publications ISBN 0-89259-002-5
  4. ^ Ibn Qayyim Al-Jawziyya. Zad al-Ma'ad 2/155.
  5. ^ a b c d e Saif-ur-Rahman Mubarakpuri, ar-Raheeq al-Makhtoom, "The Sealed Nectar", Islamic University of Medina, Dar-us-Salam publishers ISBN 1-59144-071-8
  6. ^ Ibnu Hajar. Fath al-Bari 7/511.
  7. ^ //www.dakwatuna.com/2008/peperangan-di-masa-rasulullah-bagian-4/
  8. ^ //www.salaam.co.uk/books/show_comm_review.php?commreview_id=18
  9. ^ Kelengkapan Tarikh Edisi Lux Jilid 2 Oleh Moenawar Chalil, K.H. hal 483
  10. ^ Fathul Baari [9/368]
  11. ^ //lsinsight.org/articles/2001/peace-war/ch3.htm
  12. ^ Buhl, F. "Mu'ta". In P.J. Bearman, Th. Bianquis, C.E. Bosworth, E. van Donzel and W.P. Heinrichs. Encyclopaedia of Islam Online Edition. Brill Academic Publishers. ISSN 1573-3912. 
  13. ^ Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam bersabda : “Bila Zaid meninggal, makan [pemimpin kalian adalah] Ja’far. Bila Ja’far meninggal, maka [pemimpin kalian adalah] ‘Abdullah bin Rawanah [Hadits riwayat Imam Bukhari no.4260-4261]
  14. ^ Hadits riwayat Imam Bukhari no.4261
  15. ^ Lihat al-Bidayah wan Nihayah [4/214]
  16. ^ Hadits riwayat Imama Bukhari 4265-4266.
  17. ^ Menurut penulis as-Sirah ash-Shahihah [hal.468] jumlah Sahabat yang gugur 13 orang.


edunitas.com

Page 3

Pertempuran Mu'tahPihak yang terlibatKomandanKekuatanKorban
Babak dari the Perang Arab-Bizantium
TanggalLokasiHasil
629
Tidak jauh Karak, Yordania
kemenangan Muslim [menurut Ibnu Katsir], kemenangan Bizantium[1]
atau imbang[2][3]
Arab MuslimKekaisaran Romawi Timur [Bizantium]
Arab Kristen
Zaid bin Haritsah,Ja'far bin Abu Thalib,

Abdullah bin Rawahah

Heraclius,Theodorus,Syurahbil bin ‘Amr al-Ghassani,

Malik bin Zafilah

3,000 [Ibnu Qayyim dan Ibnu Hajar][4][5][5][6]200,000 [sumber Muslim][3]
12 [sumber Muslim, mungkin lebih][5]20,000 [sumber Muslim, mungkin kurang] [5]

Pertempuran Mu'tah [bahasa Arab: معركة مؤتة , غزوة مؤتة] terjadi pada 629 M atau 5 Jumadil Awal 8 Hijriah[5]], tidak jauh kampung yang bernama Mu'tah, di sebelah timur Sungai Yordan dan Al Karak, antara pasukan Khulafaur Rasyidin yang dikirim oleh Nabi Muhammad dan tentara Kekaisaran Romawi Timur [Bashra].

Latar belakangan

Sesudah Akad Hudaibiyyah disepakati, Rasullulah mengirimkan surat-surat dakwah sekaligus berdiplomasi untuk para penguasa negeri yg bersamaan batasnya dengan jazirah arab, termasuk untuk Heraklius. Pada Tahun 7 hijriah atau 628 AD, Rasulullah menugaskan al-Harits bin ‘Umair untuk mengirimkan surat dakwah untuk Gubernur Syam [Irak] bernama Hanits bin Abi Syamr Al-Ghassani yg baru dibawa ke atas oleh Kekaisaran Romawi. Dalam Perjalanan, di kawasan sekitar Mut'ah, al-Harits bin ‘Umair dicegat dan dibunuh oleh penguasa setempat bernama Syurahbil bin ‘Amr al-Ghassani pemimpin dari suku Ghassaniyah [Pada waktu itu yang berkuasa di wilayah Palestina dan sekitarnya].[7] [8][9][10] Dan Pada tahun yg sama Utusan Rasulullah pada Banu Sulayman dan Dhat al Talh kawasan di sekitar negeri Syam [Irak] juga dibunuh oleh penguasa sekitar.[11] Sebelumnya, tak pernah seorang utusan dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dibunuh dalam misinya.

Sedangkan menurut sumber-sumber Barat modern, pertempuran ini adalah upaya penaklukan yang gagal terhadap bangsa Arab di sebelah timur Sungai Jordan.[12]. Tentunya hal ini dikritisi karena tak bisa menjelaskan secara logis latar belakangan pertempuran, antara pasukan muslim yg bahkan belum mempersatukan jazirah Arab dan belum menguasai Makkah yang berani menentang kekuasaan bangsa adidaya Romawi di kawasan utara yang sangat jauh dari Madinah.

Pertempuran

Sebelum pasukan islam berangkat untuk menegakkan panji La ilaha Illallah, Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam sudah menunjuk tiga orang sahabat sekaligus mengemban amanah komanda secara bergantian bila komandan sebelumnya gugur dalam tugas di ajang peperangan sampai mengakibatkan tak dapat meneruskan kepemimpinan. Sebuah keputusan yang belum pernah dia lakukan sebelumnya. Mereka itu adalah Ja'far bin Abi Thalib, Zaid bin Haritsah [berasal dari kaum muhajirin] dan seorang sahabat dari Anshar, Abdullah bin Rawahah, penyair Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam.[13]

Singkatnya, pasukan islam yang berjumlah 3000 personel diberangkatkan. Ketika mereka sampai di kawasan Ma’an, terdengar berita bahwa Heraklius mempersiapkan 100 ribu pasukannya. Selain itu, kaum Nasrani dari beberapa suku Arab pun sudah siap dengan jumlah yang sama. Mendengar kabar yang demikian, sebagian sahabat radhiyallahu ‘anhum mengusulkan supaya meminta bantuan pasukan untuk Rasulullah atau dia memutuskan suatu perintah.

‘Abdullah bin Rawanah radhiyallahu ‘anhu lantas mengobarkan semangat juang para sahabat radhiyallahu ‘anhum pada waktu itu dengan perkataannya , “Demi Allah, sesungguhnya perkata yang kalian tak sukai ini adalah perkata yang kamu keluar mencarinya, yaitu syahadah [gugur dimedan perang dijalan Allah Azza wa Jalla]. Kita itu tak berjuang karena karena jumlah pasukan atau kekuatan. Kita berjuang untuk agama ini yang Allah Azza wa Jalla sudah memuliakan kita dengannya. Bergeraklah. Hanya ada salah satu dari dua kebaikan : kemenangan atau gugur [syahid] di ajang perang.”

Orang-orang menanggapi dengan bercakap, “ Demi Allah, Ibnu Rawanah bercakap benar”.

Zaid bin Haritsah radhiyallahu ‘anhu, panglima pertama yang ditunjuk Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam, akhir membawa pasukan ke wilayah Mu’tah. Dua pasukan berhadapan dengan sengit. Komandan pertama ini menebasi anak panah-anak panah pasukan musuh sampai akhirnay tewas terbunuh di jalan Allah Azza wa Jalla.

Bendera pun berpindah ke tangan Ja’far bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu. Sepupu Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam ini bertempur sampai tangan kanannya putus. Bendera dia pegangi dengan tangan kiri, dan yang belakang sekalinya putus juga oleh tangan musuh. Dalam kondisi demikian, semangat dia tak mengenal surut, masa tetap berupaya mempertahankan bendera dengan cara memeluknya sampai dia gugur oleh senjata lawan. Berlandaskan keterangan Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhu, salah seorang saksi mata yang ikut serta dalam perang itu, terdapat tidakkurang 90 luka di babak tubuh depan dia patut dampak tusukan pedang dan maupun anak panah.[14]

Gilirang ‘Abdullah bin Rawanah radhiyallahu ‘anhu pun datang. Sesudah menerjang musuh, ajal pun memjemput dia di ajang peperangan.

Tsabit bin Arqam radhiyallahu ‘anhu mengambil bendera yang sudah tak bertuan itu dan berteriak memanggil para Sahabat Nabi supaya menentukan pengganti yang memimpin kaum muslimin. Maka, pilihan mereka jatuh pada Khalid bin Walid radhiyallahu ‘anhu. Dengan tipu daya dan kecemerlangan siasat dan strategi – sesudah taufik dari Allah Azza wa Jalla – kaum muslimin sukses memukul Romawi sampai mengalami kerugian yang banyak.

Sesudah pertempuran

Menyaksikan peperangan yang tak seimbang antara kaum muslimin dengan kaum kuffar, yang adalah pasukan aliansi antara kaum Nashara Romawi dan Nashara Arab, secara logis, kekalahan bakal di alami oleh para sahabat Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam.

Imam Ibnu Katsir rahimahullah mengungkapkan ketakjubannya terhadap kekuasaan Allah Azza wa Jalla menempuh hasil peperangan yang habis dengan kemenangan kaum muslimin dengan berkata : “Ini perihal jadinya yang menakjubkan sekali. Dua pasukan bertarung, saling bermusuhan dalam agama. Pihak pertama pasukan yang berjuang dijalan Allah Azza wa Jalla, dengan kekuatan 3000 orang. Dan pihak lainnya, pasukan kafir yang berjumlah 200 ribu pasukan. 100 ribu orang dari Romawi dan 100 ribu orang dari Nashara Arab. Mereka saling bertarung dan menyerang. Meski demikian sengitnya, hanya 12 orang yang terbunuh dari pasukan kaum muslimin. Padahal, jumlah korban tewas dari kaum musyirikin sangat banyak”.[15]

Allah Azza wa Jalla berfirman :

Orang-orang yang menyakini bahwa mereka akan menemui Allah bercakap, “Berapa banyak terjadi golongan yang sedikit dapat mengalahkan golongan yang banyak dengan izin Allah? Dan Allah beserta orang-orang yang sabar”. [Al-Baqarah 2:249]

Para ulama sejarah tak bersepakat pada satu kata tentang jumlah syuhada Mu’tah. Namun, yang jelas jumlah mereka tak banyak. Hanya berkisar pada angka belasan, menurut hitungan yang paling banyak. Padahal, peperangan Mu’tah sangat sengit. Ini dapat dibuktikan bahwa Khalid bin Walid rahimahullah menghabiskan 9 pucuk pedang dalam perang tersebut. Hanya satu pedang yang tersisa, hasil hasil pekerjaan Yaman.

Khalid rahimahullah bercakap, “Sudah patah Sembilan pedang ditanganku, tak tersisa kecuali pedang hasil pekerjaan Yaman.[16]

Menurut Imam Ibnu Ishaq seorang Imam dalam ilmu sejarah Islam, syuhada perang Mu’tah hanya berjumlah 8 Sahabat saja. Secara terperinci yaitu Ja’far bin Abi Thalib, dan mantan budak Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam Zaid bin Haritsah al-Kalbi, Mas’ud bin al-Aswad bin Haritsah bin Nadhlah al-‘Adawi, Wahb bin Sa’d bin Abi Sarh radhiyallahu ‘anhum.

Sementara dari kalangan kaum anshar, ‘Abdullah bin Rawahah, ‘Abbad bin Qais al-Khozarjayyan, al-Harits bin an-Nu’man bin Isaf bin Nadhlah an-Najjari, Suraqah bin ‘Amr bin Athiyyah bin Khansa al-Mazini radhiyallahu ‘anhum.

Di sisi lain, Imam Ibnu Hisyam rahimahullah dengan berlandaskan keterangan az-Zuhri rahimahullah, menambahkan empat nama dalam deretan Sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam yang gugur di ajang perang Mu’tah. Yakni, Abu Kulaib dan Jabir. Dua orang ini saudara sekandung. Ditambah ‘Amr bin ‘Amir putra Sa’d bin Tsa’labah bi Malik bin Afsha. Mereka juga berasal dari kaum anshar. Dengan ini, jumlah syuhada lebih menjadi 12 jiwa.[17]

Referensi

Catatan kaki

  1. ^ F. Donner, The Early Islamic Conquests, p.105
  2. ^ Ibnu Ishaq dan Ibnu Hisyam melaporkan imbang untuk kedua belah pihak, patut Muslim maupun Romawi. Sedangkan Ibnu Katsir melaporkan kemenangan Muslim.
  3. ^ a b Muhammad Husayn Haykal, The Life of Muhammad [Allah's peace and blessing be upon him], Diartikan oleh Isma'il Razi A. al-Faruqi, 1976, American Trust Publications ISBN 0-89259-002-5
  4. ^ Ibn Qayyim Al-Jawziyya. Zad al-Ma'ad 2/155.
  5. ^ a b c d e Saif-ur-Rahman Mubarakpuri, ar-Raheeq al-Makhtoom, "The Sealed Nectar", Islamic University of Medina, Dar-us-Salam publishers ISBN 1-59144-071-8
  6. ^ Ibnu Hajar. Fath al-Bari 7/511.
  7. ^ //www.dakwatuna.com/2008/peperangan-di-masa-rasulullah-bagian-4/
  8. ^ //www.salaam.co.uk/books/show_comm_review.php?commreview_id=18
  9. ^ Kelengkapan Tarikh Edisi Lux Jilid 2 Oleh Moenawar Chalil, K.H. hal 483
  10. ^ Fathul Baari [9/368]
  11. ^ //lsinsight.org/articles/2001/peace-war/ch3.htm
  12. ^ Buhl, F. "Mu'ta". In P.J. Bearman, Th. Bianquis, C.E. Bosworth, E. van Donzel and W.P. Heinrichs. Encyclopaedia of Islam Online Edition. Brill Academic Publishers. ISSN 1573-3912. 
  13. ^ Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam bersabda : “Bila Zaid meninggal, makan [pemimpin kalian adalah] Ja’far. Bila Ja’far meninggal, maka [pemimpin kalian adalah] ‘Abdullah bin Rawanah [Hadits riwayat Imam Bukhari no.4260-4261]
  14. ^ Hadits riwayat Imam Bukhari no.4261
  15. ^ Lihat al-Bidayah wan Nihayah [4/214]
  16. ^ Hadits riwayat Imama Bukhari 4265-4266.
  17. ^ Menurut penulis as-Sirah ash-Shahihah [hal.468] jumlah Sahabat yang gugur 13 orang.


edunitas.com

Page 4

Pertempuran Mu'tahPihak yang terlibatKomandanKekuatanKorban
Babak dari the Perang Arab-Bizantium
TanggalLokasiHasil
629
Tidak jauh Karak, Yordania
kemenangan Muslim [menurut Ibnu Katsir], kemenangan Bizantium[1]
atau imbang[2][3]
Arab MuslimKekaisaran Romawi Timur [Bizantium]
Arab Kristen
Zaid bin Haritsah,Ja'far bin Abu Thalib,

Abdullah bin Rawahah

Heraclius,Theodorus,Syurahbil bin ‘Amr al-Ghassani,

Malik bin Zafilah

3,000 [Ibnu Qayyim dan Ibnu Hajar][4][5][5][6]200,000 [sumber Muslim][3]
12 [sumber Muslim, mungkin lebih][5]20,000 [sumber Muslim, mungkin kurang] [5]

Pertempuran Mu'tah [bahasa Arab: معركة مؤتة , غزوة مؤتة] terjadi pada 629 M atau 5 Jumadil Awal 8 Hijriah[5]], tidak jauh kampung yang bernama Mu'tah, di sebelah timur Sungai Yordan dan Al Karak, antara pasukan Khulafaur Rasyidin yang dikirim oleh Nabi Muhammad dan tentara Kekaisaran Romawi Timur [Bashra].

Latar belakangan

Sesudah Akad Hudaibiyyah disepakati, Rasullulah mengirimkan surat-surat dakwah sekaligus berdiplomasi untuk para penguasa negeri yg bersamaan batasnya dengan jazirah arab, termasuk untuk Heraklius. Pada Tahun 7 hijriah atau 628 AD, Rasulullah menugaskan al-Harits bin ‘Umair untuk mengirimkan surat dakwah untuk Gubernur Syam [Irak] bernama Hanits bin Abi Syamr Al-Ghassani yg baru dibawa ke atas oleh Kekaisaran Romawi. Dalam Perjalanan, di kawasan sekitar Mut'ah, al-Harits bin ‘Umair dicegat dan dibunuh oleh penguasa setempat bernama Syurahbil bin ‘Amr al-Ghassani pemimpin dari suku Ghassaniyah [Pada waktu itu yang berkuasa di wilayah Palestina dan sekitarnya].[7] [8][9][10] Dan Pada tahun yg sama Utusan Rasulullah pada Banu Sulayman dan Dhat al Talh kawasan di sekitar negeri Syam [Irak] juga dibunuh oleh penguasa sekitar.[11] Sebelumnya, tak pernah seorang utusan dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dibunuh dalam misinya.

Sedangkan menurut sumber-sumber Barat modern, pertempuran ini adalah upaya penaklukan yang gagal terhadap bangsa Arab di sebelah timur Sungai Jordan.[12]. Tentunya hal ini dikritisi karena tak bisa menjelaskan secara logis latar belakangan pertempuran, antara pasukan muslim yg bahkan belum mempersatukan jazirah Arab dan belum menguasai Makkah yang berani menentang kekuasaan bangsa adidaya Romawi di kawasan utara yang sangat jauh dari Madinah.

Pertempuran

Sebelum pasukan islam berangkat untuk menegakkan panji La ilaha Illallah, Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam sudah menunjuk tiga orang sahabat sekaligus mengemban amanah komanda secara bergantian bila komandan sebelumnya gugur dalam tugas di ajang peperangan sampai mengakibatkan tak dapat meneruskan kepemimpinan. Sebuah keputusan yang belum pernah dia lakukan sebelumnya. Mereka itu adalah Ja'far bin Abi Thalib, Zaid bin Haritsah [berasal dari kaum muhajirin] dan seorang sahabat dari Anshar, Abdullah bin Rawahah, penyair Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam.[13]

Singkatnya, pasukan islam yang berjumlah 3000 personel diberangkatkan. Ketika mereka sampai di kawasan Ma’an, terdengar berita bahwa Heraklius mempersiapkan 100 ribu pasukannya. Selain itu, kaum Nasrani dari beberapa suku Arab pun sudah siap dengan jumlah yang sama. Mendengar kabar yang demikian, sebagian sahabat radhiyallahu ‘anhum mengusulkan supaya meminta bantuan pasukan untuk Rasulullah atau dia memutuskan suatu perintah.

‘Abdullah bin Rawanah radhiyallahu ‘anhu lantas mengobarkan semangat juang para sahabat radhiyallahu ‘anhum pada waktu itu dengan perkataannya , “Demi Allah, sesungguhnya perkata yang kalian tak sukai ini adalah perkata yang kamu keluar mencarinya, yaitu syahadah [gugur dimedan perang dijalan Allah Azza wa Jalla]. Kita itu tak berjuang karena karena jumlah pasukan atau kekuatan. Kita berjuang untuk agama ini yang Allah Azza wa Jalla sudah memuliakan kita dengannya. Bergeraklah. Hanya ada salah satu dari dua kebaikan : kemenangan atau gugur [syahid] di ajang perang.”

Orang-orang menanggapi dengan bercakap, “ Demi Allah, Ibnu Rawanah bercakap benar”.

Zaid bin Haritsah radhiyallahu ‘anhu, panglima pertama yang ditunjuk Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam, akhir membawa pasukan ke wilayah Mu’tah. Dua pasukan berhadapan dengan sengit. Komandan pertama ini menebasi anak panah-anak panah pasukan musuh sampai akhirnay tewas terbunuh di jalan Allah Azza wa Jalla.

Bendera pun berpindah ke tangan Ja’far bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu. Sepupu Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam ini bertempur sampai tangan kanannya putus. Bendera dia pegangi dengan tangan kiri, dan yang belakang sekalinya putus juga oleh tangan musuh. Dalam kondisi demikian, semangat dia tak mengenal surut, masa tetap berupaya mempertahankan bendera dengan cara memeluknya sampai dia gugur oleh senjata lawan. Berlandaskan keterangan Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhu, salah seorang saksi mata yang ikut serta dalam perang itu, terdapat tidakkurang 90 luka di babak tubuh depan dia patut dampak tusukan pedang dan maupun anak panah.[14]

Gilirang ‘Abdullah bin Rawanah radhiyallahu ‘anhu pun datang. Sesudah menerjang musuh, ajal pun memjemput dia di ajang peperangan.

Tsabit bin Arqam radhiyallahu ‘anhu mengambil bendera yang sudah tak bertuan itu dan berteriak memanggil para Sahabat Nabi supaya menentukan pengganti yang memimpin kaum muslimin. Maka, pilihan mereka jatuh pada Khalid bin Walid radhiyallahu ‘anhu. Dengan tipu daya dan kecemerlangan siasat dan strategi – sesudah taufik dari Allah Azza wa Jalla – kaum muslimin sukses memukul Romawi sampai mengalami kerugian yang banyak.

Sesudah pertempuran

Menyaksikan peperangan yang tak seimbang antara kaum muslimin dengan kaum kuffar, yang adalah pasukan aliansi antara kaum Nashara Romawi dan Nashara Arab, secara logis, kekalahan bakal di alami oleh para sahabat Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam.

Imam Ibnu Katsir rahimahullah mengungkapkan ketakjubannya terhadap kekuasaan Allah Azza wa Jalla menempuh hasil peperangan yang habis dengan kemenangan kaum muslimin dengan berkata : “Ini perihal jadinya yang menakjubkan sekali. Dua pasukan bertarung, saling bermusuhan dalam agama. Pihak pertama pasukan yang berjuang dijalan Allah Azza wa Jalla, dengan kekuatan 3000 orang. Dan pihak lainnya, pasukan kafir yang berjumlah 200 ribu pasukan. 100 ribu orang dari Romawi dan 100 ribu orang dari Nashara Arab. Mereka saling bertarung dan menyerang. Meski demikian sengitnya, hanya 12 orang yang terbunuh dari pasukan kaum muslimin. Padahal, jumlah korban tewas dari kaum musyirikin sangat banyak”.[15]

Allah Azza wa Jalla berfirman :

Orang-orang yang menyakini bahwa mereka akan menemui Allah bercakap, “Berapa banyak terjadi golongan yang sedikit dapat mengalahkan golongan yang banyak dengan izin Allah? Dan Allah beserta orang-orang yang sabar”. [Al-Baqarah 2:249]

Para ulama sejarah tak bersepakat pada satu kata tentang jumlah syuhada Mu’tah. Namun, yang jelas jumlah mereka tak banyak. Hanya berkisar pada angka belasan, menurut hitungan yang paling banyak. Padahal, peperangan Mu’tah sangat sengit. Ini dapat dibuktikan bahwa Khalid bin Walid rahimahullah menghabiskan 9 pucuk pedang dalam perang tersebut. Hanya satu pedang yang tersisa, hasil hasil pekerjaan Yaman.

Khalid rahimahullah bercakap, “Sudah patah Sembilan pedang ditanganku, tak tersisa kecuali pedang hasil pekerjaan Yaman.[16]

Menurut Imam Ibnu Ishaq seorang Imam dalam ilmu sejarah Islam, syuhada perang Mu’tah hanya berjumlah 8 Sahabat saja. Secara terperinci yaitu Ja’far bin Abi Thalib, dan mantan budak Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam Zaid bin Haritsah al-Kalbi, Mas’ud bin al-Aswad bin Haritsah bin Nadhlah al-‘Adawi, Wahb bin Sa’d bin Abi Sarh radhiyallahu ‘anhum.

Sementara dari kalangan kaum anshar, ‘Abdullah bin Rawahah, ‘Abbad bin Qais al-Khozarjayyan, al-Harits bin an-Nu’man bin Isaf bin Nadhlah an-Najjari, Suraqah bin ‘Amr bin Athiyyah bin Khansa al-Mazini radhiyallahu ‘anhum.

Di sisi lain, Imam Ibnu Hisyam rahimahullah dengan berlandaskan keterangan az-Zuhri rahimahullah, menambahkan empat nama dalam deretan Sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam yang gugur di ajang perang Mu’tah. Yakni, Abu Kulaib dan Jabir. Dua orang ini saudara sekandung. Ditambah ‘Amr bin ‘Amir putra Sa’d bin Tsa’labah bi Malik bin Afsha. Mereka juga berasal dari kaum anshar. Dengan ini, jumlah syuhada lebih menjadi 12 jiwa.[17]

Referensi

Catatan kaki

  1. ^ F. Donner, The Early Islamic Conquests, p.105
  2. ^ Ibnu Ishaq dan Ibnu Hisyam melaporkan imbang untuk kedua belah pihak, patut Muslim maupun Romawi. Sedangkan Ibnu Katsir melaporkan kemenangan Muslim.
  3. ^ a b Muhammad Husayn Haykal, The Life of Muhammad [Allah's peace and blessing be upon him], Diartikan oleh Isma'il Razi A. al-Faruqi, 1976, American Trust Publications ISBN 0-89259-002-5
  4. ^ Ibn Qayyim Al-Jawziyya. Zad al-Ma'ad 2/155.
  5. ^ a b c d e Saif-ur-Rahman Mubarakpuri, ar-Raheeq al-Makhtoom, "The Sealed Nectar", Islamic University of Medina, Dar-us-Salam publishers ISBN 1-59144-071-8
  6. ^ Ibnu Hajar. Fath al-Bari 7/511.
  7. ^ //www.dakwatuna.com/2008/peperangan-di-masa-rasulullah-bagian-4/
  8. ^ //www.salaam.co.uk/books/show_comm_review.php?commreview_id=18
  9. ^ Kelengkapan Tarikh Edisi Lux Jilid 2 Oleh Moenawar Chalil, K.H. hal 483
  10. ^ Fathul Baari [9/368]
  11. ^ //lsinsight.org/articles/2001/peace-war/ch3.htm
  12. ^ Buhl, F. "Mu'ta". In P.J. Bearman, Th. Bianquis, C.E. Bosworth, E. van Donzel and W.P. Heinrichs. Encyclopaedia of Islam Online Edition. Brill Academic Publishers. ISSN 1573-3912. 
  13. ^ Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam bersabda : “Bila Zaid meninggal, makan [pemimpin kalian adalah] Ja’far. Bila Ja’far meninggal, maka [pemimpin kalian adalah] ‘Abdullah bin Rawanah [Hadits riwayat Imam Bukhari no.4260-4261]
  14. ^ Hadits riwayat Imam Bukhari no.4261
  15. ^ Lihat al-Bidayah wan Nihayah [4/214]
  16. ^ Hadits riwayat Imama Bukhari 4265-4266.
  17. ^ Menurut penulis as-Sirah ash-Shahihah [hal.468] jumlah Sahabat yang gugur 13 orang.


edunitas.com

Page 5

Pertempuran Mu'tahPihak yang terlibatKomandanKekuatanKorban
Babak dari the Perang Arab-Bizantium
TanggalLokasiHasil
629
Tidak jauh Karak, Yordania
kemenangan Muslim [menurut Ibnu Katsir], kemenangan Bizantium[1]
atau imbang[2][3]
Arab MuslimKekaisaran Romawi Timur [Bizantium]
Arab Kristen
Zaid bin Haritsah,Ja'far bin Abu Thalib,

Abdullah bin Rawahah

Heraclius,Theodorus,Syurahbil bin ‘Amr al-Ghassani,

Malik bin Zafilah

3,000 [Ibnu Qayyim dan Ibnu Hajar][4][5][5][6]200,000 [sumber Muslim][3]
12 [sumber Muslim, mungkin lebih][5]20,000 [sumber Muslim, mungkin kurang] [5]

Pertempuran Mu'tah [bahasa Arab: معركة مؤتة , غزوة مؤتة] terjadi pada 629 M atau 5 Jumadil Awal 8 Hijriah[5]], tidak jauh kampung yang bernama Mu'tah, di sebelah timur Sungai Yordan dan Al Karak, antara pasukan Khulafaur Rasyidin yang dikirim oleh Nabi Muhammad dan tentara Kekaisaran Romawi Timur [Bashra].

Latar belakangan

Sesudah Akad Hudaibiyyah disepakati, Rasullulah mengirimkan surat-surat dakwah sekaligus berdiplomasi untuk para penguasa negeri yg bersamaan batasnya dengan jazirah arab, termasuk untuk Heraklius. Pada Tahun 7 hijriah atau 628 AD, Rasulullah menugaskan al-Harits bin ‘Umair untuk mengirimkan surat dakwah untuk Gubernur Syam [Irak] bernama Hanits bin Abi Syamr Al-Ghassani yg baru dibawa ke atas oleh Kekaisaran Romawi. Dalam Perjalanan, di kawasan sekitar Mut'ah, al-Harits bin ‘Umair dicegat dan dibunuh oleh penguasa setempat bernama Syurahbil bin ‘Amr al-Ghassani pemimpin dari suku Ghassaniyah [Pada waktu itu yang berkuasa di wilayah Palestina dan sekitarnya].[7] [8][9][10] Dan Pada tahun yg sama Utusan Rasulullah pada Banu Sulayman dan Dhat al Talh kawasan di sekitar negeri Syam [Irak] juga dibunuh oleh penguasa sekitar.[11] Sebelumnya, tak pernah seorang utusan dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dibunuh dalam misinya.

Sedangkan menurut sumber-sumber Barat modern, pertempuran ini adalah upaya penaklukan yang gagal terhadap bangsa Arab di sebelah timur Sungai Jordan.[12]. Tentunya hal ini dikritisi karena tak bisa menjelaskan secara logis latar belakangan pertempuran, antara pasukan muslim yg bahkan belum mempersatukan jazirah Arab dan belum menguasai Makkah yang berani menentang kekuasaan bangsa adidaya Romawi di kawasan utara yang sangat jauh dari Madinah.

Pertempuran

Sebelum pasukan islam berangkat untuk menegakkan panji La ilaha Illallah, Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam sudah menunjuk tiga orang sahabat sekaligus mengemban amanah komanda secara bergantian bila komandan sebelumnya gugur dalam tugas di ajang peperangan sampai mengakibatkan tak dapat meneruskan kepemimpinan. Sebuah keputusan yang belum pernah dia lakukan sebelumnya. Mereka itu adalah Ja'far bin Abi Thalib, Zaid bin Haritsah [berasal dari kaum muhajirin] dan seorang sahabat dari Anshar, Abdullah bin Rawahah, penyair Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam.[13]

Singkatnya, pasukan islam yang berjumlah 3000 personel diberangkatkan. Ketika mereka sampai di kawasan Ma’an, terdengar berita bahwa Heraklius mempersiapkan 100 ribu pasukannya. Selain itu, kaum Nasrani dari beberapa suku Arab pun sudah siap dengan jumlah yang sama. Mendengar kabar yang demikian, sebagian sahabat radhiyallahu ‘anhum mengusulkan supaya meminta bantuan pasukan untuk Rasulullah atau dia memutuskan suatu perintah.

‘Abdullah bin Rawanah radhiyallahu ‘anhu lantas mengobarkan semangat juang para sahabat radhiyallahu ‘anhum pada waktu itu dengan perkataannya , “Demi Allah, sesungguhnya perkata yang kalian tak sukai ini adalah perkata yang kamu keluar mencarinya, yaitu syahadah [gugur dimedan perang dijalan Allah Azza wa Jalla]. Kita itu tak berjuang karena karena jumlah pasukan atau kekuatan. Kita berjuang untuk agama ini yang Allah Azza wa Jalla sudah memuliakan kita dengannya. Bergeraklah. Hanya ada salah satu dari dua kebaikan : kemenangan atau gugur [syahid] di ajang perang.”

Orang-orang menanggapi dengan bercakap, “ Demi Allah, Ibnu Rawanah bercakap benar”.

Zaid bin Haritsah radhiyallahu ‘anhu, panglima pertama yang ditunjuk Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam, akhir membawa pasukan ke wilayah Mu’tah. Dua pasukan berhadapan dengan sengit. Komandan pertama ini menebasi anak panah-anak panah pasukan musuh sampai akhirnay tewas terbunuh di jalan Allah Azza wa Jalla.

Bendera pun berpindah ke tangan Ja’far bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu. Sepupu Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam ini bertempur sampai tangan kanannya putus. Bendera dia pegangi dengan tangan kiri, dan yang belakang sekalinya putus juga oleh tangan musuh. Dalam kondisi demikian, semangat dia tak mengenal surut, saat tetap berupaya mempertahankan bendera dengan cara memeluknya sampai dia gugur oleh senjata lawan. Berlandaskan keterangan Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhu, salah seorang saksi mata yang ikut serta dalam perang itu, terdapat tidakkurang 90 luka di babak tubuh depan dia patut dampak tusukan pedang dan maupun anak panah.[14]

Gilirang ‘Abdullah bin Rawanah radhiyallahu ‘anhu pun datang. Sesudah menerjang musuh, ajal pun memjemput dia di ajang peperangan.

Tsabit bin Arqam radhiyallahu ‘anhu mengambil bendera yang sudah tak bertuan itu dan berteriak memanggil para Sahabat Nabi supaya menentukan pengganti yang memimpin kaum muslimin. Maka, pilihan mereka jatuh pada Khalid bin Walid radhiyallahu ‘anhu. Dengan tipu daya dan kecemerlangan siasat dan strategi – sesudah taufik dari Allah Azza wa Jalla – kaum muslimin sukses memukul Romawi sampai mengalami kerugian yang banyak.

Sesudah pertempuran

Menyaksikan peperangan yang tak seimbang antara kaum muslimin dengan kaum kuffar, yang merupakan pasukan aliansi antara kaum Nashara Romawi dan Nashara Arab, secara logis, kekalahan bakal di alami oleh para sahabat Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam.

Imam Ibnu Katsir rahimahullah mengungkapkan ketakjubannya terhadap kekuasaan Allah Azza wa Jalla menempuh hasil peperangan yang habis dengan kemenangan kaum muslimin dengan berkata : “Ini perihal jadinya yang menakjubkan sekali. Dua pasukan bertarung, saling bermusuhan dalam agama. Pihak pertama pasukan yang berjuang dijalan Allah Azza wa Jalla, dengan kekuatan 3000 orang. Dan pihak lainnya, pasukan kafir yang berjumlah 200 ribu pasukan. 100 ribu orang dari Romawi dan 100 ribu orang dari Nashara Arab. Mereka saling bertarung dan menyerang. Meski demikian sengitnya, hanya 12 orang yang terbunuh dari pasukan kaum muslimin. Padahal, jumlah korban tewas dari kaum musyirikin sangat banyak”.[15]

Allah Azza wa Jalla berfirman :

Orang-orang yang menyakini bahwa mereka akan menemui Allah bercakap, “Berapa banyak terjadi golongan yang sedikit dapat mengalahkan golongan yang banyak dengan izin Allah? Dan Allah beserta orang-orang yang sabar”. [Al-Baqarah 2:249]

Para ulama sejarah tak bersepakat pada satu kata mengenai jumlah syuhada Mu’tah. Namun, yang jelas jumlah mereka tak banyak. Hanya berkisar pada angka belasan, menurut hitungan yang paling banyak. Padahal, peperangan Mu’tah sangat sengit. Ini dapat dibuktikan bahwa Khalid bin Walid rahimahullah menghabiskan 9 pucuk pedang dalam perang tersebut. Hanya satu pedang yang tersisa, hasil hasil pekerjaan Yaman.

Khalid rahimahullah bercakap, “Sudah patah Sembilan pedang ditanganku, tak tersisa kecuali pedang hasil pekerjaan Yaman.[16]

Menurut Imam Ibnu Ishaq seorang Imam dalam ilmu sejarah Islam, syuhada perang Mu’tah hanya berjumlah 8 Sahabat saja. Secara terperinci yaitu Ja’far bin Abi Thalib, dan mantan budak Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam Zaid bin Haritsah al-Kalbi, Mas’ud bin al-Aswad bin Haritsah bin Nadhlah al-‘Adawi, Wahb bin Sa’d bin Abi Sarh radhiyallahu ‘anhum.

Sementara dari kalangan kaum anshar, ‘Abdullah bin Rawahah, ‘Abbad bin Qais al-Khozarjayyan, al-Harits bin an-Nu’man bin Isaf bin Nadhlah an-Najjari, Suraqah bin ‘Amr bin Athiyyah bin Khansa al-Mazini radhiyallahu ‘anhum.

Di sisi lain, Imam Ibnu Hisyam rahimahullah dengan berlandaskan keterangan az-Zuhri rahimahullah, menambahkan empat nama dalam deretan Sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam yang gugur di ajang perang Mu’tah. Yakni, Abu Kulaib dan Jabir. Dua orang ini saudara sekandung. Ditambah ‘Amr bin ‘Amir putra Sa’d bin Tsa’labah bi Malik bin Afsha. Mereka juga berasal dari kaum anshar. Dengan ini, jumlah syuhada lebih menjadi 12 jiwa.[17]

Referensi

Catatan kaki

  1. ^ F. Donner, The Early Islamic Conquests, p.105
  2. ^ Ibnu Ishaq dan Ibnu Hisyam melaporkan imbang untuk kedua belah pihak, patut Muslim maupun Romawi. Sedangkan Ibnu Katsir melaporkan kemenangan Muslim.
  3. ^ a b Muhammad Husayn Haykal, The Life of Muhammad [Allah's peace and blessing be upon him], Diartikan oleh Isma'il Razi A. al-Faruqi, 1976, American Trust Publications ISBN 0-89259-002-5
  4. ^ Ibn Qayyim Al-Jawziyya. Zad al-Ma'ad 2/155.
  5. ^ a b c d e Saif-ur-Rahman Mubarakpuri, ar-Raheeq al-Makhtoom, "The Sealed Nectar", Islamic University of Medina, Dar-us-Salam publishers ISBN 1-59144-071-8
  6. ^ Ibnu Hajar. Fath al-Bari 7/511.
  7. ^ //www.dakwatuna.com/2008/peperangan-di-masa-rasulullah-bagian-4/
  8. ^ //www.salaam.co.uk/books/show_comm_review.php?commreview_id=18
  9. ^ Kelengkapan Tarikh Edisi Lux Jilid 2 Oleh Moenawar Chalil, K.H. hal 483
  10. ^ Fathul Baari [9/368]
  11. ^ //lsinsight.org/articles/2001/peace-war/ch3.htm
  12. ^ Buhl, F. "Mu'ta". In P.J. Bearman, Th. Bianquis, C.E. Bosworth, E. van Donzel and W.P. Heinrichs. Encyclopaedia of Islam Online Edition. Brill Academic Publishers. ISSN 1573-3912. 
  13. ^ Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam bersabda : “Bila Zaid meninggal, makan [pemimpin kalian adalah] Ja’far. Bila Ja’far meninggal, maka [pemimpin kalian adalah] ‘Abdullah bin Rawanah [Hadits riwayat Imam Bukhari no.4260-4261]
  14. ^ Hadits riwayat Imam Bukhari no.4261
  15. ^ Lihat al-Bidayah wan Nihayah [4/214]
  16. ^ Hadits riwayat Imama Bukhari 4265-4266.
  17. ^ Menurut penulis as-Sirah ash-Shahihah [hal.468] jumlah Sahabat yang gugur 13 orang.


edunitas.com

Page 6

Pertempuran KhaibarPihak yang terlibatKomandanDayaKorban
TanggalLokasiHasil
629 M
Khaibar
Kemenangan Muslim
Arab MuslimYahudi dari Khaibar
Bani Nadhir
Muhammadal-Harits bin Sisa dari pembakaran Zainab†
1,600?
16?

Pertempuran Khaibar adalah pertempuran yang terjadi selang umat Islam yang dipimpin Muhammad dengan umat Yahudi yang hidup di oasis Khaibar, sekitar 150 km dari Madinah, Arab Saudi. William Montgomery Watt menganggap penyebab pertempuran ini adalah Yahudi Bani Nadhir yang menimbulkan permusuhan melawan umat Islam.[1] Pertempuran ini hasilnya dengan kemenangan umat Islam, dan Muhammad sukses mendapat harta, senjata, dan dukungan kabilah setempat.Hanya beberapa hari Muhammad berada di Madinah usai kejadian Hudaibiya itu. Sekitar dua pekan kesudahan, Rasul bahkan memimpin sendiri ekspedisi militer menuju Khaibar, daerah sejauh tiga hari perjalanan dari Madinah. Khaibar adalah daerah subur yang menjadi benteng utama Yahudi di jazirah Arab. Terutama setelah Yahudi di Madinah ditaklukkan oleh Rasulullah.

Yahudi tidak mempunyai cukup daya untuk menggempur kaum Muslimin. Namun mereka cerdik. Mereka dapat menyatukan musuh-musuh Muhammad dari berbagai kabilah yang sangat kuat. Hal itu terbukti pada Perang Khandaq. Untuk warga Muslim di Madinah, Yahudi semakin berbahaya dibanding musuh-musuh lainnya.

Karenanya Muhammad menyerbu ke jantung pertahanan musuh. Suatu pekerjaan yang tidak mudah dipertontonkan. Pasukan Romawi yang semakin kuat pun tidak dapat menaklukkan benteng Khaibar yang memiliki sistem pertahanan berlapis-lapis yang sangat elok. Sallam anak Misykam mengorganisasikan prajurit Yahudi. Perempuan, anak-anak dan harta benda mereka tempatkan di benteng Watih dan Sulaim. Persediaan makanan dikumpulkan di benteng Na’im. Pasukan perang dikonsentrasikan di benteng Natat. Sedangkan Sallam dan para prajurit pilihan maju ke garis depan.

Sallam tewas dalam pertempuran itu. Tetapi pertahanan Khaibar belum dapat ditembus. Muhammad menugasi Sisa dari pembakaran Bakar untuk menjadi komandan pasukan. Namun gagal. Demikian pula Umar. Hasilnya kepemimpinan komando diserahkan pada Ali.

Di Khaibar inilah nama Ali menjulang. Kesuksesannya merenggut pintu benteng untuk menjadi perisai selalu dikisahkan dari masa zaman ke masa zaman. Ali dan pasukannya juga sukses menjebol pertahanan lawan. Harith bin Sisa dari pembakaran Zainab -komandan Yahudi setelah Sallam-pun tewas. Benteng Na’im jatuh ke tangan pasukan Islam.

Setelah itu benteng demi benteng ditempati. Seluruhnya melalui pertarungan sengit. Benteng Qamush kesudahan jatuh. Demikian juga benteng Zubair setelah dikepung cukup lama. Semula Yahudi bertahan di benteng tersebut. Namun pasukan Islam memotong aliran cairan menuju benteng yang memaksa pasukan Yahudi keluar dari tempat perlindungannya dan bertempur langsung. Benteng Watih dan Sulaim pun tanpa kecuali jatuh ke tangan pasukan Islam.

Yahudi lalu menyerah. Seluruh benteng diserahkan pada umat Islam. Muhammad memerintahkan pasukannya untuk tetap melindungi warga Yahudi dan seluruh kekayaannya, kecuali Kinana bin Rabi’ yang terbukti berbohong saat dimintai keterangan Rasulullah.

Perlindungan itu terlihatnya sengaja diberikan oleh Rasulullah untuk menunjukkan berlainan perlakuan kalangan Islam dan Kristen terhadap pihak yang dikalahkan. Biasanya, pasukan Kristen dari kekaisaran Romawi akan menghancurludeskan himpunan Yahudi yang dikalahkannya. Sekarang kaum Yahudi Khaibar diberi kemerdekaan untuk mengatur dirinya sendiri sepanjang mengikuti garis kepemimpinan Muhammad dalam politik.

Muhammad sempat tinggal beberapa lama di Khaibar. Ia bahkan nyaris meninggal lantaran diracun. Diriwayatkan bahwa Zainab binti Harith menaruh dendam pada Muhammad. Sallam, suaminya, tewas dalam pertempuran Khaibar. Zainab lalu mengirim sepotong daging domba untuk Muhammad. Rasulullah sempat mengigit sedikit daging tersebut, namun segera memuntahkannya setelah merasa benar hal yang jarang benar. Tidak demikian halnya dengan kenalan Rasul, Bisyri bin Bara. Ia meninggal lantaran memakan daging tersebut.

Khaibar telah ditaklukkan. Rombongan pasukan Rasulullah kembali ke Madinah melalui Wadil Qura, wilayah yang dikuasi himpunan Yahudi lainnya. Pasukan Yahudi setempat mencegat rombongan tersebut. Sebagaimana di Khaibar, mereka kesudahan ditaklukkan pula. Sedangkan Yahudi Taima’ malah mengulurkan tawaran damai tanpa melalui peperangan.

Dengan penaklukan tersebut, Islam di Madinah telah menjadi daya utama di jazirah Arab. Ketenangan warga semakin terwujud. Dengan demikian, Muhammad dapat semakin berkonsentrasi dalam dakwah mendirikan moralitas warga.

Kaum Yahudi menyerah dengan syarat membayar pajak dan memberikan tanahnya kepada umat Islam. Akibatnya, mereka jumlah yang menjadi hamba sahaya. Menurut Stillman, orang-orang Yahudi dari Bani Nadhir tidak termasuk dalam akad ini, dan seluruh orang bani Nadhir hasilnya dibunuh, kecuali anak-anak dan wanita yang menjadi budak.[2] Setelah pertempuran ini orang-orang Yahudi masih tinggal di Khaibar, hingga hasilnya diusir oleh khalifah Umar bin Khattab. Pembebanan pajak terhadap orang-orang Yahudi menandai dimulainya penerapan jizyah terhadap para dzimmi di bawah pemerintahan Islam, dan penahanan tanah mereka menjadi milik komunitas Islam.[1][3][4]

Sebab kemenangan umat Islam dalam pertempuran ini, kata "Khaibar" sering diistilahkan dalam slogan, lagu, atau senjata-senjata hasil pekerjaan orang-orang Islam.

Catatan kaki

  1. ^ Kekeliruan pengutipan: Tag tidak sah; tidak ditemukan teks untuk ref bernama EI
  2. ^ Stillman 14, 18
  3. ^ Stillman 18–19
  4. ^ Lewis, Bernard. The Jews of Islam. Princeton: Princeton University Press, 1984. ISBN 0-691-00807-8 hal. 10


edunitas.com

Page 7

Pertempuran KhaibarPihak yang terlibatKomandanDayaKorban
TanggalLokasiHasil
629 M
Khaibar
Kemenangan Muslim
Arab MuslimYahudi dari Khaibar
Bani Nadhir
Muhammadal-Harits bin Sisa dari pembakaran Zainab†
1,600?
16?

Pertempuran Khaibar adalah pertempuran yang terjadi selang umat Islam yang dipimpin Muhammad dengan umat Yahudi yang hidup di oasis Khaibar, sekitar 150 km dari Madinah, Arab Saudi. William Montgomery Watt menganggap penyebab pertempuran ini adalah Yahudi Bani Nadhir yang menimbulkan permusuhan melawan umat Islam.[1] Pertempuran ini hasilnya dengan kemenangan umat Islam, dan Muhammad sukses mendapat harta, senjata, dan dukungan kabilah setempat.Hanya beberapa hari Muhammad berada di Madinah usai kejadian Hudaibiya itu. Sekitar dua pekan kesudahan, Rasul bahkan memimpin sendiri ekspedisi militer menuju Khaibar, daerah sejauh tiga hari perjalanan dari Madinah. Khaibar adalah daerah subur yang menjadi benteng utama Yahudi di jazirah Arab. Terutama setelah Yahudi di Madinah ditaklukkan oleh Rasulullah.

Yahudi tidak mempunyai cukup daya untuk menggempur kaum Muslimin. Namun mereka cerdik. Mereka dapat menyatukan musuh-musuh Muhammad dari beragam kabilah yang sangat kuat. Hal itu terbukti pada Perang Khandaq. Untuk warga Muslim di Madinah, Yahudi semakin berbahaya dibanding musuh-musuh lainnya.

Karenanya Muhammad menyerbu ke jantung pertahanan musuh. Suatu pekerjaan yang tidak mudah dipertontonkan. Pasukan Romawi yang semakin kuat pun tidak dapat menaklukkan benteng Khaibar yang memiliki sistem pertahanan berlapis-lapis yang sangat elok. Sallam anak Misykam mengorganisasikan prajurit Yahudi. Perempuan, anak-anak dan harta benda mereka tempatkan di benteng Watih dan Sulaim. Persediaan makanan dikumpulkan di benteng Na’im. Pasukan perang dikonsentrasikan di benteng Natat. Sedangkan Sallam dan para prajurit pilihan maju ke garis depan.

Sallam tewas dalam pertempuran itu. Tetapi pertahanan Khaibar belum dapat ditembus. Muhammad menugasi Sisa dari pembakaran Bakar untuk menjadi komandan pasukan. Namun gagal. Demikian pula Umar. Hasilnya kepemimpinan komando diserahkan pada Ali.

Di Khaibar inilah nama Ali menjulang. Kesuksesannya merenggut pintu benteng untuk menjadi perisai selalu dikisahkan dari masa zaman ke masa zaman. Ali dan pasukannya juga sukses menjebol pertahanan lawan. Harith bin Sisa dari pembakaran Zainab -komandan Yahudi setelah Sallam-pun tewas. Benteng Na’im jatuh ke tangan pasukan Islam.

Setelah itu benteng demi benteng ditempati. Seluruhnya melalui pertarungan sengit. Benteng Qamush kesudahan jatuh. Demikian juga benteng Zubair setelah dikepung cukup lama. Semula Yahudi bertahan di benteng tersebut. Namun pasukan Islam memotong aliran cairan menuju benteng yang memaksa pasukan Yahudi keluar dari tempat perlindungannya dan bertempur langsung. Benteng Watih dan Sulaim pun tanpa kecuali jatuh ke tangan pasukan Islam.

Yahudi lalu menyerah. Seluruh benteng diserahkan pada umat Islam. Muhammad memerintahkan pasukannya untuk tetap melindungi warga Yahudi dan seluruh kekayaannya, kecuali Kinana bin Rabi’ yang terbukti berbohong saat dimintai keterangan Rasulullah.

Perlindungan itu terlihatnya sengaja diberikan oleh Rasulullah untuk menunjukkan berlainan perlakuan kalangan Islam dan Kristen terhadap pihak yang dikalahkan. Biasanya, pasukan Kristen dari kekaisaran Romawi akan menghancurludeskan himpunan Yahudi yang dikalahkannya. Sekarang kaum Yahudi Khaibar diberi kemerdekaan untuk mengatur dirinya sendiri sepanjang mengikuti garis kepemimpinan Muhammad dalam politik.

Muhammad sempat tinggal beberapa lama di Khaibar. Ia bahkan nyaris meninggal lantaran diracun. Diriwayatkan bahwa Zainab binti Harith menaruh dendam pada Muhammad. Sallam, suaminya, tewas dalam pertempuran Khaibar. Zainab lalu mengirim sepotong daging domba untuk Muhammad. Rasulullah sempat mengigit sedikit daging tersebut, namun segera memuntahkannya setelah merasa benar hal yang jarang benar. Tidak demikian halnya dengan kenalan Rasul, Bisyri bin Bara. Ia meninggal lantaran memakan daging tersebut.

Khaibar telah ditaklukkan. Rombongan pasukan Rasulullah kembali ke Madinah melalui Wadil Qura, wilayah yang dikuasi himpunan Yahudi lainnya. Pasukan Yahudi setempat mencegat rombongan tersebut. Sebagaimana di Khaibar, mereka kesudahan ditaklukkan pula. Sedangkan Yahudi Taima’ malah mengulurkan tawaran damai tanpa melalui peperangan.

Dengan penaklukan tersebut, Islam di Madinah telah menjadi daya utama di jazirah Arab. Ketenangan warga semakin terwujud. Dengan demikian, Muhammad dapat semakin berkonsentrasi dalam dakwah mendirikan moralitas warga.

Kaum Yahudi menyerah dengan syarat membayar pajak dan memberikan tanahnya kepada umat Islam. Akibatnya, mereka jumlah yang menjadi hamba sahaya. Menurut Stillman, orang-orang Yahudi dari Bani Nadhir tidak termasuk dalam akad ini, dan seluruh orang bani Nadhir hasilnya dibunuh, kecuali anak-anak dan wanita yang menjadi budak.[2] Setelah pertempuran ini orang-orang Yahudi masih tinggal di Khaibar, hingga hasilnya diusir oleh khalifah Umar bin Khattab. Pembebanan pajak terhadap orang-orang Yahudi menandai dimulainya penerapan jizyah terhadap para dzimmi di bawah pemerintahan Islam, dan penahanan tanah mereka menjadi milik komunitas Islam.[1][3][4]

Sebab kemenangan umat Islam dalam pertempuran ini, kata "Khaibar" sering diistilahkan dalam slogan, lagu, atau senjata-senjata hasil pekerjaan orang-orang Islam.

Catatan kaki

  1. ^ Kekeliruan pengutipan: Tag tidak sah; tidak ditemukan teks untuk ref bernama EI
  2. ^ Stillman 14, 18
  3. ^ Stillman 18–19
  4. ^ Lewis, Bernard. The Jews of Islam. Princeton: Princeton University Press, 1984. ISBN 0-691-00807-8 hal. 10


edunitas.com

Page 8

Pertempuran KhaibarPihak yang terlibatKomandanDayaKorban
TanggalLokasiHasil
629 M
Khaibar
Kemenangan Muslim
Arab MuslimYahudi dari Khaibar
Bani Nadhir
Muhammadal-Harits bin Sisa dari pembakaran Zainab†
1,600?
16?

Pertempuran Khaibar adalah pertempuran yang terjadi selang umat Islam yang dipimpin Muhammad dengan umat Yahudi yang hidup di oasis Khaibar, sekitar 150 km dari Madinah, Arab Saudi. William Montgomery Watt menganggap penyebab pertempuran ini adalah Yahudi Bani Nadhir yang menimbulkan permusuhan melawan umat Islam.[1] Pertempuran ini hasilnya dengan kemenangan umat Islam, dan Muhammad sukses mendapat harta, senjata, dan dukungan kabilah setempat.Hanya beberapa hari Muhammad berada di Madinah usai kejadian Hudaibiya itu. Sekitar dua pekan kesudahan, Rasul bahkan memimpin sendiri ekspedisi militer menuju Khaibar, daerah sejauh tiga hari perjalanan dari Madinah. Khaibar adalah daerah subur yang menjadi benteng utama Yahudi di jazirah Arab. Terutama setelah Yahudi di Madinah ditaklukkan oleh Rasulullah.

Yahudi tidak mempunyai cukup daya untuk menggempur kaum Muslimin. Namun mereka cerdik. Mereka dapat menyatukan musuh-musuh Muhammad dari beragam kabilah yang sangat kuat. Hal itu terbukti pada Perang Khandaq. Untuk warga Muslim di Madinah, Yahudi semakin berbahaya dibanding musuh-musuh lainnya.

Karenanya Muhammad menyerbu ke jantung pertahanan musuh. Suatu pekerjaan yang tidak mudah dipertontonkan. Pasukan Romawi yang semakin kuat pun tidak dapat menaklukkan benteng Khaibar yang memiliki sistem pertahanan berlapis-lapis yang sangat elok. Sallam anak Misykam mengorganisasikan prajurit Yahudi. Perempuan, anak-anak dan harta benda mereka tempatkan di benteng Watih dan Sulaim. Persediaan makanan dikumpulkan di benteng Na’im. Pasukan perang dikonsentrasikan di benteng Natat. Sedangkan Sallam dan para prajurit pilihan maju ke garis depan.

Sallam tewas dalam pertempuran itu. Tetapi pertahanan Khaibar belum dapat ditembus. Muhammad menugasi Sisa dari pembakaran Bakar untuk menjadi komandan pasukan. Namun gagal. Demikian pula Umar. Hasilnya kepemimpinan komando diserahkan pada Ali.

Di Khaibar inilah nama Ali menjulang. Kesuksesannya merenggut pintu benteng untuk menjadi perisai selalu dikisahkan dari masa zaman ke masa zaman. Ali dan pasukannya juga sukses menjebol pertahanan lawan. Harith bin Sisa dari pembakaran Zainab -komandan Yahudi setelah Sallam-pun tewas. Benteng Na’im jatuh ke tangan pasukan Islam.

Setelah itu benteng demi benteng ditempati. Seluruhnya melalui pertarungan sengit. Benteng Qamush kesudahan jatuh. Demikian juga benteng Zubair setelah dikepung cukup lama. Semula Yahudi bertahan di benteng tersebut. Namun pasukan Islam memotong aliran cairan menuju benteng yang memaksa pasukan Yahudi keluar dari tempat perlindungannya dan bertempur langsung. Benteng Watih dan Sulaim pun tanpa kecuali jatuh ke tangan pasukan Islam.

Yahudi lalu menyerah. Seluruh benteng diserahkan pada umat Islam. Muhammad memerintahkan pasukannya untuk tetap melindungi warga Yahudi dan seluruh kekayaannya, kecuali Kinana bin Rabi’ yang terbukti berbohong saat dimintai keterangan Rasulullah.

Perlindungan itu terlihatnya sengaja diberikan oleh Rasulullah untuk menunjukkan berlainan perlakuan kalangan Islam dan Kristen terhadap pihak yang dikalahkan. Biasanya, pasukan Kristen dari kekaisaran Romawi akan menghancurludeskan himpunan Yahudi yang dikalahkannya. Sekarang kaum Yahudi Khaibar diberi kemerdekaan untuk mengatur dirinya sendiri sepanjang mengikuti garis kepemimpinan Muhammad dalam politik.

Muhammad sempat tinggal beberapa lama di Khaibar. Ia bahkan nyaris meninggal lantaran diracun. Diriwayatkan bahwa Zainab binti Harith menaruh dendam pada Muhammad. Sallam, suaminya, tewas dalam pertempuran Khaibar. Zainab lalu mengirim sepotong daging domba untuk Muhammad. Rasulullah sempat mengigit sedikit daging tersebut, namun segera memuntahkannya setelah merasa benar hal yang jarang benar. Tidak demikian halnya dengan kenalan Rasul, Bisyri bin Bara. Ia meninggal lantaran memakan daging tersebut.

Khaibar telah ditaklukkan. Rombongan pasukan Rasulullah kembali ke Madinah melalui Wadil Qura, wilayah yang dikuasi himpunan Yahudi lainnya. Pasukan Yahudi setempat mencegat rombongan tersebut. Sebagaimana di Khaibar, mereka kesudahan ditaklukkan pula. Sedangkan Yahudi Taima’ malah mengulurkan tawaran damai tanpa melalui peperangan.

Dengan penaklukan tersebut, Islam di Madinah telah menjadi daya utama di jazirah Arab. Ketenangan warga semakin terwujud. Dengan demikian, Muhammad dapat semakin berkonsentrasi dalam dakwah mendirikan moralitas warga.

Kaum Yahudi menyerah dengan syarat membayar pajak dan memberikan tanahnya kepada umat Islam. Akibatnya, mereka jumlah yang menjadi hamba sahaya. Menurut Stillman, orang-orang Yahudi dari Bani Nadhir tidak termasuk dalam akad ini, dan seluruh orang bani Nadhir hasilnya dibunuh, kecuali anak-anak dan wanita yang menjadi budak.[2] Setelah pertempuran ini orang-orang Yahudi masih tinggal di Khaibar, hingga hasilnya diusir oleh khalifah Umar bin Khattab. Pembebanan pajak terhadap orang-orang Yahudi menandai dimulainya penerapan jizyah terhadap para dzimmi di bawah pemerintahan Islam, dan penahanan tanah mereka menjadi milik komunitas Islam.[1][3][4]

Sebab kemenangan umat Islam dalam pertempuran ini, kata "Khaibar" sering diistilahkan dalam slogan, lagu, atau senjata-senjata hasil pekerjaan orang-orang Islam.

Catatan kaki

  1. ^ Kekeliruan pengutipan: Tag tidak sah; tidak ditemukan teks untuk ref bernama EI
  2. ^ Stillman 14, 18
  3. ^ Stillman 18–19
  4. ^ Lewis, Bernard. The Jews of Islam. Princeton: Princeton University Press, 1984. ISBN 0-691-00807-8 hal. 10


edunitas.com

Page 9

Pertempuran KhaibarPihak yang terlibatKomandanDayaKorban
TanggalLokasiHasil
629 M
Khaibar
Kemenangan Muslim
Arab MuslimYahudi dari Khaibar
Bani Nadhir
Muhammadal-Harits bin Sisa dari pembakaran Zainab†
1,600?
16?

Pertempuran Khaibar adalah pertempuran yang terjadi selang umat Islam yang dipimpin Muhammad dengan umat Yahudi yang hidup di oasis Khaibar, sekitar 150 km dari Madinah, Arab Saudi. William Montgomery Watt menganggap penyebab pertempuran ini adalah Yahudi Bani Nadhir yang menimbulkan permusuhan melawan umat Islam.[1] Pertempuran ini hasilnya dengan kemenangan umat Islam, dan Muhammad sukses mendapat harta, senjata, dan dukungan kabilah setempat.Hanya beberapa hari Muhammad berada di Madinah usai kejadian Hudaibiya itu. Sekitar dua pekan kesudahan, Rasul bahkan memimpin sendiri ekspedisi militer menuju Khaibar, daerah sejauh tiga hari perjalanan dari Madinah. Khaibar adalah daerah subur yang menjadi benteng utama Yahudi di jazirah Arab. Terutama setelah Yahudi di Madinah ditaklukkan oleh Rasulullah.

Yahudi tidak mempunyai cukup daya untuk menggempur kaum Muslimin. Namun mereka cerdik. Mereka dapat menyatukan musuh-musuh Muhammad dari berbagai kabilah yang sangat kuat. Hal itu terbukti pada Perang Khandaq. Untuk warga Muslim di Madinah, Yahudi semakin berbahaya dibanding musuh-musuh lainnya.

Karenanya Muhammad menyerbu ke jantung pertahanan musuh. Suatu pekerjaan yang tidak mudah dipertontonkan. Pasukan Romawi yang semakin kuat pun tidak dapat menaklukkan benteng Khaibar yang memiliki sistem pertahanan berlapis-lapis yang sangat elok. Sallam anak Misykam mengorganisasikan prajurit Yahudi. Perempuan, anak-anak dan harta benda mereka tempatkan di benteng Watih dan Sulaim. Persediaan makanan dikumpulkan di benteng Na’im. Pasukan perang dikonsentrasikan di benteng Natat. Sedangkan Sallam dan para prajurit pilihan maju ke garis depan.

Sallam tewas dalam pertempuran itu. Tetapi pertahanan Khaibar belum dapat ditembus. Muhammad menugasi Sisa dari pembakaran Bakar untuk menjadi komandan pasukan. Namun gagal. Demikian pula Umar. Hasilnya kepemimpinan komando diserahkan pada Ali.

Di Khaibar inilah nama Ali menjulang. Kesuksesannya merenggut pintu benteng untuk menjadi perisai selalu dikisahkan dari masa zaman ke masa zaman. Ali dan pasukannya juga sukses menjebol pertahanan lawan. Harith bin Sisa dari pembakaran Zainab -komandan Yahudi setelah Sallam-pun tewas. Benteng Na’im jatuh ke tangan pasukan Islam.

Setelah itu benteng demi benteng ditempati. Seluruhnya melalui pertarungan sengit. Benteng Qamush kesudahan jatuh. Demikian juga benteng Zubair setelah dikepung cukup lama. Semula Yahudi bertahan di benteng tersebut. Namun pasukan Islam memotong aliran cairan menuju benteng yang memaksa pasukan Yahudi keluar dari tempat perlindungannya dan bertempur langsung. Benteng Watih dan Sulaim pun tanpa kecuali jatuh ke tangan pasukan Islam.

Yahudi lalu menyerah. Seluruh benteng diserahkan pada umat Islam. Muhammad memerintahkan pasukannya untuk tetap melindungi warga Yahudi dan seluruh kekayaannya, kecuali Kinana bin Rabi’ yang terbukti berbohong saat dimintai keterangan Rasulullah.

Perlindungan itu terlihatnya sengaja diberikan oleh Rasulullah untuk menunjukkan berlainan perlakuan kalangan Islam dan Kristen terhadap pihak yang dikalahkan. Biasanya, pasukan Kristen dari kekaisaran Romawi akan menghancurludeskan himpunan Yahudi yang dikalahkannya. Sekarang kaum Yahudi Khaibar diberi kemerdekaan untuk mengatur dirinya sendiri sepanjang mengikuti garis kepemimpinan Muhammad dalam politik.

Muhammad sempat tinggal beberapa lama di Khaibar. Ia bahkan nyaris meninggal lantaran diracun. Diriwayatkan bahwa Zainab binti Harith menaruh dendam pada Muhammad. Sallam, suaminya, tewas dalam pertempuran Khaibar. Zainab lalu mengirim sepotong daging domba untuk Muhammad. Rasulullah sempat mengigit sedikit daging tersebut, namun segera memuntahkannya setelah merasa benar hal yang jarang benar. Tidak demikian halnya dengan kenalan Rasul, Bisyri bin Bara. Ia meninggal lantaran memakan daging tersebut.

Khaibar telah ditaklukkan. Rombongan pasukan Rasulullah kembali ke Madinah melalui Wadil Qura, wilayah yang dikuasi himpunan Yahudi lainnya. Pasukan Yahudi setempat mencegat rombongan tersebut. Sebagaimana di Khaibar, mereka kesudahan ditaklukkan pula. Sedangkan Yahudi Taima’ malah mengulurkan tawaran damai tanpa melalui peperangan.

Dengan penaklukan tersebut, Islam di Madinah telah menjadi daya utama di jazirah Arab. Ketenangan warga semakin terwujud. Dengan demikian, Muhammad dapat semakin berkonsentrasi dalam dakwah mendirikan moralitas warga.

Kaum Yahudi menyerah dengan syarat membayar pajak dan memberikan tanahnya kepada umat Islam. Akibatnya, mereka jumlah yang menjadi hamba sahaya. Menurut Stillman, orang-orang Yahudi dari Bani Nadhir tidak termasuk dalam akad ini, dan seluruh orang bani Nadhir hasilnya dibunuh, kecuali anak-anak dan wanita yang menjadi budak.[2] Setelah pertempuran ini orang-orang Yahudi masih tinggal di Khaibar, hingga hasilnya diusir oleh khalifah Umar bin Khattab. Pembebanan pajak terhadap orang-orang Yahudi menandai dimulainya penerapan jizyah terhadap para dzimmi di bawah pemerintahan Islam, dan penahanan tanah mereka menjadi milik komunitas Islam.[1][3][4]

Sebab kemenangan umat Islam dalam pertempuran ini, kata "Khaibar" sering diistilahkan dalam slogan, lagu, atau senjata-senjata hasil pekerjaan orang-orang Islam.

Catatan kaki

  1. ^ Kekeliruan pengutipan: Tag tidak sah; tidak ditemukan teks untuk ref bernama EI
  2. ^ Stillman 14, 18
  3. ^ Stillman 18–19
  4. ^ Lewis, Bernard. The Jews of Islam. Princeton: Princeton University Press, 1984. ISBN 0-691-00807-8 hal. 10


edunitas.com

Page 10

Tags [tagged]: portal, australia, unkris, walaupun, terletak dekat asia, lebih sering, disebut, desa the emerald, city kota, zamrud, sydney merupakan salah, brisbane ibu, kota, negara bagian queensland, wants to, be, a millionaire versi, australia tidak, ada, center of studies, teritorial antarktika, pulau norfolk pulau, natal portal

Page 11

Tags [tagged]: portal, australia, unkris, dunia, wilayahnya mencakup seluruh, benua australia, negara, bagian new south, wales sydney, memiliki, populasi, menempati peringkat, ke 14, dari, 50 kota keuangan, kerry packer, john, robin warren james, wolfensohn, center, of, studies darwin teritorial, luar kepulauan, ashmore, cartier portal, center of, studies

Page 12

Tags [tagged]: portal australia, portal, australia, unkris, dunia, wilayahnya mencakup seluruh, benua australia, negara, bagian new south, wales sydney, memiliki, populasi, menempati peringkat, ke 14, dari, 50 kota keuangan, kerry packer, john, robin warren james, wolfensohn, pusat, ilmu, pengetahuan darwin teritorial, luar kepulauan, ashmore, cartier portal australia, pusat ilmu, pengetahuan

Page 13

Tags [tagged]: portal australia, portal, australia, unkris, walaupun, terletak dekat asia, lebih sering, disebut, desa the emerald, city kota, zamrud, sydney merupakan salah, brisbane ibu, kota, negara bagian queensland, wants to, be, a millionaire versi, australia tidak, ada, pusat ilmu pengetahuan, teritorial antarktika, pulau norfolk pulau, natal portal

Page 14

Kategori ini mempunyai 1 halaman, dari total 1.

Page 15

Kategori ini memiliki 1 halaman, dari total 1.

Page 16

Kategori ini memiliki 1 halaman, dari total 1.

Page 17

Kategori ini memiliki 1 halaman, dari total 1.

Page 18

Kategori ini memiliki 2 halaman, dari total 2.

B

D

Page 19

Kategori ini memiliki 2 halaman, dari total 2.

B

D

Page 20

Kategori ini ada 2 halaman, dari total 2.

B

D

Page 21

Kategori ini memiliki 2 halaman, dari total 2.

B

D

Page 22

Kategori ini memiliki 1 halaman, dari total 1.

Page 23

Kategori ini mempunyai 1 halaman, dari total 1.

Page 24

Kategori ini memiliki 1 halaman, dari total 1.

Page 25

Kategori ini memiliki 1 halaman, dari total 1.

Page 26

Tags [tagged]: portal, chad, unkris, paling besar, gurun, sahara chad merupakan, sebagian, antara, libya, chad tetapi intervensi, libya dalam, tangan, militer menyelamatkan pemerintah, chad pada, persatuan, tidak pernah dilihat, sebelumnya chad, center, of studies pertanian, politik sastra, sejarah, seni teknologi tumbuhan

Video yang berhubungan

Bài Viết Liên Quan

Bài mới nhất

Chủ Đề