Cuaca ekstrem merupakan dampak nyata perubahan iklim global. kondisi cuaca ekstrem dapat menyebabkan

LETAK geografis Indonesia yang berada di antara persilangan dua samudra dan dua benua, serta merupakan negara kepulauan dengan topografi yang sangat beragam, menjadikan iklim Indonesia begitu sangat dinamis dan kompleks. Tidak jarang, fenomena iklim yang ada di Indonesia adalah imbas dari fenomena yang terjadi di belahan bumi lain.

Contohnya, saat banjir besar menyergap Jabodetabek di penghujung tahun 2019 hingga awal tahun 2020 lalu. Kejadian tersebut disebabkan oleh seruak dingin [cold surge] dari Tibet ke Hong Kong yang selanjutnya masuk ke Jakarta. Cold surge sendiri merupakan rambatan massa udara dingin dari daratan Asia ke arah selatan.

Sejumlah faktor yang berperan terhadap iklim Indonesia di antaranya adalah fluktuasi suhu permukaan laut, inter-tropical convergence zone [ITCZ], dipole mode index [DMI], suhu permukaan laut di Samudra Pasifik ekuator, monsun Asia Tenggara-Australia, sirkulasi Hadley dan Walker, serta arus lintas Indonesia [arlindo]. Selain itu, iklim Indonesia juga turut dipengaruhi oleh tiga sistem peredaran angin, yaitu angin pasat, angin meridional, dan angin lokal.

Keseluruhan komponen tersebut berinteraksi membentuk suatu sistem baik lokal, regional, maupun global, yang kemudian turut menentukan varian dan keragaman iklim Indonesia. Dalam jangka panjangnya, varian dan keragaman iklim ini mengalami pergeseran akibat perubahan iklim global.

Perubahan iklim inilah yang kemudian menjadi faktor penguat, mengapa cuaca ekstrem semakin kerap menghantam Indonesia. Mulai dari hujan lebat disertai kilat dan petir, siklon tropis, gelombang tinggi, hingga hujan es. Ketika bertemu dengan kerentanan lingkungan, fenomena ekstrem ini tidak jarang merembet menjadi bencana hidrometeorologi, seperti banjir bandang, angin puting beliung, dan tanah longsor.

Dampak kerusakan yang ditimbulkan pun semakin berkali lipat karena rusaknya lingkungan akibat pembalakan liar, pencemaran air, tanah, dan udara, juga hutan gundul hingga tanah tandus.

Hasil penelitian tentang cuaca ekstrem yang dipublikasikan di Bulletin of the American Meteorological Society tahun 2018 lalu mengungkap fakta bahwa telah terjadi peningkatan intensitas dan frekuensi gelombang panas di Asia timur laut serta Eropa selatan di tahun tersebut. Sebaliknya, di belahan bumi lain yakni Inggris terjadi cuaca dingin ekstrem.

Perubahan iklim serta pemanasan global juga berdampak pada peningkatan frekuensi kemunculan badai atau siklon, peningkatan curah hujan, banjir, kemarau panjang dan kekeringan, kebakaran hutan, juga mencairnya es di belahan Kutub Utara dan Selatan yang berakibat naiknya muka air laut sehingga menenggelamkan dataran rendah dan pulau-pulau kecil.

World Economic Forum dalam The Global Risk Report 2019 menyatakan perubahan iklim menempati posisi paling atas sebagai penyebab musibah global, seperti bencana alam, cuaca ekstrem, krisis pangan dan air bersih, hilangnya keanekaragaman hayati, serta runtuhnya ekosistem.

Kode merah

Baru-baru ini, dalam laporan yang dikeluarkan Intergovernmental Panel on Climate Change [IPCC] pada Agustus 2021 lalu juga menyebutkan bahwa emisi gas yang membuat suhu bumi menghangat saat ini mungkin akan melampaui batasan kesepakatan iklim global 1.5 °C yang telah ditetapkan hanya dalam waktu 10 tahun. Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres bahkan menyebut laporan tersebut sebagai kode merah untuk kemanusiaan atau code red for humanity.

Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika [BMKG] sendiri mencatat secara keseluruhan, 2016 merupakan tahun terpanas dengan nilai anomali sebesar 0,8 °C sepanjang periode pengamatan 1981 hingga 2020. Tahun 2020 sendiri menempati urutan kedua tahun terpanas, dengan nilai anomali sebesar 0,7 °C. Adapun tahun 2019 berada di peringkat ketiga, dengan nilai anomali sebesar 0,6 °C.

Sebagai perbandingan, informasi suhu rata-rata global yang dirilis World Meteorological Organization [WMO] di laporan terakhirnya pada awal Desember 2020, juga menempatkan 2016 sebagai tahun terpanas [peringkat pertama], dengan tahun 2020 sedang on-the-track menuju salah satu dari tiga tahun terpanas yang pernah dicatat.

Deretan fakta tersebut selayaknya menjadi alarm bagi semua negara di dunia, termasuk Indonesia, bahwa dampak perubahan iklim begitu sangat dahsyat. Layaknya pandemi covid-19, perubahan iklim tidak bisa ditangani secara lokal atau regional saja. Butuh keterlibatan aktif seluruh komunitas internasional dan langkah tegas berskala besar untuk memerangi perubahan iklim.

Pemerintah Indonesia sendiri telah menyatakan komitmen untuk menurunkan emisi gas rumah kaca [GRK] sebanyak 26% pada tahun 2020 dan 29% pada tahun 2030 sesuai dengan konvensi perubahan iklim yang telah disepakati. Dalam konvensi perubahan iklim tersebut, Indonesia wajib menurunkan emisi karbon di sektor kehutanan 17,2%, sektor energi 11%, sektor limbah 0,32%, sektor pertanian 0,13%, serta sektor industri dan transportasi sebesar 0,11%.

Mitigasi

Ibarat maraton, Indonesia dan seluruh komunitas internasional kini tengah berkejaran dengan waktu seiring intensitas cuaca ekstrem yang kerap melanda akibat perubahan iklim. Di sektor pertanian, ilmu titen kini bahkan sudah sulit untuk diterapkan. Petani kerap dilanda gagal panen akibat kondisi cuaca yang tidak menentu. Jika situasi ini terus dibiarkan, dikhawatitkan ketahanan pangan Indonesia bisa hancur. Dampak lanjutannya akan berujung pada ketidakstabilan ekonomi, sosial, dan politik Republik ini.

Tidak ada pilihan lain, selain semua orang harus bertindak karena perubahan iklim tidak memandang batas teritorial negara. Setiap individu dapat ikut berperan dalam mitigasi dengan cara mengurangi penggunaan sampah plastik, tidak membuang sampah sembarangan, membatasi penggunaan kendaraan bermotor dengan energi fosil. Lalu, mulai beralih ke sarana transportasi umum, menghemat penggunaan listrik dan air, serta menanam pohon/penghijauan yang lebih masif dan tepat.

Hal-hal tersebut memang terlihat sepele, tapi membawa dampak positif sangat besar dalam upaya mengurangi emisi gas rumah kaca guna memerangi/memitigasi perubahan iklim dan cuaca ekstrem. Persis seperti kata pepatah, lebih baik mencegah daripada mengobati, bukan?

Dampak perubahan iklim di Afghanistan. ©Hoshang Hashimi/AFP

TRENDING | 9 November 2021 07:29 Reporter : Mutia Anggraini

Merdeka.com - Perubahan iklim global sebaiknya menjadi perhatian bagi seluruh pihak. Sebab, perubahan iklim global secara langsung berdampak bagi seluruh aspek kehidupan umat manusia.

Sebagai dampaknya, kini manusia mulai merasakan beberapa perubahan mendasar yang dapat diamati dari lingkungan hidup. Suhu bumi yang kian memanas, menipisnya ozon, hingga bencana alam yang datang silih berganti.

Semua hal tersebut tak lain disebabkan oleh beberapa pemicu dari perubahan iklim global. Salah satu faktor utamanya yakni pemanasan global.

Tak sedikit yang salah kaprah mengenai kedua istilah tersebut. Namun, sebenarnya perubahan iklim global maupun pemanasan global memiliki makna yang berbeda antara satu dengan lainnya.

Lantas, apa sebenarnya yang disebut dengan istilah perubahan iklim global? Melansir dari berbagai sumber, Selasa [9/11/2021], berikut merdeka.com ulas secara lebih lanjut mengenai definisi, penyebab, dampak, hingga cara pengendalian dari perubahan iklim global.

2 dari 5 halaman

Sebelum memahami tentang penyebab hingga cara pengendalian perubahan iklim global, penting bagi kita untuk mengerti tentang definisi perubahan iklim global. Konferensi Perubahan Iklim Dunia pada 1979 menjelaskan, iklim merupakan sintetis kejadian cuaca selama kurun waktu tertentu yang dapat digunakan sebagai nilai statistik keadaan pada setiap saatnya.

Sementara itu, Kementerian Lingkungan Hidup mendefinisikan perubahan iklim global sebagai proses perubahan kondisi fisik atmosfer bumi yang berupa suhu hingga distribusi curah hujan. Kondisi tersebut secara langsung membawa dampak signifikan terhadap berbagai sektor kehidupan manusia.

©istimewa

Istilah dari perubahan iklim global dan pemanasan global seringkali dipahami sebagai satu makna yang sama. Namun, sebenarnya pemanasan global merupakan satu fenomena yang terjadi dalam serangkaian perubahan iklim global.

Sebab, indikator terjadinya perubahan iklim global bukan hanya mengenai suhu bumi saja namun juga menyangkut kondisi awan, angin, prespitasi, hingga radiasi matahari. Sementara itu, pemanasan global merupakan suatu fenomena yang terjadi sebagai akibat dari adanya peningkatan jumlah emisi gas rumah kaca pada atmosfer bumi.

3 dari 5 halaman

Perubahan iklim global bukan hanya terjadi melalui proses pemanasan global. Namun perubahan iklim juga dapat dipicu oleh serangkaian aktivitas manusia yang berhubungan langsung dengan lingkungan hidup. Adapun berbagai penyebab dari perubahan iklim global tersebut antara lain sebagai berikut,

1. Gas Rumah Kaca

Melansir dari Liputan6, penyebab pertama dari perubahan iklim adalah adanya gas rumah kaca. Sejumlah gas seperti metana, karbon dioksida, dinitrogen oksida, hingga gas berfluorinasi cenderung bertindak seperti rumah kaca yang mencegah panas matahari keluar ke luar atmosfir bumi.

2. Peningkatan Penggunaan Kendaraan Bermotor

Penyebab perubahan iklim global yang kedua adalah adanya peningkatan penggunaan bahan bakar fosil yang dihasilkan dari kendaraan bermotor. Sebab, bahan bakar fosil cenderung mengakibatkan polusi gas kimia yang dilepaskan ke udara.

©2021 Liputan6.com/Faizal Fanani

3. Peningkatan Kegiatan yang Menghasilkan Emisi

Selain itu, beberapa kegiatan manusia secara tidak langsung juga dapat meningkatkan proses perubahan iklim global. Sejumlah kegiatan yang dapat menghasilkan emisi yakni seperti penebangan hutan hingga pembakaran batu bara.

4 dari 5 halaman

Perubahan iklim global tidak mustahil membawa banyak dampak yang negatif terhadap bumi dan makhluk hidup. Beberapa dampaknya tersebut kini mulai dirasakan di setiap kehidupan manusia secara perlahan. Berikut dampak perubahan iklim global yang seharusnya mulai menjadi perhatian,

1. Memengaruhi Kualitas Air

Adanya perubahan iklim global secara tidak langsung akan memengaruhi kualitas hingga kuantitas air bersih yang tersedia di bumi. Meski perubahan iklim global cenderung meningkatkan intensitas hujan, namun air justru berpotensi untuk tidak terserap ke dalam tanah dan langsung bermuara ke laut sehingga tidak dapat dikonsumsi.

2. Memicu Kepunahan Makhluk Hidup

Dampak dari adanya perubahan iklim yang dapat terlihat adalah terjadinya kepunahan masal berbagai spesies binatang. Sebab, habitat alami dari berbagai binatang tersebut cenderung rusak sebagai akibat dari kegiatan manusia.

3. Wabah Penyakit Meningkat

Selain itu, perubahan iklim global juga dapat memicu terjadinya berbagai wabah penyakit di berbagai belahan dunia. Hal itu sebagai akibat dari paparan sinar matahari berupa ultraviolet sehingga membuat manusia rentan untuk terserang berbagai penyakit.

©2013 Merdeka.com/Shutterstock/Barnaby Chambers

4. Cuaca Ekstrem

Dampak dari perubahan iklim global yang pasti terjadi adalah cuaca ekstrem. Adapun indikator terjadinya cuaca ekstrem tersebut antara lain seperti meningkatnya suhu, permukaan air laut yang semakin naik, suhu air laut yang meningkat, pencairan gletser dan lapisan es kutub, serta peningkatan curah hujan.

5 dari 5 halaman

Meski perubahan iklim merupakan suatu serangkaian fenomena yang tak terbantahkan, namun hal tersebut dapat ditangani melalui beberapa cara. Namun, beberapa cara tersebut tidak dapat berpengaruh secara langsung terhadap perubahan iklim global melainkan cukup signifikan terhadap pengendalian dampaknya. Adapun cara pengendalian terhadap perubahan iklim global yakni sebagai berikut,

1. Pendidikan

Cara pertama untuk mengendalikan perubahan iklim global yakni dengan mengatur jumlah populasi manusia. Hal ini dapat dilakukan melalui pendidikan yang diterima sama rata antara pria dan wanita.

Melalui pendidikan, setiap keluarga cenderung lebih memiliki banyak pertimbangan untuk melahirkan anak yang sehat dan cerdas. Selain itu, pendidikan juga dapat mengendalikan manusia untuk mengatur jarak kelahiran.

©Shutterstock

2. Hemat Energi

Cara pengendalian perubahan iklim global yang kedua adalah dengan hemat energi. Semaksimal mungkin, kebijakan pemerintah serta peran masyarakat harus seimbang dalam menggunakan bahan bakar secara bijak.

3. Hutan

Selain itu, proses reboisasi juga dapat berpengaruh terhadap lingkungan hidup. Berbagai spesies hewan dapat memiliki habitatnya kembali hingga suhu bumi yang semakin terjaga dari pemanasan global.

[mdk/mta]

Video yang berhubungan

Bài mới nhất

Chủ Đề