Deskripsikan bagaimana pengaruh kebijakan kerja paksa bagi masyarakat Indonesia

Kerja paksa adalah melakukan pekerjaan di bawah ancaman sanksi atau hukuman di mana pekerja tidak memiliki kebebasan untuk menyepakati pelaksanaan pekerjaan atau dengan kata lain pekerjaan yang tidak dilakukan dengan suka rela.[1][2] Contoh sanksi hukuman dapat mencakup ancaman kekerasan, atau pembayaran upah ditunda.[2] Penyitaan atau penahan dokumen pribadi pekerja seperti akta kelahiran, ijazah sekolah atau kartu tanda penduduk juga dapat dikategorikan ancaman kerja paksa karena pekerja mungkin tidak bebas untuk meninggalkan pekerjaan mereka atau untuk mencari pekerjaan di tempat lain.[2] Dalam Undang-Undang Dasar Republik Indonesia telah diatur tentang kebebasan individu untuk memilih pekerjaannya sehingga dengan adanya pengesahan Undang-Undang tersebut tidak ada yang boleh melanggarnya.[2] Indonesia telah mengesahkan dua konvensi ILO mengenai larangan kerja paksa yaitu konvensi kerja paksa No. 29 tahun 1930 [K29], dan konvensi penghapusan kerja paksa No. 15 tahun 1957 [K150].[2] Memaksa seseorang untuk melakukan sesuatu pekerjaan yang tidak sesuai dengan kehendak mereka dengan ancaman hukuman dapat menjadi tanda dari kerja paksa.[2] Meskipun paksaan untuk bekerja dilakukan waktu saat kerja biasa atau kerja lembur.[2]

Seserang yang memaksa orang lain untuk melakukan suatu pekerjaan yang tidak sesuai dengan kehendak mereka dapat dikenakan sanksi sesuai dengan peraturan yang berlaku

  1. ^ Suwarto.2010.Hubungan industrial dalam praktik. Publisher:Asosiasi Hubungan Industrial Indonesia.237
  2. ^ a b c d e f g David Shirley.2012.Panduan Perundang-undangan Ketenagakerjaan. Jakarta: Better Work Indonesia.

  • Allen, Theodore W. [1994]. The Invention of the White Race: Racial Oppression and Social Control. New York: Verso Books. ISBN 978-0-86091-480-8 [cloth] -- ISBN 978-0-86091-660-4 [paper]
  • Allen, Theodore W. [1997]. The Invention of the White Race: The Origin of Racial Oppression in Anglo-America, 1997. New York: Verso Books. ISBN 978-1-85984-981-1 [cloth] -- ISBN 978-1-85984-076-4 [paper]
  • Bales, Kevin. [1999]. Disposable People: New Slavery in the Global Economy. Berkeley: University of California Press. ISBN 0-520-22463-9
  • Brass, Tom, Marcel Van Der Linden, and Jan Lucassen. [1993]. Free and Unfree Labour. Amsterdam: International Institute for Social History. ISBN 978-3-906756-87-5
  • Brass, Tom. [1999]. Towards a Comparative Political Economy of Unfree Labour: Case Studies and Debates. London: Frank Cass Publishers. ISBN 978-0-7146-4938-2 [cloth] -- ISBN 978-0-7146-4498-1 [paper]
  • Brass, Tom and Marcel Van Der Linden. [1997]. Free and Unfree Labour: The Debate Continues. New York: Peter Lang. ISBN 978-0-8204-3424-7 [cloth]
  • Brass, Tom. [2011]. Labour Regime Change in the Twenty-First Century: Unfreedom, Capitalism and Primitive Accumulation. Leiden: Brill. ISBN 978-90-04-20247-4.
  • Brass, Tom. [2017] Labour Markets, Identities, Controversies: Reviews and Essays, 1982-2016. Leiden: Brill. ISBN 978-90-04-32237-0.
  • Blackburn. [1997]. The Making of New World Slavery From the Baroque to the Modern, 1492–1800, London: Verso Books. ISBN 978-1-85984-195-2 [paper]
  • Blackburn, Robin. [1988]. The Overthrow of Colonial Slavery, 1776–1848. London: Verso Books. ISBN 978-0-86091-188-3 [cloth] -- ISBN 978-0-86091-901-8 [paper]
  • Hilton, George W. [1960]. The Truck System, including a History of the British Truck Acts, 1465-1960. Cambridge: W. Heffer & Sons Ltd. [reprinted by Greenwood Press, London, 1975. ISBN 978-0-837-18130-1]
  • Lewis, James Bryant. [2003]. Frontier Contact Between Choson Korea and Tokugawa Japan. London: Routledge. ISBN 0-7007-1301-8
  • Guijarro Morales, A. El Síndrome de la Abuela Esclava. Pandemia del Siglo XXI [The Enslaved Grandmother Syndrome: a 21st-century Pandemic]. Grupo Editorial Universitario. Granada, oct 2001. ISBN 978-84-8491-124-1.
  • Ruhs, Florian: Foreign Workers in the Second World War. The Ordeal of Slovenians in Germany., in: aventinus nova Nr. 32 [29.05.2011]
  • ILO Minimum Estimate of Forced Labour in the World. [2005]
  • The Cost of Coercion ILO 2009
  • International Labour Office. [2005]. A global alliance against forced labour
  • Operational Indicators of Trafficking in Human Beings 2009 ILO/SAP-FL
  • Lists of indicators of Trafficking in Human Beings 2009 ILO/SAP-FL
  • Eradication of forced labour—General Survey concerning the Forced Labour Convention, 1930 [No. 29], and the Abolition of Forced Labour Convention, 1957 [No. 105] — ILO 2007
  • Forced Labour: Definition, Indicators and Measurement 2004 — ILO
  • Stopping Forced Labour 2001 — ILO
Lihat informasi mengenai
forced labor di Wiktionary.
Wikimedia Commons memiliki media mengenai Kerja paksa.
  • UN.GIFT — Global Initiative to Fight Human Trafficking
  • Eliminating Forced Labor Diarsipkan 2016-03-04 di Wayback Machine. — Bureau of International Labor Affairs, U.S. Department of Labor
  • Slavery in the 21st century—BBC
  • Sex trade's reliance on forced labour—BBC
  • China's Forced Labour Camps—Laogai Research Foundation
  • The ILO Special Action Programme to combat Forced Labour [SAP-FL]
  • Alleging Captive Labor, Foreign Students Walk Out of Work-Study Program at Hershey Plant Democracy Now!, September 1, 2011.
  • Migrant Workers as Non-Citizens: The Case against Citizenship as a Social Policy Concept, by Donna Baines and Nandita Sharma. Studies in Political Economy 69. Autumn 2002, p. 75.
  • Seafood from Slaves - Associated Press investigation of the international Pacific fishing fleet, 2015-2016, winner of the 2016 Pulitzer Prize for Public Service

 

Artikel bertopik hukum ini adalah sebuah rintisan. Anda dapat membantu Wikipedia dengan mengembangkannya.

  • l
  • b
  • s

Diperoleh dari "//id.wikipedia.org/w/index.php?title=Kerja_paksa&oldid=18026278"

Jakarta -

Sistem tanam paksa atau Cultuurstelsel merupakan peraturan yang dikeluarkan oleh Gubernur Jenderal Johannes van den Bosch pada tahun 1830 yang mewajibkan setiap desa menyisihkan sebagian tanahnya sekitar dua puluh persen untuk ditanami komoditi ekspor, khususnya kopi, tebu dan tarum. Tujuan dari sistem tanam paksa adalah untuk menutup defisit yang terjadi pada pemerintah Belanda dan digunakan untuk mengisi kas penjajah pada saat itu.

Dalam sistem ini, para penduduk dipaksa menanam hasil-hasil perkebunan yang menjadi permintaan pasar dunia pada saat itu. Tanaman ekspor tersebut nantinya dijual dengan harga yang ditetapkan oleh pemerintah kolonial dan bagi warga yang tidak memiliki tanah harus bekerja selama 75 hari dalam setahun pada kebun milik pemerintah.

Hasil tanaman itu kemudian diekspor ke mancanegara. Sistem ini membawa keuntungan yang sangat besar untuk pihak Belanda. Dari keuntungan ini, hutang Belanda dapat dilunasi dan semua masalah keuangan bisa diatasi. Sebab, kas pemerintah Belanda mengalami kerugian setelah Perang Jawa tahun 1830. Sistem ini pun berhasil dan pemerintah Belanda meraup keuntungan yang amat besar.

Namun, lain daripada Belanda, justru rakyat Indonesia menderita dan mendapat kerugian besar. Pelaksanaan sistem tanam paksa membuat para petani sangat menderita kala itu karena alih-alih mereka berfokus menanam padi untuk makan sendiri, mereka malah harus menanam tanaman ekspor yang akan diserahkan ke pemerintah kolonial.

Meskipun peraturan tanam paksa jelas memberatkan para petani dan penduduk, namun kenyataan di lapangan, penderitaan yang dialami jauh lebih besar dan berkepanjangan karena dicekik kemiskinan dan ketidaktentuan penghasilan ke depannya.

Berdasar pada Modul Sejarah Indonesia Kelas X yang diterbitkan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, sistem tanam paksa telah merendahkan harkat dan martabat Bangsa Indonesia, di rendahkan sampai menjadi alat bangsa Asing untuk mengisi kasnya. Keadaan rakyat sudah tentu kacau, sawah dikurangi untuk keperluan tanam paksa, rakyat dipaksa bekerja dimana-mana, kadang-kadang harus bekerja di kebun yang letaknya jauh sampai 45 kilometer dari desanya.

Hingga sedemikian menderita nasib rakyat Indonesia yang dijajah Belanda. Akibat program Belanda yang ingin menambah kas keuangan mereka, rakyat Indonesia menjadi sengsara, kelaparan merajalela, bahkan sampai menimbulkan kelaparan yang berujung kematian.

Keadaan ini menimbulkan reaksi yang keras sampai di negeri Belanda. Mereka berpendapat bahwa sistem tanam paksa dihapuskan dan diganti keikutsertaan pihak swasta dari Belanda untuk menanamkan modalnya di Indonesia. Sistem tanam paksa kemudian secara berangsur-angsur dihapuskan tahun 1861, 1866, 1890, dan 1916.

Nah, itulah akibat yang terjadi pada rakyat Indonesia dalam penerapan sistem tanam paksa pada tahun 1830an itu. Semoga menambah pengetahuanmu, ya detikers.

Simak Video "Gegara Omicron Belanda Lockdown Lagi"



[row/row]

Video yang berhubungan

Bài mới nhất

Chủ Đề