Faktor internal yang mendorong Persebaran hewan adalah

Kehidupan dan perkembangan hama tanaman dipengaruhi oleh faktor dalam [intern] yang dimiliki jenis hama itu sendiri dan faktor luar[ekstern], yaitu kondisi lingkungan, tempat hama melakukan aktivitasnya.

 Faktor Internal yang Mempengaruhi Perkembangan Serangga Faktor Eksternal yang Mempengaruhi Perkembangan Serangga 

Faktor luar adalah keadaan lingkungan yang dapat mempengaruhi kehidupan hama tanaman. Populasi hama sifatnya dinamis. Jumlah tersebut bisa naik, bisa turun, atau tetap seimbang, tergantung keadaan lingkungan. Bila kondisi lingkungan cocok, populasi hama berkembang pesat.

A. Iklim

  1. Pengaruh Suhu. Serangga adalah organisme berdarah dingin [poikilotermal], dimana suhu tubuhnya sangat dipengaruhi oleh suhu lingkungan. Setiap serangga memiliki kisaran suhu tertentu. Di luar kisaran suhu yang ideal, serangga akan mati kedinginan atau kepanasan. Dekat titik minimum dan maksimum, serangga masih dapat bertahan hidup, tetapi tidak aktif. Keadaan ini dikenal dengan istilah "tidur" [diapauze]. Keadaan tidak aktif karena berada dekat titik mini­mum disebut "tidur dingin" [hibernation], sedangkan yang terjadi dekat titik maksimum disebut "tidur panas" [aestivation]. Kisaran suhu antara titik hibernasi dan titik aestivasi disebut "suhu efektif". Untuk melakukan aktivitasnya, setiap serangga memiliki kisaran suhu masing-masing. Suhu optimal bagi kebanyakan serangga adalah 26°C. Situasi hibernasi umumnya dimulai pada suhu 15°C, dan aestivasi pada suhu 38°C-45°C. Pada suhu optimum, kemampuan hama untuk melahirkan keturunan amat besar, dan kematian [mortalitas] sedikit. Misalnya, kumbang beras [Sitophillus oryzae] suhu efektifnya 26°C-29°C. Bila lebih dari 35°C, kumbang tersebut tidak bisa bertelur. Umur hama pun dipengaruhi suhu lingkungan. Wereng cokelat betina dewasa [Nilaparvata lugens] pada suhu 25°C dapat mencapai umur 42 hari, pada suhu 29°C mencapai 30 hari, dan pada suhu 33°C hanya mampu men­capai 9 hari.
  2. Pengaruh Kelembapan. Kelembapan besar pengaruhnya terhadap kehidupan hama. Bila kelembapan sesuai dengan kebutuhan hidup serangga, serangga tersebut cenderung tahan terhadap suhu-suhu ekstrim. Pada suhu 18°C dengan kelembapan 70%, perkembangan telur hama gudang [Sitophillus oryzae] sampai menjadi dewasa membutuhkan waktu 110 hari. Sedangkan, pada suhu 18°C tetapi kelembapannya mencapai 89%, perkembangannya hanya mem­butuhkan waktu 90 hari. Aktivitas penyerangan pun dipengaruhi kelembapan. Hama gudang baru bisa menyerang apabila kadar air beras atau jagung di atas 14%. Hama thrips akan berkembang biak dengan normal pada kelem­bapan di atas 70%.
  3. Pengaruh Curah Hujan. Air merupakan kebutuhan primer bagi setiap makhluk hidup. Begitu pula bagi hama tanaman pertanian. Bila air berlebihan, akan berakibat tidak baik terhadap perkembangbiakan dan pertumbuhan organisme hama. Banjir dan hujan deras bisa menimbulkan kematian kupu-kupu yang sedang beterbangan, Derasnya aliran air dapat menghanyutkan hama tanaman. Beberapa hama, seperti ulat daun kubis [Plutella xylostella] dan tungau, tidak tahan terhadap curah hujan yang besar sehingga pada keadaan demikian populasinya akan menurun.
  4. Pengaruh Cahaya. Cahaya merupakan salah satu faktor ekologi yang besar pengaruhnya terhadap kehidupan hama tanaman. Beberapa jenis hama mempunyai reaksi positif terhadap cahaya. Misalnya Penggerek padi putih [Tryporyza innotata], wereng cokelat [Nilaparvata lugens], anjing tanah [Gryllotalpa africana], waiang sangit [Leptocorixa acuta], kumbang katimumul hijau [Anomala viridis], dan kumbang beras [Sitophillus oryzae] tertarik cahaya lampu pada malam hari. Ada beberapa hama yang aktif pada saat tidak ada cahaya atau malam hari [nokturnal], misalnya ulat grayak [Spodoptera litura], tikus [Rattus-rattus sp.], ulat tanah [Agrotis ipsilon], dan jenis kalong [Pteropus sp.]. Banyak pula hama yang aktif pada siang hari [diurnal], seperti waiang sangit, wereng cokelat, dan belalang kayu [Valanga nigricornis].
  5. Pengaruh Angin. Angin berpengaruh terhadap perkembangan hama, terutama dalam proses penyebaran hama tanaman. Misalnya: Kutu daun [Aphid] dapat terbang terbawa angin sejauh 1.300 km. Kutu loncat [Heteropsylla cubana], penyebarannya dipenga­ruhi oleh angin. Seperti halnya pada tahun 1986, pernah terjadi letusan hama [outbreak atau explosive] kutu loncat lamtoro gung pada daerah yang luas dalam waktu relatif singkat. Belalang kayu [Valanga nigricornis zehntneri Krauss], bila ada angin dapat terbang sejauh 3 km-4 km. Selain mendukung penyebaran hama, angin kencang bisa menghambat bertelurnya kupu-kupu, bahkan sering menimbulkan kematian.

B. Tanah

Struktur dan kelembapan tanah berpengaruh besar terhadap kehidupan hama. Tanah berstruktur gembur, dengan kandungan bahan organik tinggi, dan kelembapan yang cukup, dapat mendukung perkembangan hama yang seluruh atau sebagian hidupnya di dalam tanah.

  • Belalang kayu [Valanga nigricornis zehntneri Krauss] dan bekicot [Achatina fulica] meletakkan telurnya di dalam tanah yang gembur.
  • Ulat tanah [Agrotis ipsilon], untuk pembentukan pupa dan bersembunyi pada siang hari, membutuhkan tanah yang gembur.
  • Ulat heliothis [Heliothis armigera], penggerek buah durian [Hypoperigea leprosticta], ulat buah mangga [Philotroctis eutraphera Meyr], ulat petal [Mussidia pectinicornella Hamps], lalat buah [Bactrocera sp.], ulat titik tumbuh kubis [Crocidolomia binotalis], dan lain-lain menghendaki tanah gembur sebagai tempat berkepompong.
  • Kumbang badak [Oryctes rhinoceros Linnaeus], kumbang catut [Dynastes gideon], dan kumbang kati­mumul [Holotrichia helleri], sebagian hidupnya berada di dalam tanah yang lembap, gembur, dan banyak mengandung bahan organik.

C. Tanaman Inang

Tanaman inang adalah tanaman yang menjadi makanan dan tempat tinggal organisme hama. Bila tanaman yang disukai terdapat dalam jumlah banyak, populasi hama cepat meningkat. Sebaliknya, bila makanan kurang, populasi hama akan turun.

  • Pada musim kemarau [ketika tanaman padi tidak ada] sampai pengolahan tanah musim berikutnya, populasi tikus menurun dengan cepat sampai 70%.
  • Kutu daun kelapa [Aspidiotus destructor rigidis], pada saat makanan kurang tersedia, akan menghasilkan keturunan hampir seluruhnya berkelamin jantan. Kumbang tembakau [Lasioderma serricorne] yang merupakan hama gudang, bila diberi makan bungkil kacang, hidupnya hanya 34-39 hari, sedang bila diberi daun tembakau kering, umurnya bisa mencapai 42-63 hari.

Selain jumlah tanaman yang disukai, sifat tanaman pun mempengaruhi perkembangan hama tanaman. Ada tanaman yang tahan terhadap gangguan hama [resisten]; ada pula tanaman yang tidak tahan [peka] terhadap hama. Tanaman resisten adalah tanaman yang menderita kerusakan lebih sedikit bila dibandingkan dengan tanaman yang lain dalam keadaan tingkat populasi hama dan keadaan lingkungan yang sama. Pada tanaman yang tahan, kehidupan dan perkembangbiakan hama akan terhambat. [Selengkapnya di: Resitensi Tanaman dan Perkembangan Hama ]

D. Faktor Hayati

Prinsip faktor hayati adalah organisme yang berada dalam lingkungan hama tersebut. Faktor hayati dapat berupa binatang, bakteri, cendawan, dan virus yang menghambat perkembangbiakan hama tanaman karena memakan-nya, memparasiti, menjadi penyakit hama, atau bersaing dalam mencari makanan dan ruang hidup. 

  • Binatang yang membunuh dan memakan binatang lain disebut "preda­tor", sedangkan binatang yang dimakannya disebut "mangsa". Ukuran preda­tor biasanya lebih besar daripada mangsanya. Predator hama amat banyak macamnya.
  • Parasit adalah binatang atau serangga yang hidupnya tergantung dari binatang atau serangga lain. Binatang yang digunakan sebagai tempat hidup dan makannya, disebut "inang". Ukuran parasit umumnya lebih kecil daripada inangnya. Bila predator memerlukan beberapa mangsa untuk melengkapi perkembangannya, parasit hanya memerlukan seekor inang saja. Parasit dapat menyerang telur, larva, nimfa, kepompong, dan inang dewasa.

 Kembali ke: Faktor Internal yang Mempengaruhi Perkembangan Serangga

Lihat Foto

Encyclopaedia Britannica

Garis khayal pemisah flora dan fauna Indonesia: Garis Wallace [biru], Garis Weber [ungu], dan Garis Lydekker [hijau].

KOMPAS.com – Hampir seluruh permukaan bumi terdapat kehidupan flora dan fauna. Namun tidak semua jenis flora dan fauna bisa hidup di wilayah yang sama.

Semua jenis flora dan fauna memiliki karakter khusus sehingga mereka memiliki kemampuan tersendiri untuk beradaptasi dengan lingkungannya. Kemampuan flora dan fauna hidup dalam suatu wilayah dipengaruhi oleh banyak faktor.

Dalam buku Biogeografi [2018] karya Muhammad Zid dan Ode Sofyan Hardi, dijelaskan bahwa persebaran flora dan fauna dipengaruhi oleh empat faktor. Berikut penjelasannya:

Kondisi iklim merupakan faktor paling penting yang mempengaruhi persebaran flora dan fauna. Wilayah dengan kondisi iklim ekstrim seperti daerah kutub atau daerah gurun, sudah pasti menyulitkan bagi kehidupan suatu organisme.

Baca juga: Persebaran Flora dan Fauna di Indonesia

Tidak heran jika kedua wilayah tersebut minim sekali terdapat kehidupan flora maupun fauna.

Kondisi tersebut berbanding terbalik dengan kondisi iklim di daerah tropis. Daerah tropis merupakan wilayah yang optimal bagi kelangsungan hidup flora dan fauna.

Faktor iklim yang berpengaruh terhadap persebaran flora dan fauna antara lain suhu, kelembapan udara, angin, dan tingkat curah hujan.

Faktor edafik mengacu pada kondisi tanah pada suatu wilayah. Kondisi tanah berpengaruh secara langsung terhadap kesuburan tanaman.

Faktor yang menjadi patokan kesuburan tanah antara lain kandungan humus, unsur hara, tekstur, struktur tanah, dan ketersediaan air dalam pori-pori tanah.

Contoh tanah yang subur adalah tanah vulkanis dan andosol.

Dilansir dari Encyclopaedia Britannica [2015], faktor fisiografi berhubungan dengan ketinggian tempat dan bentuk wilayah. Penurunan suhu dalam suatu wilayah sangat berpengaruh terhadap persebaran flora dan fauna.

Baca juga: Keadaan Flora dan Fauna Indonesia

Sebab setiap organisme memiliki keterbatasan adapatasi terhadap suhu lingkungan di sekitarnya. Akibat hal tersebut, dapat dilihat bahwa jenis tumbuhan yang hidup di pantai akan berbeda dengan tumbuhan yang hidup di dataran tinggi.

  • Lihat Foto

    britannica.com

    Ilustrasi faktor biotik

    Faktor biotik

Faktor biotik di sini adalah manusia. Manusia memiliki peran yang cukup penting terhadap persebaran flora dan fauna dalam suatu wilayah.

Ada dua tindakan manusia yang dapat memengaruhi, yaitu menjaga kelestarian atau merubah tatanan kehidupan flora dan fauna. Namun, kecenderungan manusia adalah merubah tatanan kehidupan flora dan fauna.

Contoh, akibat perkembangan teknologi yang begitu pesat, manusia secara singkat dapat merubah hutan menjadi area pemukiman.

Baca juga: Flora dan Fauna Asia Tenggara

Alih fungsi lahan tentunya berakibat pada terganggunya kestabilan ekosistem yang sudah terjalin lama.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link //t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Video yang berhubungan

Bài mới nhất

Chủ Đề