jelaskan pengertian kebijakan non tariff barrier ntb

JAKARTA-Kementerian Perindustrian merekomendasikan optimalisasi kebijakan nontariff barrier atau perlindungan non tarif untuk melindungi pasar domestik pada era pasar bebas.

Menteri Perindustrian M.S. Hidayat mengatakan perdagangan bebas antar negara kini menjadi tren kerja sama di bidang perekonomian. Indonesia tak perlu mengisolir atau menarik diri tetapi saat terjun ke dalamnyapun harus hati-hati.

“Saya ingin kita ikut main dalam tren itu karena hampir semua negara ikut game itu. Namun, kita juga harus bisa memproteksi diri,” tuturnya, di Jakarta, Rabu [20/8].

Indonesia harus tetap tegas dalam memberikan perlindungan terhadap sektor tertentu yang dinilai harus diproteksi. Tanpa ini maka daya saing industri dalam negeri akan tergerus bahkan laju investasi bisa jadi melambat.

Bentuk perlindungan yang dimaksud, misalnya mengoptimalisasikan kebijakan non tariff barrier [NTB] yang dinilai lebih efektif melindungi pasar. Pada dasarnya di tengah keterlibatan Indonesia dalam perdagangan bebas, neraca perdagangan di domestik tetap harus seimbang.

“Dalam perdagangan bebas, impor akan menjadi lebih murah karena tarif 0%. [Peningkatan impor] membuat industri kita tidak tumbuh, sehingga investasi berpotensi tertekan,” ucap Hidayat.

NTB merupakan opsi yang direkomendasikan Kementerian Perindustrian [Kemenperin] untuk memproteksi industri dan konsumen. Kebijakan ini merupakan aturan non tarif untuk meng hambat serbuan produk asing ke pasar domestik.

Penerapan NTB bisa ditempuh melalui tiga aspek, yaitu standar nasional Indonesia [SNI], kemasan, dan bahasa. Pemerintah dapat membuat persyaratan khusus yang lebih mudah dipenuhi industri domestik tetapi tidak bagi produk impor.

KEMASAN

Untuk kemasan juga bisa saja diberlakukan labeling tertentu bagi barang impor yang hendak masuk RI. Selain itu, perlu pewajiban menggunakan bahasa Indonesia untuk tenaga kerja maupun investor yang berbisnis di Tanah Air.

“Ketika terjadi liberalisasi, Indonesia harus tetap bisa bermasin dengan baik agar tidak mengisolir diri tetapi juga dengan memproteksi pasar kita yang sedang tumbuh,” ucap Hidayat.

Kerja sama seperti Masyarakat Ekonomi Asean pada 2015 membuat arus barang dan jasa dari dan menuju Indonesia bebas. [Dini Hariyanti]



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kebijakan non-tariff barrier yang akan disiapkan dinilai efektif kurangi guyuran impor. Syaratnya pemerintah mampu menjamin substitusi impor dalam negeri, jangan sampai dengan kebijakan tersebut justru akan menyebabkan kenaikan pada harga komoditas lainnya seperti harga pakan ternak dan kerugian konsumen. Bhima Yudhistira, Ekonom Indef menuturkan bahwa kebijakan non-tariff barrier ini sesungguhnya mampu mengurangi guyuran impor, namun semua tergantung dari kesiapan pemerintah yang harus menjamin kesiapan substitusi impor dalam negeri " Ini tergantung dari kesiapan substitusi impor dalam negeri juga. Jangan sampai kasus seperti impor jagung kita stop. Ternyata produsen jagung dalam negeri tidak bisa memenuhi permintaan pasar. Akhirnya yang dikorbankan harga pakan ayam naik dan konsumen juga merugi akibat kebijakan pembatasan impor jagung," ujar Bhima pada Kontan.co.id, Senin [30/7]. Selanjutnya, Bhima bilang yang selanjutnya harus diperhatikan adalah kesiapan pemerintah untuk menghadapi gugatan yang akan dilakukan oleh mitra dagang Indonesia yang merasa dirugikan akibat penerapan non tarif barrier tersebut. "Kemudian yang penting juga adalah kesiapan tim pemerintah menghadapi gugatan dari negara yang merasa dirugikan akibat NTB tersebut," paparnya. Fithra Faisal Hastadi, Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, mengatakan hal yang serupa. Walaupun kebijakan non-tariff barrier ini mampu mengurangi guyuran impor, tapi efeknya akan negatif terhadap pasar global, karena negara mitra dagang Indonesia akan merasa dirugikan dan mampu menimbulkan perang dagang dengan negara mitra dagang Indonesia. Dan secara langsung akan menghambat investasi asing yang masuk ke Indonesia. "Bisa, namun mereka negara partner dagang kita, juga akan merasakan efek negatif yang secara langsung ke perdagangan internasional. Kalau masih non-tariff measures [NTM] yang mana itu belum menjadi NTB sifatnya kan subject to negotiation,” ujarnya.   “Di ASEAN dan negara maju lain menerapkan NTM ini, tapi kalau NTB ini akan muncul efek seperti perang dagang. NTB ini bisa menghambat investasi juga, jadi memang harus hati-hati ,memproteksi produsen dalam negeri," ujar lanjut Fithra. Sementara itu, Muhammad Faisal, Ekonom Core menyebutkan, penerapan NTB ini dirasa bisa meredam guyuran impor, karena sudah banyak negara maju yang menggunakan sistem ini untuk meredam impor pada saat tarif negara mereka sudah rendah. Namun dalam penerapan kebijakan non-tariff barrier [NTB] ini diharapkan tetap mengikuti aturan-aturan yang sudah ditentukan oleh World Trade Organization [WTO] untuk melindungi konsumen. " Tidak bisa digeneralisasi karena macamnya banyak tapi paling tidak bisa meredam. Karena di negara maju saja ini banyak dipakai untuk meredam impor pada saat tarif mereka sudah rendah. Sebagai contoh rencana menekan impor minyak sawit oleh Uni Eropa kalau terjadi memang akan sangat menekan ekspor sawit Indonesia ke sana," ujar Faisal pada Kontan.co.id. Senin [30/7]. Editor: Yudho Winarto


Apa itu: Hambatan non-tarif [non-tariff barriers] adalah penghalang untuk membatasi perdagangan internasional melalui instrumen non pajak atau bea. Bersama dengan hambatan tarif, itu membentuk hambatan perdagangan.

Hambatan non-tarif berdampak pada arus masuk dan keluar barang dari sebuah negara. Beberapa negara mengunakannya untuk memproteksi perekonomian domestik. Sementara yang lain menggunakannya sebagai strategi politik ekonomi untuk membalas praktik serupa oleh negara mitra.

Pengkritik mengatakan hambatan non-tarif mengurangi manfaat dari perdagangan bebas. Alokasi sumber daya ekonomi global tidak efisien. Keuntungan di satu negara menjadi beban bagi negara lainnya. Selain itu, dibandingkan hambatan tarif, hambatan non-tarif tidak menghasilkan pendapatan bagi pemerintah.

Perbedaan antara hambatan tarif dan non-tarif

Hambatan perdagangan terbagi ke dalam dua kategori: hambatan tarif dan non-tarif. Berikut ini adalah perbedaan keduanya.

Hambatan tarif:

  1. Berupa pajak atau bea. Itu menjadi sumber pendapatan bagi pemerintah.
  2. Meningkatkan biaya barang impor. Akibatnya, harga barang naik ketika masuk ke pasar domestik dan membuatnya tidak kompetitif.
  3. Dilakukan oleh negara importir. 
  4. Lebih sederhana. Prosesnya biasanya tidak melibatkan administrasi yang kompleks.
  5. Tidak menyumbang keuntungan bagi perusahaan. Meski harga lebih tinggi, namun itu merupakan pajak dan menjadi pendapatan pemerintah.

Hambatan non tarif:

  1. Berupa aspek non pajak. Itu mungkin berupa pembatasan volume, persyaratan standar produk, dan pemberian lisensi. Karena tidak memungut pajak atau bea atas produk, itu tidak menghasilkan pendapatan bagi pemerintah.
  2. Mempengaruhi volume perdagangan. Terkadang, itu juga mempengaruhi harga barang impor secara tidak langsung. Misalnya, kuota impor lebih rendah mengurangi pasokan dan menaikkan harga di pasar domestik.
  3. Dapat dikenakan oleh negara eksportir maupun negara importir. Misalnya, dalam kasus pengekangan ekspor sukarela, negara pengekspor setuju untuk membatasi pengiriman barang ke negara mitra.
  4. Lebih kompleks. Beberapa membutuhkan administrasi yang kompleks dan koordinasi di antara lebih banyak pejabat.
  5. Berkontribusi bagi keuntungan importir. Misalnya, dalam kasus kuota, perusahaan menangkap keuntungan dari kenaikan harga akibat berkurangnya volume pasokan.

Alasan untuk hambatan non-tarif

Beberapa alasan mengapa pemerintah memberlakukan hambatan non-tarif.

Pertama, pemerintah ingin melindungi lapangan kerja domestik. Tingginya impor mengintensifkan persaingan dan mengancam industri dalam negeri. Ketika tidak dapat bersaing, industri mati dan menyisakan lebih banyak pengangguran di dalam negeri.

Kedua, hambatan bertujuan untuk melindungi konsumen, keamanan maupun lingkungan domestik. Pemerintah membatasi impor untuk produk-produk yang membahayakan dan tidak memenuhi standar domestik. Misalnya, produk tersebut berdampak negatif bagi kesehatan konsumen atau mencemari lingkungan domestik. Begitu juga, industri pertahanan seringkali menikmati tingkat perlindungan yang signifikan karena strategis bagi keamanan nasional. 

Ketiga, pemerintah berusaha untuk melindungi industri baru. Dengan membatasi impor, pemerintah mengurangi tekanan persaingan bagi industri bayi [infant industry]. Dengan begitu, industri tersebut dapat tumbuh, mencapai tahap matang, dan lebih kompetitif di pasar internasional.

Keempat, hambatan perdagangan sebagai reaksi pembalasan. Pemerintah memproteksi dari persaingan tidak adil oleh negara mitra. Ketika negara mitra memberlakukan hambatan, maka pemerintah berkepentingan untuk melakukan langkah serupa.

Jenis hambatan non-tarif

Berbagai jenis hambatan non-tarif hadir dan berikut adalah beberapa diantaranya:

  • Linsensi
  • Standarisasi
  • Persyaratan konten lokal
  • Kuota impor
  • Embargo
  • Subsidi ekspor
  • Devaluasi nilai tukar
  • Pengekangan ekspor sukarela
  • Hambatan administratif

Lisensi

Pemerintah dapat menggunakan lisensi untuk membatasi siapa yang boleh mengimpor atau mengekspor. Untuk dapat melakukan perdagangan internasional, pengimpor atau pengekspor harus memiliki lisensi dari pemerintah.

Standardisasi

Pemerintah mensyaratkan produk harus memenuhi standar domestik tertentu. Mereka memberlakukan standar pada klasifikasi, pelabelan dan pengujian produk. Standarisasi bertujuan untuk melindungi keselamatan dan kesehatan konsumen, keamanan nasional, dan lingkungan domestik.

Persyaratan konten lokal

Pemerintah mensyaratkan produk ekspor harus memiliki kandungan bahan baku lokal sebesar persentase tertentu. Itu biasanya bertujuan untuk mengembangkan industri hulu. 

Ketika meningkatkan persyaratan konten lokal, permintaan terhadap bahan baku domestik meningkat. Itu memacu aktivitas bisnis, menciptakan lebih banyak pekerjaan dan pendapatan di dalam negeri.

Kuota impor

Melalui kuota, pemerintah mensyaratkan batas volume produk impor yang masuk ke pasar domestik. Untuk memberlakukannya, pemerintah memberikan lisensi impor ke beberapa perusahaan. Pemerintah membatasi volume impor untuk masing-masing perusahaan. Mereka dapat mengirimkan barang dari luar negeri berapapun sampai mencapai kuota. 

Dalam pelaksanaannya, pemerintah mungkin menetapkan kuota tetap. Itu membatasi volume maksimum yang dapat dikirimkan dari luar negeri. Misalnya, pemerintah membatasi impor gula sebesar 1 juta ton.

Alternatifnya, pemerintah menerapkan kuota berbasis tarif tambahan [tariff-rate quota]. Dalam hal ini, pemerintah masih mengizinkan volume impor melebihi kuota, namun mengenakan tarif yang lebih tinggi. Misalnya, impor gula bisa melebihi 1 juta ton namun importir harus membayar bea masuk sebesar 30%, lebih tinggi dari tarif normal sebesar %10.

Embargo

Embargo adalah larangan total untuk bertransaksi dengan negara tertentu. Itu mungkin bertujuan untuk membatasi impor barang-barang berbahaya seperti obat-obatan berbahaya dan satwa langka.

Seringkali, embargo merupakan langkah politis ekonomi. Negara dengan kekuatan ekonomi dan politik besar di dunia seperti Amerika serikat seringkali memberlakukannya untuk menekan dan mengisolasi negara lain. Misalnya, Amerika Serikat memberlakukan embargo dan melarang penjualan pesawat terbang dan suku cadang ke perusahaan penerbangan Iran. 

Subsidi ekspor

Subsidi dapat mengambil bentuk pembayaran langsung, pinjaman berbiaya rendah, keringanan pajak untuk eksportir, atau iklan internasional yang dibiayai pemerintah. Itu berkontribusi mengurangi biaya operasi dan memungkinkan harga produk domestik lebih kompetitif di pasar internasional.

Tujuan utama subsidi adalah merangsang ekspor. Ketika ekspor meningkat, industri dalam negeri dapat menyerap lebih banyak tenaga kerja dan menghasilkan lebih banyak pendapatan.

Devaluasi nilai tukar

Pemerintah dapat mengintervensi pasar valuta asing untuk mempengaruhi ekspor dan impor. Misalnya, China mendevaluasi Yuan agar produk ekspornya lebih kompetitif di pasar global. 

Devaluasi membuat nilai tukar Yuan relatif lemah terhadap mata uang lainya dan membuat produk ekspor lebih murah bagi pembeli di luar negeri. Sebagai hasilnya, itu merangsang ekspor.

Di sisi lain, devaluasi membuat produk impor lebih mahal bagi orang China. Mereka kemudian beralih ke produk-produk lokal. Akibatnya, impor turun.

Sebagai hasilnya, devaluasi menghasilkan surplus perdagangan yang signifikan. Di tahun 2019, China melaporkan nilai surplus perdagangan sebesar $421.9 miliar. Surplus perdagangan berkontribusi terhadap cadangan devisa China yang luar biasa, mencapai $3,2 triliun di September 2020 dan merupakan yang terbesar di dunia.

Pengekangan ekspor sukarela

Pengekangan ekspor sukarela [voluntary export restraints] merupakan kebijakan kuota oleh negara pengekspor. Negara pengekspor setuju untuk membatasi volume pengiriman, biasanya karena aliansi politik atau sebagai kesepakatan perjanjian perdagangan.

Ambil contoh kebijakan antara Jepang dan Amerika Serikat di tahun 1981. Jepang setuju menerapkan pengekangan ekspor sukarela dan membatasi ekspor 1,68 juta mobil ke AS per tahun. Angkanya kemudian meningkat menjadi 2,3 juta pada tahun 1985.

Hambatan administratif

Pemerintah memberlakukan prosedur birokrasi yang lebih panjang untuk membatasi impor. Saat mengirimkan produk dari satu negara ke negara lain, perusahaan harus melalui prosedur bea cukai yang lebih rumit dan mahal. Para akhirnya, itu meningkatkan biaya administratif dan menghambat arus barang internasional.

Pro dan kontra hambatan non-tarif

Sejumlah dampak positif hambatan non-tarif adalah:

Pertama, pasar domestik menciptakan lebih banyak pekerjaan. Penurunan impor seharusnya mengalihkan permintaan ke produk domestik. 

Perusahaan domestik seharusnya meningkatkan produksi untuk menutupi kekurangan akibat lebih sedikit impor. Untuk meningkatkan produksi, mereka harus berinvestasi di barang modal dan merekrut lebih banyak tenaga kerja lokal. Itu pada akhirnya memiliki multiplier effect di dalam perekonomian.

Kedua, hambatan non-tarif melindungi perkembangan industri baru atau strategis. Itu memberikan ruang yang cukup untuk mereka berkembang, mencapai skala ekonomi dan kompetitif di pasar internasional. Akhirnya, mereka menciptakan lebih banyak pekerjaan dan pendapatan bagi perekonomian domestik.

Ketiga, kebijakan non-tarif lebih efektif dalam membatasi volume impor. Di bawah kuota misalnya, sasaran utama adalah kuantitas impor. Ketika pemerintah berusaha mengurangi pasokan impor, kuota lebih efektif daripada tarif karena secara langsung berdampak pada volume impor.

Namun demikian, hambatan non-tarif juga berdampak negatif, diantaranya:

Pertama, pemerintah tidak dapat menghasilkan pendapatan ekstra. Di bawah tarif, pemerintah mengenakan pajak atas barang impor. Sebaliknya, itu tidak berlaku untuk hambatan non-tarif. 

Kedua, hambatan non-tarif membatasi fungsi pasar bebas. Pendukung pasar bebas memandang itu menyebabkan alokasi sumber daya yang tidak efisien di pasar global.

Negara seharusnya berspesialisasi dan memperdagangkan produk yang memiliki keunggulan komparatif. Dengan begitu, perdagangan bebas memberikan manfaat maksimum. Namun, karena pemerintah mengintervensi melalui hambatan non-tarif, manfaat seperti itu berkurang.

Ketiga, biaya menjalankan bisnis meningkat. Perusahaan harus memenuhi beberapa persyaratan administrasi seperti standarisasi produk dan prosedur bea cukai yang rumit. 

Keempat, eksportir harus menghadapi persaingan yang tidak adil di negara mitra. Hambatan non-tarif menguntungkan bagi perusahaan domestik tetapi menempatkan perusahaan luar negeri pada posisi kurang menguntungkan.

Eksportir harus menjual lebih sedikit barang di bawah kebijakan kuota. Ketika terkena pembatasan kuota, mereka harus mencari pasar lain untuk memasarkan produk mereka. Jika tidak, mereka harus memangkas produksi, menurunkan pendapatan dan keuntungan mereka.

Selain itu, kebijakan devaluasi oleh negara tujuan juga membuat produk eksportir menjadi lebih mahal. Mereka kurang kompetitif di pasar tujuan.

Kelima, pasar menghadapi kelangkaan. Ketika pemerintah membatasi kuota, pasokan pasar berkurang. Jika perusahaan domestik tidak dapat mengimbanginya dengan menaikkan produksi, maka harga pasar akan naik sehingga merugikan konsumen.

Keenam, daya saing melemah dalam jangka panjang. Persaingan penting untuk mempromosikan inovasi, efisiensi dan produktivitas. Memang, pada awalnya, proteksi pemerintah melindungi industri dan pekerjaan domestik.

Namun, dalam jangka panjang, kurangnya persaingan menghambat daya saing perusahaan domestik. Mereka tidak memiliki insentif untuk memacu inovasi, mengefisienkan produksi, dan membangun daya saing. Efek negatifnya adalah pilihan barang yang sempit, kualitas barang rendah, dan harga tinggi.

Ketujuh, hambatan non-tarif dapat memunculkan perang dagang. Negara mitra dapat menempuh kebijakan serupa untuk melindungi industri mereka. Ketika eskalasi perang semakin meluas, itu mengganggu keseimbangan perekonomian global.

  1. Hambatan Non-Tarif: Contoh, Jenis, Alasan, Pro, Kontra

Video yang berhubungan

Bài mới nhất

Chủ Đề