Jenis kesusastraan jawa kuno yang menjadi sumber cerita kakawin dan wayang adalah kesusastraan

Dari India, masyarakat Indonesia mengenal sistem tulis. Karyakarya tulis yang pertama ada di Indonesia ditulis pada batu [prasasti] yang memuat peristiwa penting seputar raja atau kerajaan tertentu. Pada masa berikutnya penulisan dilakukan di atas daun lontar [Latin: Borassus flabellifer], batang bambu, lempengan perunggu, daun nifah [Latin: Nifa frutican], dan kulit kayu, karena bahanbahan tersebut lebih lunak daripada batu, lebih mudah dijinjing dan bisa dibawa ke mana-mana, dan lebih tahan lama. Pada masa Islam, penulisan dilakukan di atas dluwang [terbuat dari kulit kayu pohon mulberry], kertas, logam mulia, kayu, serta kain. Penulisan pada bahan-bahan yang lebih lunak memungkinkan para penulis lebih leluasa dalam bekarya. Awalnya mereka menulis karya-karya sastra dari India, seperti Mahabharata dan Ramayana. Setelah menyalin dan menerjemahkan karya-karya tersebut, mereka lalu mulai menggubah cerita yang asli ke dalam sebuah kitab. Jadilah karya sastra yang indah dalam segi bahasa, meski sifat-sifat kesejarahannya samar.

a. Kitab

Kitab merupakan tulisan berupa kisah, cerita, sejarah, dan kadang campuran antara legenda-mitos-sejarah sekaligus. Pada masa Hindu-Buddha, kitab ditulis oleh para pujangga [sastrawan] istana raja tertentu. Mereka menulis atas perintah raja masing-masing. Hidup mereka ditanggung oleh negara dan mereka harus menaati apa saja yang

penulis yang berbeda, membahas tokoh yang sama namun isinya bertolak belakang. Ada pula kitab yang ditulis pada masa yang berbeda dengan apa yang dibahasnya. Bisa saja sebuah kitab menulis peristiwa sejarah yang telah berlalu satu abad, misalnya. Dengan demikian, peristiwa yang dilukiskannya bisa saja tak persis dengan apa yang terjadi sesungguhnya. Sumber cerita mungkin saja diterima darorang atau raja yang menyimpan maksud-maksud politis tertentu; jadi pendapatnya sepihak dan tidak ilmiah.

Kitab biasanya ditulis pada lembaran daun rontal atau lontar yang diikatkan dengan semacam tali agar tidak berceceran. Lontar adalah sejenis tumbuhan yang tumbuh di daerah tropis seperti Indonesia dan daerah subtropis. Tingginya kurang-lebih 30 meter dan bewarna kuning dan tumbuh di hutan yang selalu tergenang air. Kayunya bisa dipakai untuk bahan membuat rumah. Isi kitab biasanya merupakan rangkaian puisi dalam sejumlah bait [pupuh] yang disebut kakawin. Selain cerita tentang raja-raja, kitab bisa pula menceritakan mitologi, legenda, cerita rakyat [folklore], undang-undang, hukum pidana-perdata, hingga aturan pernikahan. Di berbagai daerah di Indonesia kitab disebut pula kidung, carita, kakawin, serat, tambo. Bisa pula kitab merupakan sebuah gubahan dari cerita aslinya; dalam arti cerita tersebut sudah mengalami perubahan [tambahan atau pengurangan], baik dalam jumlah tokoh, alur, latar tempat. Mengenai waktu pun sering tak dicantumkan alias diabaikan oleh sang penulis kitab meski yang ditulisnya mengandung sifat kesejarahan.

Pembuatan kitab pertama kali dirintis pada masa DinastiIsana pemerintahan

Dharmawangsa Teguh. Ia mempelopori penggubahan epik Mahabharata dalam bahasa

Kawi [Jawa Kuno]. Arjuna Wiwaha, karya Mpu Kanwa ditulis pada masa pemerintahan Raja Airlangga abad ke-11 M. Bharatayudha karya Mpu Sedah dan Mpu Panuluh, ditulis pada pemerintahan Raja Jayabaya dari Kediri pada abad ke-12.

b. Prasasti [Batu Bertulis]

Prasasti merupakan tulisan yang memuat informasi sejarah yang ditulis pada tugu baru tersendiri atau ditatah di bagian tertentu pada candi. Bahan untuk membuat prasasti ini biasanya batu atau logam. Informasi sejarah ini biasanya berupa peringatan

terhadap usaha raja dalam menyejahterakan rakyatnya dalam bentuk memberikan kurban sapi kepada kaum brahmana atau pendirian taman atau penggalian kanal atau sungai. Bisa pula prasasti berisi usaha raja yang berhasil menaklukkan kerajaan lain.

Mulanya, prasasti dan yupa ditulis [zaman Tarumanagara dan Kutai], menggunakan huruf Pallawa dan bahasa Sansekerta. Prasasti-prasasti yang merupakan peninggalan Tarumanagara di antaranya: Prasasti Ciaruteun, Prasasti Kebon Kopi, Prasasti Jambu, Prasasti Tugu, Prasasti Pasir Awi dan Muara Ciaruteun, serta Prasasti Lebak. Kebanyakan prasasti-prasasti ini berbahasa Sansekerta dan berabjad Pallawa. Dengan demikian, tak sembarang orang bisa membuat prasasti kecuali kaum agama dan bangsawan yang pandai mambaca-menulis. Pada masa berikutnya, yaitu masa Mataram dan seterusnya, huruf yang dipakai telah mengalami perkembangan yang disesuaikan dengan bahasa setempat menjadi huruf Kawi atau Jawa Kuno. Sedangkan di Sumatera, bahasa yang digunakan awalnya adalah Pali dan kemudian menjadi Melayu Kuno.

c. Pertunjukan Wayang

Budaya wayang diperkirakan telah hidup pada masa prasejarah. Budaya mana pun ternyata memiliki seni pertunjukan wayang masing-masing. Di Asia Tenggara karakter wayang memiliki banyak kesamaan, dalam bentuk, motif, hiasan, dan cara dipegang oleh dalang. Pada mulanya, zaman prasejarah, pertunjukan wayang merupakan seni rakyat dan ditujukan untuk menghormati roh leluhur.Kemudian pada masa Hindu-Buddha, kesenian wayang mulai digemari oleh kaum bangsawan dan raja. Jadilah, wayang pun menjadi seni keraton yang mengenal bahasa “halus”, untuk membedakan dengan bahasa rakyat yang “kasar”.

Dalang adalah orang yang memperagakan adegan wayang, membuat dialog percakapan antarwayang, menjadi pencerita [narator], sekaligus memimpin orkestra [gamelan] yang dimainkan para nayaga [pemain alat musik yang seluruhnya pria] dan dinyanyikan oleh sinden [biasanya perempuan]. Kisah-kisah yang dipentaskan biasanya diambil dari kakawin Mahabharata atau Ramayana. Dengan demikian, alur dan ceritanya pun banyak ditambah dan diperbaharui. Misalnya, adanya tokoh punakawan seperti Semar.

Seni tari telah ada di Indonesia sejak masa prasejarah. Ketika itu tarian dilakukan sebagai persembahan kepada roh nenekmoyang dalam upacara-upacara, seperti pada acara panen. Jadi, bertari merupakan kegiatan keagamaan yang suci dan ritual. Musik sebagai pengiring para penari berasal dari irama ritmis dari alat-alat perkusi atau tetabuhan yang dipukul-pukul tanpa iringan alat bernada, kecuali suara tenggorokan.

Ketika pengaruh Hindu-Buddha masuk, seni tari masih dipentaskan dalam rangka keagamaan, perkawinan, pengangkatan raja, dan lain-lain. Alat-alat bernada mulai dipakai, seperti alat tiup, alat petik, alat gesek. Persembahan tarian dan musik di kalangan raja dan bangsawan makin berkembang seiring perkenalan masyarakat Indonesia dengan bangsa-bangsa lain. Hingga sekarang pengaruh seni musik India di Indonesia masih dapat dinikmati, misalnya musik dangdut.

Dari uraian di atas, kalian dapat memahami bahwa pertemuan antara dua bangsa yang berbeda akan menghasilkan kebudayaan yang sinkretis, budaya campuran. Penduduk Indonesia yang sejak dulu telah berkenalan dengan budaya luar, pada kenyataannya bias menyerap budaya asing tersebut tanpa harus meninggalkan kebudayaan asli. Dengan kearifan lokalnya masyarakat Indonesia dapat beradaptasi dengan budaya luar dan menyaringnya sesuai dengan kebutuhan dan kondisi ekologis masing-masing. Setelah berasimilasi, akhirnya budaya serapan itu bukanlah sesuatu yang asing lagi, bahkan sudah dianggap budaya sendiri.

Pada masa berdirinya kerajaan-kerajaan besar bercorak Hindu-Budha di tanah Nusantara ini, bidang kesusastraan juga mengalami kemajuan yang cukup pesat. Para pujangga pada masa itu telah berhasil menulis sejumlah kitab-kitab sastra tingkat tinggi yang keberadaannya dapat dijadikan sebagai petunjuk untuk menyingkap suatu peristiwa sejarah yang terjadi pada masa lampau. Berkembangnya kesusastraan Nusantara pada masa Hindu Budha secara umum dapat dibagi ke dalam beberapa periode, yaitu:

  1. Zaman Mataram lama [sekitar abad ke 9 dan 10]
  2. Zaman Kediri [sekitar abad ke 11 dan 12]
  3. Zaman Majapahit I [sekitar abad ke 14]
  4. Zaman Majapahit II [sekitar abad ke 15 dan 16], sebagian kesusastraan pada masa ini berkembang di Bali [zaman Kerajaan Samprangan Gelgel]. 

Hasil-hasil kesusastraan pada masa-masa tersebut di atas pada umumnya ditulis dalam bentuk gancaran [prosa] dan tembang [syair]. Namun sebagian besar berbentuk tembang. Tembang Jawa Kuno biasanya disebut dengan Kakawin, sedangkan tembang Jawa Tengahan disebut Kidung. 

Ditinjau dari segi isinya, kitab-kuno hasil karya sastra pada masa Hindu-Budha tersebut dapat dibagi menjadi sebagai berikut:

  • Tutur atau kitab keagamaan, seperti Sang Hyang Kamahanikam yang disusun pada masa pemerintahan Empu Sindok [Mataram lama].
  • Kitab Hukum, termasuk di dalamnya kitab-kitab sasana yang berisi peraturan-peraturan untuk golongan masyarakat tertentu. Misalnya Resisasana yang menguraikan kedudukan dan hak-hak serta kewajiban para resi. 
  • Wiracarita atau cerita kepahlawanan, seperti Ramayana dan Mahabharata. 
  • Kitab Sejarah, seperti Nagarakertagama dari zaman Majapahit. 

naskah lontar Negarakertagama via wikipedia

Kemungkinan ada banyak hasil-hasil kesusastraan lama yang ditulis pada masa berkembangnya Kerajaan-Kerajaan Hindu-Budha di negeri ini. Namun pada saat Islam kemudian dianut oleh masyarakat Jawa, kitab-kitab sastra tersebut kurang mendapat perhatian sehingga naskah-naskah yang banyak ditulis di atas daun lontar tersebut tidak bertahan lama. Meski begitu, ada beberapa kitab-kitab sastra lama dari masa Hindu Budha yang masih bisa diketahui sampai sekarang. Berikut di antaranya:

1. Sang Hyang Kamahayanikam

Kitab ini disusun dalam bentuk prosa antara tahun 929-947 Masehi oleh Mpu Shri Sambhara Surya Warama pada masa kekuasaan Empu Sindok dari kerajaan Mataram kuno. Kitab ini menjelaskan tentang ajaran Buddha aliran Tantrayana. Kitab ini juga berisi mantra-mantra dan diagram serta mudra dalam posisi sentral sebagai bentuk formula rahasia yang bersifat mistis.

2. Arjuna Wiwaha

Kitab sastra ini ditulis oleh Empu Kanwa pada masa pemerintahan Prabu Airlangga, yang memerintah di Jawa Timur dari tahun1019 sampai dengan 1042 Masehi. Kitab ini menceritakan tentang perjuangan Sang Arjuna yang penuh tantangan dan ujian hingga kisah cintanya dengan Dewi Supraba. kitab ini juga menguraikan serangkaian pedoman atau pegangan bagi manusia dalam menjalani kehidupannya. 

3. Bharatayudha

Kitab sastra berbentuk kakawin ini digubah oleh dua orang yaitu Mpu Sedah dan Mpu Panuluh pada masa pemerintahan Raja Jayabaya [Kediri]. Kitab ini menceritakan peperangan antara kaum Kurawa dan Pandawa atau biasa disebut peperangan Bharatayuddha. Kitab ini juga merupakan simbolisme dari perang saudara yang terjadi antara Kerajaan Kediri/ Panjalu dan Kerajaan Jenggala.

4. Negarakertagama

Kitab ini ditulis dalam bentuk kakawin [syair] Jawa Kuna oleh Empu Prapanca pada tahun 1365. Kitab ini menguraikan keadaan keraton Majapahit pada masa pemerintahan Prabu Hayam Wuruk [raja keempat Majapahit yang memerintah pada tahun 1350-1389], daerah kekuasaannya, kondisi keagamaan, dan sebagainya. Kitab ini mempunyai peran besar bagi penulisan sejarah Indonesia, dimana isinya banyak yang bersesuaian dengan sumber-sumber prasasti. 

5. Sutasoma 

Kitab ini ditulis oleh Empu Tantular pada abad ke 14. Isinya menceritakan tentang Sutasoma, seorang putra raja yang keluar dari istana dan memutuskan untuk menjadi seorang pendeta Budha. Isi kitab ini juga mengajarkan tentang toleransi antar umat beragama pada masa itu, terutama antar agama Hindu - Siwa dan Buddha. Selain itu, dalam kitab ini juga terdapat ungkapan "Bhineka Tunggal Ika" yang kini dijadikan sebagai motto dari Negara Kesatuan Republik Indonesia. 

6. Pararaton

Diperkirakan kitab ini berasal dari tradisi lisan sehingga tidak ditemukan nama pengarangnya. Meski berbau dongeng yang penuh dengan kegaiban, kitab ini dimaksudkan sebagai karya sejarah, menguraikan tentang tokoh Ken Arok beserta raja-raja Singasari lainnya, kisah tentang Raden Wijaya semenjak menjadi menantu Kertanegara [Raja Singasari terakhir] sampai menjadi raja Majapahit, dan lain sebagainya. Kitab ini juga menguraikan informasi mengenai silsilah anggota keluarga kerajaan Majapahit.

7. Sundayana

Kitab ini menceritakan nasib Raja Sunda, Sri Baduga Maharaja yang datang ke Majapahit untuk mengantarkan puterinya, Dyah Pitaloka untuk dinikahkan dengan Hayam Wuruk. Akan tetapi di Bubat terjadi perselisihan dengan Gajah Mada sehingga terjadi pertumpahan darah [perang Bubat] dimana rombongan Raja Sunda ini terbunuh. 

8. Panji Wijayakrama 

Kitab ini menceritakan tentang riwayat Raden Wijaya sampai ia menjadi Raja di Majapahit. 

9. Ranggalawe

Mengisahkan tentang pemberontakan Ranggalawe dari Tuban terhadap Raja Jayanegara. 

10. Sorandaka

Mengisahkan tentang pemberontakan Sora terhadap Raja Jayanegara. 

11. Pamancangah

Mengisahkan para Dewa Agung dari Kerajaan Gelgel [Bali]. 

12. Usana Jawa

Menceritakan penaklukan Bali oleh Gajah Mada dan Arya Damar. Diceritakan pula tentang penumpasan raja raksasa Maya Danawa dan pemindahan keraton Majapahit ke Gelgel. 


Santos el Salam Mei 31, 2020 Admin Bandung Indonesia

Pada masa berdirinya kerajaan-kerajaan besar bercorak Hindu-Budha di tanah Nusantara ini, bidang kesusastraan juga mengalami kemajuan yang cukup pesat. Para pujangga pada masa itu telah berhasil menulis sejumlah kitab-kitab sastra tingkat tinggi yang keberadaannya dapat dijadikan sebagai petunjuk untuk menyingkap suatu peristiwa sejarah yang terjadi pada masa lampau. Berkembangnya kesusastraan Nusantara pada masa Hindu Budha secara umum dapat dibagi ke dalam beberapa periode, yaitu:

  1. Zaman Mataram lama [sekitar abad ke 9 dan 10]
  2. Zaman Kediri [sekitar abad ke 11 dan 12]
  3. Zaman Majapahit I [sekitar abad ke 14]
  4. Zaman Majapahit II [sekitar abad ke 15 dan 16], sebagian kesusastraan pada masa ini berkembang di Bali [zaman Kerajaan Samprangan Gelgel]. 

Hasil-hasil kesusastraan pada masa-masa tersebut di atas pada umumnya ditulis dalam bentuk gancaran [prosa] dan tembang [syair]. Namun sebagian besar berbentuk tembang. Tembang Jawa Kuno biasanya disebut dengan Kakawin, sedangkan tembang Jawa Tengahan disebut Kidung. 

Ditinjau dari segi isinya, kitab-kuno hasil karya sastra pada masa Hindu-Budha tersebut dapat dibagi menjadi sebagai berikut:

  • Tutur atau kitab keagamaan, seperti Sang Hyang Kamahanikam yang disusun pada masa pemerintahan Empu Sindok [Mataram lama].
  • Kitab Hukum, termasuk di dalamnya kitab-kitab sasana yang berisi peraturan-peraturan untuk golongan masyarakat tertentu. Misalnya Resisasana yang menguraikan kedudukan dan hak-hak serta kewajiban para resi. 
  • Wiracarita atau cerita kepahlawanan, seperti Ramayana dan Mahabharata. 
  • Kitab Sejarah, seperti Nagarakertagama dari zaman Majapahit. 

naskah lontar Negarakertagama via wikipedia

Kemungkinan ada banyak hasil-hasil kesusastraan lama yang ditulis pada masa berkembangnya Kerajaan-Kerajaan Hindu-Budha di negeri ini. Namun pada saat Islam kemudian dianut oleh masyarakat Jawa, kitab-kitab sastra tersebut kurang mendapat perhatian sehingga naskah-naskah yang banyak ditulis di atas daun lontar tersebut tidak bertahan lama. Meski begitu, ada beberapa kitab-kitab sastra lama dari masa Hindu Budha yang masih bisa diketahui sampai sekarang. Berikut di antaranya:

1. Sang Hyang Kamahayanikam

Kitab ini disusun dalam bentuk prosa antara tahun 929-947 Masehi oleh Mpu Shri Sambhara Surya Warama pada masa kekuasaan Empu Sindok dari kerajaan Mataram kuno. Kitab ini menjelaskan tentang ajaran Buddha aliran Tantrayana. Kitab ini juga berisi mantra-mantra dan diagram serta mudra dalam posisi sentral sebagai bentuk formula rahasia yang bersifat mistis.

2. Arjuna Wiwaha

Kitab sastra ini ditulis oleh Empu Kanwa pada masa pemerintahan Prabu Airlangga, yang memerintah di Jawa Timur dari tahun1019 sampai dengan 1042 Masehi. Kitab ini menceritakan tentang perjuangan Sang Arjuna yang penuh tantangan dan ujian hingga kisah cintanya dengan Dewi Supraba. kitab ini juga menguraikan serangkaian pedoman atau pegangan bagi manusia dalam menjalani kehidupannya. 

3. Bharatayudha

Kitab sastra berbentuk kakawin ini digubah oleh dua orang yaitu Mpu Sedah dan Mpu Panuluh pada masa pemerintahan Raja Jayabaya [Kediri]. Kitab ini menceritakan peperangan antara kaum Kurawa dan Pandawa atau biasa disebut peperangan Bharatayuddha. Kitab ini juga merupakan simbolisme dari perang saudara yang terjadi antara Kerajaan Kediri/ Panjalu dan Kerajaan Jenggala.

4. Negarakertagama

Kitab ini ditulis dalam bentuk kakawin [syair] Jawa Kuna oleh Empu Prapanca pada tahun 1365. Kitab ini menguraikan keadaan keraton Majapahit pada masa pemerintahan Prabu Hayam Wuruk [raja keempat Majapahit yang memerintah pada tahun 1350-1389], daerah kekuasaannya, kondisi keagamaan, dan sebagainya. Kitab ini mempunyai peran besar bagi penulisan sejarah Indonesia, dimana isinya banyak yang bersesuaian dengan sumber-sumber prasasti. 

5. Sutasoma 

Kitab ini ditulis oleh Empu Tantular pada abad ke 14. Isinya menceritakan tentang Sutasoma, seorang putra raja yang keluar dari istana dan memutuskan untuk menjadi seorang pendeta Budha. Isi kitab ini juga mengajarkan tentang toleransi antar umat beragama pada masa itu, terutama antar agama Hindu - Siwa dan Buddha. Selain itu, dalam kitab ini juga terdapat ungkapan "Bhineka Tunggal Ika" yang kini dijadikan sebagai motto dari Negara Kesatuan Republik Indonesia. 

6. Pararaton

Diperkirakan kitab ini berasal dari tradisi lisan sehingga tidak ditemukan nama pengarangnya. Meski berbau dongeng yang penuh dengan kegaiban, kitab ini dimaksudkan sebagai karya sejarah, menguraikan tentang tokoh Ken Arok beserta raja-raja Singasari lainnya, kisah tentang Raden Wijaya semenjak menjadi menantu Kertanegara [Raja Singasari terakhir] sampai menjadi raja Majapahit, dan lain sebagainya. Kitab ini juga menguraikan informasi mengenai silsilah anggota keluarga kerajaan Majapahit.

7. Sundayana

Kitab ini menceritakan nasib Raja Sunda, Sri Baduga Maharaja yang datang ke Majapahit untuk mengantarkan puterinya, Dyah Pitaloka untuk dinikahkan dengan Hayam Wuruk. Akan tetapi di Bubat terjadi perselisihan dengan Gajah Mada sehingga terjadi pertumpahan darah [perang Bubat] dimana rombongan Raja Sunda ini terbunuh. 

8. Panji Wijayakrama 

Kitab ini menceritakan tentang riwayat Raden Wijaya sampai ia menjadi Raja di Majapahit. 

9. Ranggalawe

Mengisahkan tentang pemberontakan Ranggalawe dari Tuban terhadap Raja Jayanegara. 

10. Sorandaka

Mengisahkan tentang pemberontakan Sora terhadap Raja Jayanegara. 

11. Pamancangah

Mengisahkan para Dewa Agung dari Kerajaan Gelgel [Bali]. 

12. Usana Jawa

Menceritakan penaklukan Bali oleh Gajah Mada dan Arya Damar. Diceritakan pula tentang penumpasan raja raksasa Maya Danawa dan pemindahan keraton Majapahit ke Gelgel. 


Labels: Seni Budaya

Thanks for reading Kitab-Kitab Kuno [Sastra Sejarah] dari Masa Kerajaan Hindu-Budha di Indonesia. Please share...!

Video yang berhubungan

Bài mới nhất

Chủ Đề