Lembaga nu yang beranggotakan seniman dan budayawan muslim indonesia adalah …

Nahdlatul Ulama [NU] sebagai sebuah organisasi masyarakat Islam berjuang dalam tiga bidang, yakni dakwah keagamaan, pendidikan, dan sosial kemasyarakatan. Dalam menjalankan tugasnya, NU memiliki perangkat, salah satunya adalah lembaga.

Dalam Peraturan Nahdlatul Ulama tentang Perangkat Organisasi Nahdlatul Ulama, lembaga merupakan perangkat departementasi organisasi Nahdlatul Ulama yang berfungsi sebagai pelaksana program dan kebijakan Nahdlatul Ulama yang berkaitan dengan suatu bidang tertentu.

Ketua lembaga, sebagaimana disebutkan dalam Pasal 2, ditunjuk langsung dan bertanggung jawab kepada pengurus Nahdlatul Ulama sesuai dengan tingkatannya. Sementara struktur kepengurusan disusun oleh ketua lembaga bersama dengan pengurus NU.


Berikut lembaga-lembaga NU
1.    Lembaga Pendidikan Ma’arif Nahdlatul Ulama [LP Maarif NU]


LP Maarif NU lahir atas prakarsa KH Abdullah Ubaid dan KH Mahfudz Siddiq pada tahun 1929. Lembaga ini bertugas melaksanakan kebijakan Nahdlatul Ulama di bidang pendidikan dan pengajaran formal. LP Maarif NU juga memiliki satuan komunitas [sako] Pramuka yang sudah terbentuk di beberapa provinsi di Indonesia.


2.    Rabithah Ma’ahid al-Islamiyah Nahdlatul Ulama [RMINU]


RMINU merupakan asosiasi pondok pesantren yang berafilitasi dengan NU. Lembaga yang lahir pada Mei 1954 oleh KH Ahmad Syaichu dan KH Idham Kholid ini bertugas untuk melaksanakan kebijakan NU di bidang pengembangan pondok pesantren dan pendidikan keagamaan.


3.    Lembaga Bahtsul Masail Nahdlatul Ulama [LBMNU]


Lembaga ini bertugas untuk membahas persoalan dan permasalahan tematik [maudluiyah] dan aktual [waqiiyah] yang akan menjadi bahan keputusan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama.


4.    Lembaga Seni Budaya Muslimin Indonesia [Lesbumi]


Lesbumi ini lahir dari tangan dingin para budayawan Nahdlatul Ulama seperti Usmar Ismail, Jamaluddin Malik, dan Asrul Sani pada 28 Maret 1962. Lembaga ini dibentuk untuk melaksanakan kebijakan NU di bidang pengembangan seni dan budaya.


5.    Lembaga Falakiyah Nahdlatul Ulama [LFNU]


LFNU ini lahir guna melaksankan tugas mengelola persoalan hisab dan rukyat dalam rangka menentukan awal bulan Hijriyah, gerhana, dan shalat, serta mengembangakan pengetahuan dan keilmuan di bidang falakiyah atau astronomi. LFNU berdiri dua bulan pascamuktamar ke-27 pada tahun 1984 di Situbondo, Jawa Timur, tepatnya pada 26 Januari 1985. Lembaga ini diresmikan oleh Wakil Rais Aam PBNU 1984-1989 KH Radli Soleh.


6.    Lembaga Amil Zakat, Infak, dan Sedekah Nahdlatul Ulama [LAZISNU]


Lembaga ini bertugas  menghimpun, mengelola dan mentasharufkan zakat dan shadaqah kepada mustahiqnya. Lembaga ini dikenalkan dengan nama NU Care-Lazisnu sebagai rebranding dan/atau sebagai pintu masuk agar masyarakat global mengenal lembaga yang lahir dari Muktamar NU ke-31 tahun 2004 di Donohudan, Boyolali, Jawa Tengah. NU Care-Lazisnu secara yuridis-formal dikukuhkan oleh SK Menteri Agama No. 65/2005 untuk melakukan pemungutan Zakat, Infak, dan Sedekah kepada masyarakat luas.


7.    Lembaga Ta’lif wan Nasyr Nahdlatul Ulama [LTNNU]


Lembaga ini bertugas mengembangkan penulisan, penerjemahan dan penerbitan kitab/buku serta media informasi menurut faham Ahlussunnah wal Jamaah. LTNNU merupakan rekomendasi dari Muktamar NU Ke-27 di Situbondo, Jawa Timur pada tahun 1984. Kehadiran lembaga ini untuk mensosialisasikan hasil-hasil muktamar, khususnya mengenai khittah 1926. Tahun 2003, lembaga ini melahirkan NU Online mengingat kebutuhan mendesak informasi di dunia maya. Ada pula majalah Risalah NU dan kanal Youtube 164 Channel.


8.    Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia [Lakpesdam]


Lembaga ini bertugas melaksanakan kebijakan Nahdlatul Ulama di bidang pengkajian isu-isu strategis dan pengembangan sumber daya manusia untuk transformasi sosial yang berkeadilan dan bermartabat. Lakpesdam lahir pada Muktamar NU ke-27 di Situbondo, Jawa Timur tahun 1984.


9.    Lembaga Dakwah Nahdlatul Ulama [LDNU]


Lembaga ini bertugas melaksanakan kebijakan Nahdlatul Ulama di bidang pengembangan agama Islam yang menganut faham Ahlussunnah wal Jamaah. LDNU memiliki badan otonom, yakni Muallaf Center yang menjadi pusat pembelajaran para mualaf mengingat banyaknya orang yang masuk Islam melalui bimbingan NU dan Jamiyah Ruqyah Aswaja sebagai lembaga pengobatan alternatif.


10.    Lembaga Penanggulangan Bencana dan Perubahan Iklim Nahdlatul Ulama [LPBINU]


Lembaga ini bertugas melaksanakan kebijakan Nahdlatul Ulama dalam pencegahan dan penanggulangan bencana serta eksplorasi kelautan. LPBINU dibentuk pada Muktamar NU ke-32 di Makassar, Sulawesi Selatan tahun 2010.


11.    Lembaga Penyuluhan Bantuan Hukum Nahdlatul Ulama [LPBHNU]


Lembaga ini bertugas melaksanakan pendampingan, penyuluhan, konsultasi, dan kajian kebijakan hukum.


12.    Lembaga Ta’mir Masjid Nahdlatul Ulama [LTMNU]


Lembaga ini bertugas melaksanakan kebijakan Nahdlatul Ulama di bidang pengembangan dan pemberdayaan Masjid. LTMNU didirikan pada 12 Dzulhijjah 1390 atau 9 Februari 1971 di Surabaya dengan nama Hai’ah Ta’miril Masjid Indonesia [HTMI]. Sebelum berubah menjadi LTMNU pada Muktamar NU Ke-32 di Makassar, Sulawesi Selatan, tahun 2010, lembaga ini juga pernah bernama Lembaga Takmir Masjid Indonesia [LTMI] pada Muktamar NU ke-31 di Donohudan, Boyolali, Jawa Tengah tahun 2004.


13.    Lembaga Perekonomian Nahdlatul Ulama [LPNU]


Lembaga ini bertugas melaksanakan kebijakan Nahdlatul Ulama di bidang pengembangan ekonomi warga Nahdlatul Ulama. 


14.    Lembaga Pengembangan Pertanian Nahdlatul Ulama [LPPNU]


Lembaga ini bertugas melaksanakan kebijakan Nahdlatul Ulama di bidang pengembangan dan pengelolaan pertanian, kehutanan dan lingkungan hidup.


15.    Lembaga Kesehatan Nahdlatul Ulama [LKNU]


Lembaga ini bertugas melaksanakan kebijakan Nahdlatul Ulama di bidang kesehatan. LKNU semula bernama Lembaga Pelayanan Kesehatan Nahdlatul Ulama [LPKNU] yang lahir dari Muktamar NU di Donohudan, Boyolali, Jawa Tengah pada tahun 2004 lalu karena adanya pembubaran Lembaga Sosial Mabarrot [LSM] dengan penanganan sosial diambil alih tugasnya oleh Lembaga Kemaslahatan Keluarga NU [LKKNU]. Perubahan LPKNU menjadi LKNU terjadi pada Muktamar NU ke-32 di Makassar, Sulawesi Selatan pada tahun 2010.


16.    Lembaga Kemaslahatan Keluarga Nahdlatul Ulama [LKKNU]


Lembaga ini bertugas melaksanakan kebijakan Nahdlatul Ulama di bidang kesejahteraan dan pemberdayaan keluarga, sosial, dan kependudukan. LKKNU berdiri pada tanggal 17 Dzulhijjah 1397 H, bertepatan dengan tanggal 7 Desember 1977 M di Jakarta.


17.    Lembaga Pendidikan Tinggi Nahdlatul Ulama [LPTNU]


Lembaga ini bertugas mengembangkan pendidikan tinggi Nahdlatul Ulama. Saat ini, jumlah universitas NU tercatat sudah lebih dari 30, sedangkan perguruan tinggi NU secara umum sudah mencapai lebih dari 200.


18.    Lembaga Wakaf dan Pertanahan Nahdlatul Ulama [LWPNU]


Lembaga ini bertugas mengurus, mengelola serta mengembangkan tanah dan bangunan serta  harta benda wakaf lainnya milik Nahdlatul Ulama. LWPNU sudah berdiri sejak masa NU masih di bawah kepemimpinan Hadratussyekh KH Hasyim Asy’ari. Majalah Risalah NU Edisi 73 menyebutkan bahwa terdapat sebuah dokumen autentik berupa Statuten dan Reglement Stiehting Waqfiyah dibuat pada tanggal 23 Februari 1937 di hadapan Notaris Hendrik Wiliem Nazembreg, Surabaya.

Penulis: Syakir NF Editor: Abdullah Alawi 

Muktamar NU XIX pada tanggal 28 April sampai 1 Mei 1952 di Palembang memutuskan NU keluar dari Masyumi dan menyatakan berdiri sendiri sebagai Partai politik.[1] Keluarnya NU dari Masyumi bukanlah yang pertama, tetapi SI yang dahulu keluar dan mendirikan Partai Sarekat Islam Indonesia PSII.

Adapun yang melatar belakangi NU, keluar dari Masyumi adalah diubahnya status Majlis Syuro yang diduduki para Ulama yang semula selaku dewan partai  yang berfungsi mengadakan kontrol terhadap kebijaksanaan pimpinan partai lalu diubah[2]sejak tahun 1950 hanya sebagai penasihat saja. Dengan demikian tidak sesuai dengan kepribadian NU yang selalu menempatkan ulama sebagai pemutus kata.[3]

NU mendesak Masyumi untuk merubah menjadi badan federasi tetapi tidak diindahkan dan mengingat  Pula dengan keluarnya SI dari Masyumi menyebabkan Masyumi tidak merupakan satu-satunya wadah kesatuan umat Islam, maka NU memutuskan untuk ke luar dari Masyumi dan menjadikan dirinya partai sediri dengan tetap memegang teguh kepribadianya yang selalu mendahulukan dasar-dasar Agama.[4]

Sejak menarik diri dari partai Masyumi tahun 1952, partai NU terus berupaya memordenisasi dirinya. Seperti telah dikemukakan sebelumnya, di awal penarikan diri, NU telah memiliki bagian-bagian dan badan otonom yang mencerminkan perhatianya pada masalah-masalah tertentu : pendidikan, dakwah, sosial, ekonomi, pertanian, perempuan, pemuda dan buruh. Dalam perkembangan selanjutnya, bagian-bagian dan badan-badan otonom yang ada ditubuh partai NU semakin bertambah seiring meluasnya perhatian pada masalah-masalah lain. Salah satunya adalah Lesbumi [Lembaga Seniman Budayawan Muslimin Indonesia], yang dibentuk pada tahun 1962. Lesbumi menghimpun berbagai macam artis: pelukis, bintang film, pemain pentas, dan sastrawan.  Lembaga  ini  juga  beranggotakan  ulama  yang  memiliki  latar belakang seni cukup baik.[5]

Kehadiran Lesbumi, yang dalam lingkungan organisasi politik NU dicat sebagai satu penanda kemodernenan penting, oleh kalangan NU justru dianggap sebagai kurang menjaga martabat NU. Penanda kemodernenan penting disini dilihat dari segi fokus perhatian NU ysng dianggap sama sekali baru : seni budaya. Di sampng itu, penanda kemodernenann penting juga dilihat dari segi siapa yang terlibat aktif mengurusi lembaga ini. Sebagian besar pengurusnya memiliki latar belakang yang berbeda dari orang-orang NU kebanyakan.[6]

Akan tetapi, jika kita mempertimbangkan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga NU yang menyangkut masalah keanggotaan baik sebelum menjadi partai politik [1926] maupun sesudahnya [1952], bisa dipahami apabila seniman dan budayawanpun sebenernya dapat secara leluasa bergabung dengan partai NU. Alasanya, karena seniman dan  budayawan disini dapat dikategorikan sebagai anggota “bukab guru agama” [ulama], kategori keanggotaan yang diterima di lingkungan NU. Jadi, andangan Deliar Noer yang menyebutkan bahwa sikap dan sifat tradisional NU dalam agama rupanya tidak mengekangnya untuk mengembangkan berbagai cabang kesenian, nampaknya perlu dikoreksi sebab dari segi penerimaan anggota hal itu tidak menjadi masalah.

Seiring tumbuhnya gerakan-gerakan pada periode 1950-1960an. Ada tiga peristiwa penting[7] dalam memotret ‘momen historis’ kelahiran Lesbumi. Pertama, dikeluarkanya manifesto politik[8] pada tahun 1959 oleh presiden Soekarno. Kedua, pengarusutamaan Nasakom dalam tata kehidupan sosio-budaya dan politik Indonesia pada  awal tahun 1960-an, dan Ketiga perkembangan Lekra 1950, organisasi kebudayaan yang sejak akhir tahun 1950-an dan seterusnya semakin menampakkan kedekatan hubungan dengan PKI baik secara kelembagaan maupun idiologis. Ketiga peristiwa diatas merupakan faktor eksteren yang melingkupi proses kelahiran Lesbumi karena memang heboh aliran sastra pada tahun 1960-an.[9]  Pada sisi ini, kelahiran Lesbumi memperlihatkan ‘momen politik’ karena faktor-faktor ekstern yang melingkupi proses kelahiranya.[10]

Namun di samping faktor ekstern yakni momen politik ada juga faktor intern yang melatarbelakangi Lesbumi ini didirikan dikalangan NU. Lahirnya Lesbumi di kalangan NU memperlihatkan momen budaya, yang bertujuan sebuah lembaga kebudayaan yang dapat melestarikan dan memoles seni budaya yang dihidupi warga NU. Ada dua hal penting berupa faktor intern. Pertama, kebutuhan akan pedampingan terhadap kelompok-kelompok seni budaya dilingkungan NU. Kedua, kebutuhan akan modernisasi seni budaya.

Dengan mempertimbangkan faktor ekstern dan intern, sebagaimana dikemukakan di atas, kelahiran Lesbumi, dipengaruhi oleh momen politik dan juga momen budaya sekaligus. Dalam konteks politik Indonesia sedang menjalani revolusi dengan gagasan Nasakom Soekarno. Akan tetapi  juga dalam spektrum yang lebih luas keniscayaan Lesbumi disebabkan oleh berbagai macam tantangan yang datang dari berbagai arah yang mengitari kaum muslimin, dari berbagai tantangan pada saat itu Lesbumi menjawab segala tantangan secara kreatif, secara mencipta, dan positif.

[1] Laode Ida, NU Muda Kaum Progresif dan Sekulerisme baru, Jakarta : Erlangga, 2004, hlm. 73-74.

[2] Ada perubahan dalam perumusan tentang Majelis syuro dalam Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga yakni menurut kalangan NU, dengan perubahan itu Masyumi telah berubah sifat, dari suatu organisasi yang memberi tempat penting bagi ulama menjadi organisasi yang tidak menghormati ulama. Hal inilah yang dijadikan dalam pengunduran diri NU dari Masyumi, diterbitkan dalam Lembaga Pendidikan Ma”arif Jawa Timur, oleh HM. Hasyim Latief, Surabaya, 24 Mei 1982, hlm. 10- 12.

[3] Petikan kongres Masyumi di Yogyakarta pada akhir tahun 1949 diubah demikian rupa, dimana Majelis Syuro yang merupakan tempat penting bagi para Ulama dan pemimpin-pemimpin Islam menjadi anggotanya sudah tidak lagi dijadikan sebagai badan legesaltif di samping DPP, melainkan hanya dijadikan Badan penasehat saja…. segala persoalan hanya dari jurusan politik saja dengan tidak lagi megambil pedoman agama.

[4] Dijelaskan bahwa desakan-desakan dari NU untuk Masyumi sebenernya terus dilakukan, dengan tujuan agar sejalan apa yang diinginkan NU tapi selalu kurang direspon oleh Masyumi, kemudian dari Surat Kiai Wahab yang teambah bernada ultimatun kepada pimpinan Masyumi karena ia menuntut jawaban positif selambat-lambatnya tanggal 22 maret. Bila tidak, saya minta maaf beribu- ribu maaf, saya akan coba berdjuwang untuk mencapai tuntutan tersebut tiada dengan melalui Masyumi….. Deliar Noer, hlm 89

[5] Pernyataan Usmar ialah Lesbumi berdiri agar menjadi organisasi kebudayaan yang militan dan penuh daya hidup, sehingga bisa mencegah pelarian seniman kepada aliran2 jang bermusuhan terhadap Islam dengan menghilangkan prasangka mereka, bahwa mereka setelah masuk Lesbumi akan dikekang gerak-geriknya. Justru akan menyalurkan kegairahan daya cipta mereka melalui saluran- saluran yang sejalan dengan ajaran Islam….. Choirotun Chisan. Hlm. 155.

[6] Deliar Noer, Partai Islam di Pentas Nasional, hlm 86.

[7] Ibid..hlm.119.

[8] Manifesto politik adalah dekrit presiden Soekarno pada tahun 1959 yakni mendekritkan undang-undang dasar 1945 berlaku lagi dan mengajukan manifesto politik atau lebih dikenal dengan Manipol sebagai dasar haluan negara. Yang mengakibatkan Manipol ini memberikan ruang gerak kepada PKI untuk sedikit demi sedikit merebut tempat-tempat dan posisi-posisi penting buat merebut kekuasaan.

[9] Nazwar Sjamsu, Heboh Sastra 1968 Menuju Titik Kebenaran, [Sumatera: Pustaka Sa’adijah, 1971], hlm 90-91.

[10] Kebangkitan Umat Islam dan Peranan Nu di Indonesia, diterbitkan oleh Pengurus Nahdlatul Ulama Cabang Kotamadya Surabaya, [Surabaya: PT Bina Ilmu Surabaya, 1980]. Hlm 134 –135.

Tulisan ini diambil dari sini

Video yang berhubungan

Bài mới nhất

Chủ Đề