Mengapa konsep negara kesatuan lebih cocok dibandingkan negara federal diterapkan di Indonesia?

Sabtu , 03 Oct 2015, 06:18 WIB

MPR

Lukman Edy.

Red: Dwi Murdaningsih

REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Pimpinan Badan Penganggaran MPR, Lukman Edy, saat menjadi narasumber Training of Trainers 4 Pilar MPR, Jumat [2/10] mengungkapkan menjelang Indonesia merdeka, para pendiri bangsa berdebat untuk mencari bentuk ideal bentuk negara. Pilihan yang ada apakah bentuk negara Indonesia adalah kesatuan atau federal.Perdebatan soal bentuk negara, menurut Lukman sebenarnya sudah terjadi pada saat Sumpah Pemuda Tahun 1928. Dikatakan pada saat itu ada utusan-utusan dari Melayu. Utusan Melayu itu menyatakan mereka mau bergabung dengan Indonesia apabila bentuk negara adalah federal. Namun dalam Kongres II Pemuda itu, peserta sepakat untuk memilih bentuk negara kesatuan.Dalam sidang-sidang BPUPK pun juga terjadi perdebatan di antara anggota BPUPK, ada yang mengusulkan bentuk negara kesatuan, ada pula yang menginginkan federal. Setelah di-voting, yang memilih bentuk negara kesatuan lebih banyak.Dalam bentuk negara, antara kesatuan dan federal, pernah dialami dan pasang-surut. Indonesia pernah mengalami negara federal saat memiliki konstitusi UUDS dan UUD RIS. Setelah keluar Dekrit Presiden 5 Juli 1959 dengan berlakunya kembali UUD Tahun 1945 maka bentuk negara kembali ke kesatuan.Dengan paparan sejarah itu, Lukman mengambil kesimpulan bahwa perdebatan bentuk negara itu ada dan akhirnya bangsa ini memilih bentuk negara kesatuan. Dikatakan oleh Lukman, kalau memilih negara federal kelak masing-masing wilayah akan berdasarkan pada suku, agama, dan ras. "Hal ini tak cocok dengan semangat Sumpah Pemuda dan Proklamasi 17 Agustus 1945," ujarnya.Pasca Dekrit Presiden, Lukman mengungkapkan ada beberapa kejadian di mana kejadian itu menguatkan bentuk negara kesatuan. Kejadian itu seperti disepakatinya Deklarasi Djuanda. Deklarasi itu yang membuat negara kesatuan menjadi utuh sebab wilayah perairan yang berada di dalam wilayah Indonesia menjadi kedaulatan Indonesia. "Atas jasa Djuanda, laut bukan pemisah wilayah namun sebagai penghubung," paparnya.Dalam era reformasi, tahun 1998, adanya keinginan untuk memilih bentuk negara pun muncul kembali. Keinginan itu terjadi sebab hubungan antara daerah dan pusat di masa Orde Baru buruk. Tuntutan itu di tengah terjadinya disintegrasi bangsa-bangsa di Eropa Timur. Hal demikian menghantui bangsa ini sebab disintegrasi itu bisa menular ke Indonesia.Selanjutnya Lukman mengungkapkan kita harus bersyukur karena masyarakat dan elit politik tetap memilih negara kesatuan. "Akhirnya pilihan tetap negara kesatuan," ujarnya.

  • negara kesatuan
  • negara federal
  • lukman edy

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...

UUD 1945 disusun berdasarkan tiga elemen, Pembukaan, Batang Tubuh dan Penutup. Dalam Pasal 1 ayat [1] UUD 1945 dalam Bab bentuk dan kedaulatan, negara indonesia disebutkan sebagai Negara Kesatuan Republik Indonesia. UUD 1945 yang merupakan produk kesepakatan para pembentuknya selalu terbuka ruang untuk didiskusikan. Hal ini tidak terlepas dari kemungkinan dari perubahan UUD 1945 yang telah diatur dalam Pasal 37.

Istilah negara kesatuan merupakan terjemahan dari kata unitary state, eenheidsstaat. Negara kesatuan adalah antitesis dari negara serikat [Federal, bonds-staat]. Negara kesatuan adalah negara yang tidak tersusun dari berbagai negara. Dia adalah negara utuh, satu dan tunggal, sehingga tidak akan pernah dijumpai negara lain dalam negara kesatuan. Negara kesatuan dalam pemerintahannya hanya memliki satu pemerintahan tertinggi, yaitu pemerintahan pusat.

Hal ini tentunya berbeda dengan negara federal. Negara federal adalah negara sebagai bentuk akumulasi dari berbagai negara yang pada dasarnya adalah negara berdaulat. Negara-negara berdaulat tersebut, karena satu alasan atau lebih dengan sukarela menggabungkan dirinya pada sebuah negara federal. Maka dari itu, terdapat dua sistem pemerintahan yaitu pemerintah negara federal dan pemerintah negara bagian.

Negara Kesatuan Republik Indonesia sendiri merupakan sebuah kesepakatan dari para pembentuk UUD 1945. Diskursus soal negara kesatuan sudah ada pada benak para pendiri bangsa Indonesia ketika upaya memerdekakan Indonesia. Hal ini sebagaimana tertuang dalam risalah-risalah sidang para pendiri bangsa ketika menjadi panita di PPKI yang menyoal bentuk negara. Dalam perdebatan itu dihasilkanlah sebuah kompromi bahwa negara kesatuan menjadi pilihan dalam memilih bentuk negara. Model negara kesatuan ini kemudian dituangkan dalam Pasal 1 ayat [1] UUD 1945 [sebelum amandemen] yang dipertegas dalam Pasal 18 UUD 1945:

“Pembagian daerah Indonesia atas daerah besar dan kecil, dengan bentuk susunanpemerintahannya ditetapkan dengan undang-undang, dengan memandang dan mengingati dasar permusyawaratan dalam sistem pemerintahan negara, dan hak-hak asal-usul dalam daerah-daerah yang bersifat istimewa.”

Bangunan negara kesatuan yang terdiri dari pusat dan daerah tentu berbeda dengan negara federal yang terdiri dari negara federal dan negara bagian. Pasal 18 UUD 1945 yang menggunakan frasa “pembagian daerah” menjelaskan bahwa negara Indonesia utuh, satu dan tunggal yang lantas kemudian terbagi-bagi menjadi daerah-daerah.

Dalam perjalanan Indonesia, Indonesia pernah merubah bentuk negara dari negara kesatuan menjadi negara federal. Hal ini tidak terlepas dari ulah dan campur tangan para penjajah yang menginginkannya perpecahan dan penguasaan lagi terhadap negara Indonesia. Negara federal dimaksudkan untuk memecah belah negara Indonesia. Konsepsi ini kemudian dituangkan dalam UUD Republik Indonesia Serikat 1949. Negara federal yang tidak terlahir dari keinginan rakyat akhirnya tidak bertahan lama dan kembali kepada UUD 1945.

Ketika amandemen UUD 1945 dalam rentang waktu 1999 sampai dengan 2002, ada beberapa kesepakatan sebagai rambu-rambu dalam mengamandemen UUD 1945, salah satunya adalah bentuk negara, Negara Kesatuan Republik Indonesia. Hal ini juga dipertegas dalam hal pemerintahan daerah Pasal 18 UUD 1945 [pasca amandemen] :

“Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap provinsi, kabupaten, dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah, yang diatur dengan undang-undang.”

Penggunaan frasa “ NKRI dibagi”, secara gamblang menunjukkan bahwa negara indonesia adalah negara kesatuan yang berbeda dengan negara federal. Frasa dibagi berarti bahwa adalah bagian yang utuh, satu dan tunggal yaitu Indonesia.

Negara kesatuan adalah bentuk yang paling ideal bagi bangsa ini ketika mendirikan negara. Hal ini tidak terlepas dari sejarah perjuangan bangsa ini. Selain itu, negara kesatuan juga dianggap lahir dari bangsa ini sendiri, sehingga mudah untuk diterima khalayak bangsa ini. Hari ini tugas bangsa ini adalah merawat negara kesatuan yang merupakan milik bersama, yang bukan milik pendahulu atau generasi selanjutnya, atau bahkan milik kelompok tertentu. Keberbedaan sejatinya adalah elemen penting dalam menopang negara kesatuan dalam mencapai tujuan dan mewujudkan cita-citanya.

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ferdinand Waskita

TRIBUNNEWS.COM,JAKARTA - Pakar Psikologi Politik Hamdi Muluk menyayangkan bentuk negara kesatuan. Ia mengusulkan ide pembentukan negara federal.

"Negara kita negara kesatuan, ketimpangan antara pusat dan daerah jauh. Banyak mudaratnya daripada bagusnya. Semua ukuran di pusat," kata Hamdi Muluk dalam diskusi di Hotel Morrissey, Jakarta, Minggu [5/5/2013].

Menurut Hamdi, Indonesia lebih cocok memakai sistem negara federal. Pasalnya tidak semua urusan menggunakan konsep sentralistik seperti saat ini.

"Kalau kita lihat negara federal itu pola ideal, efektifitas managemen enggak mungkin Sabang sampai Merauke sentralistik," ujarnya.

Ia mencontohkan pelaksanaan UN yang gagal karena memakai sistem sentralistik. Menurutnya, kebutuhan masyarakat lokal seharusnya diatur oleh pemerintah daerah.

"Maka Gubernur negara bagian yang berdaulat, politik yang hangat politik yang lokal. Negara federal secara empiris terbukti membuat daerah itu berkembang," imbuhnya.

Ia mengatakan negara-negara maju yang menggunakan konsep negara federal berkembang diberbagai bidang. Setiap negara bagian memiliki universitas berkualitas. Kemudian ekonomi bertumbuh dengan pesat.

"Dari lubuk hati saya, saya mengaggumi Bung Hatta yang mendukung konsep federal. Lalu Romo Mangunwijaya. Saya juga terpaksa bermigrasi ke pusat, jika negara federal, saya tetap di daerah," ujar Guru Besar UI ini.

Sebelumnya dari hasil survei Pol-Track Institute memaparkan hasil survei opinion leaders bertajuk 'Mencari Kandidat Alternatif 2014: Figur Potensial dari Daerah' mengatakan ada banyak figur daerah yang layak dan potensial menjadi kandidat alternatif di 2014 yakni mereka yang telah terbukti dan berprestasi memimpin daerahnya.

Kejenuhan publik terhadap figur lama yang muncul dalam Pemilu 2014 juga mendorong munculnya nama-nama alternatif yang menjanjian tetapi belum diwacanakan.

Joko Widodo mendapatkan bobot 82,54 persen, Tri Rismaharini 76,33 persen, Fadel Muhammad 70,38 persen disusul Syahrul  Yasin Limpo 70,31 persen. Sementara Isran Noor memperoleh 70,14 persen dan Gamawan Fauzi di angka 70 persen.

Survei dilaksanakan selama Januari hingga April 2013. Proses penarikan kandidat dimulai dari daftar figur yang pernah memimpin daerah baik gubernur, bupati maupun walikota selama minimal separuh periode masa jabatan lima tahun. Dari 100 kepala daerah terbaik, diseleksi 14 terbaik melalui metode focus group discussion yang dinilai oleh 100 juri dari akademisi, pakar daerah, politisi senior, tokoh pemuda, jurnaslis, pemimpin LSM, serta tokoh masyarakat.

Menurut Hamdi, politisi yang berkiprah di nasional  punya pengalaman eksekusi seluas gubernur.

"Tidak pernah intensif memimpin ke dalam. Jadi pilihannya sekarang ada pemimpin di politik nasional tapi dia enggak pernah eksekusi," tukasnya.

Video yang berhubungan

Bài Viết Liên Quan

Bài mới nhất

Chủ Đề