Tidak semua anak yatim berhak menerima pembagian zakat mengapa demikian

Zakat fitrah untuk yatim? Seperti yang diketahui agama Islam mewajibkan segenap umatnya [yang mampu] untuk menunaikan zakat. Selain membersihkan harta, zakat juga bertujuan untuk mengatasi kesenjangan ekonomi di tengah masyarakat. Secara umum, zakat sendiri dibagi menjadi dua jenis, yakni zakat fitrah dan zakat maal [zakat harta].

“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat tersebut engkau membersihkan dan mensucikan mereka.” [QS. At-Taubah: 103]

“Islam dibangun di atas lima hal: kesaksian sesungguhnya tiada Tuhan selain Allah dan sesungguhnya Muhammad utusan Allah, melaksanakan shalat, membayar zakat, haji, dan puasa Ramadhan.” [HR Bukhari Muslim]

Bolehkah Yatim Piatu Menerima Zakat?

Orang yang mengeluarkan zakat disebut muzakki, sedangkan penerimanya adalah mustahiq. Adapun yang termasuk mustahiq adalah: fakir, miskin, hamba sahaya atau budak, mualaf, orang yang terlilit utang, fisabilillah [orang yang berperang menegakkan agama Allah], musafir, serta amil [panitia] zakat.

Nah, berdasarkan penggolongan mustahiq di atas, muncul pertanyaan baru. Apakah diperbolehkan memberi zakat fitrah untuk yatim piatu? Mengingat dalam QS At-Taubah ayat 60 mereka tidak termasuk salah satu mustahiq yang berhak menerima zakat.

Untuk menjawab pertanyaan tersebut, yuk tengok sejenak penjelasan dari Imam Abu Bakar Al-Husaini Al-Hishni As-Syafi’i dalam kitab Kifayatul Akhyar [bab Zakat] berikut:

“Anak [yatim] yang masih kecil tatkala tidak ada yang menafkahinya, maka sebagian pendapat mengatakan tidak diberi zakat sebab tercukupi dengan bagian anak yatim yang diperoleh dari ghanimah [harta rampasan dari orang kafir]. Namun menurut pendapat yang paling shohih, bahwa anak tersebut boleh diberi zakat dan disalurkan kepada pembinanya atau yang merawatnya.”

Nah, merujuk pada penjelasan di atas tentu dapat ditarik kesimpulan bahwa memberikan zakat fitrah untuk yatim piatu hukumnya diperbolehkan, selama mereka memang memenuhi syarat sebagai penerima zakat, misalnya fakir/miskin, belum mandiri, tidak mendapat nafkah dari keluarga karena suatu hal [orang tua sakit/meninggal], dsb.

Imam Ibn Utsaimin dalam Majmu’ Fatawa mengatakan:

“Jika dia tinggal dalam keadaan fakir tidak memiliki pengganti orang tuanya yang menyantuninya dan tidak ada yang memberi nafkah untuknya, dia diberi zakat. Namun jika ada yang telah menafkahinya, dia sama sekali tidak berhak menerima zakat.”

Adapun pendapat yang menyatakan bahwa yatim piatu tidak berhak menerima zakat karena mereka sudah mendapat bagian dari ghanimah [harta rampasan perang] telah gugur, sebab sekarang sudah tidak ada lagi harta rampasan perang yang dikelola oleh pemerintah. 

Jadi, hukum memberi zakat kepada yatim piatu [dengan syarat tersebut di atas] adalah sah. Selanjutnya, zakat bisa diberikan kepada wakil, pihak, atau lembaga yang bertanggung jawab merawatnya, misalnya Rumah Yatim.

Salurkan Zakat ke Yatim Piatu via Aksiamal

Menyalurkan zakat kepada yatim piatu akan membawa banyak manfaat untuk mereka. Selain mencukupi kebutuhan dasarnya, hasil zakat juga bisa dipakai untuk memenuhi kebutuhan lain yang tidak kalah penting, misalnya sandang dan pendidikan.

Jadi, yuk jangan ragu-ragu untuk salurkan zakatmu ke Wujud Aksi Nyata melalui Aksiamal. Saat ini sudah ada lebih dari 100 yatim piatu dan dhuafa yang menerima manfaat dari program zakat ini, lho.

Donasiberkah.id – Sahabat Dermawan, mengenai perihal masalah zakat yang kita keluarkan kepada anak yatim apakah boleh atau tidak? dalam surah Al-Baqarah, ayat 215, Allah Ta’ala berfirman: “Mereka bertanya tentang apa yang mereka nafkahkan. Jawablah: “Apa saja harta yang kamu nafkahkan hendaklah diberikan kepada ibu-bapak, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan.” Dan apa saja kebaikan yang kamu buat, maka sesungguhnya Allah Maha Mengetahuinya.” Yuk kita simak artikel Bolehkah Menyerahkan Zakat kepada Anak Yatim dari Kerabat Sendiri ?

Sahabat, mengenai ayat di atas membahas harta yang kita keluarkan mengenai sedekah, infaq dan juga nafkah. Akan tetapi mengenai persoalan zakat beda lagi Kak. Sahabat mengenai hukum zakat sebagaimana yang ada di dalam Al-Qur’an. Allah Ta’ala berfirman :  : “Sesungguhnya zakat itu hanyalah untuk orang-orang fakir, orang miskin, amil zakat, para mualaf, hamba sahaya, orang yang berhutang, untuk jalan Allah, dan untuk orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai kewajiban dari Allah. Allah Maha Mengetahui, Maha Bijaksana” [QS. At-Taubah : 60].

                           Bolehkan Menyerahkan Zakat Kepada Anak Yatim

Sahabat, mengenai masalah zakat, ternyata anak yatim bisa dikatakan orang yang berhak menerima zakat. Apabila anak yatim tersebut belum terpenuhi kebutuhan dasar atau tidak ada orang yang menanggung kehidupannya secara penuh serta tidak memiliki harta. Jadi, yang menyebabkan anak yatim mendapatkan hak zakat bukan karena masalah dia sebagai anak yatim, akan tetapi sebagai orang miskin atau fakir.

Zakat Kepada Anak Yatim

Terkait dengan masalah zakat kepada anak yatim, seorang Ulama yakni Ibnu Utsaimin dalam Majmu’ Fatawa menuliskan, “anak yatim yang miskin berhak menerima zakat. Jika Anda menyerahkan zakat Anda kepada pengurus anak yatim miskin ini, zakat Anda sah apabila pengurus ini adalah orang yang amanah” Sebagian orang beranggapan bahwa anak yatim memiliki hak zakat, apapun keadaannya. Padahal tidak demikian. Karena kriteria yatim bukanlah termasuk salah satu yang berhak mengambil zakat.

Sebagaimana Allah Ta’ala berfirman seperti ayat yang di atas  mengenai golongan yang berhak menerima zakat. Sahabat, jika anak yatim tersebut memenuhi persyaratan dari 8 golongan yang sudah dijelaskan di atas, maka anak yatim berhak untuk mendapatkan zakat kita Kak. Namun jika anak yatim tersebut hidup dengan serba lebih [kecukupan], dan tidak termasuk golongan 8 diatas, maka tidak berhak untuk menerima zakat.

Yuk Zakat Untuk Anak Yatim

Yuk Kak, tunaikan zakat kepada anak yatim sangat membutuhkan bantuan, sebab mereka harus berjuang memenuhi kebutuhan hidup mereka. Di karenakan tidak ada lagi yang memenuhi kebutuhan mereka. Dan insya Allah, Allah akan berikan keberkahan kepada siapa saja yang mau menyantuni dan memelihara anak yatim. 

Sebagian orang memahami bahwa setiap yatim, di tempat kita memilah antara yatim-piatu, yatim dan piatu, mereka berhak mendapat zakat atau bagian dari ashnaf yang berhak mendapatkan zakat. Padahal tidak selamanya seperti itu. Ashnaf [golongan] yang berhak menerima zakat sudah ditetapkan dalam Al Qur’an sejumlah 8 golongan. Kita tidak bisa seenaknya menetapkan yatim sebagai ashnaf zakat kecuali dengan dalil.

Terbatasnya Golongan yang Menerima Zakat

Golongan yang berhak menerima zakat [mustahiq] ada 8 golongan sebagaimana telah ditegaskan dalam Al Qur’an Al Karim pada ayat berikut,

إِنَّمَا الصَّدَقَاتُ لِلْفُقَرَاءِ وَالْمَسَاكِينِ وَالْعَامِلِينَ عَلَيْهَا وَالْمُؤَلَّفَةِ قُلُوبُهُمْ وَفِي الرِّقَابِ وَالْغَارِمِينَ وَفِي سَبِيلِ اللَّهِ وَابْنِ السَّبِيلِ فَرِيضَةً مِنَ اللَّهِ وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ

“Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk [1] orang-orang fakir, [2] orang-orang miskin, [3] amil zakat, [4] para mu’allaf yang dibujuk hatinya, [5] untuk [memerdekakan] budak, [6] orang-orang yang terlilit utang, [7] untuk jalan Allah dan [8] untuk mereka yang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana” [QS. At Taubah: 60]. Ayat ini dengan jelas menggunakan kata “innama” yang memberi makna hashr [pembatasan]. Ini menunjukkan bahwa zakat hanya diberikan untuk delapan golongan tersebut, tidak untuk yang lainnya.[1]

Bagaimana dengan Anak Yatim?

Sebagaimana keterangan para ulama, yatim adalah orang yang ditinggal mati orang tuanya sebelum ia baligh [dewasa][2]. Istilah dalam Al Qur’an demikian dan hal itu sama dengan yatim-piatu, yatim atau piatu.

Jika yatim termasuk dalam 8 ashnaf di atas, semisal ia fakir atau miskin, maka boleh diberikan zakat untuknya. Sehingga tidak selamanya anak yatim berhak mendapatkan zakat. Karena anak yatim pun ada yang kaya atau berkecukupan dengan harta.

Keterangan Para Ulama

Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abdillah bin Baz -mufti kerajaan Saudi Arabia- di masa silam ditanya,
“Apakah merawat anak yatim termasuk dalam penyaluran zakat?”

Beliau rahimahullah menjawab, “Jika yatim itu fakir [miskin], maka ia bagian dari orang-orang yang berhak menerima zakat, ia masuk golongan fakir dan miskin. Jika ia tinggal dalam keadaan fakir tidak memiliki pengganti orang tuanya yang menyantuninya dan tidak ada yang memberi nafkah untuknya, maka ia diberi zakat. Namun jika ada yang telah menafkahinya, ia sama sekali tidak berhak menerima zakat.”[3]

Syaikh Muhammad bin Sholih Al ‘Utsaimin menerangkan, “Wajib kita ketahui bahwa zakat sebenarnya bukanlah untuk anak yatim. Zakat itu disalurkan untuk fakir, miskin dan ashnaf [golongan] penerima zakat lainnya. Anak yatim bisa saja kaya karena ayahnya meninggalkan harta yang banyak untuknya. Bisa jadi ia punya pemasukan rutin dari dhoman al ijtima’i atau dari pemasukan lainnya yang mencukupi. Oleh karenya, kami katakan bahwa wajib bagi wali yatim untuk tidak menerima zakat ketika yatim tadi sudah hidup berkecukupan. Adapun sedekah, maka itu sah-sah saja [disunnahkan] diberikan pada yatim walau ia kaya.”[4]

Dalam perkataan lainnya, Syaikh Ibnu ‘Utsaimin rahimahullah menjelaskan, “Perlu diperhatikan bahwa sebagian orang salah paham, ia sangka anak yatim boleh menerima zakat dalam segala keadaan. Padahal tidak seperti itu. Karena yatim tidak selamanya boleh mendapatkan zakat. Anak yatim tidaklah mendapatkan zakat kecuali jika dia termasuk delapan ashnaf [golongan yang berhak menerima zakat]. Dan asalnya yatim apalagi kaya, tidaklah menerima zakat sama sekali.”[5]

Semoga sajian di akhir-akhir Ramadhan ini bermanfaat. Wallahu waliyyut taufiq.

@ Pesantren Darush Sholihin, Panggang-GK, 26 Ramadhan 1433 H

www.rumaysho.com

[1] Lihat Al Mawsu’ah Al Fiqhiyah, 23: 312.

[2] Tafsir Juz ‘Amma, Syaikh Muhammad bin Sholih Al ‘Utsaimin, hal. 330, terbitan Daruts Tsaroya.

[3] Sumber fatwa: //www.binbaz.org.sa/mat/13944

[4] Majmu’ Fatawa Ibnu ‘Utsaimin, 18: 307

[5] Majmu’ Al Fatawa Ibnu ‘Utsaimin, 18: 353

Video yang berhubungan

Bài mới nhất

Chủ Đề