Mengapa vaksin dibuat melalui proses bioteknologi berikan alasannya

Pemerintah saat ini sedang sangat serius dalam menanggulangi pandemi Covid-19.mulai dari melakukan PPKM darurat pada tanggal 3 Juli 2021 yang lalu, hingga melakukan upaya import vaksin Covid-19 yang dipergunakan untuk seluruh masyarakat Indonesia guna mengejar angka Herd Immunity  yaitu di angka 70%.

Melihat angka kasus paparan yang masih terus meningkat meskipun kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat [PPKM] dilaksanakan sejak tanggal 3 Juli 2021 yang lalu. Akhirnya pemerintah memberikan target untuk dapat melaksanakan vaksinasi kepada seluruh masyarakat Indonesia hingga dua juta dosis dalam satu hari. Namun dalam proses pelaksanaannya, masih banyak masyarakat yang belum berani untuk melakukan vaksin karena hoax yang massif tersebar media sosial. 

Untuk melawan hoax yang beredar di sosial media, pemerintah memberikan edukasi dengan memberikan empat manfaat dari vaksinasi Covid-19 melalui situs – situs resmi pemerintah. Berikut diantaranya :

Merangsang Sistem Kekebalan Tubuh
Vaksin yang terdiri dari berbagai produk biologi dan bagian dari virus yang sudah dilemahkan yang disuntikkan ke dalam manusia, akan merangsang timbulnya imun atau daya tahan tubuh seseorang. 

Mengurangi Risiko Penularan
Tubuh seseorang yang telah disuntikkan vaksin, akan merangsang antibodi untuk belajar dan mengenali virus yang telah dilemahkan tersebut. Dengan demikian, tubuh akan mengenai virus dan mengurang risiko terpapar.

Mengurangi Dampak Berat dari Virus
Dengan kondisi kekebalan tubuh yang telah mengenali virus, maka jika sistem imun seseorang kalah dan kemudian terpapar, maka dampak atau gejala dari virus tersebut akan mengalami pelemahan.

Mencapai Herd Immunity
Semakin banyak individu yang melakukan vaksin di sebuah daerah atau negara, maka Herd Immunity akan tercapai, sehingga meminimalisir risiko paparan dan mutasi dari virus Covid-19

Dengan adanya informasi diatas, diharapkan masyarakat akan mendapatkan kesadaran bersama tentang penting nya melakukan vaksinasi di tengah pandemi yang melanda saat ini.

Ihsan Tria Pramanda, Pengajar Fakultas Biotechnology, Indonesia International Institute for Life Science [i3L]

Laporan Wartawan Tribunnews Choirul Arifin

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Untuk mengendalikan penyakit yang telah menginfeksi lebih dari 23 juta orang di seluruh dunia, berbagai perusahaan berlomba membuat vaksin dan obat Covid-19.

Salah satu kunci dalam penemuan vaksin tersebut berasal dari kemampuan penerapan ilmu bioteknologi.

Bioteknologi merupakan cabang ilmu biologi yang mempelajari teknologi pemanfaatan makhluk hidup dalam skala besar untuk menghasilkan produk yang berguna bagi manusia.

Vaksin merupakan sediaan biologis yang diberikan kepada individu sehat untuk menyiapkan sistem kekebalan tubuh terhadap serangan infeksi bakteri atau virus patogen [penyebab penyakit].

Vaksin dapat berisi patogen yang sudah dilemahkan atau komponen antigen [dikenali oleh sistem imun] dari patogen tersebut, biasanya berupa protein di permukaan sel atau partikel virus yang dapat dikenali oleh antibodi pada sistem imun.

Ihsan Tria Pramanda, Pengajar Fakultas Biotechnology, Indonesia International Institute for Life Science [i3L] menyatakan, pengembangan vaksin terkait erat dengan bioteknologi.

Teknik-teknik bioteknologi modern seperti rekayasa genetika dan kultur sel memungkinkan pengembangan vaksin dilakukan dengan efektif, cepat, dan ekonomis.

Baca: Neraca Dagang Indonesia Surplus di Masa Covid-19, Wamendag Jerry Sambuaga: Banyak yang Belum Tahu 

Teknologi DNA rekombinan memungkinkan antigen dari suatu patogen untuk diproduksi pada sel inang yang relatif tidak patogenik [misalnya bakteri E. coli atau ragi] sehingga tidak perlu dipanen langsung dari patogen aslinya.

“Selain itu, saat ini juga sedang dikembangkan vaksin berbahan dasar materi genetik [DNA atau RNA] dari patogen [termasuk untuk COVID-19] sehingga produksi antigen dapat langsung terjadi pada tubuh individu penerima vaksin,” Kata Ihsan dalam keterangan resminya, hari ini, Senin [24/8/2020].

Warta Ekonomi, Jakarta -

Untuk mengendalikan penyakit yang telah menginfeksi lebih dari 23 juta orang di seluruh dunia, berbagai perusahaan berlomba membuat vaksin dan obat COVID-19.Salah satu kunci dalam penemuan vaksin tersebut berasal dari kemampuan penerapan ilmu bioteknologi.

Bioteknologi merupakan cabang ilmu biologi yang mempelajari teknologi pemanfaatan makhluk hidup dalam skala besar untuk menghasilkan produk yang berguna bagi manusia. Vaksin merupakan sediaan biologis yang diberikan kepada individu sehat untuk menyiapkan sistem kekebalan tubuh terhadap serangan infeksi bakteri atau virus patogen [penyebab penyakit]. Vaksin dapat berisi patogen yang sudah dilemahkan atau komponen antigen [dikenali oleh sistem imun] dari patogen tersebut, biasanya berupa protein di permukaan sel atau partikel virus yang dapat dikenali oleh antibodi pada sistem imun.

Ihsan Tria Pramanda, Pengajar Fakultas Biotechnology, Indonesia International Institute for Life Science [i3L] menyatakan, pengembangan vaksin terkait erat dengan bioteknologi. Teknik-teknik bioteknologi modern seperti rekayasa genetika dan kultur sel memungkinkan pengembangan vaksin dilakukan dengan efektif, cepat, dan ekonomis. Teknologi DNA rekombinan memungkinkan antigen dari suatu patogen untuk diproduksi pada sel inang yang relatif tidak patogenik [misalnya bakteri E. coli atau ragi] sehingga tidak perlu dipanen langsung dari patogen aslinya.

Baca Juga: Pihak Mana yang Diuntungkan Uji Klinis Vaksin? Jawaban Pakar...

“Selain itu, saat ini juga sedang dikembangkan vaksin berbahan dasar materi genetik [DNA atau RNA] dari patogen [termasuk untuk COVID-19] sehingga produksi antigen dapat langsung terjadi pada tubuh individu penerima vaksin,” Kata Ihsan dalam keterangan resminya, hari ini.

Produksi vaksin secara komersil juga menerapkan disiplin bioteknologi yang disebut bioproses. Mencakup proses hulu [seperti penyiapan media tumbuh, sel produksi, dan optimasi kondisi produksi] hingga proses hilir [pemanenan produk, pemurnian produk, serta penanganan limbah produksi].

Ihsan menjelaskan bahwa metode baku dalam pembuatan vaksin bergantung pada tipe vaksin yang ingin diproduksi. Beberapa vaksin menggunakan sel atau partikel patogen secara langsung. Untuk tipe ini, patogen ditumbuhkan langsung pada medium pertumbuhan spesifik [atau pada kultur sel hidup untuk patogen virus] dan kemudian dipanen setelah mencapai jumlah tertentu. Sel atau partikel patogen kemudian dilemahkan [atenuasi] atau “dimatikan” [inaktivasi]. Misalnya dengan panas atau zat kimia tertentu, sebelum diformulasikan sebagai sediaan vaksin proses produksi vaksin tipe ini relatif sederhana dan fasilitas untuk produksi skala besar sudah banyak tersedia.

“Namun masih ada resiko patogen kembali aktif serta titer [jumlah] antigen yang dihasilkan relatif terbatas,” ungkapnya.

Untuk vaksin yang berbahan dasar protein, gen pengkode protein tersebut dapat disisipkan ke dalam plasmid dan lalu ditransformasikan ke sel inang [misalnya bakteri E. coli atau sel mamalia] yang kemudian akan mengekspresikan gen tersebut menjadi protein. Protein yang dihasilkan kemudian dipanen, dimurnikan, dan diformulasikan menjadi sediaan vaksin. Proses produksi vaksin tipe ini relatif lebih kompleks karena membutuhkan unit operasi tambahan, namun bisa memperoleh titer antigen yang sangat tinggi.

Proses produksi vaksin berbahan dasar materi genetik lebih sederhana karena urutan DNA dan RNA dapat didesain sesuai kemauan lalu diperbanyak dengan mudah dan cepat [berdasarkan konsep replikasi materi genetik]. Kelemahannya, vaksin tipe ini belum terbukti efektifitasnya secara in vivo sehingga masih dianggap sebagai teknologi alternatif yang masih perlu digali potensinya.

Baca Juga: Bukan Main-main, Ini Tahapan Vaksin Corona, Gak Asal...

Ihsan mengungkapkan bioteknologi berpengaruh dalam resiko pembuatan vaksin. Untuk itu, bioteknologi berperan penting untuk memastikan vaksin yang diproduksi aman dan efektif. Mulai dari desain dan studi eksplorasi komponen vaksin [misalnya protein antigen], perlu dipastikan bahwa komponen tersebut memang yang bersifat antigenik dan imunogenik sehingga akan bekerja efektif pada tubuh penerima.

Selain itu, selama proses produksi vaksin skala besar, perlu dipastikan bahwa vaksin yang diperoleh di akhir produksi memenuhi standar. Vaksin protein harus bebas dari sisa-sisa medium produksi, komponen sel inang produksi, serta pengotor atau kontaminan yang mungkin masuk dari luar.

“Pada vaksin berbasis sel atau partikel patogen, metode atenuasi dan inaktivasi yang digunakan harus benar-benar tepat dan efektif sehingga mengurangi resiko patogen kembali aktif dan timbulnya efek samping pada individu penerima vaksin,” pungkas Ihsan.

BMC – Bioteknologi adalah suatu teknik modern untuk mengubah bahan mentah melalui transformasi biologi sehingga menjadi produk yang berguna. Supriatna [1992 ] memberi batasan tentang arti bioteknologi secara lebih lengkap, yakni: pemanfaatan prinsip–prinsip ilmiah dan kerekayasaan terhadap organisme, sistem atau proses biologis untuk menghasilkan dan atau meningkatkan potensi organisme maupun menghasilkan produk dan jasa bagi kepentingan hidup manusia.

Bioteknologi [1] : Konsep dasar dan perkembangan

Bioteknologi di masa lampau [konvensional]

Bioteknologi sederhana sudah dikenal oleh manusia sejak ribuan tahun yang lalu.

  • 8000 SM Pengumpulan benih untuk ditanam kembali. Bukti bahwa bangsa Babilonia, Mesir, dan Romawi melakukan praktik pengembangbiakan selektif [seleksi artifisal] untuk meningkatkan kualitas ternak.
  • 6000 SM Pembuatan bir, fermentasi anggur, membuat roti, membuat tempe dengan bantuan ragi
  • 4000 SM Bangsa Tionghoa membuat yogurt dan keju dengan bakteri asam laktat
  • 1500 Pengumpulan tumbuhan di seluruh dunia
  • 1665 Penemuan sel oleh Robert Hooke[Inggris] melalui mikroskop.
  • 1800 Nikolai I. Vavilov menciptakan penelitian komprehensif tentang pengembangbiakan hewan
  • 1880 Mikroorganisme ditemukan
  • 1856 Gregor Mendel mengawali genetika tumbuhan rekombinan
  • 1865 Gregor Mendel menemukan hukum hukum dalam penyampaian sifat induk ke turunannya.
  • 1919 Karl Ereky, insinyur Hongaria, pertama menggunakan kata bioteknologi
  • 1970 Peneliti di AS berhasil menemukan enzim pembatas yang digunakan untuk memotong gen gen
  • 1975 Metode produksi antibodi monoklonal dikembangkan oleh Kohler dan Milstein
  • 1978 Para peneliti di AS berhasil membuat insulin dengan menggunakan bakteri yang terdapat pada usus besar
  • 1980 Bioteknologi modern dicirikan oleh teknologi DNA rekombinan. Model prokariot-nya, E. coli, digunakan untuk memproduksi insulin dan obat lain, dalam bentuk manusia. Sekitar 5{f96eda6f8618a63bcc95c2e2e67272e5834b316e5a9a9c3aeb9c545dc6b63cdc} pengidap diabetes alergi terhadap insulin hewan yang sebelumnya tersedia.
  • 1992 FDA menyetujui makanan GM pertama dari Calgene: tomat “flavor saver”
  • 2000 Perampungan Human Genome Project

Contoh produk bioteknologi konvensional, misalnya:

  • di bidang pangan ada pembuatan bir, roti, maupun keju yang sudah dikenal sejak abad ke-19,
  • pemuliaan tanaman untuk menghasilkan varietas-varietas baru di bidang pertanian, serta pemuliaan dan reproduksi hewan.
  • di bidang medis, antara lain dengan penemuan vaksin, antibiotik, dan insulin walaupun masih dalam jumlah yang terbatas akibat proses fermentasi yang tidak sempurna. Perubahan signifikan terjadi setelah penemuan bioreaktoroleh Louis Pasteur. Dengan alat ini, produksi antibiotik maupun vaksin dapat dilakukan secara massal.

Bioteknologi modern

Sekarang bioteknologi berkembang sangat pesat, terutama di negara negara maju. Kemajuan ini ditandai dengan ditemukannya berbagai macam teknologi semisal:

  • Rekayasa genetika, kultur jaringan, DNA rekombinan, pengembangbiakan sel induk, kloning, dan lain-lain. Teknologi ini memungkinkan kita untuk memperoleh penyembuhan penyakit-penyakit genetik maupun kronis yang belum dapat disembuhkan, seperti kanker ataupun AIDS.
  • Penelitian di bidang pengembangan sel induk juga memungkinkan para penderita stroke ataupun penyakit lain yang mengakibatkan kehilangan atau kerusakan pada jaringan tubuh dapat sembuh seperti sediakala.
  • Di bidang pangan, dengan menggunakan teknologi rekayasa genetika, kultur jaringan dan DNA rekombinan, dapat dihasilkan tanaman dengan sifat dan produk unggul karena mengandung zat gizi yang lebih jika dibandingkan tanaman biasa, serta juga lebih tahan terhadap hama maupun tekanan lingkungan.
  • Penerapan bioteknologi di saat ini juga dapat dijumpai pada pelestarian lingkungan hidup dari polusi. Misalnya saja penguraian minyak bumi yang tertumpah ke laut oleh bakteri, dan penguraian zat-zat yang bersifat toksik [racun] di sungai atau laut dengan menggunakan bakteri jenis baru.

Berikut ini adalah daftar kemajuan bidang bioteknologi yang telah diaplikasikan. Mayoritas didominasi oleh bidang peternakan, perikanan, dan kesehatan.

Bioteknologi dalam Bidang Peternakan dan Perikanan

Penggunaan bioteknologi guna meningkatkan produksi peternakan meliputi :

  • teknologi produksi, seperti inseminasi buatan, embrio transfer, kriopreservasi embrio, fertilisasi in vitro, sexing sperma maupun embrio, cloning dan spliting.
  • rekayasa genetika, seperti genome maps, masker asisted selection, transgenik, identifikasi genetik, konservasi molekuler,
  • peningkatan efisiensi dan kualitas pakan, seperti manipulasi mikroba rumen,
  • bioteknologi yang berkaitan dengan bidang veteriner [Gordon, 1994; Niemann dan Kues, 2000].

Teknologi reproduksi yang telah banyak dikembangkan adalah:

  • transfer embrio berupa teknik Multiple Ovulation and Embrio Transfer [MOET]. Teknik ini telah diaplikasikan secara luas di Eropa, Jepang, Amerika dan Australia dalam dua dasawarsa terakhir untuk menghasilkan anak [embrio] yang banyak dalam satu kali siklus reproduksi.
  • cloning telah dimulai sejak 1980-an pada domba. Saat ini pembelahan embrio secara fisik [embryo spliting] mampu menghasilkan kembar identik pada domba, sapi, babi dan kuda.
  • produksi embrio secara in vitro: teknologi In vitro Maturation [IVM], In Vitro Fertilisation [IVF], In Vitro Culture [IVC], telah berkembang dengan pesat. Kelinci, mencit, manusia, sapi, babi dan domba telah berhasil dilahirkan melalui fertilisasi in vitro [Hafes, 1993].

Di Indonesia, transfer embrio mulai dilakukan pada tahun 1987. Dengan teknik ini seekor sapi betina, mampu menghasilkan 20-30 ekor anak sapi [pedet] pertahun. Penelitian terakhir membuktikan bahwa, menciptakan jenis ternak unggul sudah bukan masalah lagi. Dengan teknologi transgenik, yakni dengan jalan mengisolasi gen unggul, memanipulasi, dan kemudian memindahkan gen tersebut dari satu organisme ke organisme lain, maka ternak unggul yang diinginkan dapat diperoleh.

Babi transgenik, di Princeton Amerika Serikat, kini sudah berhasil memproduksi hemoglobin manusia sebanyak 10 – 15 {f96eda6f8618a63bcc95c2e2e67272e5834b316e5a9a9c3aeb9c545dc6b63cdc} dari total hemoglobin manusia, bahkan laporan terakhir mencatat adanya peningkatan persentasi hemoglobin manusia yang dapat dihasilkan oleh babi transgenik ini.

Bioteknologi dalam Bidang Kesehatan dan Pengobatan

Suatu terobosan baru telah dilakukan di Colorado AS. Pasangan Jack dan Lisa melakukan program bayi tabung bukan semata-mata untuk mendapatkan turunan, tetapi karena perlu donor bagi putrinya Molly yang berusia 6 tahun dan menderita penyakit fanconi anemia. Fanconi anemia adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh tidak berfungsinya sumsum tulang belakang sebagai penghasil darah. Jika dibiarkan akan menyebabkan penyakit leukemia. Satu-satunya pengobatan adalah melakukan pencakokkan sumsum tulang dari saudara sekandung, tetapi masalahnya, Molly adalah anak tunggal. Teknologi bayi tabung diterapkan untuk mendapatkan anak yang bebas dari penyakit fanconi anemia. Melalui teknik “Pra Implantasi genetik diagnosis” dapat dideteksi embrio-embrio yang membawa gen fanconi. Dari 15 embrio yang dihasilkan, ternyata hanya 1 embrio yang terbebas dari gen fanconi. Embrio ini kemudian ditransfer ke rahim Lisa dan 14 embrio lainnya dimusnahkan. Bayi tabung ini lahir 29 Agustus 2000 yang lalu, dan beberapa jam setelah lahir, diambil sampel darah dari umbilical cord [pembuluh darah yang menghubungkan bayi dengan placenta] untuk ditransfer ke darah Molly. Sel-sel dalam darah tersebut diharapkan akan merangsang sumsum tulang belakang Molly untuk memproduksi darah.

Kontroversi

Dalam perkembangannya, kemajuan di bidang bioteknologi tak lepas dari berbagai kontroversi. Sebagai contoh:

  • teknologi kloning dan rekayasa genetika terhadap tanaman pangan mendapat kecaman dari bermacam-macam golongan terutama kaum konservatif religius
  • pro dan kontra penggunaan tanaman transgenik, salah satu contohnya adalah kapas transgenik. Pihak yang pro, terutama para petinggi dan wakil petani yang tahu betul hasil uji coba di lapangan memandang kapas transgenik sebagai mimpi yang dapat membuat kenyataan, sedangkan Pihak yang kontra, sangat ekstrim mengungkapkan berbagai bahaya hipotetik tanaman transgenik [Tajudin, 2001].
  • selain kapas, Setyarini [2000] memaparkan tentang kontroversi penggunaan tanaman jagung yang telah direkayasa secara genetik untuk pakan unggas. Kekhawatiran yang muncul adalah produk akhir unggas Indonesia akan mengandung genetically modified organism [ GMO ].
  • masalah lain yang menjadi kekhawatiran berbagai pihak adalah potensinya dalam mengganggu keseimbangan lingkungan antara lain serbuk sari jagung dialam bebas dapat mengawini gulma-gulma liar, sehingga menghasilkan gulma unggul yang sulit dibasmi. Sebaliknya, kelompok masyarakat yang pro mengatakan bahwa dengan jagung transgenik selain akan mempercepat swa sembada jagung, manfaat lain adalah jagung yang dihasilkan mempunyai kualitas yang hebat, kebal terhadap serangan hama sehingga petani tidak perlu menyemprot pestisida.

Bagaimana cara kita menyikapinya? Satu-satunya jalan adalah dengan melakukan beberapa tahapan pengujian, studi kelayakan, serta sistem pengawasan yang ketat oleh instansi yang berwenang. Disini, pihak peneliti memegang peranan penting dalam mengungkap dan membuktikan atau menyanggah berbagai kekhawatiran yang timbul [www.biologimediacenter.com]

Video yang berhubungan

Bài mới nhất

Chủ Đề