Pemanfaatan teknologi yang menimbulkan kerusakan sumber daya alam contohnya

Eksploitasi Sumber Daya Alam [SDA] di Indonesia secara berlebihan berpotensi menimbulkan kerusakan lingkungan yang lebih luas. Kondisi ini semakin pelik, mengingat pelanggaran peruntukan tata ruang di berbagai daerah di Indonesia pun kian masif.

Lembaga Eksekutif Mahasiswa Universitas Islam Indonesia [LEM UII] terpantik menggelar kajian keilmuan bertemakan SDA Indonesia: Eksploitasi dan Nasib ke Depannya. Diskusi yang digelar secara daring ini, Jum’at [2/10], menghadirkan narasumber Annisa Nur Lathifah, S.Si., M.Biotech., M.Agr., Ph.D., yang merupakan Dosen Program Studi Teknik Lingkungan UII.

Annisa mengemukakan Indonesia disebut sebagai salah satu negara Mega Biodiversity yang dikaruniai dengan keanekaragaman hayati. Mempunyai 47 jenis ekosistem dimana 17 persen spesises flora fauna dari seluruh dunia Tidak hanya itu, Indonesia juga memiliki lebih dari 10 persen jasad renik dari seluruh dunia serta 940 jenis tanaman obat tradisional.

“Indonesia sangatlah kaya akan ekosistem, seperti ekosistem hutan hujan tropis yang sebagaian besar terletak di Kalimantan, Sumatera, dan Papua, hutan hujan tropis juga sebagai tempat berlindung flora dan fauna yang beraneka ragam,” terang Annisa.

Annisa menyebut, ekosistem laut Indonesia memiliki sejumlah keindahan biota laut yang tersembunyi, susunan biota ini terdiri dari beberapa macam organisme yang memiliki kalsium karbonat pada kulitnya. Terumbu karang juga merupakan rumah bagi hewan laut, dan Indonesia memiliki terumbu karang terbanyak di dunia, yakni 15 persen dari seluruh lautan di bumi.

Ekosistem mangrove menurut Annisa memiliki peran sebagai habitat dari spesies laut dan darat. Selain menjadi habitat bagi burung, serangga dan mamalia, hutan mangrove juga merupakan tempat sumber makanan dan tempat asuhan berbagai biota seperti ikan, udang dan kepiting. “Ekosistem sungai menjadi wadah serta jaringan yang terdiri dari komponen biotik dan abiotik juga sebagai tempat dimana ikan dapat hidup dan dipanen secara inklusif,” jelasnya.

Lebih lanjut Annisa memaparkan beberapa manfaat dari Biodiversitas. Dinataranya sebagai sumber pangan yang terdiri dari 4000 jenis tanaman dan hewan yang dijadikan makanan, obat, dan produk lain yaitu 250 buah. Tempat berlangsungnya proses ekologis antar makhluk hidup, seperti soil formation, nutrient cycling, water purification. Selain itu, ekosistem juga dijadikanan sebagai tempat rekreasi yang digunakan dengan berbagai aktivitas seperti hiking, fishing, dan camping.

Meskipun Indonesia merupakan negara dengan kawasan hutan terluas ke 8 di dunia dengan kawasan hutan seluas 120,6 juta hektare, atau sekitar 63 persen dari luas semua daratan Indonesia, deforestasi hutan Indonesia menduduki peringkat tertinggi ketiga di dunia pada tahun 2018. Sejak tahun 2015 sekitar 30 persen hutan konservasi rusak akibat perambahan hutan oleh masyarakat.

“Para peneliti mencatat bahwa tingkat kehilangan tutupan pohon di Indonesia telah menurun sebesar 60 persen, selain itu hilangnya hutannya primer di lahan gambut yang terlindungi juga telah turun hingga 88 persen antara tahun 2016 dan 2017,” imbuhnya.

Annisa menyebutkan bahwa luasan padang lamun di kawasan perlindungan laut Indonesia masih terancam, rata rata dari 58 persen menjadi 48 persen pada tahun 2016, dan 61 persen menjadi 55 persen pada tahun 2017. Hal ini dikarenakan faktor dari aktivitas manusia yaitu reklamasi pantai, polusi minyak, penambangan pasir dan karang, kualitas air yang buruk serta pencemaran sampah.

Dengan melakukan restoration merupakan suatu upaya cerdas, melakukan pemulihan untuk menjadikan lingkungan hidup atau bagiannya bisa berfungsi kembali. “Perubahan-perubahan yang dilakukan meskipun kecil, tatapi bisa memperbaiki kerusakan-kerusakan yang sudah mulai berdampak dan kita rasakan, mulailah dari habit kita dengan mengurangi penggunaan kantong plastik dan meminimalisir penggunaan kertas maupun tissue, serta menghemat penggunaan energi dan air,” tuturnya. [HA/RS]

TRIBUNNERS - Manusia, merupakan satu-satunya makhluk hidup di muka Bumi yang dianugerahi akal dan kecerdasan oleh Tuhan, oleh karena itu sudah seharusnya menjaga kekayaan alam yang ada di muka Bumi ini.

Dalam semua ajaran agama pun, manusia diajarkan untuk selalu menjaga kelestarian lingkungan dan keindahan alam.

Namun, beberapa manusia bertindak terlalu cerdas dengan mengeksploitasi kekayaan yang ada di alam secara habis-habisan.

Mereka berpikir bahwa alam telah menyediakan semua yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan mereka, sehingga mereka pikir tidak salah jika mereka menghabiskan kekayaan yang dimiliki oleh alam sampai tak bersisa.

Apalagi dengan bertambah pesatnya perkembangan teknologi yang ada sekarang ini membuat mereka semakin menjadi-jadi mengeruk kekayaan alam ini.

Salah satu contohnya adalah penebangan hutan yang semakin cepat dikarenakan adanya teknologi berupa gergaji mesin.

Sering juga kita lihat penggunaan alat berat untuk meratakan hutan yang lahannya akan dibuat entah itu untuk jalan raya, perumahan, dan lain sebagainya.

Bahkan, penggunaan teknologi pada kehidupan sehari-hari kita seperti smartphone, laptop, PC, dan lain sebagainya secara tidak langsung ikut berkontribusi terhadap rusaknya alam. Benda-benda tersebut jika sudah tidak terpakai, tentu akan dibuang begitu saja.

Masalahnya, benda-benda tersebut kebanyakan berasal dari bahan yang susah sekali diuraikan, sehingga jika dibiarkan akan menumpuk dan mengurangi keindahan lingkungan di sekitarnya.

Melihat fenomena tersebut, tentu membuat kita bertanya-tanya, apakah dengan adanya teknologi malah membawa dampak buruk bagi kelangsungan hidup manusia?

Tentu saja jawabannya bisa iya, bisa juga tidak. Tergantung dari cara kita menggunakannya. Namun, jika melihat kondisi sekarang, perkembangan teknologi malah cenderung memberikan dampak buruk bagi manusia.

Menurut Marshall McLuhan, salah satu dosen di University of Toronto, penemuan atau perkembangan teknologi itulah yang telah mengubah perilaku atau budaya pada manusia, atau yang biasa disebut sebagai Teori Determinisme Teknologi.

Mengacu pada teori tersebut, sudah jelas bahwa teknologi berdampak besar terhadap kehidupan manusia, entah itu baik atau buruk.

Teknologi membentuk individu bagaimana cara berpikir, berperilaku dalam masyarakat, dan teknologi tersebut mengarahkan manusia bergerak dari satu abad teknologi ke teknologi yang lain.

Teknologi memang mampu memberikan kemudahan bagi manusia dalam hampir semua hal, namun melihat perilaku dan budaya masyarakat yang ada sekarang, teknologi memberikan dampak buruk tidak hanya pada manusia sendiri tetapi juga pada lingkungan sekitar.

Salah satu pengaruh penggunaan teknologi yang berpengaruh besar pada kerusakan alam dan lingkungan adalah efek rumah kaca.

Efek rumah kaca merupakan peristiwa yang terjadi akibat pantulan panas di dalam rumah kaca yang digunakan petani untuk menanam sayur pada musim dingin di negara yang mengenal empat musim.

Pembuatan rumah kaca ini menghasilkan gas rumah kaca yang menyelimuti Bumi.

Panas matahari yang masuk ke Bumi dipantulkan kembali oleh rumah kaca, namun karena adanya gas rumah kaca tadi maka panas matahari yang sudah dipantulkan oleh rumah kaca tadi, dipantulkan kembali ke Bumi oleh gas rumah kaca, sehingga menyebabkan panas matahari terperangkap di Bumi dan mengakibatkan suhu Bumi meningkat.

Meningkatnya suhu Bumi menyebabkan orang-orang di Bumi terutama di negara-negara tropis memilih menggunakan AC [Air Conditioner].

Padahal penggunaan AC pun juga berpengaruh pada kerusakan lingkungan, karena AC menghasilkan gas CFC [klorofluorokarbon] yang dapat menyebabkan lubang-lubang pada lapisan ozon.

Emisi CFC yang mencapai stratosfer menyebabkan laju penguraian molekul-molekul ozon lebih cepat dari pembentukannya, sehingga terbentuk lubang-lubang pada lapisan ozon.

Penggunaan kendaraan bermotor juga berkontribusi besar pada rusaknya lingkungan. Banyak masyarakat terutama di kota-kota besar menggunakan kendaraan pribadi sebagai transportasi.

Menurut data dari Badan Pusat Statistik [BPS] pada tahun 2014 terdapat sebanyak 114,2 juta kendaraan bermotor. Jumlah tersebut selalu mengalami peningkatan setiap tahunnya.

Banyaknya kendaraan pribadi menyebabkan semakin banyaknya polusi yang dihasilkan akibat asap kendaraan bermotor. Padahal banyak dari masyarakat tersebut yang seharusnya tidak atau belum membutuhkan kendaraan pribadi.

Sikap manusia yang terlalu tergantung pada teknologi, malah membawa manusia kepada kehancuran. Walaupun banyak kemudahan yang diberikan dengan teknologi, efek samping yang dihasilkan dari teknologi, terutama terhadap lingkungan tidak bisa dianggap remeh.

Kebanyakan dari kita telah dibutakan oleh canggihnya teknologi yang ada, sehingga tidak mempedulikan lingkungan di sekitar kita. Tentu kita tidak mau hal tersebut terus berlanjut sampai ke anak cucu kita nanti.

Oleh karena itu, kita, sebagai manusia, tinggal memilih, mau terus-terusan bergantung pada teknologi yang ‘katanya’ banyak memberi kemudahan atau menggunakan teknologi dengan sewajarnya dan membantu menyelamatkan dunia tempat kita tinggal sekarang dari kehancuran?

Video yang berhubungan

Bài mới nhất

Chủ Đề