Peradaban Islam mencapai puncak kejayaan terjadi pada masa pemerintahan khalifah

Jakarta -

Dinasti Abbasiyah mengawali puncak kejayaannya pada masa pemerintahan Khalifah Harun Ar-Rasyid. Semasa ia memerintah, ilmu pengetahuan di Kota Baghdad berkembang pesat.

Dinasti Abbasiyah merupakan dinasti kedua dalam sejarah Islam klasik yang berkuasa selama lima setengah abad, kurang lebih 524 tahun. Keberadaan daulah ini menggantikan dinasti Islam tertua di dunia, Dinasti Ummayah.

Melansir buku Pendidikan Agama Islam: Berbasis Islam Kontemporer Perspektif Indonesia oleh Afiful Ikhwan, peradaban dan kebudayaan Islam tumbuh dan berkembang bahkan mencapai puncak kejayaannya pada masa Dinasti Abbasiyah.

Kejayaan tersebut disebabkan karena Dinasti Abbasiyah lebih fokus pada pembinaan peradaban dan kebudayaan Islam daripada perluasan wilayah. Puncak kejayaannya terjadi pada masa Khalifah Harun Ar-Rasyid [786-809 M].

Siapakah Khalifah Harun Ar-Rasyid?

Khalifah Harun Ar-Rasyid adalah khalifah kelima dari Dinasti Abbasiyah. Ia merupakan putra dari pasangan Muhammad Al-Mahdi, khalifah ketiga Dinasti Abbasiyah, dan al-Khayzuran binti Atta, seorang mantan budak perempuan dari Yaman yang memiliki kepribadian kuat.

Harun Ar-Rasyid lahir di Ray, Iran pada 766 M dengan nama lengkap Abu Ja'far bin Al-Mahdi bin Al-Manshur Abdullah bin Muhammad bin Ali bin Abdullan bin Al-Abbas.

Melansir Ensiklopedia Britannica, Harun dan saudara-saudaranya dididik dengan ilmu Al-Qur'an, puisi, musik, sejarah Islam, dan praktik hukum saat ini. Harun memiliki guru bernama Yahya bin Khalid Al-Barmaki.

Pada tahun 780-782 M, Harun menjadi pemimpin dalam ekspedisi melawan Kekaisaran Bizantium. Pada ekspedisi 782 M ia mencapai Bosporus, di seberang Konstantinopel, dan mencapai perdamaian dengan syarat yang menguntungkan kaum muslim. Atas keberhasilan ini, ia menerima gelar kehormatan Ar-Rasyid yang artinya 'petunjuk ke jalan yang benar'.

Upaya Khalifah Harun Ar-Rasyid dalam Mengembangkan IPTEK

Kekhalifahan Abbasiyah mencapai puncak kejayaan saat Harun Ar-Rasyid memerintah. Sejak awal pemerintahannya, ia mendorong fuqaha untuk melakukan ijtihad dalam mencari formulasi fikih untuk menghadapi persoalan yang semakin kompleks.

Rosidin dalam buku Pendidikan Agama Islam menjelaskan, Khalifah Harun Ar-Rasyid membawa kejayaan Dinasti Abbasiyah khususnya di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi [IPTEK].

Upaya Khalifah Harun Ar-Rasyid dalam mengembangkan ilmu pengetahuan tersebut di antaranya memerintahkan para penerjemah buku-buku ilmiah dari bahasa Yunani ke bahasa Arab. salah satunya Yuhana Ibn Masawaih [w. 857] seorang dokter istana yang diperintahkannya untuk menerjemahkan buku-buku kuno mengenai kedokteran.

Selain itu, karya-karya dalam bidang astronomi seperti Sidhanta, sebuah risalah India juga turut diterjemahkan. Kala itu diterjemahkan oleh Muhammad Ibn Ibrahim Al-Fazari [w. 806].

Sekitar pertengahan abad ke-10 muncul dua penerjemah yang sangat penting dan produktif, yaitu Yahya Ibn Adi [974 M]. dan Abu Ali Isa Ibnu Ishaq Ibn Zera [w. 1008].

Khalifah Harun Ar-Rasyid memberikan penghargaan bagi setiap ilmuwan yang berhasil menerjemahkan suatu karya yang berasal dari bahasa asing. Buku yang diterjemahkan itu akan ditimbang dan diganti dengan emas sesuai dengan berat buku yang dihasilkan.

Bentuk penghargaan yang diberikan pada waktu itu dilihat dari sisi keimanan dan keilmuannya. Sehingga, banyak masyarakat di sana memuliakan para ilmuwan dan ulama.

Pada masa Khalifah Harun Ar-Rasyid inilah empat mazhab tumbuh dan ilmu-ilmu agama serta ilmu lainnya berkembang. Negara berada dalam keadaan makmur, kekayaan melimpah, dan terjamin keamanannya meskipun sejumlah pemberontakan masih terjadi.

Simak Video "Kedaton, Sejarah Panjang Perkembangan Islam di Kota Pesisir, Ternate"



[kri/erd]

Oleh: Dr. H. Muhammad Saleh, M. Ag

Wakil Rektor III bidang Kerjasama dan Kemahasiswaan IAIN Parepare

[Dibawakan dalam Orasi Ilmiah pada Pembukaan Kuliah dan Pengukuhan Mahasiswa Baru di Auditorium IAIN Parepare, Selasa 29 September 2020]

OPINI— Mengkaji sejarah Pendidikan Islam kita akan mendapatkan informasi tentang pelaksanaan Pendidikan Islam sejak awal diangkatnya Rasulullah Muhammad SAW. menjadi Rasul sampai sekarang yang di mulai dari masa pertumbungan, perkembangan, kemajuan bahkan kemunduran, serta kebangkitan Pendidikan Islam.

Untuk lebih memahami tahapan-tahapan pelaksanaan pendidikan dapat dilihat dari periodisasi Pendidikan Islam. Ini merupakan salah satu kekhasan kajian sejarah karena terkait dengan peristiwa yang terjadi pada masa lampu dengan berdasarkan pengembangan Pendidikan Islam dengan menitikberatkan pada kajian kapan terjadi, dimana tempat terjadinya, siapa yang menjadi tokohnya, mengapa hal itu bisa terjadi, dan apa yang terjadi pada masa itu.

Menurut Zuhairini, dkk pemilahan periodisasi dalam sejarah Pendidikan Islam untuk memudahkan urutan pembahasan. Peristiwa sejarah dilatarbelakangi oleh peristiwa lain sebelumnya, serta berhubungan secara langsung dengan peristiwa-peristiwa lain yang semasa, sehingga berakibat terjadinya rentetan peristiwa-peristiwa berikutnya. Hal ini menjadi landasan bahwa betapa pentingnya untuk memperhatikan periodesasi untuk memudahkan kajian terkait kesinambungan peristiwa tersebut dari waktu ke waktu.

Periodisasi sejarah Pendidikan Islam dapat dibagi 5 masa, yaitu: Pertama masa Pembinaan Pendidikan Islam, dimulai sejak Muhammad SAW. diangkat menjadi Rasul sampai wafatnya beliau. Pada masa pembinaan ini melalui 2 periode, yaitu periode Mekkah [13 Tahun], dan Periode Madinah [10 Tahun] mulai tahun 610 M s.d 632 M/ 13 S.Hijriah s.d 11 Hijriah. Kedua, masa Pertumbuhan Pendidikan Islam, dimulai sejak wafat Rasulullah SAW. hingga masa Bani Umayyah. Masa ini terbagi 2 periode , yaitu periode Khulafaurrasyidin [632 s.d 661 M], dan periode Bani Umayyah [661 s.d 750 M]. Ketiga, masa Kejayaan Pendidikan Islam, diawali sejak berdirinya Daulah Bani Abbasiyah sampai jatuhnya Baqdad [750 M s.d 1250 M], Keempat, masa Kemunduran Pendidikan Islam, ditandai saat Baqdad dihancurkan Hulagu Khan sampai wilayah Mesir di bawah kekuasaan Napolen Boneparte [1250 M s.d 1798 M]. Kelima, masa Pembaharuan, diawali sejak Mesir dikuasai Napoleon sampai masa modern sekarang [1798 M s.d sekarang]

Berdasarkan periodisasi tersebut yang menarik untuk dikaji, yaitu masa kejayaan Pendidikan Islam. Pada periode ini, Islam di bawah kekuasaan Bani Abbasiyah, pada masa ini diwarnai berkembangnya ilmu-ilmu aqliah, berdirinya madrasah dan universitas, munculnya ilmuwan-ilmuwan saintik, serta puncak perkembangan kebudayaan Islam.

Kejayaan Pendidikan Islam

Pada periode ketiga Pendidikan Islam mengalami masa kejayaan. Masa Kejayaan ini di bawah kekuasaan Bani Abbasiyah yang berkuasa sejak Tahun 750 M – 1258 M/ 132H – 656 M]. Masa ini ditandai dengan berkembang pesatnya lembaga-lembaga pendidikan baik formal maupun informal. Bermunculannya lembaga-lembaga pendidikan ini mendominasi dalam dunia Islam sehingga mempengaruhi pola hidup dan budaya masyarakat Islam.

Perkembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan dan budaya Islam pada masa kejayaan Islam menggungguli dan bahkan mempengaruhi peradaban dunia. Wilayah kekuasaan Islam menjadi pusat-pusat pendidikan yang diminati buhkan hanya kalangan Islam tetapi juga kalangan non-Islam.

Harun al Rasyid [170-193 H] yang merupakan khalifah ke-7 Dinasti Bani Abbasiyah, pada masa pemerintahannya Pendidikan Islam mencapai puncak kejayaan. Masa masa kepemimpinan beliau sangat memberi motivasi dan perhatian penuh terhadap perkembangan ilmu pengetahuan.

Hal ini dilakukan bukan tanpa alasan, Harun Al-Rasyid merupakan seorang yang cerdas dan mencintai ilmu pengetahuan. Negara di bawah kendalinya aman, tentram, makmur, damai dengan dukungan sarana dan prasarana pembangunan sehingga dunia Islam menjadi pusat ilmu pengetahuan.

Umat Islam yang cinta ilmu melakukan rihlah ilniyah… [next page 2]

Pages: 1 2 3

By Humas IAIN Parepare | September 29, 2020 | Opini | 0 Comments |

Kekhalifahan Abbasiyah berusaha menggulingkan Kekhalifahan Umayyah karena mengklaim sebagai penerus sejati Nabi Muhammad, berdasarkan garis keturunan mereka yang lebih dekat.

Pemberontakan yang dilakukan Bani Abbasiyah didukung oleh sebagian besar orang Arab yang dirugikan dengan tambahan faksi Yaman dan Mawali mereka.

Muhammad bin Ali, cicit dari Abbas, kemudian mulai menjalankan kampanye untuk mengembalikan kekuasaan pemerintahan kepada keluarga Bani Hasyim di Parsi pada masa pemerintahan Khalifah Umar II.

Pada masa pemerintahan Khalifah Marwan II, pertentangan mereka semakin memuncak.

Akhirnya pada 750 masehi, Abu al-Abbas al-Saffah berhasil meruntuhkan Dinasti Umayyah dan kemudian dilantik sebagai khalifah.

Baca juga: Masuknya Islam ke Nusantara

Ilustrasi Kota Baghdad

Periode kejayaan dinasti Abbasiyah dimulai sejak masa kekhalifahan al-Mahdi [775-785] hingga al-Wathiq [842-847], dan mencapai puncaknya secara khusus pada masa pemerintahan Harun al-Rasyid [786-809] dan putranya al-Makmun [813-833]. Pada masa Harun al-Rasyid Baghdad mulai muncul sebagai pusat peradaban dunia, dengan tingkat kemakmuran dan peran internasional yang luar biasa.

Baghdad menjadi saingan satu-satunya bagi Bizantium. Kejayaannya berjalan seiring dengan kemakmuran kerajaan, terutama ibu kotanya. Kemegahan Baghdad mencapai puncaknya pada masa al-Rasyid, dengan julukan Baghdad sebagai “kota melingkar”. Sementara itu kemajuan keilmuwan Baghdad mencapai puncaknya pada masa al-Makmun, dengan didirikannya Baitul Hikmah sebagai pusat perpustakaan dan kajian keilmuwan.

Kota Melingkar Baghdad

Kemegahan Baghdad tercermin dari bangunan istananya, istana khalifah menempati sepertiga ruang kota Baghdad. Bagian istana yang paling mengesankan adalah ruang pertemuan yang dilengkapi dengan karpet, gorden, dan bantal terbaik dari Timur.

Harun al-Rasyid merupakan khalifah yang sangat mencintai keilmuwan, dia begitu senang bergaul dengan orang-orang berilmu, selain itu dia selalu mengagunggkan perintah dan larangan Allah. Dia tidak menyukai perdebatan dalam masalah agama, dan tidak suka membicarakan sesuatu yang tidak jelas nashnya.

Harun al-Rasyid

Meskipun hidup di istana yang sangat megah, al-Rasyid merupakan pemimpin yang dikenal dengan kedermawanannya. Dia tidak segan-segan memberikan sedekah dalam jumlah banyak bagi orang-orang yang membutuhkan. Kebesaran al-Rasyid, menjadi contoh ideal kerajaan Islam dan penerusnya.

Sifat dan perilaku yang sama juga tergambarkan pada putra al-Rasyid, yaitu al-Makmun. Al-Makmun merupakan sosok yang begitu mencintai literatur-literatur keilmuwan, bahkan dia menugaskan orang-orangnya untuk mencari literatur-literatur kuno ke penjuru dunia. Meskipun demikian banyak sejarawan yang dengan ceroboh menggambarkan kedua pemimpin saleh tersebut sebagai pribadi buruk yang senang mabuk-mabukan.

Ibnu Khaldun dalam Muqaddimahnya, dengan keras menentang pendapat tersebut. Al-Rasyid dan al-Makmun merupakan pemimpin saleh yang menjauhkan diri dari khamr, mereka hanya mengkonsumsi perasan kurma yang pada masa itu memang tidak melanggar syari’at agama. Sehingga, mereka sama sekali tidak pernah mabuk karena khamr.

Kemegahan istana dan harta yang melimpah pada masa al-Rasyid, juga sering disalah gunakan saudara-saudaranya untuk berfoya-foya. Salah satunya adalah yang dilakukan oleh ‘Ulayyah, saudara perempuan al-Rasyid. ‘Ullayah menjadi wanita pertama yang menggenakan pengikat kepala berhiaskan permata, hanya untuk menutupi bekas luka di dahinya.

Baghdad sempat mengalami kehancuran, ketika terjadi perang saudara antara al-Makmun, al-Amin, dan pamannya Ibrahim ibn al-Mahdi. Perang yang dipicu keserakahan al-Amin, yang tidak melaksanakan amanat ayahnya Harun al-Rasyid, untuk memberikan otonomi wilayah kekuasaan Abbasiyah bagian timur kepada al-Makmun.

Tidak lama setelah itu, saat al-Makmun menjadi Khalifah, Baghdad kembali bangkit menjadi pusat perdagangan dan intelektual. Pada masa ini, sepajang pelabuhan ditambatkan ratusan kapal dari penjuru dunia. Tujuan mereka selain berdagang, banyak juga yang mempunyai tujuan untuk mencari ilmu.

Para pedagang memainkan peranan utama, bagi perkembangan perekonomian Baghdad. Selain itu, para pekerja professional dokter, pengacara, guru, penulis, dan sebagainya mulai mendapatkan kedudukan penting pada masa al-Makmun.

Kemegahan Baghdad selain tergambarkan dari literatur-literatur sejarah, juga masih dapat kita temukan pada karya-karya sastra yang terkenal hingga sekarang. Mulai dari cerita seribu satu malam, hingga cerita jenaka Abu Nawas, seorang penyair kesayangan al-Rasyid.

Kemajuan Ekonomi Daulah Abbasiyah

Sama seperti kemajuan negeri-negeri terdahulu, ekonomi menjadi salah satu faktor terpenting bagi kejayaan suatu imperium. Hal yang sama juga berlaku pada masa imperium Abbasiyah. Ekonomi imperium Abbasiyah digerakkan oleh perdagangan, dengan Baghdad menjadi pusatnya.

Sektor industri yang berasal dari daerah-daerah kekuasaan Abbasiyah, menjadi aspek penting bagi geliat perdagangan Abbasiyah. Tercatat kain linen di Mesir, sutra dari Syria, dan Irak, kertas dari Samarkand, serta berbagai produk pertanian seperti gandum dari Mesir, dan kurma dari Irak.

Bersamaan dengan kemajuan daulah Abbasiyah, dinasti T’ang di China juga mengalami periode kejayaan, sehingga hubungan perdagangan antara kedua imperium menambah semarak kegiatan perdagangan dunia. Banyak kapal-kapal China yang bersandar di pelabuhan Baghdad, begitu juga banyak perkampungan Arab di pelabuhan China.

Selain melalui jalur laut, perdagangan juga dilakukan memalui darat melewati Jalan Sutra. Dari sana, barang-barang dagangan dari Abbasiyah dikirim ke wilayah China dan India. Barang-barang dari Eropa pun harus melalui bandar perdagangan Abbasiyah, jika ingin mengirimkan barang ke China dan India. Begitulah gambaran perekonomian Abbasiyah, yang menjadi faktor kemajuan imperium tersebut.

Sistem Pemerintahan Abbasiyah Periode Kejayaan

Di bawah Khalifah, Jabatan Wazir memainkan peran vital dalam struktur pemerintahan Abbasiyah. Memasuki abad ke-9, jabatan Wazir telah berkembang menjadi kepala pemerintahan, dengan berbagai macam tugas seperti mengontrol birokrasi, menyeleksi petugas-petugas gubernur, dan terlibat di dalam kewenangan pengadilan Mazalim.

Pengembangan fungsi dan jabatan pemerintahan pusat pada intinya merupakan usaha memusatkan kekuasaan imperium, dan khalifdah semakin mudahmengendalikan, dan menjalin komunikasi dengan wilayah-wilayah provinsi dai kota Baghdad.

Selain kecenderungan pemerintah yang bersifat memusat ini, wilayah provinsi yang ada tidak seluruhnya diperintah oleh birokrasi. Terdapat peringkat pengontrolan pada tingkatan tiap provinsi, ada yang dikontrol langsung oleh pemerintah ada pula yang secara longgar kurang mendapatkan kontrol pemerintah.

Beberapa provinsi yang dikontrol secara langsung adalah Irak, Mesopotamia, Mesir, Syria, Iran Barat dan Khuzistan yang secara geografis sangat dekat dengan Baghdad. provinsi-provinsi tersebut diorganisir untuk menumbuhkan kepatuhan kalangan pejabat terhadap kehendak pemerintah pusat, dan menjamin penyetoran pajak wilayah provinsi kepada pemerintah pusat. Jabatan Gubernur relatif pendek, untuk mencegah pengembangan dukungan lokal yang dapat digunakan untuk memberontak.

Selain pemerintahan yang diperintah secara langsung terdapat beberapa daerah yang tidak mungkin dikontrol oleh pemerintah pusat. Secara Geografis, provinsi-provinsi itu terletak di dataran tinggi Caspian-Jilan, Provinsi-provinsi di Asia Tengah, dan sebagian besar provinsi Afrika Utara. Di wilayah-wilayah tersebut, Khalifah hanya membentuk sebuah garnisun untuk mengawasi pengumpulan pajak dan upeti.

Pemerintahan daerah diorganisir untuk kepentingan pajak. Beberapa survei dilakukan di kampung-kampung untuk memastikan jumlah tanah pertanian, jenis tanaman, dan target panen, selanjutnya informasi ini disampaikan ke pemerintah pusat. Pajak dari seluruh daerah haruslah dapat diperkirakan sebelumnya, sebagain untuk kepentingan masing-masing daerah.

Administrasi yang hirakris ini tidak mencakup seluruh tanah garapan. Sejumlah tanah pertanian, termasuk perkebunan imperium Timur Tengah yang terdahulu, properti gereja, tanah-tanah liar, dan tanah yang disita oleh khalifah, tidak termasuk bagian dari dari administrasi provinsial. Sistem perpajakan yang maju ini juga turut serta mendorong kemajuan imperium Abbasiyah.

A. Periode klasik [650-1258 M]

Era ini adalah masa kemajuan, keemasan, dan kejayaan Islam. Periode ini dibagi menjadi fase ekspansi dan disintegrasi

1. Fase ekspansi, integrasi, dan pusat kemajuan

Masa ini berlangsung pada 650-1000 M dengan daerah penyebaran Islam yang makin luas, melalui Afrika utara sampai ke Spanyol di bumi bagian barat. Islam juga melalui Persia sampai ke India di bumi sebelah timur.

Di masa inilah perkembangan ilmu pengetahuan, agama, bahasa, dan lain-lain mencapai puncaknya. Era ini juga menghasilkan ulama besar misal Imam Malik, Imam Abu Hanifah, Imam Syafi'i dan Imam Ibn Hambal dalam bidang Fiqh.

2. Fase disintegrasi

Era pada kurun waktu 1000 - 1250 M ini mulai mengalami kemunduran. Kekuasaan khalifah menurun, hingga akhirnya Baghdad dirampas dan dihancurkan Hulagu Khan pada tahun 1258 M.

B. Periode pertengahan

Sama seperti sebelumnya, periode ini juga terbagi atas tiga fase. Umat Islam yang mengalami kemunduran, bangit kembali melalui tiga kerajaan besar

1. Fase kemunduran

Tahap ini berlangsung pada 1250-1500 M dengan desentralisasi dan disintegrasi yang makin menguat di masyarakat. Perbedaan antara Sunni dan Syi'ah serta Arab dan Persia semakin nyata.

Dunia Islam terbagi menjadi Arab dan Persia. Bagian Arab yang terdiri dari Arabia, Irak, Suria, Palestina, Mesir dan Afrika utara berpusat di Mesir.
Bagian Persia yang terdiri dari Balkan, Asia kecil, Persia dan Asia tengah berpusat di Iran.

2. Fase tiga kerajaan besar

Masa yang berlangsung pada 1500 - 1700 M dilanutkan dengan fase kemunduran di 1700 - 1800 M. Tiga kerajaan adalah Utsmani di Turki, Safawi di Persia dan Mughal di India.

Kejayaan Islam pada tiga kerajaan besar masih bisa disaksikan hingga kini. Peninggalan tersebut bisa disaksikan dalam bentuk arsitek di Istanbul, Iran
dan Delhi.

Baca juga: Kemajuan Ilmu Pengetahuan di Masa Bani Umayyah Sejak Khalifah Pertama

C. Periode modern

Pada periode yang berlangsung mulai 1800 hingga sekarang ini, umat mencari tahu penyebab kejatuhan Islam. Para pemimpin dan pemuka Islam memikirkan bagaimana meningkatkan mutu dan kekuatan umat Islam.

Di era sejarah perkembangan peradaban Islam ini, kondisi muslim berbanding terbalik dengan periode klasik. Umat Islam yang awalnya menjadi pusat peradaban, kini kagum pada perkembangan budaya dan kemajuan kelompok masyarakat lain.

Simak Video "Khawatir Taliban, Sekelompok Pria Afghanistan Nekat Berjalan Kaki ke Turki"



[row/erd]

Video liên quan

Video yang berhubungan

Bài mới nhất

Chủ Đề