Siapa nama tokoh dibali yang berjuang menentang adanya pengaruh asing di Bali?

Puputan Margarana pada tahun 1946 merupakan peristiwa bersejarah dalam melawan Belanda yang ingin kembali menguasai Indonesia dan peristiwa ini tidak terlepas dari peran I Gusti Ngurah Rai sebagai pemimpin perjuangan. Permasalahan dalam penelitian ini adalah apa yang melatarbelakangi terjadinya peristiwa Puputan Margarana pada tahun 1946, bagaimana jalannya peristiwa Puputan Margarana, dan bagaimana peran I Gusti Ngurah Rai dalam Puputan Margarana. Tujuan dari penelitian ini dapat memecahkan masalah yang terdapat pada rumusan masalah dan memberi manfaat bagi peneliti, masyarakat luas, dan ilmu pengetahuan. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian sejarah yang meliputi heuristik [kegiatan mencari dan mengumpulkan sumber-sumber sejarah], kritik [kegiatan menyeleksi dan mengkaji sumber sejarah yang dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya sehingga menghasilkan fakta sejarah], interpretasi [proses memberikan penafsiran terhadap hasil pengolahan data yang sudah dikritisi], dan historiografi [menuliskan hasil interpretasi yang disusun secara kronologis, sistematis, dan metodis berdasarkan sumber yang autentik] dengan menggunakan pendekatan sosiologi politik dan teori konflik. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa latar belakang terjadinya Puputan Margarana tahun 1946 karena Belanda datang ke Indonesia termasuk pulau Bali untuk kembali menegakkan kekuasaannya di Indonesia meskipun Indonesia telah mengumumkan kemerdekaannya pada tanggal 17 Agustus 1945 ketika Jepang yang menjajah Indonesia sudah menyerah tanpa syarat kepada Sekutu. Puputan Margarana merupakan puncak perjuangan rakyat Bali alam melawan penjajah terutama penjajah Belanda. Puputan Margarana terjadi pada tanggal 20 November 1946 di desa Kelaci dusun Marga ketika I Gusti Ngurah Rai memerintahkan pasukan Ciung Wanara yang dipimpinnya untuk brjuang sampai titik darah penghabisan. I Gusti Ngurah Rai merupakan pucuk pimpinan tertinggi dalam perjuangan melawan pasukan Belanda/NICA yang sudah dikenal sejak zaman penjajahan Belanda dan Jepang. I Gusti Ngurah Rai sangat berperan dalam merencanakan dan mengatur serangan, gagasan dalam perjuangan Ngurah Rai juga sangat berguna bagi perjuangan di Bali seperti keberangkatannya ke Pulau Jawa untuk mencari bantuan persenjataan dan personil dari Jawa dan perjalanan ke Gunung Agung sambil bertempur melawan NICA. Hubungan dengan pulau Jawa menjadikan para pemimpin di Pusat RI mengetahui situasi perjuangan di Bali dan kemudian memberi arahan dan bantuan baik senjata meskipun jumlahnya sedikit maupun personil. Namun pada akhirnya I Gusti Ngurah Rai gugur beserta seluruh pasukannya dalam Puputan Margarana. Kesimpulan dari hasil penelitian ini adalah puputan Margarana dilatarbelakangi oleh situasi politik internasional ketika berakhirnya perang dunia kedua yang memberikan kesempatan Belanda menemukan jalan untuk kembali menguasai Indonesia, situasi politik nasional yakni bangsa Indonesia yang sudah merdeka tidak ingin Belanda kembali menguasai wilayah Indonesia termasuk pulau Bali, dan situasi politik di Bali sendiri yakni Bali merupakan bagian dari wilayah Indonesia yang sudah merdeka dan menentang kedatangan Belanda di Bali, hal tersebut mengakibatkan perlawanan terhadap Belanda yang datang kembali dengan menggunakan kedok NICA di bawah perlindungan bendera Sekutu. Perlawanan memuncak dalam Puputan Margarana pada tanggal 20 November 1946 yang dilakukan secara gerilya karena kekuatan yang tidak seimbang. Peristiwa puputan Margarana tidak terlepas dari peranan I Gusti Ngurah Rai sebagai pemegang komando tertinggi perjuangan di Bali yang memberikan arahan, ide, dan gagasan dalam melakukan perlawanan terhadap musuh.Saran penulis dari hasil penelitian ini yaitu bagi pembaca dapat mengambil suri tauladan dan melestarikan sejarah lokal di Indonesia, bagi pemerintah provinsi bali agar melestarikan monumen taman pujaan bangsa sehingga sejarah perjuangan rakyat Bali tidak hilng begitu saja, dan bagi masyarakat luas sebagiknya mengartikan puputan margarana sebagai peristiwa yang pantang menyerah melawan Belanda bukan sebagai sikap putus asa dalam menghadapi Belanda.

tirto.id - Sejarah perang mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia di Bali terwujud dalam Puputan Margarana tanggal 20 November 1946. Ini adalah pertempuran habis-habisan yang dilancarkan kaum pejuang dan rakyat Bali melawan pasukan Belanda yang ingin berkuasa kembali.

Puputan Margarana merupakan salah satu perang terdahsyat yang terjadi di Bali pada masa Revolusi Fisik. Perang ini dipimpin oleh Letnan Kolonel Inf. I Gusti Ngurah Rai. Puputan Margarana menjadi medan perjuangan rakyat Bali yang tidak ingin dijajah lagi oleh Belanda.

Dalam bahasa Bali, puputan dapat dimaknai sebagai perang yang dilakukan hingga mati atau sampai titik darah penghabisan. Sedangkan Margarana merujuk pada lokasi pertempuran yang kini menjadi kecamatan bernama Marga di Kabupaten Tabanan, Bali.

Selain Puputan Margarana, di Pulau Dewata sebelumnya juga pernah terjadi perang habis-habisan serupa dalam perjuangan melawan penjajah Belanda. Tahun 1906 pecah Puputan Bandung, kemudian Puputan Klungkung terjadi pada 1908.

Baca juga:

  • Sejarah Kerajaan Buleleng: Pendiri, Letak, Raja, & Peninggalan
  • Sejarah Palagan Ambarawa: Latar Belakang & Tokoh Pertempuran
  • Kronologi Perang Diponegoro: Sebab, Tokoh, Akhir, & Dampak

Latar Belakang Peristiwa

Kemerdekaan yang diproklamirkan tanggal 17 Agustus 1945 bukan berarti Indonesia langsung dapat menjalani kehidupan sebagai negara yang merdeka dan berdaulat dalam situasi aman dan damai.

Beberapa bulan berselang setelah proklamasi, NICA [Netherlands Indies Civil Administration] alias Belanda datang kembali ke Indonesia dengan membonceng pasukan Sekutu yang baru saja mengalahkan Jepang di Perang Dunia II.

Masuknya NICA tidak hanya terjadi di pulau Jawa, daerah-daerah lain Indonesia juga menjadi sasaran, salah satunya adalah Bali.

Marwati Djoened Poeponegoro dan kawan-kawan dalam Sejarah Nasional Indonesia VI [2008], menjelaskan bahwa tanggal 2 Maret 1946, dua batalyon pasukan NICA mendarat di Bali. Semula, kedatangan mereka bertujuan untuk melucuti senjata tentara Jepang.

Baca juga:

  • Sejarah Pertempuran Lima Hari di Semarang: Kronologi, Tokoh, Akhir
  • Kronologi Sejarah Perang Padri: Tokoh, Latar Belakang, & Akhir
  • Sejarah Pertempuran Surabaya: Latar Belakang, Kronologi, & Dampak

Hadirnya pasukan Belanda di Pulau Dewata tentu saja ditentang oleh kaum pejuang republik dan rakyat Bali. Mulai terjadilah pertempuran-pertempuran kecil antara para pejuang Bali dengan Belanda.

NICA mengajak berundingan melalui surat melalui surat dari Letnan Kolonel J.B.T Konig kepada I Gusti Ngurah Rai selaku Kepala Divisi Tentara Keamanan Rakyat [TKR] untuk wilayah Sunda Kecil [Bali dan Nusa Tenggara] dan sekitarnya.

I Gusti Ngurah Rai dengan tegas menolak perundingan tersebut. Ia menegaskan, selama Belanda masih menginjakkan kaki di Bali, perlawanan pejuang dan rakyat akan terus dilakukan.

Baca juga:

  • Sejarah Agresi Militer Belanda I: Latar Belakang, Kronologi, Dampak
  • Sejarah Agresi Militer Belanda II: Latar Belakang, Tokoh, Dampaknya
  • Serangan Umum 1 Maret 1949: Kronologi, Tokoh, & Kontroversi

Kronologi Sebelum Perang

Sudarmanto dalam buku Jejak-jejak Pahlawan [2007] menyebutkan, I Ngurah Rai membentuk Batalyon Ciung Wanara untuk menghadapi Belanda di Bali.

Tak hanya itu, dibentuk pula basis-basis perjuangan di banyak desa di Bali. Perjuangan pasukan Ciung Wanara pimpinan I Gusti Ngurah Rai mendapatkan dukungan penuh dari rakyat.

Hal tersebut diketahui dari penelitian "Peranan Masyarakat dalam Perang Kemerdekaan: Studi Kasus Desa Marga dalam Peristiwa Puputan Margarana 20 November 1946 pada Masa Revolusi di Bali" karya Dewa Made Alit.

Disebutkan, beberapa desa di Bali yang menjadi basis perjuangan antara lain: Desa Marga, Desa Kelaci, Desa Tegaljadi, Desa Selanbawak, Desa Banjar Adeng, Desa Banjar Ole, Desa Banjar Bedugul, Desa Banjar Kelaci, dan lainnya.

Tanggal 19 November 1946 malam hari, senjata prajurit NICA yang sedang berada di Tabanan direbut oleh tentara rakyat pimpinan I Gusti Ngurah Rai. Aksi ini membuat Belanda murka.

Baca juga:

  • Sejarah Perundingan Roem-Royen: Latar Belakang, Isi, Tokoh
  • Sejarah Perundingan Renville: Latar Belakang, Isi, Tokoh, & Dampak
  • Sejarah Konferensi Meja Bundar [KMB]: Latar Belakang, Tokoh, Hasil

Jalannya Perang dan Tokoh yang Terlibat

Pagi-pagi buta tanggal 20 November 1946, Belanda mengerahkan pasukan dan mengepung desa yang menjadi pertahanan tentara rakyat Bali. Terjadilah aksi tembak-menembak yang membuat Belanda agak terdesak.

Belanda terpaksa mengerahkan seluruh kekuatan militernya yang ada di Bali ditambah mendatangkan pesawat pengebom dari Makassar.

Meskipun dikepung dan kalah jumlah prajurit maupun persenjataan, I Gusti Ngurah Rai dan pasukannya serta rakyat Bali pantang menyerah. Mereka bertekad tidak akan mundur sampai tetes darah terakhir.

Baca juga:

  • Biografi Pangeran Diponegoro: Jejak Hidup hingga Akhir Hayatnya
  • Biografi Jenderal Sudirman: Sejarah, Peran, Keistimewaan & Jasanya
  • Biografi Cut Nyak Dhien: Sejarah Singkat Pahlawan Wanita dari Aceh

Komando puputan pun diserukan. Perang habis-habisan dilancarkan demi tegaknya kemerdekaan Indonesia sekaligus demi harga diri rakyat Bali. Terjadilah pertempuran besar yang sejatinya tidak seimbang.

Pasukan Bali yang berjumlah kurang dari 100 orang seluruhnya gugur di medan laga, termasuk I Gusti Ngurah Rai. Namun, Belanda juga mengalami kerugian besar. Sebanyak 400 orang tentaranya tewas.

Untuk mengenang peristiwa heroik itu, di lokasi Puputan Margarana kini berdiri Tugu Pahlawan Taman Pujaan Bangsa. I Gusti Ngurah Rai pun ditetapkan sebagai pahlawan nasional oleh pemerintah RI.

Selain itu, nama I Gusti Ngurah Rai juga diabadikan sebagai nama bandara internasional di Bali dan Kapal Perang Republik Indonesia atau KRI, juga disematkan untuk profil mata uang pecahan Rp50 ribu pada 2005.

Jika dari pihak Bali terdapat nama I Gusti Ngurah Rai sebagai tokoh utama, dari kubu Belanda tersebutlah nama Kapten J.B.T König dan Letnan Kolonel F. Mollinger sebagai pemimpin pasukan NICA.

Baca juga:

  • Sejarah Masjid Agung Demak: Pendiri, Ciri Arsitektur, & Keunikan
  • Jenis Pola Hunian Sejarah Kehidupan Manusia Purba Masa Praaksara
  • Sejarah Fosil Pithecanthropus Soloensis: Penemu, Lokasi, Ciri-ciri

Baca juga artikel terkait PUPUTAN MARGARANA atau tulisan menarik lainnya Alhidayath Parinduri
[tirto.id - hdy/isw]


Penulis: Alhidayath Parinduri
Editor: Iswara N Raditya
Kontributor: Alhidayath Parinduri

Subscribe for updates Unsubscribe from updates

Video yang berhubungan

Bài mới nhất

Chủ Đề